Tampilkan postingan dengan label AUSTRIA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label AUSTRIA. Tampilkan semua postingan

Kamis, 11 April 2019

Kawanan Bersenjata Rampok Jutaan Euro dari Maskapai Austria


Kawanan Bersenjata Rampok Jutaan Euro dari Maskapai Austria
Ilustrasi perampokan bersenjata. (Istockphoto/thawornnurak)



Jakarta, CB -- Polisi Albania menangkap empat orang dan menginterogasi 40 lainnya terkait aksi perampokan jutaan Euro dari pesawat maskapai Austria Airlines. Aksi itu dilakukan sekelompok orang bersenjata.

Berdasarkan laporan polisi yang dilansir The Guardian, Rabu (10/4), sejumlah pria bersenjata menerobos masuk landasan pacu Bandara Tirana pada Selasa (9/4), dan mencuri uang yang akan diangkut ke bandara di Wina. Bank-bank asing di Albania mengirim uang tunai ke Wina karena bank sentral Albania tidak menerima setoran itu.

Para perampok memasuki landasan pacu Bandara Internasional Bunda Teresa melalui jalur yang biasa digunakan pemadam kebakaran.

Polisi mengatakan tiga perampok bersenjata ini muncul dengan seragam ala tentara dan mengancam karyawan yang membawa uang tersebut, kemudian mencurinya. Salah satu pria bersenjata tewas dalam baku tembak dengan polisi.


Menurut laporan awal, jumlah uang yang dicuri sekitar US$2,8 juta atau sekitar Rp39,634 miliar. Namun, media lokal mengklaim angka itu bisa lima kali lebih tinggi.

Juru Bicara Austrian Airlines, Tanja Ruber, mengatakan jutaan uang tunai itu sedang dimuat ke dalam pesawat ketika perampokan terjadi. Keberangkatan pesawat tertunda tiga jam.

"Baru saja lepas landas. Tidak ada bahaya bagi awak dan penumpang," ucap Ruber.

Setelah kejadian ini, sebagai langkah pengamanan, transfer uang tunai dari Tirana ke Wina sementara waktu tidak dilakukan. Perampokan semacam ini setidaknya dua kali terjadi dalam tiga tahun terakhir.

Peristiwa ini mirip dengan kejadian perampokan terhadap muatan maskapai Lufthansa, di Bandara John F. Kennedy, New York, Amerika Serikat pada 11 Desember 1978. Dalangnya diduga adalah Jimmy Burke, dibantu oleh anggota mafia klan Lucchese.

Saat itu para pelaku membawa kabur uang dan perhiasan senilai sekitar US$22 juta. Peristiwa itu dikenal sebagai perampokan dengan jumlah terbesar di AS.

Penyelidikan kasus itu memakan waktu lama. Bahkan, salah satu pelakunya baru bisa dibekuk pada lima tahun silam. Peristiwa itu diabadikan dalam salah satu bagian dalam buku yang kemudian diadaptasi ke dalam film yang berjudul sama, Goodfellas.

Akan tetapi, sampai saat ini Burke tidak pernah didakwa terlibat dalam kasus itu.


Credit  cnnindonesia.com


Kamis, 28 Maret 2019

Ekstrem Kanan Austria Diduga Terima Sumbangan Penembak Masjid


Ekstrem Kanan Austria Diduga Terima Sumbangan Penembak Masjid
Ilustrasi lokasi teror penembakan di Selandia Baru. (AP Photo/Mark Baker)



Jakarta, CB -- Aparat keamanan Austria menggeledah rumah seorang pemimpin gerakan supremasi kulit putih setempat, Martin Sellner. Penyebabnya adalah dia disebut menerima sumbangan dana dari seseorang yang bernama belakang Tarrant, seperti nama pelaku teror penembakan di Selandia Baru, Brenton Tarrant.

Seperti dilansir The Guardian, Rabu (27/3), aparat Badan Intelijen Dalam Negeri Austria (BVT) menggeledah apartemen Sellner di Wina pada Senin lalu. Menurut juru bicara Kementerian Dalam Negeri Austria, Christoph Poelzl, aparat menyita sejumlah peralatan elektronik milik Sellner atas surat perintah kejaksaan Graz.

Sellner adalah Ketua Gerakan Identitarian Austria. Kanselir Austria, Sebastian Kurz, menyatakan memerintahkan mengusut tuntas dugaan keterkaitan antara Sellner dan Brenton Tarrant.


"Segala macam hubungan antara pelaku teror Christchurch dan anggota Identitarian di Austria harus diusut tuntas dan menyeluruh," kata Kurz.


"Penting supaya perangkat hukum tetap mandiri sehingga bisa menggunakan segala sumber daya untuk menyelidiki jaringan ini. Kegiatan kelompok ekstremis harus diungkap jelas," ujar Kurz.

Menurut juru bicara Kejaksaan Graz, Hansjoerg Bacher, penyelidikan terhadap Sellner adalah bagian dari pengungkapan dugaan pelanggaran transaksi keuangan.

"Tujuan dari penyelidikan ini adalah mengungkap hubungan antara Sellner dan pelaku teror Christchurch," kata Bacher.

Bacher menolak merinci kapan sumbangan itu diberikan. Namun, dia menyatakan jumlahnya paling besar di antara penyumbang lain.

Bahkan menurut Bacher, penyelidikan ini didasarkan atas undang-undang anti teror Austria. Apalagi Tarrant dilaporkan sempat berkunjung ke Austria sebelum melakukan aksinya. Akan tetapi, Sellner menyangkal dia terlibat aksi teror Tarrant.

"Saya tidak ada urusan dengan serangan itu," kata Sellner melalui rekaman video yang diunggah di situs Youtube.

Beberapa isi dari manifesto yang diunggah Tarrant di dunia maya sebelum melakukan mirip dengan pandangan Gerakan Identitarian. Kelompok itu dekat dengan salah satu partai yang menjadi koalisi pemerintah Austria, Partai Kebebasan.


Wakil Kanselir Austria, Heinz-Christian Strache juga meminta aparat mengungkap apakah ada hubungan antara Tarrant dan kelompok sayap kanan Austria.

"Segala macam tindakan ekstremis baik mereka sayap kanan, kiri, atau berlandaskan agama, fanatisme tidak punya tempat di Austria," kata Strache.

Aksi teror Tarrant dilakukan pada pada 15 Maret 2019 di Masjid Al Noor dan Masjid Linwood. Dia menggunakan senapan serbu AR-15 dan shotgun dalam aksinya, dan sudah menyiapkan beberapa senjata lain. Polisi menyatakan sebenarnya Tarrant hendak melakukan aksinya di tiga masjid, tetapi berhasil dicegah aparat.

Tarrant merekam perbuatannya dan disiarkan langsung melalui akun Facebook-nya. Tarrant berhasil ditangkap setelah menyerang Masjid Al Noor, ketika hendak pergi menggunakan mobil.

Jumlah korban meninggal dalam kejadian itu mencapai 50 orang. Sedangkan korban luka tercatat juga 50 orang.

Salah satu korban meninggal adalah warga Indonesia, mendiang Lilik Abdul Hamid. Sedangkan WNI yang menjadi korban luka adalah Zulfirmansyah dan anaknya.

Tarrant, yang merupakan penganut ideologi supremasi kulit putih, menyatakan tidak mengajukan keberatan atas seluruh dakwaan. Persidangan lelaki Australia itu bakal dilanjutkan pada 5 April mendatang, dan kemungkinan besar dia bakal menghadapi dakwaan berlapis.

Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern, kemudian melarang penjualan senapan serbu dan semi-otomatis sebagai respons terhadap penembakan itu. Dia memaparkan siapa pun yang menyimpan senjata ke depannya akan menghadapi denda hingga NZ$4.000 dan terancam tiga tahun penjara.




Credit  cnnindonesia.com





Senin, 12 November 2018

Lavrov-Menlu Austria Bahas Kasus Mata-mata Rusia



Lavrov-Menlu Austria Bahas Kasus Mata-mata Rusia
Dalam pembicaraan itu Lavrov mengungkapkan rasa tidak senangnya mengenai sikap Wina yang memilih untuk menyampaikan hal ini kepada publik sebelum kepada Moskow. Foto/Reuters

MOSKOW - Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov dan Menteri Luar Negeri Austria, Karin Kneissl dilaporkan telah melakukan komunikasi melalui telepon. Keduanya membahas kasus dugaan mata-mata untuk Rusia yang dilakukan oleh seorang mantan kolonel militer negara itu.

Kementerian Luar Negeri Rusia menuturkan, dalam pembicaraan itu Lavrov mengungkapkan rasa tidak senangnya mengenai sikap Wina yang memilih untuk menyampaikan hal ini kepada publik, sebelum mengkonfirmasinya kepada Moskow.

"Pihak Rusia menekankan ketidakmampuan praktik meningkatkan tuduhan publik yang tidak terbukti yang bertentangan dengan norma-norma komunikasi internasional. Telah dicatat bahwa setiap kekhawatiran bersama yang mungkin harus didiskusikan melalui saluran dialog yang mapan dan atas dasar fakta," kata Kemlu Rusia, seperti dilansir Tass pada Minggu (11/11).

Menurut Kemlu Rusia, keduanya juga membahas situasi dalam hubungan Rusia-Austria, yang timbul sehubungan dengan pernyataan otoritas Austria tentang perwira Wina yang bekerja sebagai mata-mata Moskow.

Pada gilirannya, lanju Kemlu Rusia, Kneissl menyatakan harapan bahwa kasus spionase tidak akan mempengaruhi hubungan bilateral antar negara.

"Kneissl juga menjelaskan motif Wina dalam membuat keputusan tertentu, dan menyatakan harapan bahwa langkah-langkah itu tidak akan mempengaruhi pengembangan kerjasama bilateral lebih lanjut," ungkapnya.

Sebelumnya, Presiden Austria, Alexander Van der Bellen memerintahkan penyelidikan terkait kasus dugaan mata-mata ini. Ia pun menyerukan untuk tidak mendramatisasi hubungan dengan Rusia di tengah skandal tersebut.
Dia lalu mengatakan akan lebih baik jika kegiatan yang diduga dilakukan oleh pensiunan militer itu diungkapkan oleh dinas intelijen Austria. Namun dalam kasus seperti ini, kerja sama dengan dinas intelijen negara sekutu sangat penting.

"Tanpa syarat, akan lebih baik jika kita dapat mengungkap ini asalkan ada sesuatu yang serius untuk diungkap. Namun, itu karena kerja sama dari dinas intelijen Austria bahwa kami menerima informasi ini," kata Van der Bellen sambil menambahkan bahwa Austria menyediakan informasi mengenai terduga mata-mata bagi negara ketiga.




Credit  sindonews.com




Presiden Austria Perintahkan Penyelidikan Kasus Mata-mata Rusia


Presiden Austria Perintahkan Penyelidikan Kasus Mata-mata Rusia
Presiden Austria Van der Bellen memerintahkan penyelidikan kasus dugaan aksi spionase yang dilakukan pensiunan kolonel militer negara itu untuk Rusia. Foto/Istimewa

WINA - Presiden Austria memerintahkan penyelidikan terkait kasus dugaan mata-mata untuk Rusia yang dilakukan oleh seorang mantan kolonel militer negara itu. Ia pun menyerukan untuk tidak mendramatisasi hubungan dengan Rusia di tengah skandal tersebut.

"Penipuan ini (dugaan kasus spionase) harus diselidiki terlebih dahulu. Mari kita lihat apakah itu mengandung sesuatu yang lain dari apa yang disebut cerita palsu, dalam hal ini kita akan mengambil tindakan yang sesuai," ujar Presiden Austria Alexander Van der Bellen ketika ditanya bagaimana hubungan akan berkembang antara Austria dan Rusia di belakang kasus ini.

"Sekarang, kita perlu menyelidiki apakah benar, jika dakwaan itu benar, dan jenis informasi apa yang dapat diakses oleh petugas itu - baik yang terkait dengan urusan nasional Austria atau beberapa pembicaraan lain, misalnya dengan NATO. Ini harus diklarifikasi. Pada saat ini, saya tidak dapat melihat alasan untuk mendramatisasi ini," imbuhnya seperti dikutip dari TASS, Minggu (11/11/2018).

Menurut Presiden Austria, akan lebih baik jika kegiatan yang diduga dilakukan oleh pensiunan militer itu diungkapkan oleh dinas intelijen Austria. Namun dalam kasus seperti ini, kerja sama dengan dinas intelijen negara sekutu sangat penting.

"Tanpa syarat, akan lebih baik jika kita dapat mengungkap ini asalkan ada sesuatu yang serius untuk diungkap. Namun, itu karena kerja sama dari dinas intelijen Austria bahwa kami menerima informasi ini," kata Van der Bellen sambil menambahkan bahwa Austria menyediakan informasi mengenai terduga mata-mata bagi negara ketiga.

Pada 11 November, Paris akan menyelenggarakan peringatan yang menandai Gencatan Senjata yang mengakhiri Perang Dunia Pertama, yang ditandatangani 100 tahun lalu. Selain itu, Paris Peace Forum akan dibuka di kemudian hari. Acara ini akan dihadiri oleh Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Austria Alexander Van der Bellen di antara para pemimpin dunia lainnya.

Terkait dengan hal itu, Van der Bellen menyatakan tidak ada agenda pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di sela-sela kegiatan tersebut guna membahas masalah ini.

"Tidak. Pada saat ketika beberapa lusin kepala negara dan pemerintah berada di Paris, kami tidak dijadwalkan untuk mengadakan pembicaraan bilateral," jelas Van der Bellen yang disiarkan oleh stasiun radio Austria O-1.

Pada hari Jumat, otoritas Austria mengatakan bahwa lembaga penegak hukum negara itu sedang melakukan penyelidikan atas kasus seorang pensiunan kolonel Austria berusia 70 yang dicurigai bekerja untuk intelijen Rusia sejak 1990-an. Ia diduga telah memberikan Moskow informasi tentang angkatan udara Austria, sistem artileri, pejabat tinggi dan krisis migran. Jika pria itu dinyatakan bersalah, dia mungkin akan menghadapi hukuman penjara hingga sepuluh tahun.

Menteri Luar Negeri Austria, Karin Kneissl, Sabtu kemarin mengatakan telah melakukan pembicaraan dengan koleganya dari Rusia Sergei Lavrov. Hasilnya, Austria mengharapkan Rusia akan bekerja sama penuh atas kasus ini.
Menurut Kneissl, ia menolak tuduhan Rusia bahwa Austria melakukan diplomasi megafon dan mengatakan langkah-langkah pemerintah Austria didasarkan pada fakta-fakta yang jelas.

"Spionase adalah gangguan yang tidak dapat diterima dalam urusan domestik Austria," dia memperingatkan.

Sementara itu, setelah pembicaraan para menteri, Kementerian Luar Negeri Rusia menunjukkan bahwa Rusia menggarisbawahi tidak dapat diterimanya praktik, yang bertentangan dengan norma-norma komunikasi internasional, membuat tuduhan bebas-bukti publik.

Kementerian Luar Negeri Rusia menambahkan bahwa Kneissl mengklarifikasi motif di balik keputusan Wina dalam kasus ini dan juga menyatakan harapan bahwa langkah-langkah itu tidak akan mempengaruhi perkembangan kerja sama bilateral di masa depan.




Credit  sindonews.com





20 Tahun Jadi Mata-mata Rusia, Eks Kolonel Austria Diciduk


20 Rahun Jadi Mata-mata Rusia, Eks Kolonel Austria Diciduk
Foto/Ilustrasi/Istimewa

WINA - Mantan kolonel Austria ditangkap oleh pihak berwenang karena diduga telah menjadi mata-mata untuk Rusia selama 20 tahun. Begitu laporan yang diturunkan media Austria Kronen Zeitung mengutip jaksa kepala Salzburg Robert Holzleitner

Namun media itu tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai kemajuan penyelidikan.

Sementara media Austria lainnya, Die Presse, melaporkan bahwa tersangka dalam skandal spionase itu telah mengaku melakukan kejahatan.

Menteri Luar Negeri Austria Karin Kneissl menyatakan harapan bahwa Moskow akan bekerja sama dengan Wina dalam kasus spionase, lapor kantor berita APA Austria, mengutip pernyataan menteri.

"Kami mengharapkan kerja sama komprehensif dari pihak Rusia dalam penyelidikan (ke dalam kasus mantan kolonel)," katanya seperti dilansir dari Sputnik, Minggu (11/11/2018).

Setelah pengumuman bahwa kolonel Austria berusia 70 tahun yang dicurigai menjadi mata-mata untuk Rusia, Moskow memprotes Wina karena menggunakan "diplomasi megafon" alih-alih menggunakan saluran komunikasi diplomatik tradisional untuk menyelesaikan masalah bilateral.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menyebut tuduhan tidak berdasar terhadap Rusia "tidak dapat diterima" dalam percakapan telepon dengan mitranya dari Austria, Karin Kneissl. Lavrov kemudian mengatakan bahwa duta besar Austria akan dipanggil mengingat tuduhan baru-baru ini.

Wina mengumumkan pada 9 November bahwa mereka sedang melakukan penyelidikan atas tuduhan bahwa seorang pensiunan kolonel telah menjadi mata-mata untuk Rusia selama sekitar 20 tahun, sejak tahun 1990-an. Austria juga membatalkan kunjungan mendatang Menteri Luar Negeri Karin Kneissl ke Moskow terkait skandal itu. 





Credit  sindonews.com



Jumat, 26 Oktober 2018

Pengadilan Eropa: Menghina Nabi Muhammad Bukan Kebebasan Berekspresi


Pengadilan Eropa: Menghina Nabi Muhammad Bukan Kebebasan Berekspresi
Panel hakim Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR). Foto/REUTERS

STRASBOURG - Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR) memutuskan, pada hari Kamis (25/10/2018), bahwa menghina Nabi Muhammad tidak bisa berlindung di bawah dalih kebebasan berekspresi. Putusan ini muncul dalam kasus wanita Austria yang menghina Nabi dalam dua seminar.

"Mencemarkan nama baik Nabi melampaui batas-batas yang diizinkan dari perdebatan objektif, dapat menimbulkan prasangka dan membahayakan perdamaian agama," bunyi putusan ECHR.

Putusan pengadilan dibuat oleh panel tujuh hakim untuk seorang wanita Austria yang diidentifikasi dengan insial S. Wanita itu mengadakan dua seminar pada tahun 2009 di mana dia menghina Nabi Muhammad.

Menurut pengadilan, komentar wanita itu tidak dapat berlindung di balik dalih kebebasan berekspresi. "Pernyataannya itu kemungkinan akan membangkitkan kemarahan yang dibenarkan dalam diri umat Islam," lanjut putusan pengadilan.

Pengadilan Austria pernah menghukumnya karena meremehkan doktrin agama pada tahun 2011 dan mendendanya 480 euro.

"Nyonya S mengajukan banding tetapi Pengadilan Tinggi Wina menguatkan putusan (pengadilan) pada bulan Desember 2011, yang pada intinya menegaskan temuan pengadilan yang lebih rendah. Permintaan untuk perpanjangan proses telah diberhentikan oleh Mahkamah Agung pada 11 Desember 2013," imbuh putusan ECHR.

"Mengandalkan Pasal 10 (kebebasan berekspresi), nyonya S mengeluh bahwa pengadilan domestik gagal untuk mengatasi substansi pernyataan yang dituduhkan dalam klaim  haknya untuk kebebasan berekspresi," sambung putusan ECHR.

Putusan ECHR yang dilansir Al Arabiya mengatakan, "menemukan secara khusus bahwa pengadilan domestik secara komprehensif menilai konteks yang lebih luas dari pernyataan pemohon dan dengan hati-hati menyeimbangkan haknya atas kebebasan berekspresi dengan hak orang lain untuk memiliki perasaan bahwa keagamaan mereka dilindungi, serta melayani secara sah dengan tujuan melestarikan kedamaian agama di Austria." 



Credit  sindonews.com




Austria Serukan UE Hentikan Penjualan Senjata ke Arab Saudi




Austria Serukan UE Hentikan Penjualan Senjata ke Arab Saudi
Menteri Luar Negeri Austria Karin Kneissl menyerukan Uni Eropa menghentikan penjualan senjata kepada Arab Saudi. Foto/Istimewa


WINA - Uni Eropa harus menghentikan penjualan senjata ke Arab Saudi setelah pembunuhan wartawan Jamal Khashoggi. Hal itu dikatakan Menteri Luar Negeri Austria Karin Kneissl.

Dalam wawancara dengan media Jerman, Kneissl juga mengatakan tindakan tersebut juga dapat membantu mengakhiri perang mengerikan di Yaman.

Komentar dari Austria, Presiden Uni Eropa (UE) saat ini, muncul setelah Jerman mengatakan akan berhenti menyetujui ekspor senjata ke Arab Saudi sampai kematian Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul jelas. Pemerintahan Kanselir Angela Merkel juga membahas bagaimana menangani penjualan senjata yang telah disetujui.

Merujuk ke Uni Eropa yang lebih luas, Kneissl mengatakan kepada surat kabar Die Welt: "Penghentian pengiriman senjata yang diusulkan oleh Kanselir Merkel akan menjadi sinyal yang benar."

"Austria telah menghentikan pengiriman peralatan militer ke Arab Saudi pada Maret 2015," tambahnya seperti dikutip dari Reuters, Jumat (26/10/2018).

Kneissl mengatakan perang di Yaman dan krisis dalam hubungan antara Qatar dan Arab Saudi serta sekutu Arabnya harus mendorong tindakan bersama Uni Eropa.

"Jika kita sebagai seluruh Uni Eropa menghentikan pengiriman senjata ke Arab Saudi, itu bisa membantu mengakhiri konflik-konflik ini," katanya kepada surat kabar itu.

Sebuah koalisi pimpinan Saudi yang ikut campur dalam perang Yaman pada tahun 2015 telah melakukan serangan udara yang sering menargetkan kelompok Houthi yang diarahkan Iran dan sering menyerang warga sipil, meskipun negara itu membantah melakukannya dengan sengaja.

Perang telah menewaskan lebih dari 10.000 orang, lebih dari 2 juta mengungsi dan mendorong Yaman ke ambang kelaparan yang meluas.

Jaksa penuntut umum Arab Saudi mengatakan pada hari Kamis bahwa pembunuhan Khashoggi awal bulan ini telah direncanakan, membalikkan pernyataan resmi sebelumnya bahwa pembunuhan itu tidak disengaja.

Kneissl menggambarkan kasus tersebut sebagai sangat mengejutkan dan pelanggaran hukum yang belum pernah terjadi sebelumnya. Tetapi ia mengatakan itu menandai puncak dari dua tahun kemerosotan besar-besaran dalam situasi hak asasi manusia di Arab Saudi. 





Credit  sindonews.com



Kamis, 18 Oktober 2018

Rusia Sebut Rencana Australia Soal Yerusalem Perkeruh Konflik


Rusia Sebut Rencana Australia Soal Yerusalem Perkeruh Konflik
Yerusalem hanya memperkeruh konflik dengan Palestina. Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Georgievna Vorobieva, mengatakan negaranya menganggap pertimbangan Australia untuk memindahkan kedubes ke Yerusalem tak membantu penyelesaian konflik Israel-Palestina. (CNN Indonesia/Riva Dessthania Suastha)


Jakarta, CB -- Rusia menganggap sikap Australia yang tengah mempertimbangkan memindahkan kedutaan besar untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem hanya memperkeruh konflik dengan Palestina.

Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Georgievna Vorobieva, mengatakan negaranya melihat keputusan Perdana Menteri Scott Morrison itu "sama sekali tidak menolong isu yang sangat kompleks dan sensitif" tersebut.

"Pernyataan semacam itu tidak menolong penyelesaian isu Palestina. Dan kami menegaskan Rusia tidak berencana melakukan hal serupa," kata Vorobieva dalam jumpa pers di kedutaannya di Jakarta, Rabu (17/10).


Vorobieva menegaskan Rusia tetap berkomitmen mendukung solusi dua negara dalam penyelesaian konflik Palestina dan Israel.


Solusi tersebut menjadikan Israel dan Palestina masing-masing berdiri sebagai negara berdaulat dan hidup secara berdampingan dengan damai.

Pernyataan itu diutarakan Vorobieva menanggapi rencana Australia yang tengah mempettimbangkan merelokasi kedutaannya untuk Israel di Tel Aviv ke Yerusalem.



Canberra menyatakan pertimbangkan itu muncul lantaran menganggap proses perdamaian antara Israel dan Palestina tak kunjung usai.

Jika terjadi, langkah tersebut secara politik menunjukan Australia mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, sebuah langkah kontroversial yang telah lebih dulu dilakukan Amerika Serikat pada Desember 2017 lalu.

Kota suci tiga agama itu menjadi sumber konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung selama ini, di mana kedua negara sama-sama mengklaim Yerusalem sebagai ibu kota masa depan mereka.



Indonesia menyatakan "kekhawatirannya dengan sangat serius dan mempertanyakan" rencana Australia tersebut. Presiden Jokowi segera berkomunikasi dengan Morrison tak lama setelah kabar itu beredar.

Di hari yang sama, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bahkan memanggil Duta Besar Australia di Jakarta, Gary Quinlan, untuk meminta penjelasan lebih detail mengenai rencana perdana menterinya itu.






Credit  cnnindonesia.com




Selasa, 14 Agustus 2018

Wina Jadi Kota Paling Layak Huni di Dunia


Salah satu sudut di Kota Wina, Austria
Salah satu sudut di Kota Wina, Austria
Foto: IST

Damaskus berada di tempat terakhir kota layak huni.



CB, WINA -- Wina menjadi kota paling layak huni di dunia berdasarkan survei Economist Intelligence Unit's (EIU) Global Liveability Index. Untuk pertama kalinya, Wina berhasil menyingkirkan Melbourne yang telah menduduki puncak  survei selama tujuh tahun terakhir.

Kedua kota besar itu telah menjadi lawan seimbang dalam survei tahunan terhadap 140 pusat kota. Tahun ini, ancaman  serangan militan yang menurun di Eropa Barat serta tingkat kejahatan kota yang rendah membantu mendorong Wina menduduki puncak survei.

Wina secara teratur menempati peringkat teratas dalam survei kota berdasarkan kualitas hidup yang dihimpun oleh perusahaan konsultan Mercer. Ini adalah pertama kalinya ia menduduki survei EIU, yang dimulai pada 2004.

Damaskus mempertahankan tempat terakhir, diikuti oleh ibu kota Bangladesh, Dhaka, dan Lagos di Nigeria. Survei ini tidak termasuk beberapa ibu kota paling berbahaya di dunia, seperti Baghdad dan Kabul.

"Sementara dalam beberapa tahun terakhir kota-kota di Eropa dipengaruhi oleh penyebaran ancaman terorisme yang dirasakan di wilayah tersebut, yang menyebabkan peningkatan tindakan keamanan, tahun lalu keadaan telah kembali normal," ujar EIU  dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan pada Selasa (14/8).

Menurut EIU, Wina telah berhasil menggusur Melbourne dari posisi teratas karena peningkatan  kategori stabilitas ibu kota Austria. Ini mengacu pada salah satu dari lima komponen utama indeks.

Wina dan Melbourne mendapatkan poin maksimum dalam kategori perawatan kesehatan, pendidikan dan infrastruktur. Tetapi  Melbourne memperluas keunggulannya dalam komponen budaya dan lingkungan, hal itu lebih berat daripada peningkatan peringkat stabilitas Wina.

Osaka, Calgary dan Sydney masuk dalam lima besar peringkat survei. EIU mengatakan kota-kota menengah di negara-negara kaya, seringkali dengan kepadatan populasi yang relatif rendah. "Kota yang jauh lebih besar dan lebih ramai cenderung memiliki tingkat kejahatan yang lebih tinggi dan infrastruktur yang lebih berat," katanya.

Wina, yang dulu merupakan ibu kota dari sebuah kerajaan besar  republik Alpen, belum menyesuaikan populasi sebelum Perang Dunia I sebesar 2,1 juta. Banyak ruang hijaunya termasuk danau dengan pantai dan kebun anggur  dengan pemandangan ibukota. Angkutan umum murah dan efisien.

Editor Survei menambahkan selain pandangan keamanan yang umumnya ditingkatkan untuk Eropa Barat, Wina mendapat manfaat dari tingkat kejahatannya yang rendah. "Salah satu subkategori yang Wina lakukan dengan sangat baik adalah meratanya kejahatan kecil. Ini terbukti menjadi salah satu kota teraman di Eropa," katanya.





Credit republika.co.id




Senin, 11 Juni 2018

Austria Akan Tutup 7 Masjid, Erdogan Khawatir Picu Perang



Austria Akan Tutup 7 Masjid, Erdogan Khawatir Picu Perang
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Foto/REUTERS/File Photo


ANKARA - Rencana Pemerintah Austria untuk menutup tujuh masjid dan mengusir sekitar 40 imam yang didanai asing membuat Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan marah. Dia khawatir langkah itu akan memicu perang antara "salib dan bulan sabit".

Menurutnya, Ankara tidak akan berdiam diri dengan rencana Austria tersebut. "Langkah-langkah ini diambil oleh perdana menteri Austria, saya takut, memimpin dunia menuju perang antara salib dan bulan sabit," kata Erdogan dalam sebuah pidato di Istanbul pada hari Minggu.

Bulan sabit kerap dianggap sebagai simbol Islam, di mana lambang tersebut kerap digunakan di masjid pada umumnya.

"Mereka mengatakan mereka akan menendang orang-orang religius kami keluar dari Austria. Apakah Anda pikir kami tidak akan bereaksi jika Anda melakukan hal seperti itu?," ujar Erdogan, yang dikutip AFP, Senin (11/6/2018). "Itu berarti kita harus melakukan sesuatu," imbuh Erdogan tanpa merinci lebih lanjut.


Awal pekan ini, Menteri Dalam Negeri Austria Herbert Kickl dari partai sayap kanan FPO mengumumkan bahwa negara itu berjanji akan menutup tujuh masjid dan akan mengusir sekitar 40 imam dan keluarganya yang didanai Turki. Langkah itu sebagai respons keras Austria terhadap "politik Islam" di masjid-masjid tersebut.

Para pejabat Austria, termasuk Kanselir Sebastian Kurz, mengklaim langkah itu untuk memerangi radikalisasi dan menumbuhkan "masyarakat paralel".

Namun, penjelasan itu tidak bisa diterima oleh Ankara. "Keputusan Austria untuk menutup tujuh masjid dan mengusir imam adalah refleksi dari gelombang Islamofobia, rasis dan diskriminatif di negara itu," kata Ibrahim Kalin, juru bicara Erdogan, yang berkomentar di Twitter.

Menurutnya, Wina ingin menargetkan komunitas Muslim demi mencetak poin politik murahan. 





Credit  sindonews.com




Muslim Austria Menolak Penutupan Masjid dan Pengusiran Imam


Dua warga Muslim menutupi wajah mereka saat menggelar aksi protes pelarangan cadar di Vienna, Austria, 1 Oktober 2017. Bagi warga yang melanggar peraturan penggunaan penutup wajah di tempat umum akan dikenakan sanksi sekitar Rp 2,3 juta. REUTERS/Leonhard Foeger
Dua warga Muslim menutupi wajah mereka saat menggelar aksi protes pelarangan cadar di Vienna, Austria, 1 Oktober 2017. Bagi warga yang melanggar peraturan penggunaan penutup wajah di tempat umum akan dikenakan sanksi sekitar Rp 2,3 juta. REUTERS/Leonhard Foeger

CB, Jakarta - Federasi Muslim Austria (IGGiOe) menolak penutupan tujuh masjid dan pengusiran imam yang didanai Turki, sebagaimana pengumuman Wina pekan lalu. "Wina ingin mendiskreditkan umat beragama," kata Ibrahim Olgun, Presiden IGGiOe, kepada media, Ahad, 10 Juni, dan dikutip Al Jazeera, Senin, 11 Juni 2018.
"Kebijakan tersebut tidak tepat demi mengendalikan politik Islam dan pada akhirnya melemahkan struktur masyarakat muslim di Austria."


Dua warga Muslim menutupi wajah mereka saat menggelar aksi protes pelarangan cadar di Vienna, Austria, 1 Oktober 2017. Bagi warga yang melanggar peraturan penggunaan penutup wajah di tempat umum akan dikenakan sanksi sekitar Rp 2,3 juta. REUTERS/Leonhard Foeger
Olgun juga mengkritik pemerintah Austria yang tidak menginformasikan kepada IGGiOe mengenai langkah yang diambil dan mengumumkannya pada Jumat terakhir pada bulan suci Ramadan.
"Seharusnya pemerintah Austria dan Federasi bekerja sama untuk mencari solusi, bukan dengan cara berbicara diam-diam di belakang minoritas muslim," ujar IGGiOe, yang akan mengadakan audit sendiri terhadap masjid dan personel yang terkena dampak kebijakan sebelum meminta pertemuan dengan Kementerian Kebudayaan Austria.

Muslim Austria protes terhadap FPO [Reuters]
Pada acara jumpa pers Jumat pekan lalu, Kanselir Austria Sebastian Kurz menuturkan pemerintah menutup satu masjid Turki dan disusul penutupan enam masjid lain yang diurus komunitas Arab.

Sehari seusai penutupan serta pengusiran imam masjid, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengutuk keras sikap Austria karena dianggap anti-Islam dan berjanji membalas. "Saya takut tindakan yang diambil Perdana Menteri Austria akan berujung pada sebuah perang dunia antara Palang Merah dan Bulan Sabit Merah," ucapnya.






Credit  tempo.co



Austria Akan Tutup 7 Masjid dan Usir Sejumlah Imam



Austria Akan Tutup 7 Masjid dan Usir Sejumlah Imam
Kanselir Austria Sebastian Kurz akan menutup tujuh masjid dan mengusir para imam yang didanai asing. Foto/REUTERS


WINA - Pemerintah Austria akan menutup tujuh masjid dan mengusir sejumlah imam yang didanai pihak asing. Keputusan itu disampaikan Kanselir Sebastian Kurz, Jumat (8/6/2018).

Kurz membuat keputusan itu setelah penyelidikan foto yang dibuat di sebuah masjid Austria, yang dianggap bermuatan "politik Islam". "Masyarakat paralel, politik Islam dan radikalisasi tidak memiliki tempat di negara kita," kata Kurz.

Foto-foto yang diterbitkan oleh mingguan Falter menunjukkan anak-anak muda mengenakan seragam militer, berbaris, memberi hormat, melambai-lambaikan bendera Turki. Mereka kemudian beradegan meninggal. Anak-anak muda yang beradegan meninggal itu dibungkus bendera.

Adegan itu mengulang pertempuran 1915-1916 Gallipoli. Dalam Perang Dunia I tersebut, pasukan sekutu dikalahkan oleh Turki.

Masjid yang jadi lokasi adegan itu adalah masjid yang yang dikelola oleh Asosiasi Kebudayaan Islam Turki (ATIB), organisasi yang berbasis di Kota Cologne, Jerman. ATIB merupakan cabang dari dinas urusan agama Turki, Diyanet.

ATIB sendiri mengutuk foto-foto yang mengusik Kanselir Kurz. Organisasi tersebut juga menyesalkan adegan politik yang terjadi di dalam masjid.

Kurz telah menjadi kritikus yang konsisten terhadap "politik Islam". Dia telah memerintahkan pembuatan undang-undang perlindungan anak yang melarang pengenaan jilbab di taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar (SD) untuk memastikan bahwa anak-anak tidak menghadapi diskriminasi pada usia tersebut.

Selain itu, Kanselir Kurz telah menentang aksesi Turki ke Uni Eropa dengan alasan pelanggaran hak asasi manusia dan nilai-nilai demokrasi oleh Ankara.

Rencana penutupan tujuh masjid dan pengusiran para imam yang didanai asing itu didasarkan pada undang-undang tahun 2015, yang antara lain mencegah komunitas agama mendapatkan dana dari luar negeri.

Menteri Dalam Negeri Herbert Kickl, seperti dikutip AP, mengatakan ada sekitar 40 imam yang dipekerjakan oleh ATIB. Izin tinggal mereka di negara Eropa itu sedang ditinjau ulang.

Kickl menambahkan, sejauh ini ada dua kasus izin tinggal imam yang muncul. Dua izin tinggal imam telah dicabut, lima izin imam lainnya ditolak sejak pertama kali diajukan.

Kanselir Kurz merupakan pemimpin konservatif dari Partai Kebebasan yang dikenal dengan kebijakan anti-migrasi. 




Credit  sindonews.com




Jumat, 25 Mei 2018

Menhan: Australia Bukan Ancaman Indonesia


Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu
Foto: Republika/Putra M. Akbar

Teroris tak akan hidup kalau TNI dan Polri solid.




CB, JAYAPURA -- Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, Australia bukan menjadi ancaman bagi Indonesia. Demikian pula sebaliknya Indonesia bukan menjadi ancaman bagi Australia.

Untuk memastikan itu, Kementerian Pertahanan sudah mengirimkan buku putih sehingga diharapkan Australia memahami Indonesia. "Indonesia terus menjalin hubungan yang baik dengan negara-negara tetangga sehingga berbagai permasalahan yang muncul diselesaikan secara damai, tanpa menimbulkan konflik seperti yang terjadi dil aut Cina Selatan," kata Menhan saat memberikan pengarahan kepada para perwira dilingkungan TNI dan Polri di Jayapura, Kamis (24/5).


Indonesia dan Australia beberapa kali bersitegang dalam berbagai isu. Pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, kedua negara sempat berselisih ihwal penyadapan yang dilakukan oleh Australia. Namun persoalan ini akhirnya bisa diselesaikan secara diplomatik.


Menyikapi masalah teroris dan pemberontakan, Menhan meminta agar TNI dan Polri tetap solid sehingga seperti halnya yang terjadi di Papua.


Kebersamaan TNI-Polri di Papua hendaknya dapat menjadi contoh bagi kodam-kodam lainnya. Sekembalinya dari kunjungan kerja ini, Ryamizard akan melaporkan ke Presiden agar tidak perlu ragu tentang masalah keamanan di Papua.

"Teroris tidak akan hidup bila TNI dan Polri bersama rakyat solid dan menjalin komunikasi yang nantinya dapat menghambat peredaran paham radikalisme," kata mantan KSAD. 


Menurut Menhan yang perlu diwaspadai saat ini adalah perang siber. Karena itu kedepan Kemenhan akan berupaya secara bertahap memenuhi berbagai peralatan atau alusista, termasuk memesan berbagai peralatan penunjang dari Pindad yang produknya sudah diakui negara lain.


Seusai pengarahan yang dihadiri Pangdam Mayjen TNI Joppie Ones Wayangkau dan Kapolda Papua Irjen Pol Boy Rafli dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.






Credit  republika.co.id






Jumat, 20 April 2018

China Menantang Kapal Perang Australia di Laut China Selatan


China Menantang Kapal Perang Australia di Laut China Selatan
Kawasan Laut China Selatan yang jadi sengketa antara China dan beberapa negara Asia. Foto/REUTERS


MELBOURNE - Kapal perang Australia ditantang oleh militer China di kawasan sengketa di Laut China Selatan pada awal bulan ini. Demikian laporan media Canberra, Australian Broadcasting Corp (ABC), mengutip para pejabat pertahanan Australia, Jumat (20/4/2018).

Departemen Pertahanan Australia menegaskan bahwa tiga kapal perang baru-baru ini melakukan perjalanan ke Kota Ho Chi Minh di Vietnam. Tapi, departemen itu menolak merinci misi dan lokasi transit kapal-kapal tersebut di Laut China Selatan.

ABC mengutip seorang pejabat pertahanan yang mengatakan bahwa ada "pertukaran" antara kapal perang Australia dengan Angkatan Laut China, tapi masih sopan.

"Angkatan Pertahanan Australia telah mempertahankan program yang kuat dari keterlibatan internasional dengan negara-negara di dan di sekitar Laut China Selatan selama beberapa dekade," kata Departemen Pertahanan dalam sebuah pernyataan yang dikirim melalui email kepada Reuters.

China sendiri baru-baru ini menyelesaikan latihan militer besar-besaran di Laut China Selatan, di mana wilayah itu diklaim oleh Beijing, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei dan Taiwan.

Perdana Menteri Malcolm Turnbull yang berada di London untuk pertemuan Kepala Pemerintahan Persemakmuran, juga menolak untuk mengonfirmasi interaksi antara kapal perang Australia dengan militer China.

"Seperti yang telah mereka lakukan selama beberapa dekade, kapal dan pesawat Australia akan terus menggunakan hak di bawah hukum internasional untuk kebebasan navigasi dan penerbangan, termasuk di Laut China Selatan," imbuh pernyataan Departemen Pertahanan Australia.

Pembangunan pulau-pulau dan fasilitas militer China di kawasan sengketa itu telah memicu kekhawatiran beberapa negara bahwa Beijing sedang berusaha untuk membatasi kebebasan navigasi dan memperluas jangkauan strategisnya.

Sekadar diketahui, tiga kapal perang Australia; Anzac, Toowoomba dan Success, dikirim ke kawasan Laut China Selatan untuk beberapa misi, termasuk latihan militer dengan beberapa negara Asia Tenggara.

Kapal Toowoomba berlayar ke Vietnam dari Malaysia, sedangkan dua kapal perang Australia lainnya berlayar melewati Laut China Selatan dari Subic Bay di Filipina. 








Credit  sindonews.com





Kamis, 05 April 2018

Austria Ancang-ancang Melarang Jilbab untuk Siswi SD


Austria Ancang-ancang Melarang Jilbab untuk Siswi SD
Wakil Kanselir Austria Heinz-Christian Strache. Foto/REUTERS/Leonhard Foeger


WINA - Pemerintah Austria mengumumkan rencananya untuk melarang jilbab dikenakan anak perempuan di taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar (SD). Para kritikus menilai rencana larangan jilbab ini menargetkan komunitas Muslim di negara tersebut.

Menteri Pendidikan Austria Heinz Fassmann mengatakan bahwa rancangan undang-undang (RUU) tentang jilbab akan siap pada musim panas.

Pengumuman itu muncul beberapa hari setelah Wakil Kanselir Heinz-Christian Strache, seorang anggota Partai Kebebasan Austria (FPO), mengusulkan larangan tersebut. Alasannya, untuk "melindungi" gadis-gadis di bawah usia 10 tahun dan memungkinkan mereka untuk "berintegrasi" ke dalam masyarakat Austria.

Pada bulan Desember 2017, FPO dan Partai Rakyat Austria (OVP) mencapai kesepakatan untuk membentuk koalisi. Dua kekuatan politik itu sama-sama partai sayap kanan.

Pada bulan Januari, koalisi OVP-FPO memperkenalkan program politik yang menargetkan komunitas Muslim, di mana fokus dalam program itu adalah membatasi jumlah umat Islam yang tinggal di negara tersebut.

Pada bulan yang sama, Menteri Dalam Negeri Austria Herbert Kickl dari FPO, mengatakan pemerintah harus memusatkan perhatian kepada para pengungsi dan migran di satu tempat. Komentar itu memicu kecaman yang meluas karena dianggap mirip dengan ide pembentukan kamp konsentrasi seperti di era Perang Dunia II.

Dari 8,75 juta penduduk di negara itu, diperkirakan 700.000 orang di antaranya diidentifikasi sebagai warga Muslim.

Pada bulan Oktober 2017, pemerintah di negara Eropa ii memperkenalkan UU larangan cadar. Undang-undang itu mengizinkan otoritas terkait untuk menindak pelanggar dengan denda USD180.

Partai Sosial Demokratik (SPO) Austia, yang merupakan oposisi, menuduh FPO dan koalisinya mengobarkan rasisme anti-Muslim. Juru bicara SPO, Sabine Schatz, mengatakan bahwa FPO menggerakkan dukungan populis dengan memfokuskan kemarahannya pada pengungsi, migran dan komunitas Muslim pada umumnya.

"Dalam oposisi, FPO menggabungkan isu-isu sosial dengan rasisme, khususnya rasisme anti-Muslim," katanya kepada Al Jazeera. "Ini membuat partai sukses," ujarnya, Kamis (5/4/2018).

Farid Hafez, seorang pakar senior di Bridge Initiative Georgetown University, menjelaskan bahwa FPO telah berusaha menjauhkan diri dari anti-Semitisme untuk melegitimasi rasisme anti-Muslim.

"Dengan Islamophobia yang jauh lebih populer, FPO berkonsentrasi pada bentuk rasisme ini, yang secara terbuka (digarap)," ujarnya. 





Credit  sindonews.com





Selasa, 17 Oktober 2017

Kurz, Anti-Islam, dan 31 Tahun Sudah Jadi Kepala Negara


Pemimpin People's Party Austria Sebastian Kurz bersama kekasihnya Susanne Thier setelah memberi suara di pemilu parlemen di Wina, Austria, Ahad (15/10).
Pemimpin People's Party Austria Sebastian Kurz bersama kekasihnya Susanne Thier setelah memberi suara di pemilu parlemen di Wina, Austria, Ahad (15/10).


WINA -- Menteri Luar Negeri Austria Sebastian Kurz mengumumkan kemenangan, Ahad (15/10), dalam pemilihan umum (pemilu) dan menjadikannya sebagai kanselir Austria. Kemenangannya membuat Kurz menjadi kepala negara termuda di Eropa pada 31 tahun.

Dilansir Haaretz, Ahad, Kurz, pemimpin People's Party (OVP), mengalahkan Social Democratic Party (SPO) yang merupakan anggota parlemen terbesar di parlemen Austria sebelum pemilu. Menurut hasil akhir pemilihan, SPO yang dipimpin oleh Kanselir Kristen Christian Kern menduduki posisi kedua dengan 26,9 persen suara, sementara Freedom Party (FPO) meraih 26 persen suara dan menjadikannya partai terbesar ketiga di parlemen.

Partai The liberal Neos dan Liste Pilz juga ditetapkan memiliki wakil di parlemen, dengan 5,1 persen dan 4,3 persen suara. Sementara itu, Partai Greens merosot menjadi 3,9 persen dan kemungkinan akan kehilangan kursi legislatif mereka.

Proyeksi ini didasarkan pada 100 persen surat suara reguler dan mencakup perkiraan surat suara absen yang akan dihitung pada Kamis. Hasil akhir kemungkinan akan 0,7 persen lebih tinggi atau lebih rendah.

Pemimpin FPO Heinz-Christian Strache adalah tokoh kontroversial dengan kecenderungan Nazi dan antisemitisme di masa lalunya. Dia telah mencoba untuk memperbaiki citra itu dan mendekati Israel dalam beberapa tahun terakhir. FPO didirikan oleh mantan fungsionaris Nazi sekaligus anggota pasukan SS Anton Reinthaller.

Jika Kurz membentuk koalisi pemerintahan dan termasuk Strache di dalamnya ini berarti Israel harus mempertimbangkan langkahnya. Namun, ini tidak akan mudah. Terakhir kali partai ini bergabung dengan koalisi tersebut, pada 2000, Israel memanggil duta besarnya dari Wina. Tetapi, tahun lalu, Strache mengunjungi Israel sebagai tamu Partai Likud.

Sebelum pemilihan, pesan utama Kurz dalam kampanyenya yaitu menghentikan imigrasi ilegal. Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Wochenblick yang diterbitkan pekan lalu, Kurz mengemukakan arah yang akan dia ambil. "Kami sekarang bersaing dengan konsekuensi dari beberapa kesalahan yang kami buat 30 dan 40 tahun yang lalu, ketika imigrasi yang tidak terkendali dimulai,” katanya.

Kurz mengatakan, jika ia terpilih sebagai kanselir, dia berjanji akan memerangi komunitas paralel, istilah yang digunakan Kurz untuk Muslim di Austria, seperti juga bertindak melawan politik Islam.

Austria dengan populasi 8,7 juta tidak pernah dikenal memiliki sikap simpatik atau ramah terhadap 560 ribu Muslim yang tinggal di sana. Fokus perhatian dalam pemilihan di Austria dan luar negeri adalah Kurz sendiri yang tidak hanya muda dari sisi usia dan penampilan, tetapi juga tingkah lakunya yang dikenal sopan.

Pada 2013 atau saat berusia 27, Kurz menjadi menteri luar negeri termuda dalam sejarah Eropa. Sejak awal, dia melarang pegawai kementerian dan tamu memanggilnya "Herr Minister" atau berbicara melalui perantara orang lain.
"Panggil aku Sebastian," katanya. Sejak saat itu, orang-orang Austria mulai memanggilnya dengan julukan Basti.

Kurz telah menetapkan pedoman baru, yaitu pejabat Kementerian Luar Negeri Austria, termasuk atasan mereka, bepergian dengan menggunakan kelas ekonomi, bukan kelas bisnis. Tidak mengherankan jika jajak pendapat secara konsisten menunjuk dia sebagai politisi Austria yang paling dicintai. Kemunculannya dalam politik Austria mengungkapkan rasa percaya diri, kepemimpinan, dan ambisi yang tak ditutup-tutupi.

Berbalik arah
Kurz lahir di Wina pada tahun 1986 dan lulus dari sekolah menengah atas pada 2004. Ia keluar dari sekolah hukum untuk menjalani karier politik pertama di tingkat kota, menjadi anggota dewan Kota Wina pada 2010. Pada 2010, saat mencalonkan diri ke kantor kotamadya, ia memimpin sebuah kampanye dengan tulisan "black is cool/sexy". Hitam adalah warna partainya dan keren/seksi adalah terjemahan dari kata Jerman geil.

Kurtz kemudian berkeliling Wina bersama sejumlah wanita seksi lalu membagikan video yang menunjukkan bagian tubuh para wanita tersebut. Kini, tujuh tahun kemudian, lawan politiknya kerap menyebutnya seksis, kekanakan, dan tidak bertindak benar secara politis.

Pada 2011, saat ia baru berusia 24 tahun, Kurz membuat lompatan besar dengan menjadi direktur integrasi di Kementerian Dalam Negeri Austria. Kurz memuji "wilkommenskultur" Austria yang menganjurkan menghadirkan wajah yang ramah kepada imigran baru.

Dengan semboyan "integrasi melalui tindakan", dia bekerja untuk mengintegrasikan pendatang baru ke dalam masyarakat. "Saya melihat diri saya sebagai orang yang masuk ke imigran," katanya saat mencoba untuk mengubah citra negatif Austria sebagai musuh orang asing, setelah ia bertahun-tahun menjadi pemimpin sayap kanan ekstrem.

Namun, saat ia memperoleh jabatan lebih tinggi, ia mengubah posisinya. Pada 2013, dia ditunjuk sebagai menteri luar negeri, dan ketika ratusan ribu migran membanjiri Austria, dia tidak terburu-buru untuk membantu mereka, tetapi berbicara tentang bahaya imigrasi massal. Dia juga mendukung pembatasan manfaat sosial yang diberikan Uni Eropa kepada para migran.

Perubahan ideologisnya dapat dijelaskan, seperti yang beberapa komentator Austria telah catat, sebagai politisi muda yang melihat berbagai hal secara berbeda begitu dia mencapai jabatan. Di sisi lain, hal itu dapat dipandang sebagai langkah politik menuju ke puncak.

Dia kemudian mempromosikan undang-undang yang melarang pendanaan luar negeri untuk masjid dan pemakaian burka di tempat umum. "Kami menginginkan Islam ala Austria, tidak dikendalikan oleh negara lain," katanya.

Puncak tindakannya dan tes kepemimpinan utamanya di kancah internasional terjadi ketika pada 2016 dia menutup rute Balkan yang digunakan oleh para pengungsi yang datang ke Austria melalui jalur darat. Kesuksesannya dalam meyakinkan negara Balkan untuk menutup perbatasan mereka terhadap pengungsi yang berusaha mencapai jantung Eropa pada awalnya dikritik.

Dia juga menunjukkan kepemimpinannya dalam kritik tajamnya terhadap Presiden Recep Tayyip Erdogan, yang dia beri label sebagai pemimpin yang berkecenderungan sebagai diktator. Pada Juli, Kurz melarang masuknya seorang menteri Turki yang merencanakan untuk menghadiri sebuah upacara yang menandai satu tahun ulang tahun percobaan kudeta di Turki. Kurz sekarang menyerukan untuk menangguhkan pembicaraan dengan Turki karena bergabung dengan UE.

Tahun ini adalah salah satu yang paling dramatis dalam karirnya. Beberapa bulan yang lalu, pada usia 30, ia terpilih sebagai pemimpin partainya. Dia mengumumkan pengunduran dirinya dari koalisi dengan Demokrat Sosial, menyeret Austria ke pemilihan umum baru setelah pemerintahnya lumpuh selama berbulan-bulan karena perkelahian ideologis yang tak henti-hentinya. 






Credit  republika.co.id






Uni Eropa Sambut Kemenangan Sebastian Kurz Di Austria Dengan Kecemasan


Uni Eropa Sambut Kemenangan Sebastian Kurz Di Austria Dengan Kecemasan
Sebastian Kurz/Reuters



CB. Menteri-menteri Uni Eropa menyampaikan ucapan selamat pada Sebastian Kurz dari Austria atas kemenangan pemilihannya.

Namun bersamaan dengan ucapan selamat, ada kekhawatiran soal partai kanan eurosceptic yang 
mungkin memasuki pemerintahan baru dan telah bentrok dengan blok tersebut sebelumnya.

"Saya tidak punya masalah dengan Sebastian Kurz sebagai pribadi. Kami tidak mengikuti jalur yang sama secara politis, yang tidak pernah terjadi dan tidak akan pernah terjadi," kata Menteri Luar Negeri Luksemburg Jean Asselborn mengatakan saat melakukan pembicaraan dengan rekan-rekannya dari Uni Eropa seperti dimuat Reuters.

Ia memperingatkan Kurz agar tidak berpihak pada kelompok garis keras migrasi, termasuk Hungaria, yang pemerintahannya juga bersifat eurosceptic.

Austria diketahui menjadi anggota Uni Eropa pada tahun 1995 setelah memberikan suara untuk bergabung dengan blok tersebut dengan mayoritas dua pertiga. Jajak pendapat terakhir menunjukkan tiga perempat warga Austria menginginkan negara tersebut bertahan di blok tersebut.

Sementara itu, Partai Kebebasan (FPO) mendapat sekitar 26 persen suara dalam pemilihan parlemen hari Minggu, yang didorong oleh krisis migrasi Eropa pada tahun 2015 yang mempengaruhi Austria dan juga menyebabkan Kurz berkampanye di platform anti-migrasi. FPO sendiri telah menjadi anggota pemerintah yang dipimpin sosialis pada tahun 1980an.

14 negara anggota Uni Eropa lainnya pada waktu itu mengurangi kerja sama bilateral dengan Austria sampai sebuah laporan oleh para diplomat senior menemukan bahwa penghormatan negara terhadap hak asasi manusia tidak berkurang sejak FPO bergabung dengan pemerintah.

Partai tersebut menuntut sebuah referendum tahun lalu untuk keluar dari Uni Eropa, seperti yang dilakukan Inggris sekarang. FPO telah melunakkan retorika anti-Uni Eropa dalam beberapa bulan terakhir.

Menteri Luar Negeri Hungaria Peter Szijjarto, memasuki perundingan yang sama di Luksemburg dimana Kurz biasanya juga ikut ambil bagian, mengatakan konservatif Austria berusia 31 tahun itu adalah temannya.

"Kami senang bahwa sebuah partai saudara kita memenangkan pemilihan dan kami senang bahwa kandidat mereka telah memenangkan siapa yang dalam banyak kasus mewakili posisi yang sama mengenai migrasi ke pemerintah Hungaria," kata Szijjarto. 




Credit  RMOL






Konservatif Muda Jadi Presiden, Austria Dikuasai Sayap Kanan


Konservatif Muda Jadi Presiden, Austria Dikuasai Sayap Kanan 
Sebastian Kurz diduga kuat akan menjadi presiden setelah hasil hitung awal menunjukkan tokoh konservatif muda itu unggul dalam pemilu, Minggu (15/10). (Reuters/Leonhard Foeger)



Jakarta, CB -- Sebastian Kurz diduga kuat akan menjadi presiden setelah hasil hitung awal menunjukkan bahwa tokoh konservatif muda itu unggul dalam pemilihan umum pada Minggu (15/10).

Mengusung kampanye hukum imigrasi yang lebih tegas, Kurz diprediksi kuat akan memimpin Austria dengan kekuatan besar sayap kanan.

Pendekatan Kurz ini dianggap berhasil menarik perhatian publik Austria di tengah krisis migrasi di Eropa. Partai tempatnya bernaung, Partai Rakyat (OVP), pun menempati posisi pertama dalam pemilu kali ini, dengan perolehan suara terpaut jauh dari yang mereka raih 2013 lalu.


“Saya sangat senang. Kita membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Terima kasih banyak atas komitmen kalian dan kesuksesan sejarah,” ujar Kurz disambut sorak-sorai para pendukungnya setelah pemungutan suara resmi ditutup.



Meski menempati posisi pertama dalam pemilu kali ini, OVP gagal mendapatkan kursi mayoritas parlemen karena hanya meraih 31,6 persen suara. Mereka pun harus membentuk koalisi agar dapat menjalankan pemerintahan dengan leluasa.

Namun hingga saat ini, Kurz masih enggan menyebut dengan partai mana ia akan membentuk koalisi. Kurz mengatakan, ia masih ingin melihat hasil akhir pemilu.

“Kita beri waktu dulu beberapa hari, kemudian kita akan lihat bagaimana hasil yang sesungguhnya,” kata Kurz, sebagaimana dikutip Reuters.

Merujuk pada perhitungan suara terakhir, posisi kedua pemilu ditempati oleh Demokrat Sosial pada angka 26,9 persen, disusul FPO dengan perolehan suara 26 persen.



Margin kesalahan dari perhitungan suara ini mencapai 0,7 persen sehingga masih terlalu sulit untuk memprediksi partai yang menempati posisi kedua.

Sementara itu, pemimpin FPO, Heinz-Christian Strache, masih membuka pintunya jika Kurz ingin mengajak membentuk koalisi, meski sebelumnya dia kerap diprotes karena disebut mencuri ide sang calon kuat presiden.

OVP dan FPO memang memiliki sejumlah program serupa terkait agenda anti-imigrasi dan anti-Islam. Para pendukung Kurz pun bergembira ketika mengetahui bahwa FPO diduga kuat dikalahkan oleh Demokrat Sosial sehingga kemungkinan koalisi antara OVP dan partai sayap kanan itu semakin kecil.




Credit  cnnindonesia.com





Menlu Austria Sebastian Kurz Jadi Pemimpin Termuda Eropa


Menteri Luar Negeri Austria, Sebastian Kurz.
Menteri Luar Negeri Austria, Sebastian Kurz.

CB, WINA -- Menteri Luar Negeri Austria Sebastian Kurz mengumumkan kemenangannya pada Ahad (15/10) usai People's Party yang mendukungnya memenangkan perolehan suara dalam pemilihan parlemen. Kemenangan ini membuka peluang bagi Kurz untuk menjadi pemimpin Eropa termuda.
Kurz (31 tahun) mengklaim kemenangannya merupakan hasil akhir pemilihan sebagaimana yang diumumkan oleh Kementerian Dalam Negeri Austria. Dilansir dari USA Today, Senin (16/10), People's Party tercatat unggul dalam sejumlah penghitungan suara.
 
People's Party tercatat memperoleh 31,4 persen suara, menurut Menteri Dalam Negeri Wolfgang Sobotka. Perolehan ini naik sebesar tujuh persen dibandingkan hasil pemilihan pada 2013.
 
Sementara itu, Freedom Party yang merupakan partai sayap kanan berada di posisi kedua dengan perolehan suara sebesar 27,4 persen. Partai tengah-kiri Social Democrats yang saat ini berkoalisi dengan People's Party dalam pemerintahan di Austria mendapatkan 26,7 persen suara.
 
Dengan perolehan suara ini, ada kemungkinan koalisi antara People's Party yang konservatif dengan partai sayap kanan. Kedua partai ini memusatkan kampanye kepada isu imigrasi dan Islam.
Partai Social Democrats berkampanye dengan isu mengangkat isu ketidaksetaraan sosial. Adapun kemenangan People's Party disebabkan kekhawatiran tentang 90 ribu migran, yang mayoritas adalah Muslim Suriah yang datang ke Austria sejak 2015.
"Sudah tugas saya mengubah negara ini. Saya akan membangun gaya baru di negara kita," kata Kurz dalam pidato kemenangannya pada Ahad malam (15/10).
Gelombang kekhawatiran terhadap kaum imigran didorong rasa prihatin warga terhadap budaya tradisional barat dan budaya Kristen yang telah mengakar di negara itu. Kurz dipastikan akan menjadi pemimpin termuda di Uni Eropa, bahkan mungkin di dunia. Sebelumnya, Presiden Prancis Emmanuel Macron (39) dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un yang diyakini berusia 33 tahun menjadi tokoh pemimpin yang berusia muda.




Credit  REPUBLIKA.CO.ID






Senin, 25 September 2017

Indonesia Pamer Aplikasi Nuklir Untuk Kesehatan di Wina



Ilustrasi aplikasi Quick disaster. TEMPO/Charisma Adristy




CB, Wina - Duta Besar Republik Indonesia untuk Austria Darmansjah Djumala membuka pameran pemanfaatan nuklir untuk kesehatan yang diselenggarakan Indonesia di sela acara Sidang Umum ke-61 Badan Energi Atom Internasional (IAEA) di Wina, Austria.
Dalam pameran tersebut delegasi Indonesia menampilkan karya anak bangsa seperti alat renograf untuk deteksi dini fungsi ginjal, serta kit radioisotop dan radiofarmaka. Ketiga alat itu adalah hasil kerja sama hilirisasi antara BATAN, PT. Kimia Farma, dan Kementerian Kesehatan.
“Kesehatan merupakan salah satu program prioritas Pemerintah RI dan modal kunci dalam mendukung pembangunan nasional. Ini merupakan salah satu contoh konkret hasil kerja sama dengan IAEA di bidang aplikasi nuklir untuk tujuan damai,” kata dia seperti dilansir dalam siaran pers, Sabtu, 23 September 2017.
Djumala juga menjelaskan, sebagai negara kepulauan dengan distribusi populasi yang menyebar secara tidak merata, akses kesehatan menjadi tantangan utama Indonesia di bidang kesehatan, selain semakin tingginya harga peralatan kesehatan.
“Teknologi Renograf yang dibuat anak bangsa ini sangat bermanfaat dan accessible, karena harganya relatif terjangkau, berkat teknologi aplikasi nuklir. Ke depannya, Indonesia berharap IAEA dapat terus mendorong pengembangan program peralatan kesehatan yang terjangkau dan aman bagi msyarakat,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Dirjen IAEA Bidang Aplikasi Nuklir, Aldo Malavasi, memuji kemajuan aplikasi nuklir Indonesia di bidang kesehatan. Dia berjanji IAEA akan siap membantu Indonesia mengembangkan aplikasi nuklir di bidang yang bermanfaat untuk masyarakat.
“Ini merupakan langkah nyata kolaborasi IAEA dengan Indonesia dalam rangka mencapai Sustainable Development Goals,” kata Malavasi.



Credit  tempo.co