Jumat, 04 Agustus 2017

Mahasiswa ITB Ciptakan Giroskop Militer Pertama Indonesia

Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) menciptakan cikal bakal giroskop atau alat pengendali pada roket militer.
Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) menciptakan cikal bakal giroskop atau alat pengendali pada roket militer.(dok.ITB.ac.id)


BANDUNG, CB - Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) menciptakan giroskop atau alat pengendali pada roket militer.
Dilansir dari laman resmi ITB, Selasa (1/8/2017), Ardinda Kartikaningtyas, mahasiswa Teknik Fisika ITB angkatan 2013, bersama timnya menciptakan G-FORTAR atau Gyroscope for Military, sebuah giroskop serat optik yang diharapkan mampu menjadi giroskop militer pertama buatan putra-putri Indonesia.
Salah satu anggota tim G-FORTAR Megan Graciela Nauli menuturkan, mereka tergerak untuk menciptakan perangkat militer sendiri berangkat dari semangat Presiden RI Joko Widodo untuk menghadirkan negara yang melindungi segenap bangsa dan memberi rasa aman kepada seluruh warga negara.
"Indonesia kan lagi gencar-gencarnya buat mewujudkan Nawacita yang dicanangkan Pak Jokowi. Jadi pengen bisa mandiri dalam alat-alat sistem senjata," ujar Megan.
Dia mengatakan, giroskop adalah merupakan sebuah sistem navigasi inersial yang di dalamnya terdapat suatu sensor kecepatan sudut. Benda ini merupakan salah satu komponen utama alat utama sistem persenjataan (alutsista).

Sensor yang disebut giroskop ini, lanjut Megan, memegang peranan penting dalam mengukur dan mempertahankan orientasi perangkat berdasarkan prinsip-prinsip momentum sudut.
Dalam dunia militer, giroskop yang banyak dipakai adalah giroskop berjenis serat optik. Giroskop jenis ini banyak dipilih karena terbilang praktis dalam penggunaan serta mampu memberikan hasil yang lebih presisi.
Namun, sampai hari ini, 100 persen giroskop yang dimiliki oleh Indonesia masih produk impor. Menurut Megan dan tim, hal ini disebabkan belum menjamurnya pabrik serat optik di Indonesia.
"Padahal komponen ini merupakan komponen utama pada giroskop jenis serat optik yang banyak digunakan dalam dunia militer," tambahnya.
Penelitian tentang giroskop serat optik awalnya pernah dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), namun belum rampung.
"BPPT pernah juga mau meneliti tentang ini, tapi enggak kesampaian," tutur Megan.
Meskipun demikian, Megan juga menyatakan bahwa BPPT sepenuhnya mendukung penelitian ini. G-FORTAR merupakan sebuah giroskop berjenis serat optik berdiameter 15 cm yang memanfaatkan efek Sagnac dan interferensi gelombang cahaya untuk mendeteksi kecepatan sudut perangkat alutsista.
Masalah utama yang dihadapi oleh tim yang beranggotakan Ardinda dan Megan beserta Nahdia Nurul Hikmah (Teknik Fisika 2013), Khodijah Kholish Rumayshah (Aeronotika dan Astronotika 2014), dan Cristian Angga Jumawan (Teknik Mesin 2014) adalah komponen-komponennya yang belum dapat diproduksi oleh Indonesia secara independen.
"Kendala pada barang-barangnya, sebagian besar masih impor. Karena di sini susah dan kalau impor lama," ungkap Megan.
Dia juga menuturkan bahwa kurangnya pengalaman dalam menangani serat optik juga sempat menjadi penghambat. Harga alat-alat yang berhubungan dengan optik masih mahal pula.
Namun, lanjut Megan, timnya menerima bantuan dari berbagai pihak, seperti PT Telkom, sehingga giroskop akhirnya bisa dilombakan dalam ajang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).

Menurut Megan, ukuran giroskop ini sebenarnya masih bisa diperkecil lagi. Dengan diameter 15 cm, G-FORTAR masih tergolong cukup besar dibandingkan giroskop serat optik komersial di luar negeri. Ukuran giroskop yang lebih kecil akan lebih mudah disematkan dalam berbagai perangkat.


Credit  kompas.com