Rabu, 17 Januari 2018

Waspadai Rusia, Denmark akan Perkuat Militer


Perdana Menteri Denmark Lars Lokke Rasmussen.
Perdana Menteri Denmark Lars Lokke Rasmussen.


CB, RIGA -- Perdana Menteri Denmark Lars Lokke Rasmussen berharap dapat menggalang dukungan di parlemen untuk memuluskan peningkatan anggaran alat utama sistem persenjataan (alutsista) mulai bulan depan. Rasmussen mengakui, belakangan ini dominasi militer Rusia di Eropa utara dan timur cukup mencemaskan sehingga Denmark dinilainya mesti waspada.

Sejak Rusia mencaplok Krimea dari Ukraina pada 2014, NATO terus bersiaga di sepanjang daerah Baltik. Denmark, misalnya, sebagai salah satu anggota NATO ikut menerjunkan 200 tentaranya ke dalam misi untuk membendung dominasi Rusia di Estonia.

"Gerak-gerik Rusia telah menimbulkan situasi keamanan yang serba tidak stabil dan sukar diprediksi, khususnya di daerah sekitar Laut Baltik," kata Lars Lokke Rasmussen dalam jumpa pers di Riga, ibu kota Latvia, Selasa (16/1).
Dalam kesempatan ini, PM Denmark itu didampingi PM Latvia Maris Kucinskis. Sebelum peristiwa Krimea, hubungan Denmark dengan Rusia cukup hangat. Malah, pada 2010 dirinya menerima Presiden Rusia Vladimir Putin di Kopenhagen.

"Tapi, sekarang dengan adanya agresi Rusia dan kejadian di Krimea, kita mestinya realistis, berinvestasi lebih banyak di bidang pertahanan," kata dia.

Rasmussen berharap akan ada peningkatan anggaran alutsista Denmark hingga 20 persen. Untuk itu, dia mengakui mesti berupaya mendapatkan dukungan dari parlemen. Apalagi, partainya berposisi minoritas di dewan perwakilan rakyat Denmark.

Hubungan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dengan Rusia memburuk sejak Putin melancarkan serangan atas Krimea. Pada 2016, Rusia memindahkan rudal nuklirnya Iskander-M, ke Kaliningrad, daerah terkepung milik Rusia di dekat Laut Baltik. Di sana pula Rusia menempatkan sistem pertahanan udara antirudal.

Pada April tahun lalu, Denmark menuding Rusia telah meretas data sistem kepegawaian sepanjang tahun 2015-2016. Sementara itu, Rusia menolak segala tuduhan NATO dan menganggap koalisi yang berpusat di Eropa barat itu terlalu mengada-ada.





Credit  REPUBLIKA.CO.ID