Kamis, 20 April 2017

Demo Akbar di Venezuela, Warga Sipil Kembali Terbunuh


Demo Akbar di Venezuela, Warga Sipil Kembali Terbunuh 
Demonstrasi di Venezuela kembali memakan korban, kali ini seorang wanita dan remaja berusia 17 tahun. (REUTERS/Christian Veron)


Jakarta, CB -- Seorang remaja dan wanita tewas akibat tertembak dalam bentrokan yang terjadi di Venezuela, Rabu (19/4). Demonstrasi beruntun yang dilakukan guna menggulingkan Presiden Nicolas Maduro itu sudah menewaskan tujuh warga sipil.

Dalam aksi protes akbar yang berujung ricuh di Venezuela, petugas keamanan menembakkan gas air mata guna memukul mundur para demonstran. Namun, saksi melihat seorang pria menggunakan kendaraan roda dua, menembak warga sipil.

Kelompok opisisi menuding Maduro mengijinkan petugas keamanan dan gerombolan preman bersenjata melakukan represi terhadap warga sipil, karena dia tidak ingin lengser.

Dalam pernyataannya, jaksa penuntut umum menyebut salah satu korban tewas adalah Paola Ramirez, wanita berusia 23 tahun. “Dia tertembak setelah tertembak di bagian kepala,” ujar dia, seperti dilaporkan AFP.


Korban lainnya, yang juga tertembak di kepala adalah seorang remaja pria berusia 17 tahun.

Kini, kedua kematian itu tengah diselidiki.

Sebelumnya, otoritas menyebut setidaknya lima warga sipil tewas dalam aksi protes yang berlansung dua minggu terakhir, termasuk seorang anak berusia 13 tahun.

Venezuela dilanda krisis ekonomi yang membuat angka inflasi terus meningkat dan membuat warga kesulitan mendapatkan kebutuhan pokok. Keberadaan makanan dan obat-obatan yang langka juga meningkatkan kriminalitas.

Krisis itu memuncak pada 30 Maret lalu, ketika Mahkamah Agung berupaya merebut kekuasaan Majelis Nasional, satu-satunya lembaga negara yang tidak dikontrol Maduro.

Mahkamah Agung membatalkan keputusan itu akibat kecaman dari komunitas internasional, namun ketegangan domestik terus meningkat usai Pemimpin Oposisi Henrique Capriles dilucuti kekuasaannya.


Hal itu langsung memicu kemarahan warga dan meyakinkan pendapat yang terbelah akan ambisi Maduro menguasai negara.

“Kami harus menghentikan diktatorisme ini. Kami muak. Kami ingin pemilu untuk melengserkan Maduro karena dia menghancurkan negara ini,” kata salah satu pelaku protes, Ingrid Chacon.

Sebaliknya, Maduro berusaha semakin kuat menancapkan kukunya di pemerintahan. Dia mengerahkan pasukan keamanan, militan dan preman untuk melindungi ‘Revolusi Bolivaria’ yang diciptakan oleh Hugo Chavez pada 1999 lalu.

“Waktunya perang sudah tiba,” ujar Maduro, pekan ini, usai memerintahkan militer mengamankan demonstrasi.

Kelompok oposisi sudah meminta pihak militer, yang merupakan pilar kekuatan Maduro, untuk tidak lagi mendukung sang presiden. Tapi, Menteri Keamanan Jenderal Vladimir Padrino Lopez bersumpah militer akan tetap setia pada Maduro.


Di sisi lain, kerusuhan yang terjadi di Venezuela memicu keresahan internasional. Amerika Serikat, diwakili Menteri Luar Negeri Rex Tillerson menyebut negaranya prihatin.

“Apa yang dilakukan pemerintahan Maduro adalah pelanggaran konstitusi dan membuat pihak oposisi kehilangan suaranya,” ujar Tillerson.

Survei yang dilakukan Venebarometro menyebut tujuh dari 10 warga Venezuela ingin Maduro lengser sebelum masa kekuasaanya berakhir pada 2019 mendatang.

Pemilu regional yang seharusnya berlangsung Desember lalu, ditunda hingga waktu yang tidak ditentukan. Sementara pemilu presiden dijadwalkan berlangsung pada Desember 2018.





Credit  CNN Indonesia