Rabu, 06 April 2016

Armenia dan Azerbaijan terancam perang demi Nagorno-Karabakh


Armenia dan Azerbaijan terancam perang demi Nagorno-Karabakh
Para sukarelawan Nagorno-Karabakh bergerak menuju garis depan untuk melawan pemerintah sah Azerbaijan (Reuters)
 
Baku/Yerevan (CB) - Presiden Armenia Serzh Sarksyan memperingatkan bahwa upaya pemisahan diri Nagorno-Karabakh akan menyulut perang mati-matian.

Pernyataan ini disampaikan setelah perang  antara Azerbaijan dan separatis Nagorno-Karabakh dukungan Armenia telah memasuki hari ketiga dan menewaskan sejumlah tentara.

Azerbaijan dan Armenia yang keduanya bekas negara di bawah Uni Soviet, pernah terlibat perang memperebutkan wilayah itu pada awal 1990-an yang menewaskan ribuan orang dan ratusan ribu mengungsi.

Perang itu berakhir lewat gencatan senjata pada 1994 namun tidak pernah menghentikan kekerasan. Gencatan senjata itu terancam berantakan akibat pertempuran sengit tiga hari terakhir ini yang menewaskan beberapa orang dari kedua belah pihak.

Kendati dunia internasional menyeru Azerbaijan dan separatis Nagorno-Karabakh untuk mengakhiri kekerasan, pertempuran terus terjadi di wilayah pegunungan itu Senin.

Kementerian pertahanan Azerbaijan mengklaim tiga tentaranya tewas, sedangkan pemimpin separatis Nagorno-Karabakh mengaku beberapa anggota militernya gugur.

"Eskalasi lebih jauh dari aksi militer akan menciptakan konsekuensi yang tidak dapat diduga untuk mengarah kepada perang skala penuh," kata Presiden Armenia Serzh Sarksyan.

Kembalinya perang di daerah Azerbaijan namun berpenduduk mayoritas Armenia yang posisinya strategis di jalur pengiriman minyak dan gas itu juga bakal menyeret dua negara besar di kawasan ini, yakni Rusia dan Turki.

Rusia mendukung Armenia, sedangkan Turki mendukung Azerbaijan.

Nagorno-Karabakh adalah sebuah kantong daerah pegunungan dengan mayoritas penduduknya keturunan Armenian, namun berada di dalam wilayah Azerbaijan. Kekerasan di sini kerap meluber menjadi perang antara Azerbaijan yang mayoritas muslim melawan Armenia yang mayoritas kristen.

Ketegangan di wilayah ini bermula ketika Uni Soviet bubar. Dengan bantuan Armenia, separatis Nogorno-Karabakh angkat senjata melawan kekuasaan Azerbaijan.

Sampai gencatan senjata 1994, kaum separatis mengusir pasukan Azerbaijan keluar dari hampir seluruh sudut Nagorno-Karabakh, selain menguasai daerah-daerah di sekelilingnya, demikian Reuters.


Credit  ANTARA News




"Panama Papers", kisah warga Indonesia korban investasi bodong



Perdana Menteri Inggris David Cameron juga menjadi salah satu pemimpin negara yang tersandung skandal "Panama Papers" (Reuters)
 
Jakarta (CB) - Dunia diguncang oleh skandal bocornya jutaan dokumen keuangan rahasia milik sebuah firma hukum Panama bernama Mossack Fonseca yang menyingkapkan perilaku tidak jujur orang-orang berkuasa nan kaya raya dalam menyembunyikan hartanya dan cara orang-orang dunia hitam menyembunyikan harta jarahannya.

Salah satu yang disebut dalam skandal yang kemudian dinamai "Panama Papers" itu adalah perusahaan-perusahaan abal-abal yang didirikan Mossack Fonseca untuk para pelaku jasa investasi bodong yang lazim disebut skema Ponzi.

Berdasarkan laman Konsorsium Wartawan Investigatif Internasional (ICIJ), para pelaku investasi bodong dan investasi gadungan lainnya yang menipu sejumlah besar korban-korbannya kerap menggunakan struktur perusahaan offshore (perusahaan yang didirikan di luar negeri yang umumnya ditujukan untuk menghindari kewajiban pajak di dalam negeri dan bahkan untuk menghindari endusan pihak berwajib di negeri asal) untuk menyembunyikan dana yang mereka himpun dari investasi bodong.

Dalam salah satu dokumen "Panama Papers" tersingkap sebuah surat permintaan para pemilik modal skala kecil Indonesia yang menjadi korban investasi bodong kepada Mossack Fonseca untuk membantu mengembalikan uang mereka.

Para pemilik modal Indonesia ini meyakini sebuah perusahaan yang berafiliasi dengan Mossack Fonseca di Kepulauan Virgin milik Inggris (dibedakan dari Kepulauan Virgin milik AS), telah digunakan untuk menipu sekitar 3.500 orang sehingga mereka berhasil menarik dana 150 juta dolar AS (Rp1,9 triliun).

"Kami sangat memerlukan uang itu untuk pendidikan anak-anak kami April ini," kata salah seorang investor Indonesia ini kepada Mossack Fonseca via email pada April 2007.

"Anda dapat memberikan saran kepada kami apa yang bisa kami lakukan," lanjut sang investor, yang dalam laman ICIJ disebut menulis dalam berbahasa Inggris tidak lancar.

Para investor skala kecil Indonesia ini menemukan nama Mossack Fonseca dalam leaflet iklan penyedia jasa investasi bodong yang mereka ikuti, demikian laman ICIJ.



Credit  ANTARA News





Mengenal Mossack Fonseca, sumber skandal "Panama Papers"


Mengenal Mossack Fonseca, sumber skandal
Perdana Menteri Islandia Sigmundur David Gunnlaugsson dituntut mundur karena namanya disebut-sebut dalam "Panama Papers" sebagai salah satu pengguna jasa firm hukum Panama, Mossack Fonseca, dalam menghindari pajak di dalam negeri. (Reuters)
Jakarta (CB) - Dua hari ini dunia diguncang oleh skandal bocornya jutaan dokumen keuangan rahasia milik sebuah firma hukum Panama yang menyingkapkan perilaku tidak jujur orang-orang berkuasa nan kaya raya dalam menyembunyikan hartanya dari kejaran pajak di negeri asalnya, dan bahkan menjadi cara orang-orang dunia hitam menyembunyikan harta jarahannya.

Nama firma hukum Panama yang mendadak terkenal ke seluruh penjuru dunia itu adalah Mossack Fonseca.

Firma hukum ini didirikan pada 1977 oleh Jurgen Mossack dan Ramon Fonseca. Oleh karena itu dinamai Mossack-Fonseca.

Kedua orang yang mendirikan firma hukum ini hingga kini dianggap sebagai orang paling dihormati di Panama.

Jurgen Mossack adalah imigran Jerman yang ayahandanya mengungsi ke Panama demi kehidupan keluarganya setelah menjadi perwira pasukan elite Nazi Jerman, Waffen-SS, dalam Perang Dunia Kedua.

Sedangkan Ramon Fonseca adalah novelis peraih anugerah sastra yang beberapa tahun belakangan pernah menjadi penasihat presiden Panama. Dia meninggalkan jabatan penasihat presiden Panama setelah Maret silam perusahaannya, Mossack Fonseca, dikaitkan dengan skandal Brasil.

Dan dari skandal Brasil itulah ICIJ (konsorsium wartawan investigatif internasional) mulai menyelidiki sepak terjang firma hukum Panama itu.

Dari markas besarnya di Panama, salah satu surga utama di dunia bagi penyuka kerahasiaan keuangan, Mossack Fonseca membiakkan perusahaan-perusahaan anonim di Panama, di Kepulauan Virgin milik Inggris, dan di tempat-tempat lain yang menjadi surga kerahasiaan keuangan.

Firma hukum ini bekerjasama apik dengan bank-bank besar dan firma-firma hukum besar di negara-negara seperti Belanda, Meksiko, Amerika Serikat dan Swiss, untuk membantu kliennya memindahkan uang atau menghindari tagihan pajak di dalam negeri.

Analisis ICIJ terhadap berbagai dokumen di Panama Papers mendapati bahwa sekitar 500 bank bersama anak perusahaan dan cabang-cabangnya telah bekerjasama dengan Mossack Fonseca sejak 1970-an demi membantu klien-kliennya mengatur perusahaan-perusahaan offshore miliknya.

UBS mendirikan lebih dari 1.100 perusahaan offshore berkat bantuan Mossack Fonseca, sedangkan HSBC dan afiliasi-afiliasinya menciptakan lebih dari 2.300, kata dokumen bocor dalam skandal Panama Papers itu.

Keseluruhan, Mossack Fonseca bekerjasama dengan lebih dari 14.000 bank, firma hukum, law firms, perusahaan pribadi dan individu demi membantu mendirikan perusahaan, yayasan dan serikat usaha untuk para penggunanya itu.

Sistem perusahaan offshore menggantungkan diri kepada bentangan luas tingkat global industri perbankan, pengacara, dan akuntan. Dan semua ini bekerja beriringan demi melindungi rahasia klien-klien mereka.

Para ahli kerahasiaan ini menggunakan perusahaan-perusahaan tak dikenal, yayasan dan entitas hukum lainnya untuk menciptakan struktur rumit yang bisa digunakan untuk mengaburkan asal dari uang-uang panas.

Demi melindungi Feberion Inc., perusahaan abal-abal yang dikaitkan dengan pencurian emas terkenal di Inggris yang biasa disebut perampokan Brink’s-Mat, Mossack Fonseca memanfaatkan sebuah perusahaan yang berbasis di Panama bernama Chartered Management Company. Pengendali Chartered Management adalah Gilbert R.J. Straub, ekspatriat AS yang berperan dalam skandal Watergate yang menjatuhkan Presiden Richard Nixon.

Pada 1987, ketika polisi Inggris menyelidiki perusahaan abal-abal Feberion itu, Jurgen Mossack dan direktur di atas kertas Feberion lainnya mengundurkan diri. Mereka digantikan oleh direksi baru yang dipilih oleh Chartered Management milik Straub.

Straub akhirnya ditangkap oleh Badan Anti Narkotika AS DEA, namun dinyatakan tidak ada kaitan dengan perampokan Brink’s-Mat, kata Mazur, mantan agen DEA yang menyamar. Straub dinyatakan terbukti bersalah dalam kejahatan pencucian uang pada 1995.

Karena percaya Mazur sebagai pelaku pencuci uang yang koneksinya luas, Straub sempat berusaha membentuk geng kriminalnya dan pernah mengaku menyumbangkan uang untuk keterpilihan kembali Presiden Nixon pada 1972, demikian laman ICIJ.





Credit  ANTARA News



Jadulnya Perangkat Teknologi di Gedung Putih AS


Jadulnya Perangkat Teknologi di Gedung Putih AS  
Belum lama ini Gedung Putih melakukan pembaruan dari beberapa perangkat komunikasi terknologi yang dipakai sejak satu dekade lalu. (Reuters/Joshua Roberts)
 
Jakarta, CB -- Ada satu hal yang menarik perhatian dari markas negara adidaya, Gedung Putih. Di sana, perangkat teknologi yang digunakan nyatanya tidak secanggih yang sering ditampilkan di film-film Hollywood.

Percaya atau tidak, New York Times mewartakan, Gedung Putih masih menggunakan komputer desktop lawas keluaran satu dekade lalu dan pengeras suara (speakerphone) dari era 1985.

Sementara urusan Internet, koneksi Wi-Fi tentunya ada di dalam Gedung Putih yang sampai sekarang dihuni oleh staf kepresidenan Barack Obama itu. Namun, kemampuan koneksinya bisa dibilang mampu membuat mereka mengernyitkan dahi.

Tak hanya itu, printer Gedung Putih pun hanya bisa mencetak dengan warna hitam putih saja, belum bisa menyalin tulisan dari dua sisi kertas.



Bagaimana soal penggunaan ponsel pintar? Mereka semua, termasuk Obama sendiri, hanya menggunakan BlackBerry lawas. Produk iPhone tidak diperbolehkan.

Staf administrasi pesawat Air Force One turut menambahkan, mereka biasa mengirim surat elektronik atau email menggunakan koneksi Internet dari udara menuju darat yang dianggap tidak jauh lebih baik dari modem dial-up era 1990an.

Tentu saja penunjang teknologi seperti itu dirasa tidak ideal. Staf Presiden Obama telah memikirkan cara untuk mengubah kondisi tersebut, terlebih masa jabatan Obama tinggal menghitung bulan.



Masih dari New York Times, staf Obama menginginkan ada semacam 'warisan' yang bermanfaat bagi kepengurusan Gedung Putih berikutnya, khususnya dari segi teknologi informasi.

Karenanya Gedung Putih memutuskan untuk mulai berbenah dan melakukan upgrade perangkat teknologi yang dimulai sejak tahun lalu.


Dari laptop lemot, kabel LAN dan iPhone

Tanggung jawab atas teknologi Gedung Putih telah lama memang terbagi ke dalam empat lembaga, yaitu National Security Council, Executive Office of the President, Secret Service, dan White House Communications Agency.

Namun upaya semua badan pemerintah tersebut seperti tumpang tindih lantaran keempatnya telah berusaha melakukan pembaruan sedikit demi sedikit untuk Gedung Putih.

Ada pula momen yang menggelitik pada 2014 silam. Kala itu para asisten sedang menemani Obama pada liburan musim panas di Kebun Anggur Martha. Kemudian mereka kesulitan mengoperasikan laptop lemot saat sedang merevisi pernyataan kepresidenan.

Mereka pun tidak bisa mendapatkan dukungan teknologi langsung dari White House Communications Agency karena anggota staf di sana tidak memiliki wewenang untuk masuk ke perangkat komputer yang dikeluarkan oleh Executive Office of the President.



Dari situ, deputi pimpinan operasi Gedung Putih Anita Decker Breckenridge memutuskan untuk merekrut teknisi David Recordon pada 2015. Recordon merupakan perancang teknologi untuk Mark Zuckerberg dan karyawan di Facebook.

"Sungguh tantangan yang menarik untuk saya," ucap Recordon.

Salah satu tugas awal Recordon adalah memetakan kabel LAN dan kabel telepon yang ditanam di dalam dinding 1600 Pennsylvania Avenue. Tim teknisi akhirnya menemukan dan menyingkirkan 5.896 kilogram kabel terbengkalai.

Dengan diperbaikinya kabel koneksi, Recordon pun mengganti komputer lawas Gedung Putih dengan produk-produk terbaru yang ditenagai prosesor cepat dan modern. Printer pun kini sudah diganti dengan kemampuan cetak tinta berwarna.

Sistem telepon yang serba jadul juga diganti dengan kemampuan digital lengkap dengan pengeras suara (speakerphone) dan tombol speed-dial yang bisa diubah menjadi online.

Nirkabel Wi-Fi di ruangan Roosevelt Room akhirnya mendapatkan koneksi yang kencang dan bisa melakukan streaming secara live dari Facebook.

Penggunaan password juga bukan lagi kendala. Kini Gedung Putih sudah menerapkan teknologi chip pintar dan kode PIN untuk masuk.

Recordon tak lupa merancang sistem basis web untuk para pengunjung ke bagian West Wing yang bisa diatur secara aman dari komputer apa saja.

Satu hal lain yang tak kalah menarik, banyak asisten Gedung Putih sekarang sudah mengantongi iPhone terbaru.

Kendati begitu, Obama tetap menggunakan perangkat BlackBerry yang sengaja dimodifikasi secara khusus dengan sistem keamanan tingkat tinggi. Perangkat dari Apple yang digunakan Obama hanya iPad yang memanfaatkan koneksi Wi-Fi saja.

Breckenridge pun berharap, 'warisan' teknologi yang ditinggalkan staf Kepresidenan Obama tersebut bisa bermanfaat bagi penerusnya yang hidup di era Facebook, Twitter, dan seterusnya.



Credit  CNN Indonesia



Alasan Startup Australia Bantu Membongkar 'Panama Papers'


Alasan Startup Australia Bantu Membongkar 'Panama Papers'  
Ilustrasi (Joe Raedle/Getty Images)
 
Jakarta, CB -- Dokumen firma hukum asal Panama, Mossack Fonseca, bocor yang mengungkap dugaan aksi pencucian uang, pengelapan pajak dan lain sebagainya. Untuk menganalisa dokumen "Panama Papers" itu, ada software yang membantunya.

Startup asal Sydney, Australia, Nuix Pty Ltd adalah perusahaan teknologi yang menyumbangkan program analisis dokumen untuk Consortium of Investigative Journalists (ICIJ)

Software diproduksi oleh pengembang sedikit diketahui Australia telah membantu wartawan mengumpulkan berita mengarah dari pegunungan data yang ditemukan dalam isi dari Panama Papers, salah satu kebocoran dokumen terbesar dalam sejarah.



Panama Papers meliputi 2,6 terabyte data termasuk email, gambar, PDF dan dokumen lainnya dan menimbulkan pertanyaan tentang pengaturan keuangan dari politisi, pengusaha dan lain sebagainya dari seluruh dunia.

"Apa yang kami lakukan pada ICIJ adalah untuk melakukan apa yang mereka tidak bisa lakukan," kata wakil presiden Nuix, Angela Bunting, seperti dikutip dari Reuters.


Dengan menggunakan perangkat lunak Nuix, ICIJ yang berbasis di Washington mampu memindai jutaan dokumen dari yang terbaru hingga beberapa dekade lalu. Dan kemudian dimasukan agar bisa diakses oleh jaringan jurnalis di seluruh dunia.

Tantangan terbesar dari proses mentelaah data tersebut adalah jumlah teks yang awalnya tidak bisa dikenali oleh mesin. Perangkat optical character recognition (OCR) digunakan untuk mengubah data menjadi teks agar bisa dipahami dan dicari oleh komputer.

Saat teks bisa keluar, maka ia bisa dimasukan ke indeks dan database. Ukuran database akhir diperkirakan Barron, mencapai 30 persen dari ukuran data aslinya.

Penggunaan teknologi analisis dokumen dan data menunjukkan semakin pentingnya peran teknologi dalam membantu wartawan memahami lebih baik dari penemuan dokumen terbesar sepanjang sejarah itu.

Peranti lunak ini sendiri sudah dikembangkan oleh Nuix sejak 10 tahun lalu yang memang digunakan untuk menyederhana data di email. Nuix mengatakan, peranti lunaknya sudah dijual ke 65 negara yang meliputi PBB, Secret Service Amerika Serikat, dan banyak departemen pemerintah serta agensi penegak hukum.

"Kami menggunakan ini untuk melakukan sesuatu yang tak biasa di dunia," kata Bunting, sembari menambahkan bahwa perangkat lunak Nuix digunakan juga untuk menyelidiki lingkaran pornografi anak, perdagangan orang dan penggelapan pajak kelas atas.

Dia mebambahkan "Kita berurusan dengan banyak penegak hukum dan instansi pemerintah di seluruh dunia. Kita tidak bisa tahu apa-apa tentang apa yang mereka lakukan."

Credit  CNN Indonesia




Teknologi di Balik Terungkapnya 'Panama Papers'


Teknologi di Balik Terungkapnya 'Panama Papers'  
Thinkstock/scyther5
 
Jakarta, CB -- Bocoran data investasi firma hukum asal Panama, Mossack Fonseca tengah jadi sorotan global. Pasalnya, Mossack Fonseca diduga membantu aksi pencucian uang, menggelapkan pajak dan menghindari sanksi.

Dokumen yang diberi label "Panama Papers" itu bocor ke media Jerman, Suddeutsche Zeitung sejak tahun lalu. Bocoran data tersebut kemudian dibagikan kepada The International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) untuk kemudian diselidiki oleh lebih dari 100 grup media dan 400 jurnalis di dunia.

Lantas bagaimana data tersebut bisa bocor dan terbaca oleh media Suddeutsche Zeitung?

Mengutip situs Wired, diperlukan serangkaian proses bagi tim jurnalis untuk bisa mengolah dan mengakses data mentah yang diterima Suddeutsche Zeitung dari seseorang yang tidak dikenal alias anonim.

Serangkaian proses tersebut secara garis besar melingkupi konversi data menjadi format digital menggunakan komputer berteknologi tinggi, serta penggunaan algoritma untuk menemukan nama-nama yang terdaftar di dalam "Panama Papers".

"Data yang beraneka ragam sangat sulit untuk dicerna dan mampu memberi petunjuk ke kata lain," ucap salah satu profesor ilmu komputer di University College London. "File format tabel, angka, dan PDF nyaris mustahil ditembus."

Kemudian Süddeutsche Zeitung dan ICIJ bekerjasama dengan perusahaan peranti lunak Nuix asal Australia untuk menyisir dan mengatur data yang bocor tersebut.

Menurut pernyataan konsultan senior Nuix, Carl Barron, menangani data yang berada di dokumen "Panama Papers" tersebut semuanya disimpan di dalam server pribadi yang tidak terhubung dengan dunia luar. Sekali terpisah, maka data itu bisa diindeks, katanya.

Barron pun menyatakan, pihaknya akan mengeluarkan teks informasi dan metadata informasi ini, serta mulai menggunakan Nuix untuk menyelidikinya dari big data dan perspektif analisis.

Tantangan terbesar dari proses mentelaah data tersebut adalah jumlah teks yang awalnya tidak bisa dikenali oleh mesin. Perangkat optical character recognition (OCR) digunakan untuk mengubah data menjadi teks agar bisa dipahami dan dicari oleh komputer.


Saat teks bisa keluar, maka ia bisa dimasukan ke indeks dan database. Ukuran database akhir diperkirakan Barron, mencapai 30 persen dari ukuran data aslinya.

"Kami membiarkan ICIJ dan Süddeutsche Zeitung menjalankan pencarian kata kunci sendiri, kami juga bisa mengeluarkan entitas seperti nama depan, nama akhir dan angka," jelas Barron.

Ia melanjutkan, "kami juga bisa menggunakan analitik sendiri untuk menemukan bagaimana nama-nama ini mengacu pada dokumen. Jika Anda menemukan satu nama di email, maka Anda kemungkinan ingin mencari kira-kira di mana lagi nama itu disebut di data yang lain."

Kemudian, jika informasi telah dimasukan ke indeks, algoritma pun digunakan untuk melacak tautan secara spesifik di database. Akhirnya, informasi tersebut digabungkan dengan data yang dibikin secara manual.

"Tim jurnalis menghimpun daftar politikus penting, pelaku kriminal internasional, atlet profesional kondang, dan lainnya," begitu penjelasan Süddeutsche Zeitung di dalam editorial.

Diketahui dokumen "Panama Papers" mengarah kepada 214 ribu entitas perusahaan di banyak negara. Mossack Fonseca sendiri memiliki cabang di lebih dari 35 negara. Dokumen itu menyebutkan nama 140 tokoh politik, termasuk 12 pemimpin atau bekas pemimpin negara.



Berapa banyak data yang bocor?

Dokumen asli yang bocor belum dipublikasikan, ICIJ mengatakan daftar seluruh perusahaan yang terlibat di dalam "Panama Papers" akan diungkap pada Mei.

Namun besarnya data yang bocor sudah diketahui. Bocoran data tersebut mencapai 11,5 juta dokumen dari Mossack Fonseca.

Mengutip Wired, data tersebut melingkupi 4,8 juta email, 3 juta catatan database, 2 juta data berformat PDF, 1 juta gambar, dan 320 ribu dokumen teks.

Dataset tersebut disebut-sebut lebih besar dari kasus Wikileaks atau Edward Snowden.

Secara keseluruhan, dokumen "Panama Papers" mencapai kapasitas 2,6 TB.

Selain tokoh dunia, ada pula 2.960 nama warga negara Indonesia yang tercatat sebagai klien dari 43 perusahaan offshore yang terafiliasi dengan Mossack Fonseca.





Credit  CNN Indonesia