Kamis, 19 Oktober 2017

Ribuan WNI Korban Kerusuhan Mei 1998 Dideportasi dari Amerika



Ribuan WNI Korban Kerusuhan Mei 1998 Dideportasi dari Amerika
Suasana Ruko Mall Klender, tempat kejadian kerusuhan 1998 dan kebakaran Yogya Plaza (sekarang Mall Citra), 13 Mei 2016. TEMPO/Tane Hadiyantono
CB, Jakarta -Ribuan warga Indonesia, WNI,  keturunan Cina beragama Kristen yang selama ini tinggal di Amerika Serikat segera dideportasi. Mereka merupakan korban kerusuhan Mei 1998 yang melarikan diri ke Amerika Serikat karena khawatir atas keselamatan nyawanya.
Menurut Reuters, sekitar 2.000 warga Indonesia beretnis Cina yang akan dideportasi dari Amerika selama ini tinggal sebagai imigran ilegal. Mereka merupakan bagian dari puluhan ribu imigran ilegal yang segera dideportasi.
Kebijakan Presiden Donald Trump tentang imigran gelap membuat ribuan WNI terjaring dan terancam dideportasi. Namun banyak yang menolak dipulangkan karena takut akan mengalami diskriminasi rasial dan ancaman kekerasan karena kebencian etnis dan agama.

Kebanyakan warga Indonesia yang bakal dideportasi itu dulunya masuk ke Amerika Serikat secara legal, yakni menggunakan visa turis. Lalu mereka tinggal melebihi batas waktu yang tertera di visa.
Mereka tidak tahu, menurut para imigran ini, bahwa setelah tinggal melebihi batas waktu, mereka bisa mengurus pengajuan status pencari suaka untuk jangka waktu 1 tahun dari saat mereka tiba di Amerika. Dan,  mereka kemudian mencari cara untuk mendapatkan status tinggal legal di Amerika.
Jalan keluarpun muncul. Berkat bantuan senator Jeane Shaheen, terjadi negosiasi dengan kantor Imigrasi Amerika, ICE, tahun 2012 sehingga warga Indonesia ini diizinkan tetap tinggal di Amerika jika mereka mau menyerahkan paspornya dan datang untuk melapor secara reguler ke kantor ICE.
Awal Agustus, warga Indonesia diberitahu untuk kembali ke negaranya berdasarkan perintah eksekutif Trump tanggal 25 Januari 2017 yang menggantikan sejumlah kebijakan imigrasi Barack Obama.
Di bawah aturan baru ini, deportasi diprioritaskan untuk pelaku kriminal dan pelaku kriminal lainnya berpotensi untuk dideportasi.
"Perintah eksekutif Presiden Trump yang diteken pada Januari lalu mengubah segalanya," kata Shawn Neudauer, juru bicara ICE.

"Anak laki-laki saya sungguh tidak mau ke sana, dia tetap berkata 'saya Amerika'," kata Jacklyn Lele, 37 tahun mengenai anak laki-lakinya berusia 7 tahun yang diberitahu ibunya bahwa mereka harus kembali ke Indonesia.
Pendeportasian warga Indonesia ini mendapat kecaman dari warga New Hampshire. Mereka mendesak pemerintah agar tidak melakukan pendeportasian kepada para WNI itu.
"Tetangga yang telah bekerja berat dan mematuhi peraturan seharusnya tidak ditendang ke luar negara ini. Tetangga yang tidak melakukan kejahatan seharusnya tidak mendadak dihilangkan dalam tahanan ICE," kutipan berita dari harian setempat, Foster's Daily Democrat yang terbit Agustus lalu.
Menurut data ICE, berdasarkan data imigrasi tahun 2012, 69 WNI diizinkan tinggal di New Hampshire dan 45 lainnya saat ini tinggal di New Jersey. Mereka datang ke Amerika saat Kerusuhan Mei 1998 pecah di Indonesia. Namun saat ini jumlah mereka sudah ribuan dan sedang menghadapi ancaman deportasi.


Credit  tempo.co