Selasa, 15 Agustus 2017

Ilmuwan Temukan 91 Gunung Berapi di Bawah Lapisan Es Antartika


Ilmuwan Temukan 91 Gunung Berapi di Bawah Lapisan Es Antartika
Ilmuwan menemukan hampir 100 gunung berapi di bawah es Antartika. Foto/Ilustrasi/Istimewa


LONDON - Sejumlah ilmuwan menemukan wilayah vulkanik terbesar di Bumi. Letaknya dua kilometer di bawah permukaan lapisan es yang luas yang menutupi Antartika barat.

Proyek tersebut, oleh para periset Edinburgh University, telah menemukan hampir 100 gunung berapi setinggi Gunung Eiger, yang menjulang hampir 4.000 meter di Swiss. Meski begitu, para ahli geologi menyebut wilayah ini masih kecil dibandingkan dengan wilayah pegunungan vulkanik Afrika timur, yang saat ini memiliki konsentrasi gunung berapi terpadat di dunia.

Mereka pun memperingatkan aktifitas dari wilayah yang terbentang ini bisa menimbulak konsekuensi yang mengkhawatirkan.

"Jika salah satu gunung berapi ini meletus, hal itu selanjutnya dapat mengacaukan lapisan es Antartika di barat," kata ahli es gletser Robert Bingham, salah satu penulis makalah tersebut.

"Apa pun yang menyebabkan pencairan es, yang pasti akan terjadi letusan, kemungkinan akan mempercepat aliran es ke laut. Pertanyaan besarnya adalah: seberapa aktif gunung berapi ini? Itu adalah sesuatu yang perlu kita tentukan secepat mungkin," ujarnya seperti dikutip dari The Guardian, Minggu (13/8/2017).

Survei gunung berapi Edinburgh, yang dilaporkan dalam serial publikasi khusus Geologi Society, turut mempelajari bagian bawah lapisan es Antartika barat untuk puncak batu basal tersembunyi yang serupa dengan gunung berapi di wilayah tersebut. Ujung mereka benar-benar terletak di atas es dan telah terlihat oleh penjelajah kutub selama beberapa abad yang lalu.

Tapi ada berapa banyak gunung di bawah es? Pertanyaan ini awalnya ditanyakan oleh anggota termuda tim, Max Van Wyk de Vries, seorang sarjana di sekolah geosains universitas dan seorang fanatik gunung berapi. Dia mendirikan proyek ini dengan bantuan Bingham. Studi mereka melibatkan analisis pengukuran yang dilakukan oleh survei sebelumnya, yang melibatkan penggunaan radar penetrasi es, yang dibawa oleh pesawat terbang atau kendaraan darat, untuk mensurvei strip es Antartika barat.

Hasilnya kemudian dibandingkan dengan catatan satelit dan database dan informasi geologi dari survei udara lainnya. "Intinya, kami mencari bukti kerucut vulkanik yang menempel di es," kata Bingham.

Setelah tim telah mengumpulkan hasilnya, dilaporkan ada 91 gunung berapi yang sebelumnya tidak diketahui, menambahkan ke 47 lainnya yang telah ditemukan pada abad sebelumnya untuk menjelajahi wilayah ini.

Gunung berapi yang baru ditemukan ini berkisar dari 100 sampai 3.850 meter. Semua tertutup es, yang terkadang terletak pada lapisan yang tebalnya lebih dari 4 km di kawasan ini. Puncak aktif ini terkonsentrasi di wilayah yang dikenal sebagai sistem keretakan Antartika barat, yang membentang 3.500 km dari rak es Antartika Ross ke semenanjung Antartika.

"Kami takjub. Kami tidak menduga akan menemukan hal seperti itu. Kita sudah hampir tiga kali lipat jumlah gunung berapi yang diketahui ada di Antartika barat," kata Bingham. 

"Kami juga menduga ada lebih banyak lagi di dasar laut yang berada di bawah rak es Ross, sehingga saya pikir sangat mungkin wilayah ini akan berubah menjadi wilayah gunung berapi terpadat di dunia, lebih besar daripada di timur Afrika di mana gunung Nyiragongo, Kilimanjaro, Longonot dan semua gunung berapi aktif lainnya terkonsentrasi," imbuhnya.

Penemuan ini sangat penting karena aktivitas gunung berapi ini bisa memiliki implikasi penting bagi bagian planet lainnya. Jika salah satunya meletus, hal itu selanjutnya dapat mengacaukan beberapa lapisan es di kawasan ini, yang telah terkena dampak pemanasan global. Es yang mencair keluar ke lautan Antartika bisa memicu kenaikan permukaan air laut.

"Kami hanya tidak tahu seberapa aktif gunung berapi ini dulu," kata Bingham.

Namun, dia menunjuk pada satu tren yang mengkhawatirkan: "Paling banyak vulkanisme yang terjadi di dunia saat ini ada di wilayah yang baru saja kehilangan penutup gletser mereka - setelah akhir zaman es terakhir. Tempat-tempat ini meliputi Islandia dan Alaska."

"Teori menunjukkan bahwa ini terjadi karena, tanpa lapisan es di atasnya, ada pelepasan tekanan pada gunung berapi daerah dan mereka menjadi lebih aktif," terangnya.

Dan ini bisa terjadi di Antartika barat, di mana pemanasan yang signifikan di wilayah yang disebabkan oleh perubahan iklim mulai mempengaruhi lapisan esnya. Jika berkurang secara signifikan, ini bisa melepaskan tekanan pada gunung berapi yang berada di bawah dan menyebabkan letusan yang selanjutnya dapat mengacaukan lapisan es dan meningkatkan permukaan air laut yang telah mempengaruhi samudra kita.

"Ini adalah sesuatu yang harus kita awasi," kata Bingham.






Credit  sindonews.com