Jumat, 19 Mei 2017

Penjarahan, Venezuela Kirim 2.000 Tentara ke Negara Bagian


Penjarahan, Venezuela Kirim 2.000 Tentara ke Negara Bagian 
Venezuela dilanda krisis ekonomi yang berujung pada tuntutan penggulingan presiden dan penjarahan. (REUTERS/Carlos Garcia Rawlins)


Jakarta, CB -- Venezuela menyatakan telah mengirim 2.000 pasukan militer ke negara bagian di perbatasan yang menjadi titik panas radikalisme anti-pemerintah. Pengerahan tentara ini menyusul aksi penjarahan yang menewaskan seorang remaja di tengah krisis tak berkesudahan di negara tersebut.

Sebagian besar toko dan perusahaan di San Cristobal, ibu kota Tachira di perbatasan Kolombia, tidak beroperasi dan dijaga oleh tentara, Rabu waktu setempat (18/5). Walau demikian, sejumlah warga yang diwawancara Reuters mengatakan penjarahan masih berlangsung di daerah-daerah yang kesejahteraannya lebih rendah.

Orang-orang berlarian membawa barang seperti kopi, popok hingga minyak goreng. Krisis ekonomi yang brutal membuat negara OPEC ini kekurangan bahan pokok dan obat-obatan.
 
Barikade sampah, ban mobil dan pasir memenuhi jalanan, seiring kelangsungan kehidupan sehari-hari hancur di kota yang juga menjadi pusat protes dalam kerusuhan menentang Presiden Nicolas Maduro, 2014 lalu.

Ratusan ribu orang terus turun ke jalan sejak awal April untuk menuntut pemilihan umum lebih cepat, pembebasan pegiat yang dipenjara, bantuan asing dan otonomi untuk badan legislatif yang dikuasai oposisi.

Pemerintah Maduro menuding mereka mencoba melakukan kudeta dan menyebut kebanyakan demonstran tidak lebih dari "teroris." Perusahaan minyak milik pemerintah, PDVSA, juga menyalahkan pemblokiran jalan atas kekurangan pasokan bahan bakar di negara tersebut.
 
Seorang remaja bernama Jose Francisco Guererro tewas tertembak di tengah penjarahan di Tachira, kata sanak saudaranya.

"Ibu meminta Jose membeli tepung untuk makan malam, kemarin, dan tidak lama setelah itu, kami menerima kabar dia terluka kena tembak," kata Maria Contreras, yang masih menunggu jenazah saudara kandungnya itu untuk dibawa ke pemakamman San Cristobal.

Kejaksaan pun mengonfirmasi kematian Guererro. Dengan demikian, setidaknya sudah ada 43 orang yang tewas dalam kerusuhan selama enam pekan ini, setara dengan protes 2014.
 
Dengan tekanan internasional yang semakin memuncak, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pertama kalinya menoleh ke arah krisis Venezuela.

"Tujuan penjelasan ini adalah untuk memastikan semua orang menyadari situasi yang terjadi ... kami tidak meminta aksi Dewan Keamanan," kata Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Nikki Haley kepada wartawan.

"Masyarakat internasional mesti menyatakan, 'hargai hak asasi manusia wargamu sendiri atau keadaan ini akan berujung seperti yang sudah-sudah' ... Kami sudah melihat ini di Suriah, Korea Utara, Sudan Selatan, dengan Burundi, dengan Myanmar."

 
Utusan Venezuela untuk PBB Rafael Ramirez, di sisi lain, menuding Amerika Serikat ingin menggulingkan pemerintahan Maduro.

"Turut campur AS memicu aksi kelompok kekerasan di Venezuela," ujarnya, menunjukkan foto-foto vandalisme dan kekerasan yang menurutnya diakibatkan pendukung oposisi.




Credit  CNN Indonesia