Senin, 17 April 2017

Apa Sebenarnya Bom MOAB Itu?



Walaupun front Afghanistan sudah sedikit menghilang dari pemberitaan, bukan berarti aktivitas militer di kaki gunung Hindu Khush tersebut menurun. Faktanya, banyak pemberontak yang tadinya berafiliasi ke Al Qaeda atau Taliban kini beralih mendukung ISIS.
AS sendiri memperkirakan ada 600-1.000 anggota ISIS di Afghanistan, yang terpusat di propinsi Nangharhar dan berbatasan dengan Pakistan.
AS mengerahkan pasukan khusus USSF atau Green Beret ke lokasi tersebut. Minggu lalu seorang prajurit Green Beret, Staff Sgt. Mark R. De Alencar yang berusia 37 tahun gugur karena terkena tembakan insurjen ISIS.
Salah satu penyebab sulitnya memerangi insurjen ISIS di Nangharhar adalah karena keberadaan kompleks terowongan dan gua-gua di wilayah Achin yang membentang berkilo-kilo ke dalam perut bumi. Ini menyebabkan para insurjen bisa muncul dan menghilang setelah melakukan serangan.
Operasi pengejaran ke dalam kompleks terowongan semacam itu tentu beresiko karena situasi medan yang sangat sulit.
Karena itulah, AS akhirnya untuk pertama kalinya dalam sejarah menggunakan opsi pemboman masif dengan bom GBU-43 MOAB (Massive Ordnance Air Blast).
Saking besarnya, singkatan MOAB sering diplesetkan menjadi Mother of All Bomb.
Bom ini didesain secara khusus dengan ukuran yang sangat besar, mampu menampung 10 ton hululedak tritonal. Selongsong bomnya pun juga hanya berbentuk seperti lisong panjang, dengan kepala kerucut.
Di ekornya terdapat sirip berupa honeycomb strakes untuk menstabilkan bom saat dijatuhkan. AU AS hanya memiliki 15 unit bom dalam arsenalnya, sehingga penggunaan operasionalnya pun sangat selektif.
Bom ini dilengkapi dengan pemandu GPS sehingga dapat diarahkan ke sasaran secara otonom.
MOAB dibawa oleh pesawat MC-130 yang diterbangkan oleh personel AFSOC (Air Force Special Operations Command).
Bom yang dilempar pada pukul 7 pagi waktu setempat itu dijatuhkan dengan palet yang didesain untuk diledakkan beberapa meter sebelum menyentuh tanah. Hal ini menghasilkan tekanan yang sangat besar untuk meluluhlantakkan apapun yang ada dalam radius ledakannya melalui efek bakar dan tekanan (blast overpressure).
Efek sekunder yang dicapai adalah hilangnya oksigen di sekitar area titik impak karena dihisap habis oleh bahan peledak. MOAB membutuhkan banyak Oksigen dalam reaksi detonasi, termasuk udara di dalam paru-paru manusia yang berada di area peledakannya.
Apabila bom dijatuhkan tepat di mulut gua, maka efeknya bisa mematikan sampai jauh ke dalam liang-liang yang tidak bisa didekati oleh pasukan Afghanistan ataupun AS karena tekanan yang menjalar melalui bidang yang sempit.
Penggunaan GBU-43 MOAB masih dipertanyakan keefektifannya, di luar efek psikologis pada sasaran yang melihat ledakan bom ini yang begitu masif.
Dengan jaringan gua di Achin yang bercabang-cabang, tidak ada yang bisa memastikan seberapa efektif serangan MOAB pertama dalam sejarah ini.
MOAB yang sebenarnya didesain untuk menyapu musuh yang berada di satu medan yang luas dan tak terhalang bisa jadi tidak efektif karena hanya bisa dijatuhkan di satu mulut gua.
Andaikan insurjen melihat MC-130 yang membawanya, mungkin mereka punya waktu untuk menyelamatkan diri sebelum MOAB dijatuhkan.




Credit  angkasa.grid.id