Senin, 17 April 2017

Eropa Terbitkan Resolusi Sawit, Mendag: Bisa Ganggu Perjanjian Dagang




Eropa Terbitkan Resolusi Sawit, Mendag: Bisa Ganggu Perjanjian Dagang
Ilustrasi (Foto: Reno Hastukrisnapati Widarto)

Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag), Enggartiasto Lukita, mengajak pihak parlemen Uni Eropa (UE) untuk menerapkan prinsip kerjasama dagang yang sehat.

Hal tersebut berkaitan dengan langkah Parlemen Uni Eropa yang mengeluarkan resolusi soal sawit dan pelarangan biodiesel berbasis sawit karena dinilai masih menciptakan banyak masalah dari deforestasi, korupsi, pekerja anak, sampai pelanggaran HAM.



Menurutnya, resolusi tersebut bakal mengganggu hubungan dagang antara Indonesia dan Uni Eropa.

"Bahwa kami keberatan, kita sudah melalukan sustainabel seperti ISPO dan sebagainya. Ini akan ganggu perjanjian kita dengan UE kalau hal-hal seperti ini didiamkan. Kita sekarang juga sampaikan ini menyangkut sekian banyak petani, sekian banyak industri kecil, menyatakan mari kita konsentrasi dan bantu UKM, tapi langkah ini (resolusi Uni Eropa) tidak mencerminkan hal itu," jelas Enggar dalam keterangannya, Minggu (16/4/2017).

Langkah parlemen Uni Eropa, dianggap Enggar tidak adil, lantaran dalam industri minyak nabati di Uni Eropa sendiri, proses produksinya ta beda jauh dengan produksi minyak sawit di Indonesia.

Sehingga bila minyak sawit RI masih dipermasalahkan dengan adanya resolusi tersebut, bisa dianggap Uni Eropa menerapkan prinsip dagang yang tidak sehat karena hanya ingin produk minyak nabati dalam negerinya saja yang bisa diperdagangkan.

"Masalah sawit sekarang kalau bicara deforestasi, apa bedanya sawit dengan minyak nabati lain? Apa bedanya dengan vegetable oil di Eropa? Itu pasti dimulai dengan digundulkan dulu sebelum ditanam, apakah enggak ada double standart di sana, apakah tidak ada kepentingan dagang di sana? Disalurkan melalui Parlemen Eropa, ini yang saya sampaikan protes," tegas Enggar.

Enggar mengatakan, jangan sampai resolusi ini malah menimbulkan perang dagang. Di mana masing-masing negara melarang masuknya barang dari negara lain.

"Kalau terjadi retaliation (pembalasan) apakah ini bukan perang dagang. Anda minta jangan perang dagang tapi Anda memulai ini, benar-benar ingatkan pada parlemen Eropa, kalau mau benar-benar dagang tanpa double standart, kami sudah mulai dengan ISPO. Kayu pun mereka terapkan (standar) SLVK, tapi tidak semua. Parlemen kami pun bisa lalukan hal yang sama," tandasnya.

Sebelumnya Parlemen Uni Eropa menilai, sawit di Indonesia masih menciptakan banyak masalah mulai dari deforestasi, korupsi, pekerja anak-anak, sampai pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Indonesia oleh parlemen Uni Eropa bahkan dilarang untuk mengekspor sawit dan biodiesel ke negara lain.




Credit  finance.detik.com