Jumat, 12 Mei 2017

Terowongan Reaktor Nuklir AS Rubuh, Karyawan Dievakuasi


Terowongan Reaktor Nuklir AS Rubuh, Karyawan Dievakuasi 
Terowongan yang runtuh di Fasilitas Nuklir Hanford di Seattle, Amerika Serikat. (Courtesy Department of Energy/Handout via REUTERS)


Jakarta, CB -- Terowongan penyimpanan bahan radioaktif di Amerika Serikat mendadak runtuh dan membuat ribuan karyawan di Fasilitas Nuklir Hanford di Seattle, terpaksa dievakuasi.

Kendati sempat membuat panik, otoritas setempat menyebut tidak ada indikasi terjadinya kebocoran radioaktif.

Alarm di Fasilitas Nuklir Hanford, yang berlokasi sekitar 275 kilometer di tenggara Seattle, mendadak berbunyi dan manajemen menyerukan peringatan untuk berlindung dan mencari ‘ventilasi aman’ bagi karyawan mereka, Selasa (9/5) pagi. Karyawan juga diminta tidak makan dan minum sebelum keadaan dinyatakan aman.

Mengutip AFP, pejabat federal menyebut tidak ada tanda-tanda kebocoran radioaktif, setelah petugas memeriksa terowongan runtuh yang berisi kereta pembawa peralatan yang terkontaminasi bahan kimia berbahaya.

Data Kementerian Energi AS menyebut terdapat setidaknya 5000 karyawan yang bekerja di fasilitas nuklir seluas 1500 kilometer persegi itu.

Adapun, Destry Henderson, juru bicara Hanford Emergency Center mengatakan hanya ada sedikit karyawan yang berada dekat terowongan dan seluruhnya berhasil dievakuasi.



Selain itu, para karyawan yang diangap tidak terlalu berkepentingan ada di fasilitas nuklir tersebut, diminta pulang lebih cepat dan kru segera mengisi lubang terowongan dengan tanah guna meminimalisasi potensi kecelakaan.

“seluruh karyawan telah diperiksa dan tidak ada yang terluka. Selain itu, tidak ada indikasi terjadinya kontaminasi radioaktif,” ujar Henderson.

Fasilitas Nuklir Hanford, merupakan situs bersejarah di AS, karena pernah digunakan untuk memproduksi bom plutonium, yang mengakhiri Perang Dunia II.

Situs ini juga memproduksi bom atom yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki.

Reaktor terakhir di Hanford telah ditutup pada 1987 dan sejak saat itu, sekitar 8000 orang yang bekerja di fasilitas tersebut, bekerja keras membersihkan sisa-sisa produksi nuklir. Diprediksi, upaya pembersihan itu akan selesai pada 2060, dan memakan biaya hingga US$100 miliar.

Tom Carpenter, Direktur Eksekutif Hanford Challenge yang merupakan konsultan perusahaan, menyebut insiden itu sebagai ‘tamparan keras’.



“Moral dari kejadian ini adalah, fasilitas itu sudah sangat tua. Fasilitas itu tidak akan kembali muda dan itu, adalah tempat yang sangat berbahaya,” kata Carpenter kepada AFP.

Hal tersebut diamini Beyond Nuclear, kelompok opisisi nuklir di AS. “Krisis yang terjadi di Hanford, menunjukkan bahwa manajemen limbah radioaktif sudah di luar kendali,” kata Kevin Kamps, juru bicara kelompok tersebut, sembari menyebutkan insiden sebelumnya yang juga pernah terjadi.

Pada 2016, fasilitas Hanford mengumumkan adanya kebocoran limbah nuklir dari tanki penyimpanan.

Plutonium Uranium Extraction Plant atau PUREX merupakan tempat produksi bom atom saat Perang Dunia II, yang kini sudah tidak digunakan namun tetap berbahaya akibat tingginya kadar radioaktif.
Plutonium Uranium Extraction Plant atau PUREX merupakan tempat produksi bom atom saat Perang Dunia II, yang kini sudah tidak digunakan namun tetap berbahaya akibat tingginya kadar radioaktif. (Foto: DOE/Handout via REUTERS)
Sudah Diprediksi Sebelumnya

Sebelumnya, Hanford sudah bersiaga atas adanya insiden itu setelah karyawan di Plutonium Uranium Extraction Facility (PUREX), yang merupakan situs bekas reaktor nuklir, menemukan tanah di situs tersebut amblas.

“Saat itu, kami sudah melakukan tindakan pencegahan dan belasan karyawan yang bekerja di dekat fasilitas tersebut langsung dievakuasi,” sebutnya.

Selain itu, sekitar 3000 karyawan yang bekerja di kawasan ‘cincin pertama’ langsung diminta berlindung ke tempat aman, saat atap terowongan runtuh.

Perintah itu langsung diperluas ke seluruh karyawan di fasilitas tersebut.



“Setelah diketahui tidak ada kontaminasi yang terjadi, pengumuman berlindung dicabut dan karyawan diminta pulang lebih cepat sebagai tindakan pencegahan,” demikian pernyataan Kementerian Energi.

Saat ini, Henderson mengatakan, tim Hanford tengah mencoba mencari tahu penyebab runtuhnya terowongan tersebut. Karyawan juga secara berkala terus mengukur kualitas udara di seluruh fasilitas menggunakan robot, untuk mendeteksi kontaminasi.

Tindakan pencegahan lain yang dilakukan adalah peringatan larangan terbang di atas fasilitas tersebut.

Prediksi sementara, terowongan runtuh karena getaran dari pekerjaan perbaikan jalan di lokasi yang berdekatan.

Adapun Hanford memiliki dua terowongan penyimpanan peralatan yang terkena kontaminasi radioaktif, yang sudah mereka gunakan sejak 1950. Lokasi runtuh terjadi dimana kedua terowongan itu bertemu. Kini kedua terowongan dipenuhi tanah setinggi nyaris 3 meter.

“Ada delapan kereta penuh peralatan yang terkontaminasi yang kini terkubur,” sebut Kementerian Energi. 







Credit  CNN Indonesia