Rabu, 16 Agustus 2017

Diberi Sanksi, Iran Ancam Keluar dari Kesepakatan Nuklir


Diberi Sanksi, Iran Ancam Keluar dari Kesepakatan Nuklir 
Presiden Rouhani juga menyerang Presiden Donald Trump yang dianggapnya semakin menunjukkan dunia bahwa Washington "bukan teman yang baik". (REUTERS/Carlo Allegri)


Jakarta, CB -- Presiden Iran Hassan Rouhani mengancam akan menarik Iran keluar dari kesepakatan nuklir 2015 jika Amerika Serikat terus menjatuhkan sanksi terhadap negaranya.

"Pengalaman gagalnya penerapan sanksi bagi Iran mendorong pemerintah AS sebelumnya berunding dan membentuk perjanjian. Jika AS ingin kembali ke masa [kegagalan] itu, dalam waktu singkat kami akan membuat krisis jauh lebih kuat dari semula," tutur Rouhani di hadapan parlemen, Selasa (15/8).

Dalam pidatonya tersebut, Rouhani juga menyerang Presiden Donald Trump yang dianggapnya semakin menunjukkan dunia bahwa Washington "bukan teman yang baik".

Kecaman Rouhani terhadap AS itu datang menyusul penjatuhan sanksi baru bagi Teheran oleh Washington sekitar awal Agustus lalu.

"Beberapa bulan terakhir, dunia menyaksikan sikap AS yang tidak konsisten secara berulang atas janjinya dalam kesepakatan nuklir 2015. Kita juga selama ini menyaksikan AS secara berulang kali mengabaikan beberapa kesepakatan internasional lainnya," kata Rouhani.


"Ini menunjukkan sekutu-sekutunya bahwa AS bukan mitra yang baik dann bisa diandalkan dalam bernegosiasi," papar presiden yang kembali terpilih dalam pemilu Mei lalu.

Melansir AFP, AS berkeras menjatuhkkan sanksi baru karena menganggap Teheran melanggar perjanjian nuklir 2015, menuding Iran terus mengembangkan program rudal dan nuklirnya.

Pada akhir pekan lalu, parlemen Iran menyetujui proposal undang-undang peningkatan anggaran pengembangan program rudal dan militer negara sebagai balasan atas sanksi baru tersebut.

Dalam draf konstitusi tersebut, Iran berencana mengalokasikan lebih dari US$260 juta untuk program rudal balistiknya dan Pasukan Bersenjata Kuds--perpanjangan militer Iran yang dikenal dengan Korps Garda Revolusioner Islam.

Namun, RUU tersebut masih harus lolos voting tahap dua di parlemen dan mendapat persetujuan akhir dari badan ulama sebelum bisa diimplementasikan.






Credit  cnnindonesia.com