Rabu, 10 Mei 2017

Bias Anti-Muslim di AS Meningkat Pada 2016


Bias Anti-Muslim di AS Meningkat Pada 2016 
Ilustrasi anti-Islam di Amerika. (Reuters/Nancy Wiechec)


Jakarta, CB -- Ketika Masjid Al-Kareem di Providence, Rhode Island, menerima surat ancaman yang menyebut Muslim "orang-orang keji dan kotor," November, para jemaatnya cukup merasa ketakutan sehingga meminta perlindungam lebih kepada polisi.

Masjid yang sudah berdiri selama 42 tahun itu jauh dari kata sendiri. Surat ancaman tersebut hanya satu dari 2.213 insiden bias anti-Muslim yang terjadi di Amerika Serikat tahun lalu, menurut laporan yang diungkap Council om American-Islamic Relations atau CAIR, Selasa (9/5).

Laporan itu menunjukkan 57 persen peningkatan dalam jumlah insiden pada 2016, naik dari 1.409 di tahun sebelumnya. Dari 2014 ke 2015, insiden meningkat 5 persen.

Meski sudah menemukan peningkatan insiden anti-Muslim sebelum pencalonan dan kemenangan Donald Trump sebagai presiden tahun lalu, organisasi tersebut menyatakan percepatan insiden bias itu terkait dengan fokus Trump terhadap kelompok militan Islamis dan retorika anti-imigran yang ia kedepankan.

CAIR memutuskan untuk memulai laporan berkala selama tiga bulan sekali pada September lalu setelah menerima lebih banyak komplain sepanjang 2014, menyusul serangkaian pembunuhan yang dilakukan ISIS di Timur Tengah dan serangan-serangan yang terinspirasi kelompok teror tersebut di Eropa dan Amerika.

"Ada perasaan yang meluas bahwa kita kembali ke masa-masa setelah serangan 9/11," ketika Al Qaidah membajak pesawat dan meluncurkan serangan terkoordinasi di New York dan Washington, memicu gelombang sentimen anti-Muslim, kata Corey Saylor, direktur departemen pengasawan CAIR. "Kami ingin menunjukkan sesuatu yang faktual di sini."

Laporan itu termasuk beragam insiden bias, mulai dari serangan dan pelecehan di jalanan, diskriminasi pekerjaan, hingga kejadian yang disebut kelompok tersebut sebagai kontak tanpa izin oleh Biro Investigasi Federal alias FBI.

Selain itu tampak pula peningkatan tindak pidana kebencian terhadap Muslim ke angka 260 pada 2016, meningkat 44 persen dari tahun lalu yang mencapai 180 kasus. Jumlah kasus tersebut termasuk semua kejahatan yang terekam ketika CAIR melihat bukti bias anti-Muslim, tidak hanya yang sudah dituntut di pengadilan, kata Saylor.

Pengacara CAIR meninjau ulang setiap insiden dan mengeliminasi kasus-kasus yang tidak memenuhi syarat, termasuk kejadian di mana seorang perempuan mengaku diserang oleh pendukung Trump tak lama setelah ia terpilih sebagai presiden. Dia kemudian ditangkap karena membuat-buat kejadian itu.

Selama kampanye, Trump berjanji untuk menjatuhkan larangan sementara terhadap Muslim yang datang ke Amerika Serikat, menyajikannya sebagai cara untuk menangkal serangan militan Islamis. Perintah eksekutif yang dia buat untuk merealisasikan janji itu akhirnya diblokir oleh pengadilan federal.

Pemerintahan Trump menampik berniat mendiskriminasi agama tertentu melalui larangan itu, menyebutnya murni diterapkan sebagai langkah menjaga keamanan nasional.
 
Muslim bukan satu-satunya agama yang mengalami peningkatan ancaman bias. Sebuah laporan yang diluncurkan bulan lalu oleh Anti-Defamation League merekam peningkatan 34 persen pada tindakan anti-Semit, 2016 lalu. "Pemilu 2016 dan peningkatan atmosfir politik berperan dalam peningkatan ini," kata ADL dalam laporan.

Trump membuat kecaman akan insiden-insiden anti-Semit pada Februari, setelah sejumlah ancaman bom ke pusat masyarakat Yahudi dan tindakan vandalisme terhadap batu-batu nisan Yahudi. Dia pun dikritik oleh sejumlah kelompok Yahudi karena merespons terlalu lambat.





Credit  CNN Indonesia