Rabu, 06 Desember 2017

Abbas Telepon Paus hingga Putin untuk Desak AS Batalkan Pemindahan Kedubes



Abbas Telepon Paus hingga Putin untuk Desak AS Batalkan Pemindahan Kedubes
Abbas dilaporkan langsung menelepon sejumlah pemimpin dunia setelah Trump memastikan akan memindahan kedubes AS ke Yerusalem. Foto/Istimewa



RAMALLAH - Presiden Palestina Mahmoud Abbas dilaporkan langsung menelepon sejumlah tokoh dan pemimpin dunia tidak lama setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memastikan akan memindahan Kedutaan Besar AS di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Juru bicara Abbas, Nabil Abu Rdainah menyatakan, sejumlah orang yang ditelepon Abbas adalah pemimpin Vatikan Paus Franciskus, Presiden Prancis Emanuel Macron, Raja Yordania Abdullah II, dan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Dalam panggilan telepon, seperti dilansir Reuters pada Rabu (6/12), Abbas meminta para tokoh, dan pemimpin dunia itu untuk mendesak Trump membatalkan keputusan untuk memindahkan kedubes AS ke Yerusalem.

"Presiden Abbas langsung menghubungi Presiden Rusia dan Prancis, Paus, dan Raja Abdullah dari Yordania tidak lama setelah mendapat telepon dari Trump. Dia mengatakan kepada mereka bahwa tindakan tersebut harus ditolak dan dia mendesak mereka untuk melakukan intervensi agar hal itu tidak terjadi," kata Nabil.

Sementara itu, Kremlin dalam sebuah pernyataan menyatakan dukungan terhadap Palestina, upaya damai dengan Israel dan mengenai status Yerusalem.

"Presiden Rusia Vladimir Putin menelpon Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk memberitahukan kepadanya bahwa Moskow mendukung dimulainya kembali pembicaraan antara Israel dan pemerintah Palestina, termasuk mengenai status Yerusalem," kata Kremlin. 


Credit  sindonews.com


Abbas Minta Pemimpin Dunia Intervensi Pemindahan Kedubes AS

Abbas Minta Pemimpin Dunia Intervensi Pemindahan Kedubes AS 
  Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, meminta pemimpin negara besar agar mengintervensi keputusan Trump untuk memindahkan Kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. (AFP Photo/Abbas Momani)


Jakarta, CB -- Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, meminta Paus Fransiskus dan para pemimpin negara besar agar mengintervensi keputusan Presiden Donald Trump untuk memindahkan Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem, kota yang selama ini diperebutkan.

Permintaan ini disampaikan langsung oleh Abbas setelah dia menerima telepon dari Presiden Donald Trump untuk membicarakan pemindahan kedubes tersebut, meski tanpa rincian waktu.

“Setelah telepon dengan Trump, Presiden Abbas berbicara dengan presiden Rusia dan Perancis, juga Paus dan Raja Abdullah dari Yordania. Dia meminta mereka menolak langkah tersebut dan mengintervensinya agar tidak terjadi,” ujar juru bicara Abbas, Nabil Abu Rdainah, kepada Reuters, Selasa (5/12).


Dari semua pemimpin tersebut, salah satu tokoh yang memegang peranan penting dalam kisruh ini adalah Raja Abdullah karena Yordania merupakan pelindung situs suci umat Islam, Kristen, dan Yahudi di Yerusalem.


Raja Abdullah pun mengingatkan Trump bahwa keputusan tersebut dapat berisiko besar terhadap upaya perdamaian antara Israel dan Palestina karena kedua negara itu hingga saat ini memperebutkan Yerusalem sebagai ibu kota.

“Yerusalem adalah kunci untuk mencapai perdamaian dan stabilitas di kawasan dan dunia,” demikian bunyi pernyataan Istana Kerajaan Yordania.

Yordania pun langsung merencanakan pertemuan darurat dengan negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk membahas keputusan AS ini.


Sementara itu, Presiden Rusia, Vladimir Putin, juga menyatakan dukungannya kepada Abbas. Dia mengatakan, Rusia akan terus mendukung upaya perundingan damai antara Israel dan Palestina, termasuk mengenai status Yerusalem.

Kecaman juga datang dari sejumlah tokoh lain, termasuk diplomat senior Uni Eropa, Federica Mogherini, yang mengatakan bahwa tindakan unilateral yang berpotensi merusak kesempatan damai harus dihindari.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres, pun angkat bicara dan mengatakan bahwa dia selalu “menentang keras tindakan yang dapat merusak solusi dua negara.”


Isu pemindahan kedubes AS ini menjadi sorotan luas karena selama ini, Israel dan Palestina saling klaim Yerusalem sebagai ibu kota masing-masing negara.

Israel merebut Yerusalem saat perang Timur Tengah pada 1967 silam. Mereka kemudian mencaplok daerah tersebut, tapi tak diakui oleh masyarakat internasional.

Untuk menyatakan sikap penolakan tersebut, tak ada negara asing yang mendirikan kantor perwakilannya untuk Israel di Yerusalem.

Namun, pada Oktober 1995, Kongres AS meloloskan hukum untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan mengesahkan pendanaan pemindahan kantor kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. Meski demikian, hingga saat ini, tak ada satu pun presiden AS yang menerapkan hukum itu.



Credit  cnnindonesia.com


Soal Yerusalem, Putin Nyatakan Dukung Palestina



Soal Yerusalem, Putin Nyatakan Dukung Palestina
Putin menelepon Abbas untuk memberitahukan Moskow mendukung dimulainya kembali pembicaraan antara Israel dan Palestina, termasuk mengenai Yerusalem. Foto/Reuters



MOSKOW - Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan dukungan terhadap Palestina, khususnya mengenai Yerusalem. Hal itu disampaikan Putin kepada Presiden Palestina Mahmoud Abbas, saat keduanya melakukan pembicaraan melalui sambungan telepon.

"Presiden Rusia Vladimir Putin menelepon Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk memberitahukan kepadanya bahwa Moskow mendukung dimulainya kembali pembicaraan antara Israel dan pemerintah Palestina, termasuk mengenai status Yerusalem," kata Kremlin dalam sebuah pernyataan.

Seperti dilansir Reuters pada Rabu (6/12), Kremlin enggan memberikan rincian lanjut mengenai pembicaraan antara kedua pemimpin negara tersebut.

Pembicaraan antara Putin, dan Abbas terjadi tidak lama setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menghubungi Abbas. Trump menelepon Abbas untuk memberitahu bahwa dia akan memindahan Kedutaan Besar AS di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Juru bicara Abbas, Nabil Abu Rdainah menuturkan dalam pembicaraan itu, Abbas memperingatkan konsekuensi berbahaya dari keputusan tersebut, khususnya mengenai proses perdamaian dan keamanan, keamanan, dan stabilitas wilayah, serta dunia.

Sejauh ini sendiri belum diketahui kapan pastinya Trump akan memindahkan kedubes AS ke Yerusalem. Pemindahan kedubes ini sendiri sama dengan pengakuan bahwa Yerusalem adalah Ibu Kota Israel. 



Credit  sindonews.com


Sisi pada Trump: Jangan Macam-macam Soal Yerusalem!



Sisi pada Trump: Jangan Macam-macam Soal Yerusalem!
Presiden Mesir, Abdel Fatah el-Sisi menyatakan kepada Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump untuk tidak mempersulit masalah di Timur Tengah. Foto/Reuters



KAIRO - Presiden Mesir, Abdel Fatah el-Sisi menyatakan kepada Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump untuk tidak mempersulit masalah di Timur Tengah, dengan memindahkan Kedutaan Besar AS di Israel ke Yerusalem. Sisi mendesak Trump untuk tidak macam-macam mengenai status Yerusalem.

Menurut kantor el-Sisi, pemimpin Mesir itu melakukan pembicaraan dengan Trump semalam. Dalam perbicangan itu, Sisi menegaskan bahwa Mesir akan tetap mepertahankan posisi mengenai Yerusalem dan meminta Trump untuk tidak mengambil tindakan yang akan memperburuk situasi di kawasan.

Dikatakan bahwa Sisi memperingatkan Trump untuk mengambil tindakan yang akan merusak peluang perdamaian di Timur Tengah.

"Presiden Mesir menegaskan posisi Mesir untuk menjaga status hukum Yerusalem dalam kerangka referensi internasional dan resolusi PBB yang relevan," bunyi pernyataan tersebut, seperti dilansir Reuters pada Rabu (6/12).

Trump diketahui telah menelepon sejumlah kepala negara Timur Tengah dan juga Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengenai rencana pemindahan kebdubes AS ke Yerusalem. Semua kepala negara Timur Tengah diketahui memiliki reaksi yang sama, yakni menolak hal itu.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bahkan mengancam akan memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel jika AS secara resmi mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, dengan memindahkan kedutaan ke kota tersebut. Menurut Erdogan, langkah AS itu akan menjadi ”garis merah” bagi umat Islam. 



Credit  sindonews.com



Raja Maroko Peringatkan Trump Jangan Ubah Status Yerusalem


Raja Maroko Mohammed VI.
Raja Maroko Mohammed VI.


CB, RABAT -- Raja Maroko Mohammed VI dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada Selasa (5/12) membahas melalui telepon soal keputusan AS memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem.

"Raja Mohammed VI, pemimpin Komite Al-Quds di Organisasi Kerja Sama Islam, kembali menyampaikan dukungan kuat yang tak tergoyahkan kerajaan tersebut buat saudara-saudara rakyat Palestina dalam mempertahankan hak sah dan adil mereka, terutama terkait status Yerusalem," kata Kantor Raja Maroko di dalam satu pernyataan.

Raja Maroko itu menyampaikan penolakan tegasnya bagi setiap tindakan yang bisa merusak aspek banyak-agama di kota suci tersebut atau mengubah status hukum dan politik.
Presiden Palestina memuji tindakan dan peran Raja Maroko, dan mencela agenda Pemerintah AS yang tidak pantas seperti itu.

Kedua pemimpin sepakat untuk mempertahankan kontak langsung dan konsultasi yang berlanjut mengenai masalah tersebut, serta koordinasi erat antara kedua pemerintah.
Raja Mohammed VI telah memperingatkan Presiden AS Donald Trump yang ingin memindahkan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem. Ia menegaskan status hukum Yerusalem perlu dipelihara dan tak ada boleh mempengaruhi status politiknya saat ini.

Sementara itu Yordania pada Selasa memperingatkan mengenai konsekuensi serius jika Amerika Serikat melanjutkan keputusannya untuk memindahkan kedutaan besarnya di Israel ke Jerusalem.

Menteri Urusan Luar Negeri Jordania Ayman Safadi pada Selasa membahas dengan beberapa menteri mengenai keputusan yang mungkin diambil oleh Amerika Serikat untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Pengakuan itu, kata Yordania, adalah pelanggaran terhadap hukum sah internasional dan Piagam PBB.


Credit  REPUBLIKA.CO.ID