Selasa, 13 Juni 2017

Muslim Uighur Dilarang Berpuasa, MUI Minta PBB Bertindak


Muslim Uighur di Cina
Muslim Uighur di Cina


CB, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyesalkan dan mengutuk keras tindakan Pemerintah Cina yang melarang umat Islam melaksanakan ibadah di Uighur. MUI pun meminta Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk segera menindaklanjuti permasalahan yang menimpa Muslim di Uighur.
"Ini jelas-jelas tidak bisa ditolerir karena tindakan ini jelas-jelas merupakan sebuah pelanggaran besar terhadap hak asasi manusia umat Islam di Uighur," kata Sekjen MUI, Anwar Abbas kepada Republika.co.id, Senin (12/6). Ia mengatakan,
MUI mengimbau PBB, lembaga HAM Internasional dan badan-badan dunia lainnya untuk mengambil tindakan terhadap permasalahan yang menimpa Muslim di Uighur. Diharapkan mereka segera membuat langkah-langkah agar pelarangan puasa dan sholat dihentikan Pemerintahan Cina.
"MUI juga mendesak negara-negara yang tergabung dalam organisasi konferensi Islam untuk melakukan konsolidasi dan memaksa Pemerintahan Cina menghentikan kebijakannya tersebut agar hak-hak umat Islam di Uighur dapat ditegakkan," ujarnya.
Di samping itu, dia menyampaikan, MUI juga meminta Pemerintah Indonesia untuk tidak tinggal diam. Pemerintah Indonesia lakukan langkah-langkah diplomasi agar hak-hak beragama umat Islam di Uighur dapat dipulihkan.
Sebelumnya, Pemerintah Xinjiang, Cina membuat aturan untuk melarang Muslim di Uighur melaksanakan puasa dan sholat selama Ramadhan. Bahkan, mereka memerintahkan pejabat pemerintahan tinggal di setiap rumah Muslim untuk memastikan larangannya berjalan.



Credit  REPUBLIKA.CO.ID

Dilarang Beribadah, Dunia Islam Bisa Boikot Produk Cina


Muslim Cina dari etnis Uighur (ilustrasi)
Muslim Cina dari etnis Uighur (ilustrasi)

CB, JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Hubungan Luar Negeri, KH Muhyidin Junaidi berharap, Pemerintah Cina segera menghentikan larangan beribadah terhadap Muslim Uighur di daerah otonom Xinjiang. Hal ini demi menjaga hubungan baik antara-dunia Islam dan Pemerintah Cina.
"Apabila Pemerintah Cina tidak mengindahkan, bukan hal yang mustahil Negara Arab dan Islam akan melakukan pemboikotan terhadap produk Cina," kata KH Muhyidin kepada Republika.co,id, Senin (12/6).
Dia mengatakan, MUI sebenarnya sudah melakukan protes mengenai permasalahan yang menimpa Muslim Uighur ke Kedutaan Besar (Kedubes) Cina di Jakarta. Mengutip Kedubes Cina, permasalahan yang menimpa Muslim Uighur karena sebagian pejabat dan petinggi pemerintahan di daerah sana tidak paham kebijakan.
Mengutip Kedubes Cina, Muhyidin mengatakan bahwa pelarangan tersebut merupakan kebijakan yang dulu. Sekarang kebijakan tersebut sudah dianulir.
Meski demikian, menurut KH Muhyidin, sangat disayangkan pejabat yang baru tidak memahami kebijakan yang sudah dianulir tersebut.  "Tapi bagaimana pun MUI menyampaikan bahwa itu melanggar HAM," ujarnya.
Ia menjelaskan, pelarangan ibadah terhadap Muslim Uighur sangat bertentangan dengan sistem manajemen pemerintah di abad modern. Sebab, bertentangan dengan HAM yang menghargai kebebasan orang beragama.
Menurutnya, kalau pelarangan ibadah puasa dan shlat terhadap Muslim Uighur masih saja dilakukan Pemerintah Cina. Dikhawatirkan akan berdampak fatal, mungkin saja umat Islam di dunia akan marah kepada Pemerintahan Cina.
"Dan mereka bisa melakukan tindakan balasan terhadap orang-orang Cina yang ada di negara masing-masing," ujarnya.
Sebelumnya, Pemerintah Xinjiang, Cina membuat aturan untuk melarang Muslim Uighur melaksanakan puasa dan sholat selama Ramadhan. Bahkan, mereka memerintahkan pejabat pemerintahan tinggal di setiap rumah Muslim untuk memastikan larangannya berjalan.


Credit  REPUBLIKA.CO.ID

Pelarangan Puasa Muslim Uighur Cina Melanggar HAM


Muslim Uighur di Cina
Muslim Uighur di Cina

CB, JAKARTA -- Pemerintah Distrik Xinjiang, Cina, melarang warga muslim Uighur menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadhan. Bahkan, selama bulan Ramadhan, pemerintah Distrik Xinjiang meminta restoran dan rumah makan untuk tetap buka seperti biasa.

Setidaknya sekitar 10 juta warga muslim Uighur tinggal di sekitar barat laut Distrik Xinjiang, yang berbatasan langsung dengan Mongolia, Rusia, dan Asia Tengah. Warga Muslim Uighur merupakan warga minoritas dan kerap mendapatkan tindakan represif dari pemerintah Cina terkait aktivitas keagamaan mereka. Termasuk dengan larangan berpuasa selama bulan Ramadhan.
Kebijakan ini telah dijalankan oleh Pemerintah Cina dalam beberapa tahun terakhir, termasuk pada bulan Ramadhan tahun ini. Menanggapi pelarangan ibadah puasa ini, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Jazuli Juwaini, mengkritik kebijakan tersebut.

Menurut Jazuli, pelarangan tersebut merupakan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). ''Tindakan pemerintah Cina, yang melarang Muslim Uighur untuk berpuasa jelas melanggar hak asasi manusia. Untuk itu, kami menghimbau Pemerintah Cina agar memperkenankan Umat Islam untuk menjalankan ibadahnya,'' ujar Jazuli dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (7/6).

Jazuli menambahkan, sebagai salah satu negara besar di dunia, Cina seharusnya memberi contoh dalam mempromosikan penghormatan terhadap HAM. Terlebih, hal ini terkait dengan kebebasan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan masyarakat Muslim Uighur.

''Di zaman modern, dengan arus informasi yang demikian maju, rasanya tidak semestinya pelarangan-pelarangan beribadah masih dilakukan. Apalagi dilakukan oleh negara sekaliber Cina,'' tegas anggota Komisi I DPR RI tersebut.

Kebijakan pelarangan ibadah puasa tersebut merupakan salah satu tindakan represif terhadap umat Islam. Kebijakan ini justru bakal menciptakan instabiltas di dalam negeri Cina sendiri. ''Kebijakan ini justru merugikan Cina sendiri, karena dapat menimbulkan instabilitas dalam negeri dan juga protes dari negara-negara lain,'' tuturnya.

Pemerintah Distrik Xinjiang, Cina, mengeluarkan pengumuman terkait pelarangan ibadah puasa terhadap seluruh warga Xinjiang, termasuk Muslim Uighur. Pelarangan tersebut berlaku kepada seluruh anggota Partai Komunis, Pegawai Negeri Sipil, pelajar, dan warga minoritas.

''Anggota partai, kader, PNS, pelajar, dan warga minoritas, tidak diperkenankan berpuasa selama bulan Ramadhan. Selain itu, mereka tidak ambil bagian dalam aktivitas religius lainnya. Selama Ramadhan, bisnis makanan dan minuman tidak boleh tutup,'' tulis pengumuman resmi Pemerintah Distrik Xinjiang seperti dikutip AFP.


Credit  REPUBLIKA.CO.ID


Cina Diduga Larang Muslim Uighur Berpuasa, Turki: Kami Sedih


Muslim Uighur yang mendiami wilayah Zinjiang bagian barat.
Muslim Uighur yang mendiami wilayah Zinjiang bagian barat.

CB, ANKARA -- Kementerian Luar Negeri Turki menyatakan keprihatinannya yang mendalam atas berita, bahwa Beijing telah menanamkan pembatasan segmen populasi Muslim selama bulan suci Ramadan.
“Kami sedih mendengar laporan umat muslim Uighur Turki dilarang memenuhi tugas agamanya,” katanya.
Slogan-slogan para demonstran seperti “neraka hidup panjang untuk para penyiksa orang di dunia" teriak para demonstran. Kepala Cabang AGD Antalya Siddik Uyar telah mengklaim dalam sebuah pernyataanya, bahwa lebih dari 100 Uighur Turki telah menjadi martir di Cina mencoba mengikuti agama mereka.
Dia menambahkan bahwa umat Islam di Cina juga telah dipaksa untuk minum alkohol. “Umat Muslim harus mulai boikot dan berhenti membeli produk-produk Cina,” kata ketua Asosiasi Hak Asasi Manusia Pembela, Ali Akbas, seperti yang dilansir. Anadolu Agency. Kamis (02/7).
Dia menambahkan, pihaknya juga ingin Turki merevisi perjanjian politik dan ekonomi dengan Cina. “Kecuali negara tersebut mengakhiri penyiksaan Uighur," katanya.


Credit  REPUBLIKA.CO.ID