Senin, 08 Januari 2018

Mesir Bantah Diam-diam Terima Pengakuan Yerusalem


Mesir Bantah Diam-diam Terima Pengakuan Yerusalem
Mesir membantah secara diam-diam telah memberikan restu langkah AS untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Foto/Istimewa


KAIRO - Mesir membantah laporan media Amerika Serikat (AS) yang mengklaim telah memberikan dukungan secara diam-diam atas keputusan Presiden Donalr Trump terkait Yerusalem. Presiden AS ke-45 sebelumnya telah mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

Sebelumnya, New York Times mengatakan pada hari Sabtu bahwa Kairo dengan sengaja menginstruksikan pembawa acara talk show untuk meyakinkan pemirsa agar menerima langkah AS.

Harian tersebut mengklaim bahwa seorang perwira intelijen Mesir telah melakukan panggilan telepon ke pembawa acara dari sejumlah talk show berpengaruh bahwa alih-alih mengutuk keputusan AS, mereka harus meyakinkan audiens untuk menerimanya.

Laporan ini mengutip pernyataan petugas bahwa orang-orang Palestina harus puas dengan kota Tepi Barat yang suram yang saat ini menjadi tempat Otoritas Palestina, Ramallah.

Dalam sebuah pernyataan, State Information Service (SIS) yang dikelola negara mengatakan bahwa laporan NY Times adalah sebuah tuduhan belaka.

Dikatakan orang-orang yang dikutip oleh harian AS bukan pembawa acara TV atau telah tidak muncul di televisi bahkan sebelum pengakuan Trumpt terhadap Yerusalem.

"Posisi Mesir terhadap Yerusalem diterjemahkan dalam sikap dan tindakan yang diambil di PBB dan organisasi internasional lainnya meskipun ada ancaman pemotongan bantuan AS," kata SIS seperti dikutip dari Anadolu, Senin (8/1/2018).

Mesir adalah pihak yang mengajukan sebuah resolusi Dewan Keamanan PBB untuk menuntut pencabutan langkah Trump di Yerusalem, namun resolusi tersebut diveto oleh Washington.

Pada tanggal 21 Desember, Majelis Umum PBB dengan luar biasa mengadopsi sebuah resolusi, yang disponsori oleh Turki dan Yaman, menolak tindakan Trump di Yerusalem.

Yerusalem tetap menjadi jantung konflik Timur Tengah, dengan orang-orang Palestina berharap bahwa Yerusalem Timur - yang diduduki oleh Israel sejak 1967 - pada akhirnya dapat berfungsi sebagai ibukota negara Palestina merdeka.




Credit  sindonews.com



Mesir dan Saudi Serukan Pertahankan Status Yerusalem


Mesir dan Saudi Serukan Pertahankan Status Yerusalem
Mesir dan Arab Saudi menyerukan untuk mempertahankan status hukum dan historis Yerusalem. Foto/Istimewa


KAIRO - Mesir dan Arab Saudi telah menyerukan untuk mempertahankan status historis dan hukum Yerusalem. Seruan itu didengungkan di tengah ketegangan setelah keputusan Amerika Serikat (AS) mengakui kota suci tersebut sebagai Ibu Kota Israel.

Pada hari Sabtu, Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry tiba di Riyadh untuk melakukan pembicaraan dengan mitranya dari Saudi Adel al-Jubeir mengenai perkembangan di wilayah Palestina.

Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kementerian luar negeri Mesir mengatakan dua diplomat teratas menggarisbawahi pentingnya mempertahankan status historis dan hukum Yerusalem.

"Kedua menteri tersebut membahas upaya Arab untuk mempertahankan status kota suci tersebut, yang nasibnya harus ditetapkan dalam negosiasi status akhir," bunyi pernyataan tersebut seperti dikutip dari Anadolu, Minggu (7/1/2018).

Pertemuan itu, kata pernyataan tersebut, juga menangani sarana untuk memperkuat koordinasi dalam menghadapi tantangan terhadap keamanan nasional Arab.

Para menteri luar negeri dari enam negara Arab - Mesir, Yordania, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Palestina dan Maroko - akan bertemu di Amman untuk membahas situasi di Yerusalem.

Pekan lalu, Knesset (parlemen Israel) menyetujui sebuah RUU yang membuat perlu untuk mendapatkan persetujuan 80 dari 120 anggota majelis - bukan mayoritas sederhana - untuk mengubah status resmi atau batas kota Yerusalem.

Langkah tersebut dilakukan kurang dari satu bulan setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan keputusannya untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, yang menimbulkan kecaman luas dari seluruh dunia Arab dan Muslim.

Yerusalem tetap menjadi jantung konflik Timur Tengah, dengan orang-orang Palestina berharap bahwa Yerusalem Timur - yang diduduki oleh Israel sejak 1967 - pada akhirnya dapat berfungsi sebagai ibukota negara Palestina merdeka.




Credit  sindonews.com