Jumat, 12 Mei 2017

Timor Leste akan Desak Perubahan Batas Laut dengan Australia


Mantan Presiden Timor Leste José Ramos-Horta di Darwin.
Mantan Presiden Timor Leste José Ramos-Horta di Darwin.

CB, TIMOR LESTE -- Mantan Presiden Timor Leste Jose Ramos-Horta menyatakan Presiden terpilih Francisco Guterres akan kembali mendorong perlunya perubahan batas laut antara negara itu dengan Australia. Menurut Ramos-Horta, hubungan Timor Leste dengan Australia terlalu penting untuk berubah secara dramatis.
Namun, katanya, Guterres, yang juga dikenal sebagai "Lu-Olo", akan memperbarui desakan negaranya untuk batas laut di pertengahan antara Timor Leste dan Australia.
Australia dan Timor Leste saat ini sedang menegosiasikan ulang batas laut mereka, karena perjanjian sebelumnya dibatalkan setelah terungkap bahwa agen mata-mata Australia menyadap kantor pemerintahan Timor Lesta selama perundingan. Perjanjian yang sekarang tidak berlaku tersebut menempatkan 80 persen ladang minyak dan gas di wilayah Greater Sunrise bernilai sekitar 40 miliar dolar AS masuk dalam wilayah Australia.
Ramos-Horta, peraih Nobel yang menjadi presiden dari tahun 2007 sampai 2012, memperkirakan Presiden terpilih Guterres akan mempertahankan desakan Timor Leste untuk menentukan batas yang seimbang, yang akan membuat Great Sunrise sepenuhnya berada di wilayah Timor Leste.
Keamanan energi menjadi isu politik besar di Australia beberapa bulan terakhir, dengan meningkatnya potensi kekurangan gas di sejumlah bagian negara. Tapi Timor Leste merupakan negara kecil yang sedang mendiversifikasi ekonominya 17 tahun setelah merdeka menyusul perjuangan berdarah selama 25 tahun melawan Indonesia setelah Portugis meninggalkan pulau yang dijajahnya itu pada 1975.
Ramos-Horta akan berbicara dalam event Darwin Press Club dan Fakultas Hukum Charles Darwin University di Kota Darwin Kamis (11/5) malam.
Dalam wawancara menjelang kegiatan itu, Ramos-Horta mengatakan bahwa begitu batas tersebut disetujui, akan ada kesempatan kedua negara bekerja sama memanfaatkan cadangan energi tersebut.
"Australia adalah negara terdekat [ke Timor Leste], masuk akal bagi kami untuk terlibat dengan Australia terkait keamanan energi dengan bersama-sama mengambil manfaat dari eksplorasi, komersialisasi sumber daya di Laut Timor bersama," katanya.
Dia menambahkan negaranya juga menginginkan bantuan Australia dalam masalah keamanan maritim seperti penyelundupan manusia dan penangkapan ikan secara ilegal.

'Terlalu penting'

Presiden terpilih Guterres adalah orang pertama yang terpilih sebagai presiden saat masih menjadi anggota sebuah partai politik pada bulan Maret lalu. Dia menjabat ketua Fretilin, partai yang tadinya merupakan kelompok pejuang kemerdekaan.
Semua mantan presiden Timor Leste sebelumnya telah mengundurkan diri dari parpol sebelum mencalonkan diri menjadi presiden. Guterres rencananya dilantik pada 20 Mei 2017.
Ramos-Horta mengatakan bahwa hubungan Timor Leste dengan Australia tidak akan berubah di bawah kepemimpinan Guterres."Hubungan dengan Australia terlalu penting untuk berharap adanya perubahan signifikan dari presiden baru, pemerintahan baru," katanya.
"Hubungan sangat penting dan sangat bagus, kita memiliki kerjasama sangat baik di semua tingkatan," jelasnya.
"Justru Presiden Lu-Olo akan lebih aktif dalam mengembangkan hubungan di Australia," kata Ramos-Horta.

Tidak akan mendukung klaim China

Kepada Program Lateline ABC pekan lalu, Ramos-Horta mengatakan bahwa perselisihan dengan Australia mengenai batas maritim dan sumber daya gas berisiko mendorong Timor Leste secara diplomatis lebih dekat ke Cina. China telah membangun istana kepresidenan Timor Leste di Dili, serta membangun gedung Departemen Luar Negeri dan Departemen Pertahanan negara itu sebagai hadiah untuk rakyat Timor Leste.
Namun dia mengatakan hubungan negaranya dengan Cina tidak akan menjadikan negara ini mendukung klaim kontroversial Cina di Laut Cina Selatan. "Australia memiliki hubungan yang lebih besar dengan Cina dibanding kami," katanya.
"Australia menjual apa pun ke Cina, namun tidak menjual lebih banyak hanya karena Cina tidak mampu membeli lebih banyak," katanya.
"Cina telah membangun tiga buah bangunan buat kami, tidak satu pun yang setara dengan bangunan modern yang Anda miliki di sini di Darwin," papar Ramos-Horta.

Tentang Trump

Terkait presiden AS, sebelum pilpres Ramos-Horta memperingatkan bahwa Donald Trump akan menjadi ancaman bagi keamanan dunia jika menjadi presiden. Namun peraih Nobel Perdamaian itu mengatakan masih terlalu dini untuk memastikan seperti apa Presiden Trump nantinya.
Ramos-Horta mengatakan Trump seorang pragmatis dan hubungan global akan berubah dengan cepat di bawah kepemimpinannya. "Tentu saja Donald Trump benar-benar baru, sangat berbeda, dari presiden Amerika seperti yang kita ketahui sebelumnya," katanya.

"[Dia] tidak dapat diprediksi, [tapi jika] semuanya sudah stabil dalam enam bulan ke depan, satu tahun, mungkin hal itu akan menjadi indikasi untuk tiga tahun ke depan," katanya.





Credit  REPUBLIKA.CO.ID / australiaplus.com