Rabu, 17 Mei 2017

Temui Trump, Erdogan Tuntut AS Batal Persenjatai Milisi Kurdi


Temui Trump, Erdogan Tuntut AS Batal Persenjatai Milisi Kurdi 
Presiden Erdogan dijadwalkan bertemu Donald Trump di Washington, malam ini. (REUTERS/Umit Bektas)



Jakarta, CB -- Marah akan keputusan Amerika Serikat mempersenjatai milisi Kurdi YPG di Suriah, Presiden Recep Tayyip Erdogan terbang ke Washington untuk berbicara dengan Donald Trump. Orang nomor satu di Turki itu berharap bisa mengubah pikiran sang Presiden AS atau "menyelesaikan masalah dengan cara kami sendiri."

Persetujuan Trump untuk memasok persenjataan YPG yang hendak menggempur pertahanan kelompok teror ISIS di Raqqa diambil beberapa hari sebelum pertemuan dengan Erdogan. Masalah tersebut kini membayangi rencana pertemuan antara kedua sekutu NATO itu, dijadwalkan digelar pada Selasa waktu setempat (16/5) atau malam ini.

Ankara, rekan krusial dalam peperangan koalisi AS melawan ISIS, menilai YPG sebagai perpanjangan Partai Pekerja Kurdi (PKK). Kelompok itu selama ini melancarkan upaya pemberontakan di bagian tenggara Turki dan dicap sebagai teroris oleh pemerintah negara tersebut, juga Uni Eropa dan Amerika.

Sementara itu, Washington melihat YPG sebagai kelompok yang berbeda dari PKK sekaligus rekanan penting dalam peperangan melawan ISIS.

"Jika kita memang sekutu strategis, maka kita harus mengambil keputusan sebagai sekutu. Jika persekutuan ini dilanda masalah, kami harus mencari cara untuk menyelesaikan masalah dengan cara kami sendiri," kata Erdogan kepada wartawan, menurut laporan surat kabar Sabah, dikutip Reuters.

Erdogan menyampaikan itu dalam kunjungannya ke China, sebelum bertolak ke Washington dalam rangka pertemuan perdana dengan Trump.

Turki sempat berharap pelantikan Trump akan jadi babak baru dalam jalinan hubungan dengan Washington, setelah ketegangan jangka panjang dengan pemerintahan barack Obama soal kebijakan di Suriah dan tuntutan Ankara untuk mengekstradisi ulama Fethullah Gulen.

Erdogan menyalahkan Gulen atas upaya kudeta gagal Juli lalu. Pemerintahan Turki telah melancarkan tindakan keras terhadap para pendukung ulama yang berbasis di AS itu, memancing kritik dari Washington.

Erdogan menyambut kemenangan Trump dalam pemilihan umum November lalu dan menyatakan dirinya berharap momen ini akan berujung pada "langkah-langkah menguntungkan" di Timur Tengah. Ketika Erdogan menang tipis dalam referendum penambahan kekuasannya, April lalu, Trump menelepon untuk mengucapkan selamat sementara politisi Eropa lebih memilih bungkam.

Namun, harapan itu mendapat hantaman keras pekan lalu. Keputusan untuk mempersenjatai YPG "sama dengan menanam dinamit di bawah hubungan Turki-AS," kata seorang pejabat senior Turki.

"Ketika hubungan kedua negara, yang rusak di masa pemerintahan Obama, baru saja diperbaiki, keputusan Turki untuk menjauh dari sekutu terbesarnya bakal jadi tanda yang sangat buruk," ujar pejabat yang enggan disebutkan namanya itu kepada Reuters.

Erdogan menggambarkan dukungan AS terhadap milisi kurdi--alih-alih pemberontah Suriah Arab--sebagai sisa-sisa kebijakan dari pemerintahan Obama. Dia juga menyebut Obama salah, menuding Turki tidak cukup berusaha ddalam peperangan melawan ISIS.

"Ini adalah fitnah dari pemerintahan Obama. Sayangnya, mereka kini meninggalkan masalah Suriah dan Irak di pangkuan trump," kata Erdogan di China.

Erdogan akan memberi tahu Trump bahwa mendukung pasukan Kurdi untuk merebut kembali wilayah Arab dari ISIS akan menuai krisis di masa yang akan datang. Selain itu, pasukan lain di kawasan, termasuk pemimpin Kurdi Irak juga menentang YPG, kata pejabat Turki anonim tersebut menambahkan.

Setelah pembicaraan dengan Menteri Pertahanan AS Jim Mattis di London pekan lalu, Perdana Menteri Turki Binali Yildrim mengatakan pertemuan Trump-Erdogan akan jadi kesempatan untuk "memperbaiki kesalahan" Amerika mendukung YPG.

"Sekarang kami akan melakukan pembicaraan terakhir," kata Erdogan. "Setelah itu, kami akan mengambil keputusan terakhir."

Erdogan tidak menyebutkan aksi apa yang mungkin diambil Turki jika Washington melanjutkan rencananya.

Sejumlah pejabat menyiratkan, Turki bisa meningkatkan serangan udara di pangkalan-pangkalan PKK di Irak utara, atau sasaran YPG di Suriah. Mereka juga bisa membatasi penggunaan pangkalan udara Incirlik sebagai basis serangan udara AS melawan ISIS di kedua negara konflik.

Namun, hal tersebut juga bisa menghambat operasi pemberantasan teror yang juga mengancam Turki dan mengklaim bertanggung jawab atas sejumlah serangan, termasuk pengeboman bandara Istanbul pada Juni 2016.
 
"Sewajarnya, (Turki) mesti mempertimbangkan dampak penutupan pangkalan Incirlik," kata Soli Ozel, dosen di Universitas Kadir Has Turki.

"Tidak mudah untuk mereka mengembalikan hubungan baik kedua pihak," kata Ozel. "Saya pikir pada akhirnya sebuah formula penyelesaian akan ditemukan. Saya pikir, kedua pihak tidak mau memutus hubungan."







Credit  CNN Indonesia