Tampilkan postingan dengan label ARAB SAUDI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ARAB SAUDI. Tampilkan semua postingan

Selasa, 14 Mei 2019

Saudi Tembak Mati 8 Terduga Teroris di Daerah Mayoritas Syiah


Saudi Tembak Mati 8 Terduga Teroris di Daerah Mayoritas Syiah
Ilustrasi jenazah. (Istockphoto/Sestovic)



Jakarta, CB -- Pasukan Arab Saudi menembak mati sekitar delapan terduga teroris dalam baku tembak yang terjadi di kota Qatif yang penduduknya mayoritas Syiah, pada Sabtu (11/5) pekan lalu.

Menurut pernyataan Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi, aparat menggerebek tempat persembunyian terduga militan di pulau Tarot di lepas pantai Provinsi Timur. Lokasi ini merupakan tempat dimana sebagian besar cadangan minyak negara itu berada.

Kaum militan ini juga disebut-sebut sebagai kelompok "sel teroris" yang berencana menyerang instalasi vital dan target keamanan.

Kementerian Dalam Negeri menyatakan bahwa pasukan keamanan hanya melepaskan tembakan setelah mereka ditembak. Hingga saat ini penyelidikan sedang berlangsung, dan jasad terduga teroris itu belum diidentifikasi.


Selain itu, video beredar yang diunggah sejumlah penduduk memperlihatkan asap hitam bermunculan dari sejumlah bangunan, disertai dengan suara baku tembak.

Pasukan keamanan Saudi kerap kali berseteru dengan milisi Syiah di wilayah Qatif. Hal ini juga sempat memunculkan demonstrasi oleh minoritas Syiah pada 2011 lalu, saat mereka menuntut untuk diperlakukan setara oleh rezim Muslim Sunni tersebut.

Sejak saat itu, kerajaan Saudi menargetkan para pemimpin demonstrasi, diantaranya Sheikh Nimr al-Nimr selaku ulama Syiah. Ia dituduh membahayakan keamanan nasional dan akhirnya dieksekusi pada awal 2016.

Eksekusi itu memicu protes dari kaum Syiah di Irak, Pakistan, dan Iran. Alhasil, terjadi penggeledahan terhadap Kedutaan Besar Saudi di Tehran yang akhirnya ditutup sejak saat itu.

Ketegangan terus meningkat dalam beberapa pekan terakhir setelah Arab Saudi memenggal sekitar 37 pria yang kebanyakan adalah kaum Syiah pada eksekusi masal 23 April lalu.

Menurut kepala HAM Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), eksekusi masal ini dianggap sebagai suatu hal yang "mengejutkan" dan "mengerikan" karena melibatkan penghukuman terhadap tiga anak di bawah umur.

Kelompok hak asasi Amnesti Internasional juga melaporkan sekitar 11 tersangka dihukum karena kejahatan terkait terorisme. Sedangkan 14 lainnya dieksekusi atas keikutsertaan mereka dalam demonstrasi anti pemerintah di wilayah berpenduduk Syiah di Arab Saudi pada 2011 dan 2012 lalu.




Credit  cnnindonesia.com




Penyerangan Kapal Tanker Saudi Bisa Ganggu Ekonomi Global


Sebuah kapal tanker minyak mendekati fasilitas minyak di Fujairah, Uni Emirat Arab (UEA), 21 September 2016. UEA mengatakan empat kapal Saudi disabotase dekat Fujairah.
Sebuah kapal tanker minyak mendekati fasilitas minyak di Fujairah, Uni Emirat Arab (UEA), 21 September 2016. UEA mengatakan empat kapal Saudi disabotase dekat Fujairah.
Foto: AP Photo/Kamran Jebreili
Tidak disebutkan siapa yang berada di balik penyerangan kapal tanker Saudi.



CB, MELBOURNE -- Sebanyak dua kapal tanker minyak milik Arab Saudi termasuk di antara kapal-kapal yang ditarget oleh serangan sabotase di lepas pantai Uni Emirat Arab (UEA). UEAmengutuknya sebagai upaya merusak keamanan pasokan minyak mentah global.

UEA mengatakan empat kapal komersil disabotase di dekat emirat Fujairah.

Tidak disebutkan siapa yang berada di balik operasi itu, yang terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara AS dan Iran.
Investigasi telah diluncurkan dengan koordinasi bersama otoritas internasional.



UAE mengatakan empat kapal komersil disabotase di dekat emirat Fujairah, salah satu pusat penyimpanan terbesar di dunia yang terletak tepat di luar Selat Hormuz. Tidak disebutkan siapa yang berada di balik operasi itu, yang terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran.


Kementerian luar negeri Iran menyebut insiden itu mengkhawatirkan dan mengerikan dan meminta penyelidikan atas masalah tersebut. Selat, yang menjadi jalur pelayaran minyak dan gas global yang penting itu, memisahkan negara-negara Teluk dan Iran.


Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih, mengatakan dalam sebuah pernyataan salah satu dari dua kapal Saudi yang diserang sedang dalam perjalanan untuk dimuati dengan minyak mentah Saudi dari pelabuhan Ras Tanura untuk pengiriman ke pelanggan perusahaan milik negara Saudi, Aramco, di Amerika Serikat. Serangan itu tidak menyebabkan korban atau tumpahan minyak tetapi menyebabkan kerusakan signifikan pada struktur kedua kapal, kata pernyataan yang diterbitkan oleh kantor berita pemerintah SPA itu.


photo

Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih.



Sumber di sektor perdagangan dan pengapalan mengidentifikasi kapal-kapal Saudi itu sebagai kapal tanker Amjad yang sangat besar (VLCC), dan tanker pengangkut minyak mentah Al Marzoqah. Keduanya milik perusahaan Bahri.


Bahri tidak menanggapi permintaan komentar. Pada Ahad (12/5), Kementerian Luar Negeri UEA mengatakan tidak ada korban dan operasi pelabuhan Fujairah normal. Investigasi telah diluncurkan dengan koordinasi bersama otoritas internasional, dan meminta negara-negara adidaya untuk mencegah pihak-pihak yang mencoba membahayakan keselamatan dan keamanan maritim.


Menimbulkan bahaya terhadap ekonomi global


Dua sekutu Muslim Sunni, Arab Saudi dan UEA, telah sangat mendukung sanksi AS terhadap sesama produsen OPEC dan musuh di Kawasan yakni Iran yang didominasi Muslim Syiah. Setelah Amerika Serikat mengakhiri semua keringanan sanksi terhadap minyak mentah Iran, Washington mengatakan Riyadh dan Abu Dhabi akan membantu mengkompensasi kekurangan pasokan minyak.


Al-Falih mengatakan serangan itu bertujuan merusak kebebasan maritim dan keamanan pasokan minyak kepada konsumen di seluruh dunia. "Komunitas internasional memiliki tanggung jawab bersama untuk melindungi keselamatan navigasi maritim dan keamanan kapal tanker minyak," katanya.


"Untuk mengurangi dampak negatif dari insiden seperti itu di pasar energi dan bahaya yang ditimbulkannya terhadap ekonomi global."


Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Abbas Mousavi -yang sempat dikutip oleh kantor berita semi-resmi ISNA -mengatakan insiden di Fujairah "memiliki dampak negatif terhadap keamanan transportasi laut" dan meminta negara-negara di kawasan untuk "waspada terhadap rencana penurunan stabilitas dari agen asing".


Awal bulan ini, Administrasi Maritim AS mengatakan kapal-kapal komersial termasuk kapal tanker minyak yang berlayar melalui perairan Timur Tengah bisa menjadi sasaran Iran dalam salah satu ancaman terhadap kepentingan AS yang ditimbulkan oleh Teheran.


Washington mengatakan pihaknya mengirim kapal induk AS dan pasukan lainnya ke Timur Tengah atas apa yang disebutnya sebagai ancaman Iran, sementara Teheran menyebut kehadiran militer AS sebagai "target" ketimbang ancaman.


Pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah meningkatkan tekanan terhadap Iran dengan sanksi sejak Washington mundur dari perjanjian nuklir internasional 2015 antara Teheran dengan sejumlah kekuatan dunia, setahun lalu.



Credit  republika.co.id





Iran Desak Insiden Sabotase di Selat Hormuz Diusut


Iran Desak Insiden Sabotase di Selat Hormuz Diusut
Ilustrasi kapal tanker minyak. (REUTERS/Jean-Paul Pelissier)



Jakarta, CB -- Iran mendesak penyelidikan terhadap insiden sabotase dua kapal tanker Arab Saudi di perairan Fujairah, dekat Selat Hormuz, perairan Uni Emirat Arab, Minggu (12/5). Teheran menyebut insiden itu "mengkhawatirkan".

"Insiden di Laut Oman mengkhawatirkan dan disesalkan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Abbas Mousavi melalui pernyataan, Senin (13/5).


Mousavi juga menyerukan "penyelidikan" terhadap insiden tersebut. Ia juga memperingatkan sabotase itu ada kemungkinan merupakan perbuatan pihak asing untuk mengancam keamanan maritim di kawasan Teluk.

Mousavi menuturkan Iran "meminta klarifikasi" terkait insiden sabotase tersebut.


"Insiden itu memiliki dampak negatif pada keselamatan pengiriman dan keamanan maritim di kawasan Teluk," kata Mousavi seperti dikutip AFP.

Mousavi memperingatkan "plot-plot oleh pihak yang ingin mengganggu keamanan regional" dan menyerukan kewaspadaan negara di kawasan "menghadapi setiap rencana dari unsur asing."


Arab Saudi pada Minggu malam mengatakan dua kapal tankernya disabotase di perairan Fujairah hingga mengakibatkan kerusakan. Uni Emirat Arab juga membenarkan insiden itu dengan mengatakan empat kapal disabotase di perairan tersebut.

Hingga kini, belum jelas kronologi sabotase itu terjadi, begitu pula mengenai pihak-pihak yang terlibat insiden itu.

Insiden ini terjadi ketika relasi Amerika Serikat dan Iran tengah memanas menyusul sanksi yang kembali dijatuhkan Presiden Donald Trump kepada Teheran.

Pekan lalu, Iran juga mengancam melanjutkan kembali program nuklir dan pengayaan uraniumnya jika negara Eropa, yang terlibat dalam perjanjian nuklir 2015, tidak bisa membela Teheran dari sanksi AS.

Pelabuhan Fujairah merupakan satu-satunya pelabuhan di Uni Emirat Arab yang berada di dekat perairan Laut Arab. Wilayah yang bersebelahan dengan Selat Hormuz itu juga merupakan rute pengiriman minyak global dari perairan Teluk Arab.

Iran berulang kali mengancam akan menutup jalur tersebut jika terjadi konfrontasi militer dengan Amerika Serikat.


Credit  cnnindonesia.com


Arab Saudi Sebut 2 Tanker Disabotase di Dekat Perairan UEA


Arab Saudi Sebut 2 Tanker Disabotase di Dekat Perairan UEA
Ilustrasi kapal tanker. (REUTERS/Jean-Paul Pelissier)



Jakarta, CB -- Pemerintah Arab Saudi menyatakan dua kapal tanker disabotase di perairan Fujairah, dekat Selat Hormuz, Uni Emirat Arab (UEA), pada Minggu (12/5) kemarin. Mereka mengklaim serangan itu terjadi saat kapal itu hendak mengangkut minyak mentah dari perusahaan energi Saudi, ARAMCO, untuk dikirim ke Amerika Serikat.

Menurut Menteri Energi Saudi, Khalid Al-Falih, akibat sabotase itu kedua kapal tanker mengalami kerusakan cukup parah. Namun, dia mengklaim hal itu tidak sampai membuat tumpahan minyak ke laut.

"Beruntung serangan itu tidak menelan korban atau menyebabkan tumpahan minyak. Akan tetapi hal itu menyebabkan kerusakan besar di rangka kapal," kata Khalid.

Insiden itu dibenarkan oleh UEA. Mereka menyatakan terjadi empat serangan kepada kapal tanker tanpa merinci pelaku dan identitas kapal.


Amerika Serikat juga bereaksi atas kejadian itu. Badan Pelayaran AS langsung menerbitkan peringatan terhadap seluruh kapal yang berlayar ke kawasan Teluk supaya waspada ketika melintas di perairan Fujairah.

Mereka juga memberikan koordinat sabotase yang terjadi pada pekan lalu.



Credit  cnnindonesia.com





Diprotes Soal Perang Yaman, Kapal Saudi Batal Memuat Senjata Prancis


Diprotes Soal Perang Yaman, Kapal Saudi Batal Memuat Senjata Prancis
Kapal Bahri-Yanbu milik Arab Saudi batal memuat kargo senjata Prancis. Foto/REUTERS

PARIS - Sebuah kapal Arab Saudi yang akan memuat senjata di pelabuhan Prancis utara pada hari Jumat berlayar menuju ke Spanyol tanpa membawa muatan senjata tersebut. Reaksi kapal itu muncul sehari setelah kelompok hak asasi manusia (HAM) berusaha untuk mencegah kapal itu memuat senjata sebagai protes atas perang di Yaman.

Kelompok HAM Prancis, ACAT, mengajukan gugatan di pengadilan untuk menolak penjualan senjata Paris kepada Riyadh. Namun, gugatan itu ditolak hakim pengadilan.

ACAT yang kecewa dengan putusan hakim berargumen pengiriman kargo senjata tersebut melanggar perjanjian PBB karena senjata tersebut digunakan untuk melawan warga sipil di Yaman.

Meski putusan hakim Prancis mengizinkan kapal Bahri-Yanbu milik Saudi memuat kargo senjata, namun data pelacakan kepal menunjukkan kargo itu batal dimuat.

Kejadian itu mempermalukan Presiden Emmanuel Macron, yang pada hari Kamis membela penjualan senjata Prancis kepada Arab Saudi.

Riyadh memimpin Koalisi Arab pro-pemerintah Yaman dalam perang saudara selama empat tahun terakhir yang menghancurkan negara tersebut. Puluhan ribu orang tewas dan banyak penduduk di ambang kelaparan.

Macron mengatakan Riyadh, yang ia sebut sekutu kunci dalam perang melawan terorisme, telah meyakinkannya bahwa senjata yang akan dimuat kapal tidak digunakan untuk melawan warga sipil.

Seorang pejabat yang bekerja untuk Jean-Paul Lecoq, anggota parlemen oposisi Komunis untuk kota pelabuhan Le Havre, mengonfirmasi bahwa kapal Saudi itu telah pergi tanpa kargo senjata.

"Ini pelajaran bagi eksekutif," katanya kepada Reuters, yang dilansir Sabtu (11/5/2019). "Itu tidak bisa lagi memberikan pernyataan hambar yang mengatakan 'jangan khawatir, kami punya jaminan'. Itu tidak lagi berfungsi."

Kedutaan Saudi di Prancis tidak berkomentar atas kejadian tersebut.

Langkah ACAT itu dilakukan setelah situs investigasi online, Disclose, menerbitkan bocoran data intelijen militer yang menunjukkan senjata yang dijual oleh Prancis ke Arab Saudi, termasuk tank dan sistem rudal berpemandu laser, digunakan terhadap warga sipil di Yaman.

Namun, Menteri Keuangan Bruno Le Maire pada hari Jumat mengklaim bahwa Paris mematuhi aturan terkait penjualan senjata.

Prancis yang menjadi salah satu pemasok senjata utama Arab Saudi, menghadapi tekanan publik dalam negeri untuk meninjau kembali hubungan perdagangan itu karena dampak kemanusiaan akibat perang di Yaman.

ACAT berpendapat bahwa pemuatan senjata pada kapal Saudi bertentangan dengan Perjanjian Perdagangan Senjata PBB, yang mengatakan satu negara tidak dapat mengotorisasi pemindahan senjata jika negara itu tahu bahwa senjata itu dapat digunakan untuk melakukan kejahatan perang atau menargetkan warga sipil.

Para pejabat PBB menyatakan semua pihak dalam konflik Yaman diduga telah melakukan kejahatan perang.

Pemerintah Prancis menolak memberikan rincian tentang otorisasi penjualan senjata itu, yang disebut situs Disclose termasuk delapan meriam howitzer Caesar. 


Credit  sindonews.com


Senin, 13 Mei 2019

Belgia Pertimbangkan Tangguhkan Penjualan Senjata ke Saudi


Belgia Pertimbangkan Tangguhkan Penjualan Senjata ke Saudi
Belgia pertimbangkan untuk menangguhkan penjualan senjata ke Arab Saudi. Foto/Ilustrasi

BRUSSEL - Para pemimpin Belgia sedang mempertimbangkan penangguhan penjualan senjata ke Arab Saudi. Hal itu dilakukan setelah sebuah laporan menyatakan senjata asal Belgia digunakan dalam peperangan di Yaman.

"Saya pikir akan baik untuk menangguhkan pengiriman senjata ke Arab Saudi jika terbukti mereka telah digunakan dalam konflik yang sedang berlangsung, seperti di Yaman," ujar Menteri Luar Negeri Belgia Didier Reynders seperti dikutip dari Channel News Asia, Minggu (12/5/2019).

Dalam hal ini, Reynders mengatakan, pemerintah regional Walloonia yang harus mengambil keputusan itu.

Konstitusi Belgia menempatkan tanggung jawab untuk keputusan seperti itu ada di wilayah produsen, dalam hal ini Wallonia, yang memiliki pabrik senjata FN Herstal.

Presiden regional Willy Borsus mengatakan bahwa bisa menangguhkan lisensi ekspor senjata yang ada jika kondisi di mana mereka berikan telah dilanggar.

Surat kabar Belgia Le Soir pada Rabu lalu melaporkan sebuah penyelidikan menunjukkan Arab Saudi telah menggunakan senjata dan teknologi Belgia dalam operasi melawan pemberontak Houthi di Yaman, lokasi pertempuran lebih dari empat tahun yang telah menewaskan puluhan ribu orang, kata lembaga bantuan.

Pertempuran itu telah memicu apa yang PBB deskripsikan sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia, dengan 3,3 juta orang masih terlantar dan 24,1 juta - lebih dari dua pertiga populasi - membutuhkan bantuan.

Masalah penjualan senjata ke Saudi telah memecah belah pemerintah Eropa, dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron membela penjualan tersebut sebagai bagian dari perang melawan terorisme.

Namun Jerman menangguhkan penjualan senjata ke Riyadh setelah pembunuhan pembangkang Arab Saudi Jamal Khashoggi di Istanbul pada tahun lalu. Pembunuhan ini menimbulkan masalah bagi mitra Eropa karena dapat mempengaruhi senjata yang diproduksi bersama.

Satu sumber diplomatik mengatakan masalah itu akan dibahas Senin oleh para menteri luar negeri Uni Eropa di Brussels, karena Arab Saudi juga mendukung pemimpin pemberontak Libya Khalifa Haftar dalam upayanya untuk menggulingkan pemerintah di Tripoli yang mendapat dukungan Uni Eropa.

Uni Eropa telah berkomitmen untuk menegakkan embargo senjata PBB di Libya.




Credit  sindonews.com



Kamis, 09 Mei 2019

CIA Ingatkan Aktivis Saudi di Norwegia Jadi Sasaran Kerajaan


CIA Ingatkan Aktivis Saudi di Norwegia Jadi Sasaran Kerajaan
Ilustrasi. (AFP Photo/Saul Loeb)



Jakarta, CB -- Badan Pusat Intelijen Amerika Serikat (CIA) dikabarkan memperingatkan pemerintah Norwegia bahwa Iyad el-Baghdadi, aktivis asal Arab Saudi yang tinggal di negara itu, terancam menjadi target Riyadh.

El-Baghdadi merupakan salah satu aktivis ternama Saudi yang vokal mengkritik Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MbS). Ia saat ini mengasingkan diri di Norwegia dan dilindungi di bawah kebijakan pencari suaka negara tersebut.

Ia menyadari ada ancaman tersebut pada 25 April lalu, ketika aparat Norwegia datang ke tempat tinggalnya dan membawanya ke tempat yang aman.


Otoritas Norwegia juga disebut memperingatkan bahwa dia kemungkinan berada dalam bahaya dari ancaman yang belum bisa dipastikan dan berasal dari pemerintah Saudi.


Aktivis tersebut diberi informasi bahwa ancaman tersebut didapat pemerintah Norwegia dari lembaga intelijen asing. Guardian telah mengonfirmasi bahwa lembaga asing tersebut ialah CIA.

"Cara saya memahaminya adalah Saudi mengincar saya tetapi belum tahu tentang apa yang akan mereka lakukan," tutur El-Baghdadi dalam wawancara melalui sambungan telepon pada Selasa (7/5).

"Mereka (Norwegia) meyakinkan saya bahwa mereka tengah menanggapi isu ini dengan sangat serius. Mereka telah bersiap-siap," katanya.


Meski keamanannya terancam, El-Baghdadi menganggap ancaman-ancaman tersebut menandakan bahwa kritik pedasnya selama ini manjur.

"Jika mereka (Saudi) tidak ingin membunuh saya berarti saya tidak melakukan pekerjaan saya," tuturnya.

Hingga kini, Kedutaan Besar Saudi di Amerika Serikat belum menanggapi pertanyaan Guardian terkait laporan ini.

El-Baghdadi sendiri merupakan seorang penulis kelahiran Palestina yang aktif di media sosial Twitter. Namanya semakin dikenal saat Arab Spring, terutama ketika ia banyak berkomentar terkait pemberontakan terhadap pemerintah Mesir saat itu.


Ia kerap berkomentar tajam dan bernada sarkasme kepada para pemimpin otokratis hingga menarik puluhan ribu pengikut di Twitter.

El-Baghdadi diberikan suaka politik oleh Norwegia pada 2015 lalu setelah sempat ditangkap dan diusir dari Uni Emirat Arab, sekutu Saudi. Sejak itu, MbS selalu menjadi topik utama kritik El-Baghdadi.

Ketika dunia diramaikan kasus pembunuhan wartawan Saudi pengkritik MbS, Jamal Khashoggi, pada tahun lalu, El-Baghdadi turut berkomentar.

Ia memperingatkan para pengikutnya di Twitter bahwa MbS akan menjadi lebih berbahaya jika tidak ditahan oleh negara Barat.

"Jika mereka lolos dari penculikan, langkah selanjutnya adalah pembunuhan di ibu kota Anda. Saya tidak bercanda sedikit pun," kicau El-Baghdadi beberapa waktu lalu.

Meski begitu, langkah CIA memperingatkan otoritas Norwegia tak serta merta mengartikan bahwa El-Baghdadi dalam bahaya pasti.

Di bawah kebijakan AS yang dikenal sebagai arahan komunitas intelijen 191, CIA memiliki "kewajiban untuk memperingatkan" secara hukum pihak-pihak yang kemungkinan menjadi korban.

Hal itu bisa dilakukan CIA jika lembaga tersebut "mengumpulkan informasi kredibel dan spesifik yang mengindikasikan ancaman pembunuhan atau penculikan berencana yang disengaja oleh sekelompok orang."

Namun, hingga kini CIA menolak untuk berkomentar mengenai laporan ancaman terhadap El-Baghdadi tersebut.





Credit  cnnindonesia.com




Kamis, 02 Mei 2019

Koalisi Saudi Serang Bandara Yaman yang Jadi Basis Houthi


Koalisi Saudi Serang Bandara Yaman yang Jadi Basis Houthi
Ilustrasi serangan di Yaman. (Reuters/Khaled Abdullah)




Jakarta, CB -- Koalisi Arab Saudi meluncurkan serangan udara ke Bandara Sanaa, Yaman, yang menjadi basis angkatan udara kelompok pemberontak Houthi pada Rabu (1/5) malam.

Mengutip juru bicara koalisi, Turki al-Maliki, kantor berita Saudi, SPA, melaporkan serangan udara itu menargetkan situs sistem komunikasi dan lokasi operator pesawat nirawak atau drone milik Houthi.


"Teroris, militan Houthi yang didukung Iran telah mengubah Bandara Sanaa menjadi basis militer dan tempat meluncurkan drone untuk melakukan serangan teroris yang mengancam keamanan regional dan internasional," tutur al-Maliki pada Rabu (1/5).

Al-Maliki menegaskan serangan itu legal dan sesuai hukum kemanusiaan internasional.


Stasiun televisi Al Masirah yang dikontrol Houthi melaporkan sebanyak 13 serangan udara menargetkan pangkalan udara al-Dulaimi di Sanaa.


Seorang warga di dekat bandara mengatakan kepada Reuters ledakan mengguncang utara kota Sanaa, di mana bandara dan basis militer terletak.

Arab Saudi bersama Uni Emirat Arab dan sejumlah negara lainnya telah berperang di Yaman sejak Maret 2015 untuk membantu pemerintah setempat mengusir pemberontak Houthi.

Sejak melakukan perlawanan, Houthi mengendalikan sebagian besar wilayah di utara Yaman, termasuk Ibu Kota Sanaa.

Perang terus menghancurkan infrastruktur Yaman dan menyebabkan sebagian besar penduduknya menderita kelaparan.

Hingga akhir 2018, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat 56 ribu orang tewas dalam perang sipil di Yaman tersebut.




Credit  cnnindonesia.com



Iran Ungkap Keinginan Berhubungan Baik dengan Arab Saudi Cs


Iran Ungkap Keinginan Berhubungan Baik dengan Arab Saudi Cs
Menlu Iran, Javad Zarif, mengungkapkan keinginan pihaknya untuk menjalin hubungan baik dengan musuh bebuyutannya, Arab Saudi, dan sejumlah negara lainnya di kawasan. (Reuters/Lucas Jackson)




Jakarta, CB -- Iran secara mengejutkan mengungkapkan keinginannya untuk menjalin hubungan baik dengan musuh bebuyutannya selama ini, Arab Saudi, dan sejumlah negara lainnya di kawasan.

"Kami memiliki hubungan yang sangat baik dengan Qatar, Kuwait, dan Oman. Kami juga berharap dapat memiliki hubungan yang sama baiknya dengan Arab Saudi, Bahrain, dan Uni Emirat Arab," ucap Menteri Luar Negeri Iran, Javad Zarif, Rabu (1/5).


Zarif juga menuturkan Iran "berharap negara anggota Dewan Kerja Sama Negara Teluk (GCC) bisa menyelesaikan segala perbedaan secara damai."

Ia menyerukan agar Saudi dan sejumlah sekutunya di kawasan untuk segera menyelesaikan konflik diplomatiknya dengan Qatar yang telah berlangsung sejak Juni 2017 lalu.


"Kami menentang segala bentuk tekanan terhadap Qatar. Kami masih percaya bahwa tekanan terhadap Qatar selama ini melanggar hukum internasional," katanya seperti dikutip AFP.


Teheran dan Riyadh memang tidak memiliki hubungan diplomatik sejak 2016 lalu. Saat itu, Saudi memutus hubungan diplomatik dengan Iran menyusul serangan terhadap kedutaannya di Teheran.

Sementara itu, Saudi dan sejumlah sekutunya, seperti Uni Emirat Arab serta Bahrain, memutus hubungan diplomatik dengan Qatar pada Juni 2017 lalu.

Selain hubungan diplomatik, Saudi Cs juga memutus kerja sama perdagangan dan perhubungan dengan Qatar.

Saudi Cs berkeras menuding Qatar memunculkan ancaman di kawasan lantaran mendukung gerakan "ekstremisme".

Mereka juga ingin menekan Qatar yang mendekatkan diri kepada Iran dan kelompok Ikhwanul Muslimin. Saudi Cs menganggap kelompok itu sebagai teroris.

Doha secara konsisten membantah seluruh tuduhan itu dan menuding Saudi Cs berupaya melakukan perubahan rezim di Qatar dengan boikot tersebut.

Pada April lalu, Qatar telah mengajukan tiga gugatan terhadap sejumlah bank Saudi dan Uni Emirat Arab di pengadilan London serta New York karena diduga ingin merusak nilai mata uang dan obligasinya.



Credit  cnnindonesia.com




Meski Tak Akur, Saudi Selamatkan Kapal Minyak Iran di Laut Merah


Meski Tak Akur, Saudi Selamatkan Kapal Minyak Iran di Laut Merah
Penjaga Pantai Arab Saudi menyelamatkan kapal tanker minyak Iran di Laut Merah. Foto/Istimewa

JEDDAH - Penjaga pantai Arab Saudi telah menyelamatkan sebuah kapal tanker Iran di Laut Merah. Penjaga pantai Saudi memberikan bantuan kemanusiaan yang diperlukan untuk kapal tanker minyak Iran.

Pusat Koordinasi Pencarian dan Penyelamatan di Jeddah mendapatkan panggilan darurat oleh kapal berbendera Iran Happiness I, yang berjarak sekitar 70 mil laut dari Pelabuhan Islam Jeddah.

Juru bicara penjaga perbatasan mengatakan semua tindakan pencegahan yang diperlukan telah diambil untuk memastikan keselamatan awak dan menghindari kerusakan lingkungan.

"Semua 26 anggota awak, semua warga Iran kecuali dua yang merupakan warga Bangladesh, sekarang selamat," kata juru bicara Penjaga Perbatasan seperti dikutip dari Arab News, Kamis (2/5/2019).

Dilansir dari laman Time, saluran televisi dan kantor berita milik pemerintah Arab Saudi mengatakan pihak berwenang menerima panggilan darurat dari Happiness I atas "kegagalan mesin dan hilangnya kendali." Digambarkan posisi kapal sekitar 70 kilometer sebelah selatan Jeddah di Laut Merah.

Pihak berwenang Saudi mengatakan berbagai lembaga pemerintah terlibat dalam operasi itu, termasuk mereka yang menangani perlindungan lingkungan. Namun tidak dijelaskan apakah ada tumpahan minyak dari kapal tanker itu.

Situs web TankerTrackers.com, yang analisisnya memantau penjualan minyak di laut, memperkirakan Happiness I membawa setidaknya 1,1 juta barel bahan bakar minyak. Dikatakan kapal itu berlayar bersama-sama dengan kapal lain yang lebih kecil bernama Sabiti.

"Happiness I menghentikan mesinnya pada hari Selasa, kemudian dibayangi oleh Sabiti cukup dekat untuk membuat kru melarikan diri," kata TankerTrackers.

Dilaporkan oleh TankerTrackers, dua kapal tunda dari Arab Saudi tampaknya telah mencapai kapal.

TankerTrackers mengatakan kapal Happiness I kemungkinan mengalami kebocoran minyak, meskipun tidak memberikan perincian.

"Kami tidak dapat menyimpulkan apa yang menyebabkan kebocoran, tetapi mengingat betapa tiba-tiba hal-hal terjadi, sepertinya sesuatu yang mengejutkan mereka kalau tidak kami akan melihat kapal melambat atau menyimpang dalam upaya untuk menghindari insiden," kata situs tersebut.

Arab Saudi dan Iran adalah dua negara yang bersaing di Timur Tengah. Iran sekarang menghadapi tekanan yang meningkat dari Amerika Serikat (AS) atas penjualan minyaknya setelah Presiden Donald Trump menarik Amerika keluar dari kesepakatan nuklirnya dengan kekuatan dunia. Iran telah memperingatkan akan menanggapi secara agresif setiap upaya untuk memotong ekspor minyaknya menjadi nol, seperti yang dijanjikan pemerintah Trump. 





Credit  sindonews.com




Perwira Militer Arab Saudi akan Mendapat Pelatihan di Jerman


 Tentara Arab Saudi berjaga di pos perbatasan dengan Yaman, Senin (6/4).
Tentara Arab Saudi berjaga di pos perbatasan dengan Yaman, Senin (6/4).
Foto: Reuters/Faisal Al Nasser

Tahun lalu Jerman hentikan sementara ekspor senjata dan program pelatihan Arab Saudi.




Jerman akan kembali melanjutkan kerja sama militer dengan Arab Saudi berupa pelatihan militer di Jerman, kata kantor berita Jerman DPA. Lima tentara Saudi menurut rencana akan memulai kursus pelatihan perwira bulan Juli di Bundeswehr.


Sementara dua perwira lain akan menerima pelatihan dengan angkatan udara Jerman. Tujuh prajurit Saudi lainnya akan mendapat kursus bahasa Jerman untuk persiapan memulai pelatihan perwira pada tahun 2020.



Pelatihan ini merupakan bagian dari perjanjian kerja sama yang dibuat pada 2016 selama kunjungan resmi Menteri Pertahanan Jerman Ursula von der Leyen ke Riyadh. Tahun lalu, Jerman menghentikan untuk sementara ekspor senjata ke Arab Saudi dan program pelatihan.


Hal ini menyusul pembunuhan terhadap jurnalis Saudi Jamal Khashoggi di konsluat Arab Saudi di Turki. Namun Jerman baru-baru ini mencabut embargo untuk komponen militer tertentu setelah tekanan Prancis dan Inggris.


Memalukan



Jerman empat tahun lalu juga pernah menghentikan ekspor senjata ke Arab Saudi. Kala itu Arab Saudi dan Uni Emirat Arab melibatkan diri dalam perang brutal di Yaman, yang berlangsung hingga saat ini. PBB menyebut perang di Yaman sebagai "bencana kemanusiaan terbesar dunia saat ini."


Karena itu, kalangan oposisi di parlemen menyebut kebijakan pemerintah Jerman untuk melanjutkan kerja sama militer dengan Arab Saudi sebagai "permainan yang memalukan".


Secara keseluruhan, Jerman tahun 2018 mengekspor lebih sedikit senjata ke seluruh dunia dibandingkan tahun sebelumnya. Tetapi ekspor senjata ke Arab Saudi dan Turki meningkat, antara lain karena ada kesepakatan penjualan senjata ke Arab Saudi yang telah ditandatangani tahun sebelumnya.




Credit  republika.co.id




Senin, 29 April 2019

Trump Minta Uang Via Telepon, Raja Arab Saudi Marah-marah


Trump Minta Uang Via Telepon, Raja Arab Saudi Marah-marah
Presiden Amerika Serikat Donald John Trump bicara di depan massa pendukungnya di Green Bay, Wisconsin, Sabtu (27/4/2019). Foto/REUTERS/Yuri Gripas

WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengungkap reaksi kemarahan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud ketika dihubungi via telepon. Pemicu kemarahan karena pemimpin Gedung Putih itu meminta uang untuk Amerika sebagai imbalan dukungan keamanan Washington kepada Riyadh.

Raja Salman marah ketika Trump mengeluh Amerika kehilangan USD4,5 miliar per tahun untuk melindungi Arab Saudi. Pemimpin Amerika itu mengungkapkan kemarahan Raja Salman dalam sebuah pertemuan umum "Make America Great Again" (MAGA) dengan para pendukungnya di Green Bay, Wisconsin, hari Sabtu waktu setempat.

"Kami kehilangan USD4,5 miliar pada sebuah negara untuk membela mereka, dan mereka kaya," kata Trump di hadapan kerumunan pendukung.

"Jadi saya bilang pada mereka. Saya bilang; dengarkan, tidak baik. Mereka dalam keadaan terkejut karena mereka tidak pernah mendapat panggilan seperti ini dalam 25 tahun, kan," katanya ketika kerumunan bersorak.

Trump melanjutkan; "Saya katakan kami kehilangan USD4,5 miliar setiap tahun, kami tidak bisa melakukan ini lagi. Ini gila. Dia (Raja Salman) menjadi marah, sangat marah, mengatakan 'Ini tidak adil'. Saya katakan, tentu saja Ini adil. Dia bilang 'Kami (Saudi) akan memberi Anda USD500 juta lebih'...Saya bilang saya ingin lebih. Kami berdebat. Jadi mereka membayar kami lebih dari USD500 juta untuk satu panggilan telepon, saya mengambil satu panggilan telepon."

Trump mengatakan Raja Salman kemudian bertanya kepadanya mengapa dia memanggil via telepon." Karena tidak ada yang membuat panggilan seperti itu," kata Trump mengutip keluhan Raja Salman.

"Itu karena mereka bodoh!," imbuh Trump yang disambut para pendukungnya.

Pemimpin Amerika ini blakblakan tidak ingin kehilangan Arab Saudi karena negara itu merupakan pembeli produk perusahaan-perusahaan AS. Dia menegaskan dukungan keamanan Washington untuk Riyadh.

"Mereka tidak punya apa-apa selain uang tunai, kan?" katanya. "Mereka membeli banyak dari kita, USD450 miliar yang mereka beli," ujarnya.

"Anda memiliki orang-orang yang ingin memotong Arab Saudi...Saya tidak ingin kehilangan mereka," imbuh dia, seperti dikutip Al Jazeera, Senin (29/4/2019).

Tidak jelas dari mana Trump mengutip angka USD450 miliar itu. PolitiFact, sebuah situs web pengecekan fakta, menilai klaim tersebut sebagai "Pants on Fire".

Hubungan AS-Saudi telah menghadapi cobaan sejak pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di Konsulat Saudi di Istanbul pada Oktober lalu.

Khashoggi, orang dalam kerajaan yang telah berubah menjadi kritikus Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS), terbunuh dan tubuhnya dimutilasi oleh tim Saudi.

Pembunuhan itu memicu protes global, di mana beberapa negara memberlakukan embargo senjata terhadap kerajaan. Namun, Trump berdiri membela kepemimpinan Saudi.

Pada saat pembunuhan Khashoggi jadi pemberitaan media internasional, Trump berkata: "Jika kita dengan bodohnya membatalkan kontrak-kontrak ini, Rusia dan China akan menjadi penerima manfaat yang sangat besar, dan sangat senang memperoleh semua bisnis yang baru ditemukan ini." 





Credit  sindonews.com




Selasa, 23 April 2019

Saudi Tangkap 13 Orang Terkait Penyerangan Kantor Polisi



Bendera Arab Saudi.
Bendera Arab Saudi.
Foto: Eurosport
13 orang ditangkap dan diduga kuat terkait dengan ISIS.




CB, DUBAI— Arab Saudi menyatakan pada Senin (22/4) telah menangkap 13 orang terkait rencana penyerangan di kerajaan tersebut, sehari setelah pasukan keamanan mengungkapkan bahwa mereka mengagalkan serangan di utara ibu kota.


ISIS mengaku bertanggungjawab atas upaya serangan pada Ahad (21/4) di kantor polisi di Zulfi, kota kecil sekitar 250 km barat laut Riyadh, ibu kota Arab Saudi.

Pasukan keamanan menyatakan pihaknya telah menewaskan empat terduga militan ISIS, yang merencanakan serangan Ahad. Mereka lantas menggerebek sebuah rumah peristirahatan terdekat, yang menurutnya telah disewa oleh militan untuk dijadikan tempat merakit bom.

Dalam penggerebekan tersebut mereka menyita sejumlah rompi yang dilengkapi bahan peledak, bom rakitan, senapan Kalashnikov, dan terbitan ISIS.


Kelompok ISIS melancarkan pengeboman dan penembakan mematikan terhadap pasukan keamanan dan minoritas Muslim Syiah di Arab Saudi, pengekspor minyak terbesar di dunia. Pihak berwenang menumpas pemberontakan al-Qaeda lebih dari satu dekade lalu.


Kelompok ISIS dan al-Qaeda selama beberapa tahun mengkritik kepemimpinan kerajaan yang bersekutu dengan Barat, menuduhnya menyimpang dari penafsiran ketat mereka tentang Islam dan mengutamakan kepentingan musuh-musuh AS mereka.




Credit  republika.co.id



Senin, 22 April 2019

Irak Pertemukan Iran dan Arab Saudi dalam Konferensi


Irak Pertemukan Iran dan Arab Saudi dalam Konferensi
Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi membuka Forum Bisnis Saudi-Irak di Baghdad, Sabtu (20/4/2019). Foto/Iraqi Prime Minister Media Office/Handout via REUTERS

BAGHDAD - Irak menjadi tuan rumah konferensi para pejabat senior parlemen dari dua negara yang bermusuhan, Arab Saudi dan Iran, pada hari Sabtu. Langkah Baghdad ini sejalan dengan komitmen Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi yang ingin meningkatkan peran negaranya sebagai mediator di Timur Tengah.

Konferensi di Baghdad untuk membahas masalah keamanan regional, diplomasi dan ekonomi juga dihadiri pemimpin parlemen dari Turki, Kuwait, Suriah dan Yordania.

Abdul Mahdi baru-baru ini kembali dari kunjungannya ke Iran dan Arab Saudi, kedua negara kaya minyak yang telah lama berlomba-lomba untuk dominan di Timur Tengah. Pemandangan di Baghdad ini tidak biasa, karena mempertemukan pejabat Saudi dan Iran dalam satu forum.

PM Mahdi seperti dikutip Reuters, Minggu (21/4/2019), mengatakan Irak tidak hanya akan mempertahankan hubungan kuat dengan Iran, tetapi juga dengan Amerika Serikat (AS) dan negara-negara tetangga, seperti Arab Saudi yang menganggap Teheran sebagai musuh.

Abdul Mahdi telah bertemu Raja Salman dan Putra Mahkota Mohammed bin Salman selama kunjungannya ke Riyadh baru-baru ini. Itu merupakan kunjungan resmi pertamanya ke Kerajaan Saudi sejak menjabat enam bulan lalu.

Irak dan Arab Saudi berselisih sejak invasi Irak ke Kuwait pada tahun 1990, tetapi baru-baru ini melakukan upaya diplomatik untuk meningkatkan hubungan.

Kunjungan Abdul Mahdi ke Riyadh terjadi 10 hari setelah dia mengunjungi Iran. Selama perjalanannya ke Teheran, dia bertemu Presiden Hassan Rouhani dan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.

Pemerintah Irak saat ini didominasi para politisi Syiah yang memiliki hubungan dekat dengan Iran.

"Ini adalah pesan positif bagi semua negara tetangga dan dunia bahwa Irak bertekad untuk mendapatkan kembali kewarasannya dan kembali ke lingkungan Arab-nya di kawasan serta mengambil tempat yang layak di peta keseimbangan kekuasaan," kata wakil ketua parlemen Irak, Bashir Haddad.  





Credit  sindonews.com




Kantor Polisi di Riyadh Diserang Teroris, Empat Pelaku Tewas


Kantor Polisi di Riyadh Diserang Teroris, Empat Pelaku Tewas
Ilustrasi. (Thinkstock/hurricanehank)




Jakarta, CB -- Sebuah kantor polisi di Arab Saudi mendapatkan serangan dari pelaku teror, Minggu (21/4).

Dalam serangan teror tersebut, empat pelaku tewas. Serangan teror terhadap kantor polisi itu terjadi di Zulfi, kota kecil yang berada sekitar 250 kilometer dari ibu kota Arab Saudi, Riyadh.


Mengutip dari kantor berita Al Arabiya para pelaku teror itu melakukan serangannya dengan menggunakan senjata mesin, bom dan bom molotov.


Dalam teror tersebut, setidaknya tiga polisi terluka.

Seperti dilansir dari AFP, pelaku menabrakkan kendaraan mereka e barikade di depan markas keamanan di Zulfi tersebut. Setelah mobil itu terhenti oleh barikade ,keluar dua pria bersenjata dan mulai melepas tembakan ke arah polisi.

Setelah perlawanan sengit yang dilakukan para petugas keamanan rencana serangan itu gagal dengan kematian para penyerangnya.

Para penyerang tersebut, seperti dikutip dari Aljazeera, para penyerang menggunakan senjata mesin, bom, serta molotov.

Sejauh ini belum ada informasi lanjutan, bahkan dari pihak Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi belum berkomentar.



Credit  cnnindonesia.com


Senin, 15 April 2019

Saudi Diduga Biayai Jenderal Haftar untuk Serang Ibu Kota Libya




Jenderal Khalifa Haftar dari Kota Benghazi, bekas anak buah pemimpin Libya, Moammar Gaddafi. Middle East Monitor
Jenderal Khalifa Haftar dari Kota Benghazi, bekas anak buah pemimpin Libya, Moammar Gaddafi. Middle East Monitor

CB, Jakarta - Arab Saudi dilaporkan memberikan uang kepada Jenderal Khalifa Haftar untuk kampanye militernya ke ibu kota Libya, Tripoli.
Dikutip dari AL Jazeera, 13 April 2019, Wall Street Journal melaporkan puluhan juta dolar diberikan oleh Arab Saudi kepada Jenderal Haftar.

Menurut laporan WSJ yang dirilis pada Jumat, tawaran ini muncul selama kunjungan Haftar ke Riyadh , sebelum serangannya ke Tripoli di mulai pada 4 April.

Laporan yang mengutip sumber penasihat senior pemerintahan Saudi mengatakan, uang itu diterima oleh Haftar yang digunakan untuk membayar tokoh masyarakat, rekrutmen, dan membayar milisi, serta tujuan militer lain.
"Kita sangat dermawan." kata penasihat yang enggan disebut namanya.

Anggota Tentara Nasional Libya (LNA), diperintahkan oleh Khalifa Haftar, keluar dari Benghazi untuk memperkuat pasukan yang maju ke Tripoli, di Benghazi, Libya 7 April 2019. [REUTERS / Esam Omran Al-Fetori]


Jenderal Khalifa Haftar yang memimpin pasukan Libyan National Army (LNA) menyerang pasukan pemerintah Government of National Accord (GNA) yang didukung PBB.
GNA mengendalikan Tripoli, yang terletak di barat laut Libya, sementara LNA bersekutu dengan pemerintahan paralel yang berbasis di timur Libya, setelah penggulingan mantan pemimpin Muammar Gaddafi pada 2011.


PBB yang awalnya berencana menyelenggarakan konferensi nasional bulan ini untuk persiapan pemilu, menyerukan gencatan senjata antarpihak. Amerika Serikat, blok G7 dari negara-negara kaya dan Uni Eropa juga mendesak LNA untuk menghentikan serangannya.
Menurut catatan PBB, setidaknya 75 orang tewas dalam pertempuran dari pihak Jenderal Khalifa Haftar dan GNA, sementara 320 lainnya terluka dan sekitar 9.500 warga Libya mengungsi.



Credit  tempo.co


Revolusi Sudan, Arab Saudi Dukung Dewan Militer Transisi



Tentara Sudan telah berusaha melindungi pengunjuk rasa dari intelijen dan personel keamanan.[Reuters]
Tentara Sudan telah berusaha melindungi pengunjuk rasa dari intelijen dan personel keamanan.[Reuters]

CB, Jakarta - Arab Saudi mendukung dewan militer transisi pemerintahan Sudan setelah demonstrasi berujung kudeta.
Menurut laporan Reuters, 14 April 2019, Kerajaan Saudi memberikan bentuk dukungan paket bantuan termasuk gandum, obat-obatan dan bb,.
Kantor berita Saudi Press Agency melaporkan, dukungan Riyadh terhadap dewan militer demi masa depan Sudan yang akan membawa keamanan dan stabilitas negeri.

Dewan militer dibentuk pada Kami setelah militer mengkudeta Presiden Omar al-Bashir setelah 30 tahun berkuasa.
Pada hari yang sama, Menteri Pertahanan Jenderal Ahmed Awad ibn Auf mengumumkan diri sebagai pemimpin dan membentuk dewan militer, untuk transisi selama dua tahun.
Namun ini ditentang ribuan demonstran yang menginginkan pemerintahan sipil segera mungkin.
Pada Jumat, Jenderal Auf mengundurkan diri sebagai ketua Dewan Militer dan digantikan oleh Jenderal al-Burhan, kepala staf angkatan darat.

Para demonstran Sudan berkumpul untuk salat Jumat ketika mereka memprotes pengumuman tentara bahwa Presiden Omar al-Bashir akan digantikan oleh dewan transisi yang dipimpin militer, dekat Kementerian Pertahanan di Khartoum, Sudan, 12 April 2019. REUTERS/Stringer
Pasukan Dukungan Cepat Sudan mengatakan, seperti dikutip dari Sputnik, bahwa mereka akan menyerukan pembentukan dewan transisi untuk memasukkan tidak hanya personel militer tetapi juga pejabat sipil, setelah pengambilalihan militer.
Namun, oposisi Sudan sebelumnya menuntut agar Dewan Militer segera mengalihkan kekuasaan kepada pemerintah sipil. Selain itu, mantan Partai Kongres Nasional (NCP) yang berkuasa di Sudan menuntut pada hari Sabtu bahwa dewan militer, yang mengambil alih setelah kudeta minggu ini, membebaskan presiden Bashir yang ditahan beserta anggota senior lainnya.

NCP mengatakan tindakan militer hanya akan memperlambat transisi damai dan membatalkan piagam nasional yang diadopsi oleh mayoritas partai.
NCP menuntut agar Burhan memberikan hak yang sama kepada semua kekuatan politik dan membawa mereka yang menyerang kantor regionalnya ke pengadilan.
Sementara itu, kepala dewan militer transisi yang berkuasa di Sudan mengumumkan berakhirnya darurat nasional pada Sabtu.



Credit  tempo.co



Indonesia-Arab Saudi Sepakat Gelar Pertemuan Setahun Sekali


Presiden Jokowi tiba di Riyadh, Arab Saudi untuk menemui Raja Salman bin Abdulaziz Al-Saud, Ahad (14/4).
Presiden Jokowi tiba di Riyadh, Arab Saudi untuk menemui Raja Salman bin Abdulaziz Al-Saud, Ahad (14/4).
Foto: dok. Biro Pers Istana

Presiden RI Jokowi melakukan pertemuan bilateral dengan Putra Makhota Arab Saudi




CB, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia dan Kerajaan Arab Saudi sepakat untuk membentuk mekanisme konsultasi tingkat pemimpin dan melakukan pertemuan setahun sekali. Kesepakatan tersebut tercapai saat Presiden Joko Widodo melakukan pertemuan bilateral dengan Putra Mahkota Kerajaan Saudi Muhammad bin Salman di Istana Putra Mahkota Riyadh, Ahad (14/4) malam.

Selain melakukan pertemuan bilateral, Putra Mahkota juga menjamu Presiden dalam santap malam bersama. Menteri Luar Retno Marsudi yang turut mendampingi Presiden dalam pertemuan bilateral tersebut mengatakan bahwa Indonesia-Arab Saudi sepakat untuk membentuk mekanisme konsultasi tingkat pemimpin dan melakukan pertemuan setahun sekali.

"Indonesia-Saudi juga sepakat segera melakukan pertemuan untuk membahas investasi dan kerja sama ekonomi lain," kata Retno sebagaimana disampaikan Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin dalam keterangan pers tertulis, Senin (15/4).

Arab Saudi misalnya tertarik melakukan kerja sama di bidang energi dan petrokimia dengan Indonesia sebagaimana disampaikan kembali oleh Putra Mahkota. Presiden Jokowi juga menyampaikan bahwa Indonesia ingin menjadi bagian dari pelaksanaan Vision 2030 Arab Saudi.

Turut hadir mendampingi Presiden dalam pertemuan bilateral tersebut, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dan Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel.





Credit  republika.co.id






Rabu, 10 April 2019

Iran Kecam Garda Revolusi Dianggap Teroris, Saudi Dukung AS


Iran Kecam Garda Revolusi Dianggap Teroris, Saudi Dukung AS
Presiden Iran, Hassan Rouhani. (REUTERS/Faisal Mahmood)



Jakarta, CB -- Pemerintah Iran langsung bereaksi atas keputusan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menyatakan pasukan elite Garda Revolusi (IRGC) sebagai kelompok teroris. Presiden Iran, Hassan Rouhani, balik menuding justru AS adalah teroris dunia.

"Siapa kalian yang menyematkan lemabga revolusi sebagai teroris? Kalian ingin menggunakan kelompok teroris sebagai alat untuk melawan negara di kawasan (Timur Tengah), kalian adalah pemimpin teroris dunia," kata Rouhani, seperti dilansir Reuters, Selasa (9/4).

Rouhani menyatakan keputusan AS keliru. Mereka menyatakan sudah memperingatkan supaya Trump tidak melakukan itu karena justru menjadi bumerang atas kepentingan Negeri Paman Sam di kawasan Timur Tengah.


"Garda Revolusi telah mengorbankan nyawa mereka untuk melindungi rakyat kami, revolusi kami. Saat ini Amerika memasukkan Garda Revolusi ke dalam daftar hitam," ujar Rouhani.


Di sisi lain, Arab Saudi justru mendukung keputusan Amerika Serikat. Mereka adalah seteru lama Iran, karena perbedaan paham.

"Keputusan Amerika Serikat sejalan dengan keinginan kerajaan Saudi yang meminta komunitas dunia melawan aksi terorisme yang didukung Iran," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Arab Saudi, seperti disampaikan Kantor Berita SPA.

Arab Saudi yang berpaham Sunni menuduh Iran yang berpaham Syiah mengganggu kestabilan kawasan Timur Tengah. Keduanya juga terlibat perang proxy sejak lama, termasuk di Suriah dan Yaman.

Pemerintah Iran menyatakan akan membuat perhitungan jika AS benar-benar menggolongkan pasukan Garda Revolusi sebagai kelompok teroris. Dewan Keamanan Nasional Iran mendeklarasikan Amerika Serikat sebagai negara sponsor terorisme.

Perselisihan antara AS dan Iran kembali mencuat setelah pada 2015 Trump memutuskan membatalkan perjanjian nuklir. Dia juga kembali menerapkan sanksi yang lebih keras terhadap Iran, dengan alasan negara itu tetap melanjutkan program pengembangan rudal jarak jauh.


Pada 2007, Kementerian Keuangan AS menjatuhkan sanksi terhadap satuan khusus IRGC, Pasukan Quds, yang bertindak sebagai perwakilan militer Iran dalam wilayah konflik di luar negeri. Mereka menyatakan pasukan itu mendukung terorisme dan menjadi perangkat Iran untuk terlibat mendukung kelompok teroris dan pemberontak.

Dua tahun lalu, Panglima IRGC, Mohammad Ali Jafari, memperingatkan jika AS menggolongkan satuannya sebagai kelompok teroris, maka mereka akan menganggap seluruh pasukan AS di luar negeri seperti kelompok ISIS.

Pengaruh IRGC bukan cuma di dunia militer, tetapi juga termasuk di sektor ekonomi dan politik. Mereka bisa dibilang badan keamanan paling kuat di Iran.

Pasukan ini berkekuatan 125 ribu orang, terdiri dari matra darat, laut, dan udara. Mereka berada di bawah kewenangan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khameini.

IRGC juga bertanggung jawab terhadap program pengembangan rudal Iran. Mereka menyatakan mempunyai peluru kendali dengan jarak jelajah sampai 2000 kilometer, dan bisa menjangkau Israel serta pangkalan militer AS di Timur Tengah. 



Credit  cnnindonesia.com




Selasa, 09 April 2019

Pangeran Abdul Aziz Terpilih sebagai Presiden ISSF



Pangeran Abdul Aziz Terpilih sebagai Presiden ISSF
Presiden ISSF Periode 2019-2021, Pangeran Abdul Aziz bin Turki Al Faisal (kiri). FOTO/Istimewa


JEDDAH - Majelis Umum Islamic Solidarity Sports Federation (ISSF/Federasi Olahraga Solidaritas Islam) dengan suara bulat menunjuk Pangeran Arab Saudi, Abdul Aziz bin Turki Al Faisal sebagai Presiden baru ISSF, Senin (8/4). Pangeran Abdul Aziz akan menduduki posisi ini untuk periode 2019-2021. Ia menggantikan Turki Al-Sheikh yang telah mengundurkan diri baru-baru ini.

Dalam pidato pengukuhannya di hadapan Majelis Umum, di Jeddah, Arab Saudi, dia berjanji pada delegasi dari 57 negara Muslim, bahwa dia akan mengerahkan energinya untuk mempromosikan kegiatan ISSF di negara-negara Muslim.

"Kami akan menggabungkan upaya kami untuk meningkatkan nilai olahraga untuk pencapaian tujuan dan sasaran kami,” ungkapnya. Pangeran Abdul Aziz juga menekankan, ISSF harus aktif, efektif, dan melakukan pendekatan khusus dalam menjalankan program dan turnamen. 

Dalam pandangannya, ISSF harus kreatif untuk mencapai tujuan. Menurutnya, masa depan dan rencana ISSF harus diselaraskan dengan peningkatan olahraga internasional melalui penyediaan sumber daya keuangan. Selain menjalin kemitraan dengan pusat-pusat khusus dan untuk memenuhi syarat pemuda berbakat dan produksi kreativitas.

“Kami di ISSF akan bekerja keras dalam meningkatkan toleransi, moderasi, dan keberadaan bersama yang damai di antara para pemuda Umma,” tambahnya. Usai menobatkan Pangeran Abdul Aziz sebagai Presiden yang baru, Majelis Umum ISSF langsung mengadakan pertemuan luar biasa.

ISSF sendiri didirikan dengan tujuan untuk mengawasi penyelenggaraan Islamic Solidarity Games, yang diadakan setiap empat tahun sekali. Selain itu juga untuk mengatur turnamen dan kejuaraan di antara tim olahraga negara anggota Organisasi Kerjasama Islam. ISSF didirikan pada tahun 1985 dengan kantor pusat permanen di Riyadh. Kini, ISSF fokus dalam persiapan Islamic Solidarity Games ke-5 yang akan diselenggarakan pada 2021, di Istanbul, Turki. 




Credit  sindonews.com