Selasa, 18 April 2017

China-Rusia Intai Kapal Induk AS di Semenanjung Korea


China-Rusia Intai Kapal Induk AS di Semenanjung Korea Kapal Induk Amerika Serikat USS Carl Vinson menuju perairan Semenanjung Korea. (Foto: Reuters/U.S. Navy Photo)


Jakarta, CB -- China bersama Rusia dilaporkan telah mengirimkan kapal mata-mata untuk memantau pergerakan kapal induk Amerika Serikat, USS Carl Vinson, yang tengah bergerak menuju Semenanjung Korea.

Presiden AS Donald Trump mengerahkan kapal pengangkut pesawat tempur itu sebagai respons atas provokasi rudal Korea Utara yang kian mengancam kawasan. Menyusul keputusan tersebut, Beijing pun meminta bantuan Moskow untuk mencegah krisis nuklir kian memburuk.

Menurut "sejumlah sumber pemerintah Jepang" yang dikutip surat kabar Yomiuri Shimbun, ada sejumlah kapal pengintai yang ditugaskan mengejar armada AS tersebut.
Kapal induk itu sedikitnya membawa 100 pesawat tempur dan juga didukung dua reaktor nuklir, dikawal kapal perusak peluru kendali, sebuah kapal selam, dan sekitar 6.500 pelaut yang sebelumnya telah berlatih bersama Angkatan Laut Australia.

Pengerahan armada ini dikhawatirkan akan dianggap sebagai agresi militer oleh Korea Utara dan kian memperkeruh konflik.

Selama ini, China, sebagai sekutu dekat Korut, dianggap satu-satunya negara yang dapat menekan Pyongyang untuk menghentikan ambisi program nuklirnya.

Washington menganggap kontribusi Beijing kurang terlihat dalam upaya denuklirisasi Korut selama ini. Trump bahkan menegaskan negaranya akan bertindak secara unilateral untuk menghentikan Korut meski tanpa bantuan China.
 
Namun, dalam beberapa bulan terakhir, China mulai meningkatkan kontribusinya mendukung usaha komunitas internasional menekan Pyongyang. Salah satunya dengan memblokir impor batu bara dari Pyongyang dan mengerahkan sekitar 150 ribu tentara di perbatasan China-Korut.

Walaupun begitu, Beijing menekankan seluruh negara untuk menghindari langkah militer dan memperingatkan bahwa konflik Semenanjung Korea bisa pecah kapan saja.

Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan, peperangan bisa berdampak buruk bagi seluruh pihak yang terlibat. Menurutnya, krisis di Semenanjung Korea harus diselesaikan melalui proses diplomatik agar dapat mencapai solusi damai.

"Jika perang pecah, semua pihak akan kehilangan banyak. Tidak akan ada pemenang di sini. Bukan orang dengan kekuatan terbesar yang akan menang dalam situasi seperti ini," tutur Wang, seperti dikutip The Independent.

Situasi di Semenanjung Korea kian memanas sejak awal 2017 lalu. Korut terus menjadi sorotan setelah pada awal tahun baru lalu, pemimpin tertinggi mereka, Kim Jong-un, memerintahkan penguatan program rudal balistik antar benua (ICBM) negaranya.

Sepanjang tahun ini, Korut pun sudah meluncurkan beberapa uji coba rudalnya, dua di antaranya mencapai perairan di dekat wilayah Jepang.

Yang terbaru, Korut kembali menguji coba sistem rudalnya pada Minggu (16/4) meski berakhir gagal. Peluncuran rudal ini dilakukan sehari setelah Pyongyang menggelar parade militer besar-besaran dengan menampilkan hampir 60 rudal balistik ICBM, di hari ulang tahun ke-105 pendirinya Kim Il-Sung.






Credit  CNN Indonesia