Rabu, 17 Januari 2018

Pentagon Akui Keberadaan Senjata Pembawa 'Kiamat' Milik Rusia



Persenjataan nuklir Rusia (Supplied, Kementerian Pertahanan Rusia)




CB, Washington, DC - Lewat sebuah dokumen yang bocor ke publik, Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (Pentagon) mengonfirmasi bahwa Rusia telah memiliki kapal selam drone pembawa rudal nuklir 'kiamat' yang dapat menghancurkan lokasi strategis di Negeri Paman Sam.
Informasi itu terkandung di dalam dokumen US Nuclear Posture Review, Department of Defense yang baru akan dirilis pada Februari 2018 mendatang. Demikian seperti dilansir News.com.au (16/1/2018).
Drone Peluncur Nuklir Rusia
Rusia pertama kali membeberkan bahwa pihaknya tengah mengerjakan kapal selam drone peluncur rudal nuklir tersebut pada 2015.
Kala itu, sejumlah jenderal tinggi Negeri Beruang Merah mempresentasikan cetak biru drone tersebut saat pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Para ahli berpendapat, pemaparan itu merupakan sebuah peringatan yang sengaja ditujukan kepada Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya.


Dari cetak biru itu, diketahui bahwa drone itu dikenal secara resmi dengan nama Ocean Multipurpose System Status-6.
Kapal selam drone peluncur rudal nuklir tersebut memiliki jarak tempuh hingga maksimal 10.000 km, dapat menyelam sejauh 1 km di bawah permukaan laut, dan bisa mencapai kecepatan maksimal hingga 103 km/jam.
Alutsista itu juga mampu membawa hulu ledak nuklir sebesar 100 megaton.
Seperti dikutip dari BBC, alutsista itu dirancang untuk mampu 'menghancurkan instalasi ekonomi penting musuh di wilayah pesisir dan menyebabkan kerusakan fatal di teritori musuh, dengan menciptakan area kontaminasi radioaktif yang luas, sehingga tak lagi dapat digunakan untuk militer, ekonomi atau aktivitas lainnya untuk waktu yang lama.'

Pembawa Senjata 'Kiamat'

Badan Intelijen AS mendeteksi bahwa Rusia telah menguji kapal selam tak berawak itu saat diluncurkan dari kapal selam Rusia Sarov-class pada 2016, menurut laporan The Washington Free Beacon.
"OMS Status-6 dirancang untuk membunuh warga sipil dengan ledakan dan kejatuhan besar-besaran," kata mantan pejabat Pentagon, Mark Schneider kala itu.
Harian pemerintah Rusia Rossiyskaya Gazeta melaporkan, untuk mencapai kontaminasi radioaktif yang ekstensif, alutsista tersebut tengah driancang untuk mampu membawa bom kobalt, varian bom nuklir yang menghasilkan jumlah radiasi radioaktif lebih banyak ketimbang hulu ledak atom biasa.
"Sebuah bom kobalt adalah konsep senjata 'kiamat' yang lahir pada masa Perang Dingin. Namun tampaknya tak pernah dikembangkan, hingga kini," tambah surat kabar Rossiyskaya Gazeta.


Rusia Lebih Unggul

Dokumen Pentagon tersebut juga memperingatkan bahwa Rusia telah mengembangkan seperangkat senjata beragam yang membuat mereka semakin unggul ketimbang AS.
"Rusia telah unggul secara signifikan dalam kapasitas produksi senjata nuklirnya, jika dibandingkan dengan AS dan sekutunya," lanjut dokumen Pentagon tersebut.
Negeri Beruang Merah juga mungkin membangun seperangkat sistem non-strategis yang besar, beragam, modern, dan dwifungsi -- seperti dipersenjatai nuklir atau hulu ledak konvensional.
"Modernisasi senjata nuklir non-strategis Rusia meningkatkan jumlah senjata tersebut di gudang senjata, sementara secara signifikan meningkatkan kemampuan pengirimannya."

Termasuk di Bidang Pertahanan
Tak hanya melakukan modernisasi kapabilitas untuk menyerang, Rusia juga dikabarkan turut meningkatkan kemampuannya dalam bidang pertahanan.
Pentagon mengatakan bahwa Rusia sedang memodesnisasi sistem antinuklir dan pencegat rudal balistik sebagai mekanisme pertahanan domestik.
Rusia percaya bahwa kemampuan senjata nuklirnya yang canggih akan memungkinkan mereka untuk mengurangi konflik demi kepentingan nasionalnya.
Namun, makalah dari Pentagon justru berpendapat kemampuan Rusia tersebut justru semkain meningkatkan potensi konflik global hingga ke titik tertingginya.


AS Diimbau untuk Meningkatkan Kapabilitas Nuklirnya

Dokumen Pentagon itu pada akhirnya memperdebatkan mengenai upaya peningkatan kapabilitas pertahanan dan nuklir Amerika Serikat.
"Prioritas utama Kementerian Pertahanan AS" adalah untuk menjamin tambahan 3 sampai 4 persen dari anggaran negara untuk mempertahankan persenjataan nuklirnya, yang menurutnya penting untuk mencegah serangan dari musuh.
Naskah tersebut juga menyarankan untuk melanjutkan program modernisasi senjata dan nuklir AS yang telah dimulai sejak masa pemerintahan Presiden Barack Obama.
Program itu juga sesuai dengan laporan tahun lalu yang menyebut bahwa Presiden AS Donald Trump menginginkan peningkatan hampir sepuluh kali lipat persenjataan nuklir negara tersebut.





Credit  liputan6.com



Drone Bawah Laut Rusia Mampu Bawa Nuklir 100 Megaton


Drone Bawah Laut Rusia Mampu Bawa Nuklir 100 Megaton
Draf rancangan kendaraan bawah laut Rusia yang bernama Ocean Multipurpose System Status-6. Foto/Defense News


WASHINGTON - Sebuah dokumen Pentagon yang bocor ke media mengungkap bahwa Rusia memiliki sebuah kendaraan nirawak (drone) bawah laut yang mampu membawa hulu ledak nuklir 100 megaton.

Dokumen Pentagon tentang “Nuclear Posture Review” itu lengkap dengan data grafis kendaraan autonomous underwater vehicle (AUV) tersebut. Pentagon telah mengonfirmasi dokumen yang bocor itu asli.

Pejabat Pentagon memperingatkan dalam tinjauannya itu bahwa Rusia telah secara aktif melakukan diversifikasi kemampuan nuklirnya.

Selain modernisasi ”warisan” sistem nuklir Soviet, Rusia sedang mengembangkan dan mengerahkan hulu ledak nuklir dan peluncur baru. Upaya ini mencakup beberapa peningkatan untuk setiap kaki triad nuklir Rusia dari pesawat pembom strategis, rudal berbasis laut dan rudal berbasis darat.

Rusia juga mengembangkan setidaknya dua sistem jangkauan antarbenua baru, kendaraan luncur hipersonik dan torpedo bawah laut bertenaga nuklir antarbenua yang baru.

Dokumen draf review itu diperoleh dan dipublikasikan oleh Huffington Post. Dalam sebuah pernyataan, Pentagon tidak menyangkal bahwa rancangan tersebut memang asli.

“Diskusi kami telah kuat dan beberapa draf telah ditulis. Namun, Nuclear Posture Review belum selesai dan pada akhirnya akan ditinjau dan disetujui oleh Presiden dan Menteri Pertahanan. Seperti menyangkut hal umum, kami tidak membahas pra-keputusan, draf salinan strategi dan ulasan,” bunyi pernyataan Pentagon, yang dikutip Newsweek, Senin (15/1/2018).

Seperti outline yang dibuat Valerie Insinna dari Defense News, kendaraan nirawak Rusia yang secara resmi dikenal sebagai Ocean Multipurpose System Status-6 dan dijuluki "Kanyon" oleh Pentagon, dilaporkan diuji pada November 2016.

AUV ini diluncurkan dari kapal selam Sarov-class yang digunakan untuk menguji dan memvalidasi teknologi baru, seperti yang dilaporkan oleh Washington Free Beacon pada Desember 2016. Laporan media Washington itu juga mengutip sumber-sumber Pentagon yang tidak disebutkan namanya.

Pentagon sendiri belum secara terbuka mengonfirmasi adanya Status-6 sebelum laporan Huffington Post terkait Nuclear Posture Review bocor.

Menurut laporan media-media Rusia, Status-6 memiliki jarak 6.200 mil, kecepatan tertinggi melebihi 56 knot dan bisa turun sampai kedalaman 3.280 kaki di bawah permukaan laut.

Dibangun oleh Rubin Design Bureau, produsen kapal selam terbesar di Rusia, kendaraan itu dirancang untuk diluncurkan dari setidaknya dari kapal selam nuklir dengan tipe yang berbeda, termasuk Oscar-class, yang dapat membawa empat kendaraan Status-6 secara bersamaan.

Meski telah membuat ulasan tentang AUV Rusia yang mampu membawa hulu ledak nuklir 100 megaton, Pentagon belum menunjukkan minat untuk mengembangkan kendaraan nirawak bawah laut serupa sebagai tandingan. 

Pemerintah maupun militer Rusia belum berkomentar tentang ulasan teknologi senjata bawah laut yang dikaji Pentagon.




Credit sindonews.com