Senin, 19 Juni 2017

Tentara Irak Gempur Pertahanan Terakhir ISIS di Mosul



Tentara Irak Gempur Pertahanan Terakhir ISIS di Mosul Tentara Irak sedang berjalan di antara reruntuhan ketika pasukannya merangsek ke Kota Tua Mosul, Minggu (18/6). (AFP PHOTO / AHMAD AL-RUBAYE)



Jakarta, CB -- Pasukan Irak mulai merangsek ke kota tua Mosul, distrik terakhir yang dikuasai ISIS di Mosul. Pertempuran ini diharapkan bisa merebut kembali kota itu setelah delapan bulan mencoba.

“Pagi tadi pasukan Irak mulai menyerang kota tua Mosul, distrik terakhir yang dikuasai ISIS di kota itu,” kata Brett McGurk, utusan Amerika Serikat di koalisi internasional yang memerangi ISIS.

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, sebanyak 100 ribu warga sipil terperangkap di sana dengan kondisi memprihatinkan. Cadangan makanan, minuman, dan obat-obatan yang menipis dan akses terbatas ke rumah sakit.

“Ini akan menjadi masa-masa menakutkan bagi 100.000 orang yang masih terperangkap di Kota Tua Mosul, berisiko terjebak pertempuran,” kata Komite Penyelamatan Internasional (IRC).

Bangunan-bangunan tua di Mosul, menurut IRC, rentan ambruk meski tak diserang langsung. Jadi itu amat membahayakan warga sipil di Mosul.

Tapi pasukan antiterorisme Irak berjanji hati-hati, dengan hanya menggunakan senjata ringan dan medium.

“Ini ‘bab’ terakhir dalam serangan untuk merebut Mosul,” kata Letnan Jenderal Abdul Ghani al-Assadi, komandan unit elite Pasukan Antiterorisme yang menginisiasi serangan tersebut. Pasukan koalisi akan mendukung dengan serangan udara dan dukungan di darat.

Beberapa serangan udara telah menghantam sebuah komplek medis di utara Kota Tua, di sisi barat Sungai Tigris. Begitu laporan dari Reuters TV. Komplek yang berisi dua rumah sakit besar itu dikuasai militan ISIS dan dijadikan tempat persembunyian para penembak jitu.

Kendaraan tempur merangsek ke garis depan di Kota Tua, diiringi tembakan senjata api.

Kepala layanan keamanan ISIS di Kota Tua, Kanaan Jiyad Abdullah, juga dikenal dengan nama Abu Amna, dilaporkan tewas pada pertempuran pagi. Begitu kata Hisham al-Hashimi, penasihat soal ISIS bagi beberapa pemerintahan Timur Tengah, kepada kantor berita Reuters.

Berapa sebetulnya kekuatan ISIS yang dihadapi pasukan Irak di Kota Tua Mosul. Tentara Irak memperkirakan jumlah mereka tak lebih dari 300 orang, turun jauh dari 6.000 orang saat pertama kali menyerang Mosul pada 17 Oktober tahun lalu.

Pertempuran bakal pecah di jalanan, sehingga serangan udara dan artileri akan dibatasi. Soalnya, dikhawatirkan yang banyak jadi korban adalah warga sipil.

Kalau Mosul berakhir direbut, maka itu akan menandai akhir dari sebagian kekalifahan yang dideklarasikan pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi di sebuah masjid di Kota Tua Mosul, pada tiga tahun lalu. Kekalifahan ini meliputi Irak dan Suriah.

Di Suriah sendiri, ISIS juga terus mengalami kemunduran. Ibu kota ISIS di Raqqa, Suriah, juga sudah dikepung. Baghdadi dikabarkan sudah menyerahkan pertempuran di Mosul dan Raqqa kepada komandan-komandan lapangannya.

Nasib Baghdadi sendiri sempat jadi cerita setelah Rusia mengklaim telah menewaskan sosok paling dicari itu dalam sebuah serangan udara pada Mei lalu. Tapi klaim Rusia diragukan Amerika Serikat. 



Credit  CNN Indonesia


ISIS di ambang jatuh di Mosul, Uni Eropa siap kirim misi

ISIS di ambang jatuh di Mosul, Uni Eropa siap kirim misi
Sebuah kendaraan pasukan Irak berkendara di sepanjang jalan saat warga berjalan meninggalkan rumah mereka di Mosul, Irak, Selasa (4/4/2017). (REUTERS/Andres Martinez Casares)

Luxembourg (CB) - Uni Eropa akan mengirimkan misi keamanan untuk membantu menstabilkan Irak setelah Mosul diperkirakan segera dibebaskan sepenuhnya dari ISIS, kata para diplomat seperti dikutip Reuters.

Para menteri luar negeri Uni Eropa akan menggelar diskusi pertama hari ini di Luxembourg dan mempertimbangkan menggelarkan Tim Penasihat dan Pembantu Reformasi Sektor Keamanan Uni Eropa  untuk melatih para petugas keamanan Irak.

Menurut para diplomat, Irak secara resmi telah meminta bantuan Uni Eropa.

Langkah ini adalah sinyal bagi berakhirnya keengganan Prancis dan Jerman untuk melibatkan diri dalam perang di Timur Tengah setelah invasi Irak oleh AS pada 2003 yang ditentang Jerman dan Prancis.

Tapi kedua negara itu secara terpisah terlibat dalam perang melawan militan ISIS di Suriah dan Irak. Uni Eropa sulit bertindak dalam kesatuan utuh, kendati punya peran luas dalam pelatihan non perang. Sedangkan kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini mendukung peran lebih luas Uni Eropa.

ISIS di ambang kekalahan di basis terkuatnya di Irak, Mosul, tapi AS khawatir para kabilah akan ganti mengisi kekuasaan ISIS di Mosul. ISIS juga tengah digempur di ibu kota kelompok ekstremis ini lainnya di Raqqa, Suriah.

"Kami tidak boleh membiarkan kekosongan (kekuasaan) terjadi. Kami dan yang lainnya siap masuk. Hanya soal bagaimana kami melakukannya yang harus diputuskan," kata seorang diplomat Uni Eropa.

Para diplomat Prancis mengatakan misi Uni Eropa bisa memperkuat pasukan kontraterorisme Irak, memfungsikan peradilan dan memberikan nasihat keamanan kepada pemerintah Irak, selain melatih polisi.




Credit  antaranews.com