Selasa, 20 Juni 2017

Mahasiswa AS Tewas, Trump Sebut Rezim Kim Jong-un Brutal


Mahasiswa AS Tewas, Trump Sebut Rezim Kim Jong-un Brutal 
Donald Trump menyebut rezim Korut brutal setelah mahasiswa negaranya dipulangkan dari Pyongyang dalam keadaan koma dan akhirnya meninggal dunia. (REUTERS/Kyodo)


Jakarta, CB --Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengecam dan menganggap Korea Utara sebagai “rezim brutal” menyusul kematian mahasiswa asal negaranya, Otto Warmbier, yang baru-baru ini dibebaskan dari Pyongyang setelah sempat ditahan selama 17 bulan di negara paling terisolasi itu.

“[Korut] ini adalah rezim yang brutal. Hal buruk telah terjadi tapi setidaknya kami sempat membawanya [Warmbier] pulang kepada orang tuanya,” tutur Trump dalam sebuah acara di Gedung Putih, Selasa (20/6).

“AS sekali lagi mengutuk kebrutalan rezim Korut menyusul munculnya korban terakhir [dari pemerintah tersebut],” ujarnya menambahkan.

Dalam pernyataan terpisah, taipan real estate itu juga mengungkapkan bela sungkawa dan duka citanya kepada keluarga atas “kepergian Warmbier yang terlalu cepat.”



“Tidak ada yang lebih tragis bagi orang tua yang kehilangan anaknya. Pikiran dan doa kami selalu bersama Otto, keluarga, dan kerabat yang mencintainya,” tutur Trump seperti dikutip AFP.

Dalam kesempatan itu, Trump juga bersumpah untuk mencegah tragedi semacam ini kembali menimpa warganya. Dia bahkan menyebut pemerintahan Kim Jong-un sebagai rezim “yang tidak menghormati peraturan hukum dan norma kemanusiaan.”

Sebelum meninggal, Otto dipulangkan dari Korut dalam kondisi koma pada Rabu (14/6). Dokter yang memeriksa Warmbier di AS menyebut dia menderita kerusakan otak parah dan tidak responsif terhadap pengobatan.

Otto bahkan disebut sudah berada dalam kondisi koma selama lebih dari setahun. Ayah Otto, Fred, meyakini bahwa putranya mendapat perlakuan semena-mena selama menjadi tahanan di negara itu.



Mahasiswa 22 tahun itu akhirnya meninggal pada Senin sekitar pukul 14.20 waktu setempat. Dia dikelilingi oleh keluarganya di Rumah Sakit University of Cincinnati, Ohio.

Pemerintah Korut sempat menahan Warmbier lantaran dirinya diduga mencuri spanduk propaganda ketika berkunjung ke negara itu sekitar Februari 2016 lalu.

Setelah diplomasi panjang, Pyongyang akhirnya mau membebaskan Warmbier dari hukuman penjara dan kerja paksa selama 15 tahun atas dasar “kemanusian.”

Selama ini Washington menuding Pyongyang memanfaatkan tahanan warga AS sebagai instrumen politik. Hingga kini, masih ada tiga warga AS yang ditahan di Korut.




Credit  CNN Indonesia


Mahasiswa AS yang Dievakuasi dari Korea Utara Meninggal


Mahasiswa AS yang Dievakuasi dari Korea Utara Meninggal 
Mahasiwa Amerika Serikat yang ditahan selama setahun di Korea Utara, Otto Warmbier, meninggal. (Foto: REUTERS/Kyodo)


Jakarta, CB -- Mahasiwa Amerika Serikat yang ditahan selama setahun di Korea Utara, Otto Warmbier, meninggal setelah sebelumnya dipulangkan dalam kondisi koma. Hal itu dinyatakan oleh pihak keluarganya.

Dokter yang memeriksa Warmbier sebelumnya menyebut pasiennya itu menderita kerusakan otak parah dan tidak responsif terhadap pengobatan.

Warmbier dievakuasi secara medis dari Korea Utara ke negaranya pada Rabu (13/6). Ia meninggal pada pukul 14.20 waktu setempat, dikelilingi oleh keluarganya di Rumah Sakit University of Cincinnati, Ohio.

“Menjadi kewajiban kami untuk melaporkan bahwa putra kami, Otto Warmbier, telah menuntaskan perjalanannya kembali ke rumah,” ujar pihak keluarga dalam pernyataan resmi mereka.

“Penganiayaan menyiksa yang diterima putra kami di tangan para warga Korea Utara meyakinkan bahwa tidak ada hasil yang memungkinkan,” imbuh mereka.

Pemerintah Korut membebaskan Warmbier dari hukuman penjara dan kerja paksa selama 15 tahun, setelah pebasket Dennis Rodman mengunjungi negara paling terisolasi di dunia tersebut.

Warmbier dipulangkan ke keluarganya di Ohio, namun tidak dalam kondisi sehat. Dia dinyatakan koma akibat kerusakan otak parah yang dideritanya.

Dokter yang memeriksa Warmbier, dikutip Guardian, menyebut mahasiswa berusia 22 tahun itu dalam kondisi stabil, namun “tidak menunjukkan tanda-tanda kesadaran, dia tidak mengerti bahasa ataupun bisa merespon perintah verbal,” sebut Dokter Daniel Kanter, Direktur Unit Perawatan Saraf Intensif di Rumah Sakit University of Cincinnati.

“Dia belum berbicara sama sekali. Dia juga belum bisa merespons keluarganya,” papar Dokter Kanter, kendati menambahkan Warmbier bisa bernapas sendiri tanpa bantuan mesin.

Korea Utara menyatakan mereka membebaskan Warmbier atas alasan kemanusiaan. Media Korut KCNA menyebut Warmbier dihukum kerja paksa, namun tidak menginformasikan mengenai kondisi medis mahasiswa University of Virginia tersebut.

Mantan Gubernur New Mexico yang juga duta besar AS bagi PBB, Bill Richardson, menyerukan penyelidikan mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada Warmbier.

Dia juga mengatakan bahwa Kementerian Luar Negeri harus memberi pernyataan tegas pada pemerintah Korut, terlebih jika terdapat “indikasi adanya informasi yang ditutup-tutupi dan jika Warmbier tidak mendapatkan perawatan yang seharusnya.”

Warmbier dihukum 15 tahun penjara dan kerja paksa setelah dia mengaku mencoba mencuri spanduk propaganda Korut dari sebuah hotel ketika berkunjung ke negara tersebut. 

Hal itu menambah ketegangan antara Washington dan Pyongyang. Terlebih, masih ada tiga warga AS yang ditahan di Korut.

AS menuduh rezim Kim Jong-un mempergunakan tahanan sebagai pion politik, sementara Korut menuding AS dan Korsel mengirimkan mata-mata guna menggulingkan pemerintahan mereka.

Menlu AS Rex Tillerson mengatakan pada Selasa, bahwa kantornya terus melakukan dialog dengan Pyongyang untuk membebaskan tiga warga AS lainnya.






Credit  CNN Indonesia