Jumat, 11 Agustus 2017

Perjalanan Bisnis Nyonya Meneer yang Dimulai dari Dapur Rumah



Perjalanan Bisnis Nyonya Meneer yang Dimulai dari Dapur Rumah Pabrik dan Museum Nyonya Meneer. Foto: Angling Adhitya Purbaya



Jakarta - Sejak dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Kamis (3/8/2017), Nyonya Meneer ramai diperbincangkan. Sebab bisa dibilang perusahaan tersebut cukup legendaris karena sudah berdiri sejak 1919.

Nyonya Meneer sendiri didirikan oleh Lauw Ping Nio yang akhirnya dikenal sebagai Nyonya Meneer. Nama Meneer sendiri didapatnya lantaran ibunya suka memakan beras sisa butir halus penumbukan padi atau menir saat mengandung dirinya.

Nyonya Meneer yang lahir di Sidoarjo, Jawa Timur bersama suaminya pindah ke Semarang sekitar 1900-an. Saat itu dia hidup dalam keprihatinan, suaminya sedang sakit-sakitan. Berbekal dari ilmu meracik jamu yang diajarkan ibunya, Nyonya Meneer mencoba membuat jamu guna mengobati suaminya.

Merasa sukses meramu jamu, Nyonya Meneer pun memutuskan untuk mendirikan usaha pembuatan jamu dengan merek Jamu Cap Nyonya Meneer pada 1919. Dia memproduksi jamunya hanya di dapur rumahnya dan dipasarkan ke tetangga-tetangganya saja.

Seiring mulai berkembang bisnisnya, Nyonya Meneer akhirnya mendirikan pabrik di Jalan Pedamaran 92, Semarang. Lalu pada 1940, anaknya, Nonnie mendirikan cabang toko Nyonya Meneer di Jalan Juanda, Pasar Baru, Jakarta. Duet ibu dan anak itu berjalan sukses, perusahaan berkembang pesat.

Namun setelah meninggalnya Nyonya Meneer, sang perintis usaha pada tahun 1978, usaha jamu diteruskan langsung ke generasi ketiga yakni cucunya yang berjumlah 5 orang. Saat peralihan tersebut, memicu perselisihan cukup lama di antara generasi penerusnya tersebut.

Menurut Akademisi dan Praktisi Bisnis dari Universitas Indonesia, Rhenald Kasali, salah satu alasan utama goyahnya bisnis Nyonya Meneer adanya perselisihan keluarga tersebut, selain beban utang, dan kurangnya inovasi pada produk mereka.

"Perusahaan itu menerima warisan dari orang tuanya, dari neneknya, warisan itu enggak cukup dengan diteruskan tapi juga dikembangkan, tampaknya mereka hanya berdagang, mewariskan yang sudah ada, produk-produknya memang secara historis bagus, inovasinya tidak ada," tuturnya.

Sementara adanya perselisihan keluarga, perusahaan juga masih menumpuk berbagai utang, termasuk dari supplier-nya. Sehingga kinerja keuangan perusahaan terganggu.

Akhirnya pada 8 Juni 2015 lalu Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) antara debitur dan 35 kreditur dinyatakan sah oleh hakim di Pengadilan Niaga Semarang.

Pada perkara ini, pihak Hendrianto Bambang Santoso, salah satu kreditur asal Sukoharjo, menggugat pailit Nyonya Meneer karena tidak menyelesaikan utang sesuai proposal perdamaian. Hendrianto hanya menerima Rp 118 juta dari total utang Rp 7,04 miliar.

Namun setitik harapan masih terlihat bagi Nyonya Meneer. Pengusaha nasional ternama, Rachmat Gobel, menyatakan akan menyelamatkan perusahaan keluarga yang berasal Semarang itu.

Hal itu diungkapkan oleh Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional, Dwi Ranny Pertiwi Zarman. Dwi mengaku mendengar kabar tersebut langung dari Presiden Direktur PT Nyonya Meneer Charles Saerang.

Dwi menegaskan, bahwa peran Gobel bukan untuk mengakuisisinya, tapi untuk menyelamatkan Nyonya Meneer dari perkara utangnya. Sayangnya Dwi belum mengetahui secara detil.




Credit  finance.detik.com