Kamis, 19 Oktober 2017

RI Cek Akurasi Dokumen Rahasia AS soal Penggulingan Sukarno


RI Cek Akurasi Dokumen Rahasia AS soal Penggulingan Sukarno 
Juru bicara Kemlu, Arrmanatha Nasir, mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia akan mengecek kebenaran dan akurasi puluhan dokumen rahasia Amerika Serikat mengenai peristiwa G-30S dan upaya penggulingan Presiden Sukarno. (ANTARA FOTO/ho/Suwandy)


Jakarta, CB -- Pemerintah Indonesia akan mengecek kebenaran dan akurasi puluhan dokumen rahasia Amerika Serikat mengenai peristiwa G-30S dan upaya penggulingan Presiden Sukarno.

“Yang perlu kami lakukan sebelum menyimpulkan adalah mengecek akurasi dan kebenaran laporan tersebut,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (18/10).

Arrmanatha mengatakan, verifikasi diperlukan karena dokumen tersebut memuat laporan duta besar dan Konsul Jenderal AS di Indonesia pada masa itu.


Dokumen-dokumen tersebut, tuturnya, berisikan penjelasan para perwakilan diplomatik AS mengenai situasi di Indonesia berdasarkan persepsi, informasi, dan akses yang mereka dapat selama 1964-1968.

Menurut Arrmanatha, semua laporan itu harus diverifikasi kebenarannya dengan peristiwa dan fakta yang sesungguhnya.



Pernyataan ini disampaikan setelah sebanyak 39 dokumen dengan total 30 ribu halaman tentang AD dan PKI itu dipublikasikan oleh lembaga non-profit National Security Archive (NSA), lembaga National Declassification Center (NDC), dan lembaga negara National Archives and Records Administration (NARA), dalam situs nsarchive.gwu.edu, 17 Oktober.

Rangkaian dokumen yang berbentuk catatan harian dari tahun 1964-1968 itu menyebutkan, di antaranya, tentang upaya AD untuk menyingkirkan Sukarno dan menghancurkan gerakan kiri di Indonesia, eskekusi terhadap pemimpin PKI, serta keterlibatan pejabat Amerika dalam mendukung upaya AD itu.

Disebutkan, upaya penjatuhan Sukarno itu tak lepas dari pendekatan AD kepada sejumlah kedutaan besar negara-negara Barat. Hal itu dilakukan untuk melihat kemungkinan kesuksesan gerakan tersebut.

"Menurut pejabat di Kedutaan Besar Jerman, AD Indonesia saat ini sedang mempertimbangkan kemungkinan untuk menjatuhkan Sukarno," seperti tertulis dalam dokumen telegram Kedubes AS di Jakarta kepada Menteri Luar Negeri, tanggal 12 Oktober 1965.

RI Cek Akurasi Dokumen Rahasia AS soal Penggulingan Sukarno
Presiden Soekarno dan periwara tinggi AD Soeharto saat berbincang, pada 1966. Kedua pihak disebut terlibat perseteruan kekuasaan melalui perstiwa 1965. (AFP PHOTO/PANASIA)
Gerakan untuk menggalang dukungan untuk menjatuhkan Sukarno ini juga dilakukan mantan Menteri Keuangan Sjarifuddin Prawiranegara kepada mantan pejabat USAID Edwin L. Fox. Sjarifuddin mulanya mengapresiasi upaya Amerika untuk menyingkirkan komunisme di Vietnam dan memberikan demokrasi.

Kedubes AS pun mengetahui adanya pembantaian anggota PKI oleh "Ansor" di sejumlah wilayah di jawa Timur. Misionaris yang baru kembali dari Kediri, Jawa Timur, pada 21 November 1965, melihat 25 mayat di sungai. Misionaris Mojokerto melaporkan melihat 29 mayat di sungai.

Pengungkapan dokumen lama itu sendiri merupakan respons atas meningkatnya minat masyarakat terhadap dokumen yang tersisa mengenai pembunuhan massal tahun 1965-1966 yang ada di AS.

RI Cek Akurasi Dokumen Rahasia AS soal Penggulingan Sukarno
(Screenshot via nsarchive2.gwu.edu)

Dokumen itu juga menyinggung hubungan AS-Indonesia, upaya Inggris dalam pembentukan Malaysia, dan perluasan operasi rahasia AS yang bertujuan memicu bentrokan antara Angkatan Darat dan PKI.

Selama ini, kisah tentang seputar peristiwa 1965 dinilai didominasi oleh narasi tunggal karya Orde Baru. Bahwa, Gerakan 30 September dilakukan oleh PKI demi merebut kekuasaan. Para jenderal AD pun dibunuhi. Dan Soeharto, yang kemudian menjadi Presiden, tampil sebagai penyelamat.

CNNIndonesia.com menghubungi Kapuspen TNI Mayor Wuryanto dan Kadispen TNI AD Kolonel lfret Denny Tuejeh, terkait dengan pemberitaan itu namun keduanya belum merespons.


Credit  cnnindonesia.com


Soal Andil AS di Pembantaian 65, Kemlu: Perlu Cross-check


Soal Andil AS di Pembantaian 65, Kemlu: Perlu Cross-check
Photo : ANTARA FOTO/Teresia May

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir.            


CB – Sebuah dokumen milik pemerintah AS yang sudah dideklasifikasi mengungkapkan bahwa Amerika Serikat tahu dengan detail terkait pembantaian di Indonesia, yang terjadi sekitar dekade 1960-an.
Sebanyak 39 dokumen deklasifikasi yang sebelumnya berkatagori rahasia itu berasal dari kumpulan file, catatan harian dan memo dari Kedutaan Besar AS di Jakarta selama periode 1964 hingga 1968.


Menanggapi hal ini, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, mengakui belum mengetahui secara detail dokumen yang dikeluarkan tersebut. Namun berdasarkan laporan media, dokumen itu berisi komunikasi Kedutaan Besar AS di Jakarta selama periode tersebut.
"Itu bisa merupakan pandangan dan persepsi serta posisi Kedubes AS saat itu terkait perkembangan situasi di Indonesia tahun 1963-1966. Yang perlu dicek adalah akurasi dan kebenaran dari laporan tersebut. Sebelum menyimpulkan, kita cross-check juga," kata Jubir Kemlu RI, Arrmanatha Nasir, di Jakarta, Rabu, 18 Oktober 2017.
Arrmanatha menegaskan, semua negara memiliki sejarah masing-masing tak terkecuali Indonesia. Selain itu, baik pemerintah maupun organisasi dan tokoh masyarakat juga telah melakukan berbagai langkah rekonsiliasi terkait peristiwa 1965.
Diketahui di banyak negara, status sebuah dokumen rahasia memiliki masa waktu untuk dipublikasikan. Umumnya, masa waktu tersebut berkisar antara 30 hingga 40 tahun kecuali ada permintaan khusus dari pemerintah untuk diperpanjang.
Diberitakan sebelumnya, sebanyak 39 dokumen deklasifikasi dirilis oleh National Declassification Centre (NDC) yakni sebuah divisi dari National Archives and Records Administration pada Selasa, 17 Oktober 2017.

Dikutip dari http://nsarchive.gwu.edu, 17 Oktober 2017, dokumen itu mengungkapkan, pemerintah AS memiliki pengetahuan dan andil terkait peran Angkatan Darat Indonesia melakukan kampanye adanya pembunuhan massal untuk melawan Partai Komunis negara (PKI) yang dimulai pada tahun 1965.





Credit  viva.co.id