Jumat, 11 November 2016

Bajak Cetak Biru Proyek Kilang RI, Singapura Kini Jadi Eksportir BBM


Bajak Cetak Biru Proyek Kilang RI, Singapura Kini Jadi Eksportir BBM
Ilustrasi Foto: Hasan Alhabshy


Jakarta - Pada tahun 1990-an dahulu, Indonesia pernah merencanakan pembangunan kilang-kilang minyak export oriented (exor). Berorientasi ekspor karena saat itu produksi minyak nasional masih jauh di atas kebutuhan di dalam negeri.

Proyek kilang exor tersebut bahkan sudah ada blue print-nya. Tapi krisis ekonomi menghantam Indonesia pada 1998, terjadi pergantian rezim pemerintahan, dan proyek kilang exor itu tak diteruskan.

Dalam situasi tersebut, Singapura mengambil kesempatan. Blue print proyek kilang exor ditiru, lalu mereka membangun kilang-kilang minyak baru berdasarkan itu.

"Kita dulu punya cetak biru exor. Karena satu dan lain hal, kita tidak jadi membangun itu. Nah, cetak biru itu dikopi oleh Singapura. Sekarang mereka totally net exporter," kata Direktur Megaproyek dan Pengolahan Pertamina, Rachmad Hardadi, saat ditemui di Hotel Pullman, Kamis (10/11/2016) malam.

Setelah membangun kilang-kilang baru dari cetak biru milik Indonesia, Singapura menjadi eksportir bahan bakar minyak (BBM). BBM hingga lebih dari 1 juta barel per hari (bph) diekspor, paling banyak ke Indonesia.

"Singapura sekarang punya kapasitas 1,6 juta bph, konsumsinya di dalam negeri 150-200 ribu bph. Sisanya diekspor," tutur Hardadi.

PT Pertamina (Persero) sebagai BUMN perminyakan tak ingin Indonesia terus bergantung pada impor BBM dari Singapura. Maka kini kilang-kilang di dalam negeri ditingkatkan kapasitasnya, akan dibangun juga 2 kilang baru.

Hardadi mengungkapkan, Pertamina telah mengirimkan 120 orang insinyur ke berbagai Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Prancis untuk nantinya mengerjakan proyek-proyek kilang Pertamina.

"Saya 4 bulan lalu mengirim 120 insinyur ke luar negeri. Sekarang mereka kerja di London, Paris, Texas. Mereka mengerjakan BED (Basic Enginering Design kilang). Kita terakhir kali kan bangun kilang tahun 1990-an," ucapnya.

"Insinyur-insinyur saya sekarang sedang ngelmu. Bergiliran bekerja 4 bulan di luar negeri," pungkasnya.

Sebagai informasi, saat ini kapasitas terpasang seluruh kilang Pertamina mencapai 853 ribu barel per hari (bph). Sedangkan kebutuhan minyak Indonesia tercatat sebesar 1,57 juta bph.

Ada empat proyek RDMP yang dikerjakan Pertamina untuk meningkatkan produksi bagan bakar minyak (BBM) di dalam negeri yaitu RDMP Ciladap, Balongan, Dumai, dan Balikpapan. Apabila seluruh RDMP ini selesai, maka kapasitas keempat kilang itu akan naik dari 820 ribu bph menjadi 1,61 juta bph.

Selain itu, 2 kilang baru akan dibangun, yaitu Grass Root Refinery (GRR) Tuban dan Bontang. Masing-masing berkapasitas 300.000 bph. Semua proyek kilang ditargetkan selesai sebelum 2023. Kalau semuanya berjalan lancar, Indonesia tak lagi mengimpor BBM mulai 2023.




Credit  detikFinance