Selasa, 25 April 2017

Pilpres Prancis: Menanti Duel Macron vs Le Pen dan Ancaman Frexit



Pilpres Prancis: Menanti Duel Macron vs Le Pen dan Ancaman Frexit
Warga Prancis menyaksikan hasil hituang suara pilpres, di mana capres Emmanuel Macron dan Marine Le Pen unggul dan lolos ke putaran kedua. Foto / REUTERS / Dario Ayala


PARIS - Prancis siap membuka lembaran baru. Dalam pemilihan presiden (pilpres) yang untuk pertama kali diikuti 11 calon presiden (capres), capres dari jalur independen Emmanuel Macron dan Marine Le Pen dari Front Nasional dipastikan melaju ke putaran kedua.

Wartawan KORAN SINDO, Hanna Farhana, langsung dari Prancis melaporkan dari penghitungan suara pada pilpres yang digelar hari Minggu, Macron unggul dengan meraih 23,9% suara. Diikuti Le Pen 21,7%. Kedua capres ini sedang mempersiapkan diri untuk bertarung menjadi penerus Francois Hollande pada 7 Mei mendatang.

Setelah Inggris Raya resmi keluar dari Uni Eropa, terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), serta berjayanya partai Perdana Menteri Belanda Mark Rutte pada pemilu parlemen, perhatian dunia kini tertuju pada pilpres Prancis.

Uni Eropa yang memiliki hubungan harmonis dengan Macron menunggu dengan harap-harap cemas hasil pilpres Prancis. Musababnya, jika Le Pen unggul, dia bakal mengusulkan referendum agar Prancis keluar dari Uni Eropa atau dikenal dengan istilah Frexit atau French Exit.

Rencana Le Pen  mengkhawatirkan bagi Uni Eropa. Prancis merupakan negara dengan perekonomian terbesar di Uni Eropa dan tujuh besar perekonomian dunia. Dengan demikian, siapapun presiden Prancis  nantinya memiliki kekuatan untuk mempengaruhi perekonomian dan politik di Uni Eropa.

Dalam pidatonya selepas perhitungan suara putaran pertama, Macron, menyarankan para pemilih  untuk terus berjuang bersama-sama  dalam membuka lembaran baru setelah perpolitikan Prancis selama 20 tahun dipenuhi wajah lama.

Dia menyerukan agar rakyat Prancis menghadirkan generasi baru untuk berkuasa. ”Kawan-kawan sekalian, pada 24 April, rakyat Prancis menunjukkan keinginannya. Selama 20 tahun terakhir, apa yang dirasakan bukan pembebasan atau rekonstruksi, tetapi perlambatan. Pengangguran,  impotensi negara, dan kesenjangan,” ujarnya di markas En Marche! yang juga dikenal sebagai slogan kampanyenya. 

Apa yang diungkapkan pria berusia 39 tahun itu tidak meleset. Hingga akhir 2016, perekonomian Prancis hanya tumbuh 1,1%. Pasar bereaksi positif terhadap hasil putaran pertama. Untuk pertama kali dalam lima bulan Euro naik 2% ke level tertinggi.

“Macron bakal mengemballikan perekonomian, dengan janji kampanyenya soal menurunkan pajak korporasi dan juga meringankan beban administratif perusahaan, dia menjadi representasi kemajuan negara ini,” ujar Kepala Financial Research Opimas, Octavio Marenzi dalam siaran televisi selepas penghitungan suara.

Kubu Le Pen juga larut dalam kemenangan putaran pertama. “Ini adalah kemenangan besar.  Saya akan terus melindungi kalian (rakyat Prancis). Langkah pertama sebagai presiden, saya akan memperketat perbatasan Prancis. Pemilu pada putaran kedua adalah penentuan apakah Prancis bisa bersinar kembali atau tenggelam,” ungkap Le Pen di depan para pendukungnya.

Pernyataan Le Pen membakar semangat suporternya. Dia juga membalas dengan teriakan; "(Prancis) Ini rumah kita!".

Perbatasan dan imigrasi menjadi isu utama yang dijual Le Pen. Dia menjamin kalau Prancis akan keluar dari Uni Eropa dan zona bebas perbatasan Schengen jika terpilih. “Imigrasi massal bukan kesempatan bagi Prancis, itu adalah tragedi bagi Prancis,” ungkapnya.

Dia berjanji akan memberlakukan moratorium imigrasi karena rakyat Prancis menurutnya tak mampu mendapatkan peluang lebih besar dalam berbagai hal  dibandingkan orang asing.



Pilpres Prancis 2017 diikuti 11 kandidat. Namun hanya lima yang diperhitungkan bisa melangkah ke putaran kedua. Selain Macron, Le Pen, kandidat lainnya adalah Jean-Luc Melenchon (Ekstrem Kiri), Francois Fillon (Republik) serta Benoit Hamon (Sosialis). 


Nyaris sepanjang sejarah pilpres Prancis, hanya dua wakil dari Partai Republik dan Partai Solialis yang  bersaing ketat.  Tapi, tahun ini berubah. Reputasi Presiden Hollande yang terus menukik, membuat citra partainya, Sosialis, tercoreng. Dalam polling terakhir sebelum pemilu dia disebut sebagai salah satu presiden yang tak disukai oleh rakyat Prancis.

Angin tak segar juga berembus ke kubu Partai Republik. Skandal pekerjaan fiktif yang menyeret sang kandidat  Fillon, menaikkan pamor positif calon dari partai lain. Selepas perhitungan suara putaran pertama, dukungan kandidat yang kandas mengalir ke Macron. “Saya akan memberikan suara saya untuk Macron,” ujar Fillon.

Presiden Hollande, juga langsung menelepon Macron untuk mengucapkan semangat. Begitu pula dengan Uni Eropa, yang sangat jelas condong kepada Macron dibandingkan Le Pen. Jika pada putaran kedua nanti Macron meraup suara terbanyak, maka dia akan menjadi presiden termuda sejak Napoleon.

Macron merupakan mantan perbankan. Pada 2014, dia diangkat menjadi Menteri Ekonomi oleh Presiden Hollande. Namun, hubungan keduanya retak setelah Macron mundur dari jabatannya tahun lalu. Hal itu dilakukannya demi mengikuti pilpres di bawah payung gerakan sentris En Marche.



Jutaan rakyat Prancis pada Minggu (24/4/2017) memberikan suaranya. Di Paris, sejak pagi hari, masyarakat sudah menuju tempat pemilihan suara. Dari pantauan KORAN SINDO, insiden penembakan pada Kamis (20/4/2017) waktu setempat tidak memberikan dampak signifikan. Namun, pihak kepolisan tetap menurunkan pasukan ekstra  pasukan elite, untuk membantu 50.000 personel polisi yang sudah disiapkan selama Pilpres.

Pemerintah menyatakan proses demokrasi jangan sampai terganggu. Mereka juga meminta masyarakat tidak takut, terintimidasi, dan pecah.

Jalan-jalan protokol di Paris tampak sepi, sedangkan di Bandara Charles de Gaulle diperketat. “Ya, orang-orang sempat takut, tapi hari ini mereka tetap antusias memberikan suaranya,” ungkap Pierre, warga Paris yang memberikan suaranya di TPS kawasan Champs Elysees.

Antusiasme juga ditunjukkan warga keturunan. “Saya memilih Jean-Luc Melenchon. Dia sangat bagus. Programnya baik untuk kesejahteraan rakyat Prancis,” ujar Imran, warga Prancis keturunan Aljazair, di kawasan Caulaincourt.

Dalam pemilu putaran pertama investor dihadapkan situasi sulit dengan pemilu presiden Prancis kali ini  sangat sulit diprediksi. Rakyat Prancis juga sudah terpolarisasi antara antimigran dan promigran, serta pro-Uni Eropa dan anti- Uni Eropa.

Hollande mengapresiasi jalannya pemilu. Seperti diketahui, tiga hari sebelum pemilu, seorang pria secara membabi buta menembak warga di Champs Elysees. Akibat insiden ini seorang polisi tewas dan dua lainnya luka serius. Tersangka penembakan merupakan  anggota kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). “Demokrasi di atas segalanya, mengalahkan segalanya,” ujar Presiden Hollande selepas memberikan suaranya di Paris.

Pelaku yang memegang senapan Kalashnikov melepaskan tembakan secara tiba-tiba ke arah mobil van polisi. Para wisatawan yang mendengar suara senapan itu berhamburan melarikan diri. Seorang polisi lalu lintas tewas di tempat akibat tertembak di kepala, sedangkan dua polisi lainnya yang berada tidak jauh darinya juga terluka.

Pelaku tewas ditembak ketika mencoba melarikan diri di tengah kontak senjata. ISIS menyatakan pelaku merupakan salah satu anggota mereka. Pelaku merupakan warga negara Prancis, bernama Karim Cheurfi,  39.  Identifikasi itu berdasarkan penemuan kartu tanda pengenal, shotgun, dan sebilah pisau di dalam mobil yang dikendarainya.


Dari data polisi diketahui, pelaku  pernah ditangkap karena mencoba melakukan pembunuhan terhadap polisi. Tapi, dia dibebaskan karena kurangnya bukti. Tidak ada warga negara Indonesia yang menjadi korban peristiwa ini.






Credit  sindonews.com