Tampilkan postingan dengan label FILIPINA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label FILIPINA. Tampilkan semua postingan

Selasa, 14 Mei 2019

Unggul Pemilu Sela Filipina, Cengkeram Duterte Kian Kuat


Unggul Pemilu Sela Filipina, Cengkeram Duterte Kian Kuat
Cengkeram Presiden Rodrigo Duterte dalam politik Filipina diprediksi bakal kian kuat setelah sekutunya unggul dalam hitung cepat pemilu sela pada Senin (13/5). (Reuters/Erik De Castro)



Jakarta, CB -- Cengkeram Presiden Rodrigo Duterte dalam politik Filipina diprediksi bakal kian kuat setelah sekutunya unggul dalam hitung cepat pemilihan umum sela pada Senin (13/5).

Lembaga pemantau pemilu Filipina, PPCRV, melaporkan bahwa berdasarkan penghitungan 94 persen suara, sekutu politik Duterte diperkirakan bakal mengamankan sembilan dari 12 kursi majelis tinggi Senat yang diperebutkan dalam pemilu ini.


Kursi yang diperebutkan dalam majelis tinggi Senat Filipina menjadi salah satu sorotan besar pada pemilu kali ini karena menentukan kekuatan Duterte di parlemen.

Secara keseluruhan, ada 24 kursi di majelis tinggi Senat. Kebanyakan anggota majelis tinggi Senat tersebut berhaluan pemikiran lebih independen dan menentang gagasan-gagasan kontroversial Duterte.


Jika kubu Duterte berhasil meraup mayoritas kursi di Senat, ia akan lebih leluasa menjalankan rencana besarnya untuk mengubah konstitusi.


Kubu oposisi curiga Duterte akan mengubah pasal mengenai masa jabatan pemimpin Filipina yang ditetapkan hanya satu periode. Jika aturan itu benar-benar diubah, Duterte dapat mengikuti pemilu lagi.

"Pemilu ini memberikan Duterte kekuasaan penuh untuk memaksakan sistem pemerintahannya yang sudah dapat disimpulkan, yaitu transformasi penuh sistem politik nasional," ujar analis politik Filipina, Richard Heydarian, kepada AFP.

Selain itu, salah satu agenda besar Duterte adalah menerapkan kembali hukuman mati di Filipina, langkah yang dikecam oleh berbagai kelompok pemerhati hak asasi manusia.

Filipina sudah melarang penerapan hukuman mati pada 1987. Sempat diberlakukan kembali enam tahun kemudian, hukuman itu lantas dilarang lagi pada 2006.

Kendati dikritik oleh berbagai kelompok pemerhati HAM, pendekatan keras Duterte ini justru menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Filipina yang sudah muak dengan tingkat kriminalitas tinggi.

Janji-janji pemberantasan kriminalitas seperti ini pula lah yang membuat Duterte menang dalam pemilu presiden pada 2016 lalu.




Credit  cnnindonesia.com


Filipina Menggelar Pemilu Sela



Masyarakat Filipina melakukan pemilu sela, Senin, 13 Mei 2019. Sumber: Aaron Favila/AP/aljazeera.com
Masyarakat Filipina melakukan pemilu sela, Senin, 13 Mei 2019. Sumber: Aaron Favila/AP/aljazeera.com

CB, Jakarta - Masyarakat Filipina mengantri di bawah suhu panas di sejumlah lapangan dan aula sekolah untuk memberikan suara dalam pemilu sela, Senin, 13 Mei 2019. Pemilu sela Filipina ini untuk memilih anggota legislator dan anggota DPRD yang diharapkan bisa memperkuat pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte yang tinggal separuh jalan.    
Dikutip dari aljazeera.com, Senin, 13 Mei 2019, proses pemungutan suara dilakukan mulai pukul 6 pagi dan akan ditutup pada pukul 6 sore. Lebih dari 61 juta masyarakat Filipina terdaftar mengikuti pemilu sela ini. Total ada sekitar 43 ribu calon legislatif (caleg) yang memperebutkan 18 ribu kursi di pemerintahan.

Dalam pemilu sela ini, diperebutkan pula 12 kursi anggota senat untuk merekomposisi separuh dari anggota dewan kongres yang sudah didominasi oleh anggota senat pendukung Duterte atau bersekutu dengan orang nomor satu Filipina itu.

Prediksi survei yang dilakukan oleh swasta memperlihatkan dukungan bagi pemerintahan Duterte masih kuat.



Masyarakat Filipina melakukan pemilu sela, Senin, 13 Mei 2019. Sumber: Aaron Favila/AP/aljazeera.com
Meskipun anggota senat Filipina saat ini sebagian besar mendukung Presiden Duterte, namun banyak dari mereka yang kecewa dengan semakin besarnya polarisasi kekuasaan. Contohnya, pemberlakuan kembali hukuman mati atau penyusunan ulang konstitusi untuk mengubah bentuk pemerintahan dari negara kesatuan menjadi federal sehingga perubahan ini memungkinkan Duterte berkuasa tanpa batas.
Kritik yang muncul menyuarakan kekhawatiran kemenangan sekutu-sekutu Duterte dalam pemilu sela hanya akan mengurangi independensi senat dan menghambat dari upaya melakukan evaluasi terhadap presiden.
“Jelas sekali ada segelintir pihak yang membentuk posisi dalam pemerintahan saat ini. Institusi kami kurang meneriakkan keadilan dan kebenaran. Banyak yang takut dianiaya dan memilih untuk bersujud pada kekuasaan,” kata anggota senat Leila de Lima, Senin, 13 Mei 2019, yang pernah dijebloskan ke penjara setelah dia menjalankan investigasi atas pembunuhan ribuan orang dalam operasi perang melawan narkoba.
De Lima menyerukan kepada para pemilih Filipina agar jangan memberikan suara mereka pada para caleg pembohong, koruptor dan para penjarah.   




Credit  tempo.co



Rabu, 24 April 2019

Duterte Ancam Perangi Kanada karena Kirim Sampah ke Filipina





Foto 19 April 2018 ini, menunjukkan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, bercanda kepada fotografer ketika dia memegang senapan Galil buatan Israel yang dipamerkan oleh mantan Kepala Kepolisian Nasional Filipina Jenderal Ronald
Foto 19 April 2018 ini, menunjukkan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, bercanda kepada fotografer ketika dia memegang senapan Galil buatan Israel yang dipamerkan oleh mantan Kepala Kepolisian Nasional Filipina Jenderal Ronald "Bato" Dela Rosa di upacara pergantian-komando di Kamp Crame di kota Quezon timur laut Manila. (AP Photo / Bullit Marquez, File)

CB, Jakarta - Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengancam mendeklarasikan perang terhadap Kanada karena membuang sampah ilegal ke negaranya lima tahun lalu.
"Saya ingin kapal disiapkan. Saya akan memberi peringatakan ke Kanada, mungkin minggu depan, bahwa mereka lebih baik membawa kembali sampah keluar dari sini atau saya sendiri yang akan mengapalkannya," kata Duterte, dikutip dari Russia Today, 24 April 2019.
"Kita akan mendeklarasikan perang terhadap Kanada...kita akan melawan Kanada. Kita bisa menghancurkan mereka. Saya akan kembalikan sampah mereka, lihat saja nanti," kata Duterte yang menuduh Kanada memberlakukan negaranya seperti tempat sampah.

Sebanyak 103 kontainer limbah rumah tangga, botol plastik, tas, dan popok dewasa bekas dikirim ke Filipina antara 2013 dan 2014 selama masa kepresidenan Benigno Aquino III, oleh perusahaan swasta Chronic Plastics asal Kanada yang dilaporkan salah menyebutnya limbah plastik. Setidaknya 26 kontainer sampah sudah dikubur di TPA Filipina sejak dikirim.
"Saya akan memberi tahu Kanada bahwa sampah kalian sedang dalam perjalanan, siapkan resepsi mewah, makan saja jika kalian mau," lanjut Duterte.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte (empat dari kiri) berjabat tangan dengan Laksamana Muda Rusia Eduard Mikhailov di atas kapal angkatan laut anti-kapal selam Rusia Laksamana Tributs di Manila pada 6 Januari 2017.[CNN]
Filipina dilaporkan telah mengajukan beberapa kali protes diplomatik kepada Kanada sejak pengiriman dilakukan, tetapi tidak berhasil.
Kanada menolak untuk mengambil sampah kembali, mengklaim kurangnya otoritas untuk memaksa perusahaan swasta yang bertanggung jawab untuk mengembalikan sampah.

"Kami juga membahas masalah sampah yang telah lama menjadi gangguan dan saya berkomitmen pada Duterte karena saya senang berkomitmen untuk Anda semua sekarang karena Kanada sangat berupaya untuk mencari solusinya," ujar Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengatakan selama kunjungannya ke Filipina pada 2017.



Credit  tempo.co



Selasa, 23 April 2019

Duterte Klaim Jurnalis Filipina Hendak Menggulingkannya


Duterte Klaim Jurnalis Filipina Hendak Menggulingkannya
Presiden Filipina, Rodrigo Duterte. (REUTERS/Erik De Castro)




Jakarta, CB -- Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, menuduh sejumlah jurnalis dan lembaga pers yang menaungi mereka berkonspirasi hendak menggulingkan dia dari kekuasaannya. Dia mengklaim para pewarta itu menyebarkan berita bohong tentang jumlah kekayaannya yang melonjak tahun ini.

Seperti dilansir AFP, Selasa (23/4), sejumlah kantor berita di Filipina seperti Rappler, menulis artikel tentang dugaan keterlibatan keluarga Duterte dalam bisnis narkoba. Mereka juga mempertanyakan jumlah kekayaannya yang naik cukup besar.


Menurut juru bicara kepresidenan Filipina, Salvador Panelo, para jurnalis yang dituding membuat berita tidak benar adalah Rappler dan Editor in Chief Maria Ressa, Presiden Verafiles.org, Ellen Tordesilas.

Di samping itu, lembaga Pusat Jurnalisme Investigasi Filipina (PCIJ) dan Persatuan Nasional Advokat Rakyat (NUPL) juga disebut terlibat persekongkolan untuk menjatuhkan Duterte. Panelo bahkan membuat bagan tentang hubungan lembaga-lembaga dan para jurnalis yang dituding berkonspirasi itu.


"Mereka mencoba menghancurkan pemerintahan ini dengan menyebarkan berita palsu dan membuat intrik di dalam pemerintahan," kata Panelo.


Selain bagain, Panelo menuding para jurnalis itu menyebarkan pengakuan seseorang yang identitasnya dirahasiakan, yang menyatakan keluarga Duterte terlibat dalam bisnis narkoba.

"Apa yang orang-orang ini lakukan sama saja membantu musuh, atau malah mereka yang menjadi musuh," kata Panelo.

Duterte mengancam akan memperkarakan PCIJ, yang memberitakan soal jumlah hartanya yang melonjak.

"Dalam beberapa pekan saya akan balas. Jadi sebaiknya PCIJ berhenti (memberitakan)," kata Duterte.

Para jurnalis dan organisasi pers yang disebut itu selama ini memang gencar mengkritik kebijakan memerangi narkoba yang dilakukan Duterte. Sebagai balasan, aparat Filipina dua kali menangkap Ressa dengan tuduhan menghindari pajak serta sejumlah tuduhan lain. Namun, Ressa berhasil dibebaskan dengan jaminan.


Duterte juga mengancam mencabut izin dan memburu pajak surat kabar Philippine Daily Inquirer dan stasiun televisi ABS-CBN.

Menurut Ressa, tudingan terbaru Duterte terhadap lembaga pers di Filipina adalah hal yang lucu.

"Istana presiden kembali mencoba melecehkan para jurnalis," kata Ressa.

Sedangkan Tordesilas menyatakan tuduhan itu keliru. Sedangkan PCIJ menyatakan tidak membuat berita bohong soal kekayaan Duterte, karena mengambil data dari dokumen laporan harta kekayaan penyelenggara negara yang langsung diisi oleh sang presiden.




Credit  cnnindonesia.com


Gempa magnitudo 6,3 guncang Filipina


Gempa magnitudo 6,3 guncang Filipina
Gempa magnitudo 6,3 mengguncang Filipina pada Senin, menurut Survei Geologi Amerika Serikat (USGS).



Manila (CB) - Gempa magnitudo 6,3 mengguncang Filipina pada Senin, menurut Survei Geologi Amerika Serikat (USGS).

Seorang wartawan Reuters menyaksikan sejumlah gedung perkantoran di distrik bisnis utama ibu kota Manila, goyang.

Pusat gempa berada di 60km barat laut Manila dengan kedalaman 40 km. USGS sebelumnya melaporkan bahwa magnitudo gempa sebesar 6,4 tetapi kemudian menurunkannya menjadi 6,3.

Tidak ada laporan mengenai korban jiwa maupun kerusakan akibat gempa. Sejumlah orang dievakuasi dari gedung perkantoran di Manila.

Filipina berada di "Cincin Api" Pasifik yang aktif secara seismik dan garis patahan yang mengelilingi tepi Samudera Pasifik.




Credit  antaranews.com




Selasa, 16 April 2019

Filipina Protes Cina karena Jaring Kerang di Laut Sengketa



Pulau Scarborough yang diperebutkan Cina dan Filipina
Pulau Scarborough yang diperebutkan Cina dan Filipina

Pemerintah Filipina mempertimbangkan tindakan hukum terhadap Cina.




CB, MANILA -- Pemerintah Filipina sedang mempertimbangkan mengambil tindakan hukum terhadap Cina. Hal itu dilakukan karena Beijing dituduh menjaring kerang raksasa di wilayah perairan yang disengketakan, Laut Cina Selatan.

Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin Junior mengungkapkan, negaranya memergoki nelayan-nelayan Cina menjaring dan mengangkut kerang rakasasa dari Scarborough Shoal belum lama ini. "Kami memprotes hal ini. Ini ilegal, dan faktanya Anda juga melanggar konvensi perlindungan lingkungan di mana kami dapat mengambil tindakan hukum," kata dia, Selasa (16/4), dikutip laman Aljazirah.

Menurut Locsin, Filipina telah mengajukan protes diplomatik terkait kejadian tersebut. Namun, Cina belum memberikan tanggapan resmi.

Scarborough Shoal, yang oleh masyarakat Cina dikenal dengan Huangyan Dao, terletak 230 kilometer dari pantai barat laut Filipina. Shoal menjadi tempat perselisihan antara kapal-kapal pemerintah Filipina dan Cina pada April 2012.

Cina kemudian mengambil kendali atas daerah tersebut. Ia kerap kali mengusir nelayan-nelayan Filipina yang melaut ke sana.

Hal itu mendorong Filipina mengajukan kasus arbitrase terhadap Cina pada Januari 2013. Manila mempertanyakan klaim Beijing atas laut yang disengketakan.

Pada Juli 2016, Pengadilan Permananen Arbitrase memutuskan Cina tak memiliki dasar hukum atau historis atas klaimnya terhadap Laut Cina Selatan. Hingga kini sengketa terhadap wilayah perairan strategis masih berlangsung, tidak hanya melibatkan Filipina, tapi juga beberapa negara Asia Tenggara lainnya, seperti Malaysia, Indonesia, Vietnam, dan Brunei. 




Credit  republika.co.id



Senin, 15 April 2019

7 Fakta tentang Abu Dar, Pemimpin ISIS Filipina



Abu Dar, pemimpin ISIS Filipina. [EXPRESS.CO.UK]
Abu Dar, pemimpin ISIS Filipina. [EXPRESS.CO.UK]

CB, Jakarta - Filipina resmi mengumumkan tentang kematian pemimpin ISIS Abu Dar setelah menerima hasil uji DNA dari penyelidik AS. Siapakah Abu Dar yang sempat disebut akan menjadi pemimpin ISIS wilayah Asia Tenggara setelah Isnilan Hapilon, pemimpin Abu Sayyaf yang berafiliasi dengan ISIS tewas terbunuh pada 2017.

Mengutip laporan The Straits Times, CNN, dan The South China Morning Post, berikut 7 fakta tentang pemimpin ISIS Filipina, Abu Dar:
1. Abu Dar lahir sekitar 40 tahun lalu di kota Pagayawan, provinsi Lanao del Sur, pulau Mindanao, dengan nama Benito Marohombsar.

2. Selain Abu Dar, ia juga punya nama lain yakni Human Abduj Najib.
3. Tidak banyak informasi mengungkap tentang awal keterlibatan Abu Dar dengan kelompok milisi di Filipina. Abu Dar digambarkan memiiki jaringan degan milisi luar negeri, kurang radikal dan pengalaman berperang masih sedikit dibandingkan Isnilon Hapilon, pemimpin Abu Sayyaf yang tewas dibunuh pada tahun 2017. Abu Sayyaf resmi berafiliasi dengan ISIS.

4. Abu Dar disebut pemimpin Daulah Islamiyah, salah satu faksi yang bertempur bersama ISIS di Irak dan Suriah.
5. Abu Dar membantu Hapilon dan pemimpin kelompok milisi Maute Omar dan Abdullah Maute merancang serangan berdarah di kota Marawi tahun 2017.

6. Dia memiliki jairngan dengan milisi luar negeri dan menjadi kurir pembawa uang selama bertempur di Marawi.

"Dia punya uang, sumber daya, dan koneksi. Dia punya kemmapuan untuk memimpin," kata juru bicara militer, Brigadir Jenderal Bienvenido Datuin seperti dikutip dari The Straits Times, 6 Maret 2018.
7. Saat ISIS terdesak di Marawi, Abu Dar disebut merancang pelarian dengan membawa lari uang hasil rampasan selama 5 bulan menguasai Marawi senilai US$12,7 juta. 




Credit  tempo.co




Filipina Resmi Umumkan Pemimpin ISIS Abu Dar Tewas



Bendera Filipina yang compang-camping terlihat dekat rumah-rumah yang hancur, setelah penduduk diizinkan kembali ke rumah mereka untuk pertama kalinya usai pertempuran antara pasukan pemerintah dan militan Negara Islam di kota Islam Marawi, Filipina 19 April 2018 REUTERS/Erik De Castro
Bendera Filipina yang compang-camping terlihat dekat rumah-rumah yang hancur, setelah penduduk diizinkan kembali ke rumah mereka untuk pertama kalinya usai pertempuran antara pasukan pemerintah dan militan Negara Islam di kota Islam Marawi, Filipina 19 April 2018 REUTERS/Erik De Castro

CB, Jakarta - Filipina resmi mengumumkan tentang kematian pemimpin ISIS Benito Marohombsar alias Abu Dar dalam operasi militer di kota Tuburan, provinsi Lanao de Sur, sekitar 800 kilometer di selatan Manila, Filipina. Kota Marawi terletak di Lanao del Sur pada Maret lalu.
Komandan brigadir militer Filipina di Marawi, Romeo Brawer kepada wartawan kemarin, 14 April 2019 mengatakan, kepastian atas kematian Abu Dar berdasarkan hasil laporan uji DNA secara tertulis yang dikirimkan oleh penyelidik forensik AS.

Menteri Pertahanan Filipina, Delfin Lorenzana kepada wartawan pada hari Minggu, 14 April 2019 juga menjelaskan pernyataan serupa kepada wartawan.
"Dipastikan. Ini jasad Abu Dar. Well, sekarang kelompoknya tidak punya pemimpin," kata Lorezana seperti dilansir dari The Straits Times.
Menurut seorang sumber di militer Filipina, tes DNA itu berdasarkan rambut anak-anak Abu Dar yang dicoocokkan dengan rambut Abu Dar.

Rencananya, Presiden Rodrigo Duterte yang akan mengumumkan tentang hasil tes DNA saat dia berkunjung ke Marawi, namun acara itu dibatalkan.
Abu Dar disebut terlibat langsung dalam serangan bersenjata untuk menguasai kota Marawi pada tahun 2017. Selama 5 bulan ISIS menguasai kota yang berada di pulau Mindanao.

Pertempuran sengit membebaskan Marawi dari cengkraman pasukan ISIS mengakibatkan ratusan orang meninggal di Marawi, dan lebih dari 35 ribu orang meninggalkan rumah mereka, serta setengah isi kota Marawi hancur.
Pertempuran militer Filipina memberangus milisi ISIS di Marawi merupakan pertempuran terbesar yang terjadi di Filipina sejak Perang Dunia II.



Credit  tempo.co




Jumat, 12 April 2019

Kapal Induk Sarat Jet Tempur Milik AS Ikut Latihan Perang dengan Filipina



Kapal Induk Sarat Jet Tempur Milik AS Ikut Latihan Perang dengan Filipina
Kapal serbu amfibi USS Wasp, dengan setidaknya 10 jet siluman F-35B di geladak, ikut dalam latihan perang di Filipina. Foto/Istimewa


MANILA - Sebuah kapal perang Amerika Serikat (AS) yang sarat dengan pesawat-pesawat tempur berteknologi tinggi menjadi perhatian utama dalam latihan perang di Filipina. Keberadaan kapal perang ini sebuah unjuk kekuatan militer di tengah eskalasi di Laut China Selatan yang bergolak.

Kapal serbu amfibi USS Wasp, dengan setidaknya 10 jet siluman F-35B di geladak, dengan tenang mengapung di laut ketika tank-tank amfibi bergerak ke pantai Filipina dalam pelayaran pendek dari pulau-pulau yang juga diklaim oleh China.

Kapal itu berada di area latihan militer AS-Filipina yang telah lama dilakukan. Latihan ini terjadi ketika Filipina mengusir ratusan kapal China yang baru-baru ini mendekatu pulau Pagasa (Thitu).

"Kami tidak dapat mengungkapkan pergerakan resmi USS WASP untuk alasan keamanan, tetapi mereka telah beroperasi di wilayah Laut China Selatan sebagai bagian dari latihan," kata juru bicara militer AS Letnan Dua Tori Sharpe seperti dikutip dari AFP, Jumat (12/4/2019).

Presiden Filipina Rodrigo Duterte selama ini kerap mengesampingkan perselisihan tentang klaim ekspansif China atas jalur perairan yang kaya sumber daya, tetapi pekan lalu mengatakan kepada Beijing menarik mundur ratusan kapal yang berkerumun di pulau Pagasa (Thitu).

Filipina menyebut keberadaan kapal itu ilegal dan Duterte mengancam China dengan kemungkinan aksi militer jika menyentuh pulau itu.

China mengklaim sebagian besar Laut China Selatan, termasuk perairan dan pulau-pulau yang dekat dengan pantai tetangganya. Mereka telah membangun pulau-pulau buatan dan instalasi militer yang diperingatkan AS dapat membatasi hak lintas oleh kapal-kapal non-China.

Filipina, Brunei, Malaysia, Taiwan, dan Vietnam juga telah mempertaruhkan klaim atas berbagai pulau dan terumbu karang di laut yang dianggap memiliki cadangan minyak bumi yang kaya jauh di bawah perairannya.

"Partisipasi USS WASP dalam latihan-latihan itu mewakili peningkatan kemampuan militer yang dilakukan untuk kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka," kata angkatan laut AS dalam siaran pers tentang kedatangannya pekan lalu.

Latihan Balikatan (shoulder-to-shoulder) dua minggu, yang dibuka 1 April, mencakup sekitar 4.000 tentara Filipina, 3.500 tentara Amerika, dan 50 tentara Australia.

Duterte telah mengancam untuk berhenti latihan dan berpihak kepada China, tetapi mereka melanjutkan latihan setelah dilemahkan selama beberapa tahun.

Karena Duterte telah bersahabat dengan China, AS pun kembali menopang hubungannya dengan Manila dan menegaskan kehadirannya di Laut Cina Selatan.

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo berjanji pada bulan Maret untuk datang ke pertahanan Filipina jika terjadi "serangan bersenjata" di laut, sebuah jaminan yang telah dicari oleh para pemimpin Filipina.

Duterte telah dikritik di dalam negeri karena mengembangkan hubungan dengan Beijing, dan menyerah pada pengaruh China pada masalah Laut China Selatan.

Dalam komentarnya terkait pulau Pagasa, China mengatakan akan bekerja sama dengan Filipina dan mempelajari laporan mengenai kapal-kapal China.



Credit  sindonews.com




Rabu, 10 April 2019

Sandera Malaysia yang Selamat Meninggal di Rumah Sakit Filipina


Sandera Malaysia yang Selamat Meninggal di Rumah Sakit Filipina
Foto/Ilustrasi/SINDOnews/Ian

MANILA - Warga Malayasi yang menjadi korban penculikan oleh kelompok Abu Sayyaf, Jari bin Abdullah, meninggal pada Selasa di Filipina Selatan. Hal itu dikatakan oleh pihak militer Filipina.

Dalam sebuah pernyataan, militer Filipina mengatakan, Abdullah dikelilingi oleh beberapa anggota keluarganya dan staf Kedutaan Besar Malaysia ketika ia meninggal pada pukul 01:17 Selasa dini hari di rumah sakit setempat di Kota Zamboanga.

Abdullah ditembak di belakang ketika mencoba melarikan diri ketika Marinir Filipina berusaha menyelamatkannya.

Militer mengatakan gerilyawan Abu Sayyaf menculik Abdullah dan dua sandera lainnya asal Indonesia dari Sabah, Malaysia pada 6 Desember tahun lalu dan membawa mereka ke hutan terpencil di provinsi Sulu di Filipina selatan.

"Kami menyampaikan simpati tulus kami kepada keluarga Abdullah," kata Letnan Jenderal Arnel Dela Vega, kepala Komando Mindanao Barat Filipina seperti dikutip dari Xinhua, Rabu (10/4/2019).

Ia menambahkan pasukan Filipina sedang melakukan semua upaya untuk mengalahkan Abu Sayyaf dan memberikan keadilan bagi para korban teror.

Sementara itu, militer Filipina mengatakan korban penculikan asal Indonesia yang diselamatkan Heri Ardiansyah, yang diselamatkan dari perairan oleh marinir di atas kapal perang, secara resmi diserahkan ke Kedutaan Indonesia di Manila pada hari Selasa.

Jenazah lain korban penculikan asal Indonesia, Hariadin, yang tenggelam ketika mencoba melarikan diri dari penculiknya, juga dibawa ke Manila Senin malam, kata militer.

Ardiansyah dan Hariadin juga diselamatkan pada tanggal 5 April oleh pasukan Filipina saat mengejar militan Abu Sayyaf di tempat perlindungan di lepas pantai Pulau Simusa.

Marinir Filipina menewaskan tiga gerilyawan Abu Sayyaf selama operasi penyelamatan dua hari di pulau itu.

Dengan menyelamatkan ketiga orang itu, militer mengatakan gerilyawan Abu Sayyaf dibiarkan dengan hanya tiga sandera - pengamat burung Belanda Elwold Horn, yang diculik pada 2012, dan dua orang asal Filipina.

Abu Sayyaf mendapat perhatian di Filipina selatan pada awal 1990-an, dengan tuntutan negara Islam. Kelompok ini mencuri perhatian di seluruh dunia dengan serangkaian penculikan dan pemenggalan.

Pihak berwenang Filipina menyebut kelompok Abu Sayyaf sebagai tidak lebih dari sekumpulan bandit.

Pemerintah Filipina telah membentuk seluruh divisi militer untuk memburu para gerilyawan yang dituduh melakukan serangkaian penculikan dan pemboman di wilayah selatan, termasuk pemboman kembar pada 27 Januari tahun ini di sebuah gereja di kota Jolo, provinsi Sulu yang menewaskan 23 dan melukai lebih dari 100 orang. 



Credit  sindonews.com




Selasa, 09 April 2019

Tensi di Laut Cina Selatan, 2 Kapal Perang Rusia Tiba di Filipina



Kapal-kapal Rusia berlabuh di Manila, memulai kunjungan selama 5 hari ke Filipina. [Rambo Talabong / Rappler]
Kapal-kapal Rusia berlabuh di Manila, memulai kunjungan selama 5 hari ke Filipina. [Rambo Talabong / Rappler]

CB, Jakarta - Dua kapal perang perusak dan kapal tanker Rusia bersauh di Filipina di tengah ketegangan Laut Cina Selatan.
Kapal perusak Laksamana Tributs dan Vinogradov, yang diklasifikasikan sebagai kapal perusak anti-kapal selam besar, bersauh di Manila pada Senin pagi, bersama kapal tanker Laksamana Irkut, menurut laporan kantor berita Philippine News Agency, dikutip dari CNN, 8 April 2019.

Ini kedua kalinya pada tahun ini, kapal Rusia bersauh di Filipina. Januari lalu, tiga kapal perang Rusia juga bersauh di Manila untuk promosa perdamaian stabilitas, dan kerja sama maritim.
Tiga kapal perang Rusia berlabuh di Port of Manila memulai kunjungan baik selama 5 hari oleh Armada Pasifik Rusia.

"Kedatangan rekan-rekan kami dari Angkatan Laut Rusia menggarisbawahi upaya berkelanjutan untuk lebih memperkuat hubungan antara pemerintah kami dan angkatan laut. Ini akan semakin meningkatkan dan mempertahankan promosi perdamaian dan stabilitas dan kerja sama maritim," kata Kapten Angkatan Laut Filipina Constancio Reyes Jr, dikutip dari Rappler.

Kapal anti-kapal selam Rusia Admiral Tributs dan Vinogradoy dan kapal tanker Irkut bersauh di Pelabuhan Manila pada Senin.[philstar]
Kedatangan Armada Pasifik Rusia terjadi hanya beberapa bulan sebelum kedua negara akan menandatangani perjanjian kerja sama angkatan laut, kemungkinan pada bulan Juli, yang dilaporkan akan melibatkan lebih banyak latihan bersama dan kunjungan pelabuhan timbal balik.

Rusia dan Cina juga telah bergerak lebih dekat bersama dalam beberapa tahun terakhir, melakukan latihan militer bersama dan menandatangani kesepakatan ekonomi, dengan kedua belah pihak mengklaim hubungan berada pada tingkat terbaik dalam sejarah.
Kunjungan Rusia hari Senin juga datang di tengah latihan bersama tahunan Balikatan antara Filipina dan AS, yang berakhir pada 12 April.
Latihan Balikatan melibatkan lebih dari 7.500 pasukan, pesawat tempur siluman F-35B dan termasuk pelatihan penembakan langsung dan operasi amfibi.

Sementara kunjungan kapal Rusia tidak sebesar itu, namun hubungan Rusia yang semakin besar dengan Filipina dan kehadirannya di wilayah itu terjadi pada saat meningkatnya ketegangan di Laut Cina Selatan.
Pemerintah Filipina mengatakan ratusan kapal Cina, termasuk beberapa kapal militer, telah terlihat di sekitar Pulau Thitu dalam gugus Kepulauan Spratly di Laut Cina Selatan, yang dikendalikan oleh Manila tetapi diklaim oleh Beijing.




Credit  tempo.co



Kemlu Berupaya Pulangkan Heri dan Jenazah Hariadin dari Filipina


Kemlu Berupaya Pulangkan Heri dan Jenazah Hariadin dari Filipina
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Arrmanatha Christiawan Nasir. Foto/SINDOnews/Victor Maulana

JAKARTA - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia sedang berupaya memulangkan jenazah Hariadin dari Filipina. Warga negara Indonesia (WNI) itu meninggal saat melarikan diri dari kelompok bersenjata yang menyanderanya.

Hariadin meninggal ketika mengarungi laut dalam pelariannya Jumat pekan lalu. Hariadin bersama sandera asal Indonesia lainnya, Heri Ardiansyah, berusaha berenang ke Pulau Bangalao guna menghindari serangan angkatan bersenjata Filipina terhadap kelompok bersenjata.

Juru bicara Kemlu Indonesia Arrmanatha Christiawan Nasir mengatakan Kemlu juga akan memulangkan Heri yang berhasil selamat saat melarikan diri. Heri diselamatkan oleh militer Filipina.

"Kita sedang berupaya memulangkan jenazah saudara Hariadin dan juga Heri yang saat ini dalam kondisi sehat. Kita akan pulangkan secepat mungkin, harapan kita dalam dua hari ke depan bisa segera kembali ke Indonesia," ucap Arrmanatha, Senin (8/4/2019).

Menurutnya, kondisi kesehatan Heri sangat baik. Setelah diselamatkan, Heri langsung mendapatkan peratawan dari dokter di Filipina.

"Heri kondisinya dalam keadaan baik. Setelah sampai Zamboanga, dia sudah mendapat perawatan kesehatan dari dokter dan sudah di-briefing dan dari info yang kita terima kondisinya dalam keadaan sehat. Kita sedang siapkan dokumen administrasi sehingga dia bisa kembali ke Indonesia," ujarnya.

Heri dan Hariadin diculik bersama seorang warga negara Malaysia, Jari Abdullah, di Perairan Kinabatangan, Sandakan, Malaysia, pada 5 Desember 2018 lalu. Ketiganya diculik oleh kelompok bersenjata di Flipina selatan saat sedang bekerja di kapal penangkap ikan SN259/4/AF.

Arrmanatha mengatakan saat ini sudah tidak ada WNI yang menjadi sandera kelompok bersenjata di Filipina. "Jadi 2016 itu ada 36 sandera yang ada di Filipina, perlahan kita bebaskan dan ini yang terakhir terbebas dan dari 36 ada satu meninggal," katanya, merujuk pada Hariadin. 



Credit  sindonews.com


Senin, 08 April 2019

Duterte Minta Pasukan Bersiap Hadapi Cina Terkait Pulau Thitu




Presiden Filipina, Rodrigo Duterte (kanan), dan Presiden Cina, Xi Jingping (kiri) menjelang penandatanganan di Beijing, Cina, pada Oktober 2016. Reuters
Presiden Filipina, Rodrigo Duterte (kanan), dan Presiden Cina, Xi Jingping (kiri) menjelang penandatanganan di Beijing, Cina, pada Oktober 2016. Reuters

CBManila – Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, mengatakan kepada pemerintah Cina agar menjauhi pulau yang dikuasai Manila di Laut Cina Selatan yaitu Pulau Pagasa atau Thitu.

Duterte mengatakan dia akan mengerahkan pasukan jika Beijing berani menyentuh pulau itu.
“Saya tidak akan memohon, tapi saya hanya mengatakan kepada Anda untuk menjauhi Pulau Pagasa karena saya kirim pasukan di sana. Jika Anda sentuh itu, maka ceritanya jadi lain. Saya akan katakan kepada para tentara agar bersiap 'melakukan misi bunuh diri' (prepare for suicide mission),” kata Duterte dalam pidato seperti dilansir SCMP dengan mengutip Reuters pada Jumat, 5 April 2019.

Duterte mengatakan pernyataannya itu bukanlah peringatan tapi lebih sebagai nasihat kepada seorang teman. Pernyataannya ini keluar menyusul pernyataan kemenlu Filipina yang memprotes kehadiran lebih dari 200 kapal Cina di dekat Pulau Thitu dan menyebutnya ilegal.

Selama ini, Duterte selalu mengatakan tidak akan berperang dengan Cina karena itu sama saja bunuh diri. Ini karena militer Cina memiliki teknologi senjata canggih yang tidak dimiliki militer Filipina. Pada pekan lalu, Duterte menyebut rudal jelajah Cina bisa menyasar Manila dalam waktu tujuh menit dan menghancurkan ibu kota negara itu.
Militer Filipina menduga pasukan kapal itu adalah milisi maritim yang dibentuk oleh militer Cina. Adakalanya kapal-kapal itu melakukan aktivitas menangkap ikan. Namun, kapal-kapal itu hanya mengapung tanpa melakukan aktivitas apapun.

“Tidakan-tindakan itu, jika tidak disangkal oleh pemerintah Cina, maka akan dianggap sebagai bagian kebijakan negara itu,” kata kemenlu Filipina dalam pernyataan keras yang jarang dilakukan terhadap Beijing.
Selama ini, Duterte berusaha membangun hubungan yang lebih hangat dengan Cina sejak memimpin Filipina pada 2016. Dia mengharapkan pinjaman lunak dan investasi miliaran dolar untuk pembangunan infrastruktur dan ekonomi negara itu. Meski begitu, dia mengatakan tidak akan mengizinkan Cina menduduki Pulau Thitu.
Menanggapi ini, juru bicara kemenlu Cina, Geng Shuang, mengatakan pembicaraan bilateral kedua negara mengenai Laut Cina Selatan pada Rabu pekan ini berjalan terbuka, bersahabat dan konstruktif. Kedua negara bersepakat menyelesaikan isu perbatasan wilayah LCS lewat jalur damai.



Credit  tempo.co




Seorang Sandera WNI Meninggal dalam Proses Pembebasan di Filipina


Seorang Sandera WNI Meninggal dalam Proses Pembebasan di Filipina
Foto/Ilustrasi/SINDOnews/Ian

JAKARTA - Seorang warga negara Indonesia (WNI) yang disandera kelompok bersenjata di Filipina selatan meninggal dunia di perairan Pulau Simisa, Provinsi Sulu.

WNI bernama Hariadin meninggal akibat tenggelam di laut setelah terbebas dari penyanderaan, Jumat kemarin. Hariadin bersama sandera WNI lainnya, Heri Ardiansyah, berusaha berenang ke Pulau Bangalao guna menghindari terkena serangan angkatan bersenjata Filipina terhadap penyanderaan sebagaimana dialami warga negara Malaysia yang terbebas sehari sebelumnya. Heri Ardiansyah sendiri berhasil diselamatkan.

"Pemerintah Indonesia menyampaikan ungkapan duka cita yang mendalam kepada keluarga almarhum Hariadin," kata Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dalam rilisnya yang diterima Sindonews, Sabtu (6/4/2019).

"Kementerian Luar Negeri telah berkomunikasi dengan keluarga kedua WNI di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, dan di Sandakan, Malaysia, guna mengabarkan peristiwa tersebut," sambung rilis tersebut.

Rencananya, hari ini, Heri Ardiansyah dan jenazah Hariadin tiba di pangkalan militer Westmincom di Zamboanga City untuk diserahterimakan kepada wakil Pemerintah Indonesia. Selanjutnya Pemerintah Indonesia akan melakukan proses pemulangan ke Indonesia pada kesempatan pertama.

Sejak akhir Februari 2019, Divisi 11 Angkatan Bersenjata Filipina yang didukung oleh Tim BAIS TNI malakukan operasi pembebasan sandera dan terus memberikan tekanan kepada para penyandera. Dalam perkembangan terakhir, para penyandera terdesak di Pulau Simisa, Provinsi Sulu, Filipina selatan.

Heri Ardiansyah dan Hariadin diculik bersama seorang warga negara Malaysia, Jari Abdullah, di Perairan Kinabatangan, Sandakan, Malaysia pada tanggal 5 Desember 2018 lalu. Ketiganya diculik oleh kelompok bersenjata di Flipina selatan saat sedang bekerja di kapal penangkap ikan SN259/4/AF.

Sejak tahun 2016, sebanyak 36 WNI disandera oleh kelompok bersenjata di Filipina selatan. Dari jumlah tersebut seluruhnya berhasil dibebaskan, namun 1 orang sandera WNI meninggal dalam proses pembebasan tersebut. 




Credit  sindonews.com




Jumat, 05 April 2019

Filipina: Keberadaan kapal China di perairan sengketa ilegal


Filipina: Keberadaan kapal China di perairan sengketa ilegal

Keberadaan ratusan kapal China di dekat pulau yang diduduki Manila di Laut China Selatan yang bersengketa, ilegal dan jelas melanggar kedaulatan Filipina, kata kementerian luar negeri negara tersebut, Kamis. (AFP/Getty Images)


Manila (CB) - Keberadaan ratusan kapal China di dekat pulau yang diduduki Manila di Laut China Selatan yang bersengketa, ilegal dan jelas melanggar kedaulatan Filipina, kata kementerian luar negeri negara tersebut, Kamis.

"Tindakan seperti itu ketika tidak disangkal oleh pemerintah China dianggap telah diadopsi olehnya," menurut pernyataan Departemen Luar Negeri, beberapa hari setelah Filipina mengatakan bahwa pihaknya akan mengajukan protes diplomatik atas kapal-kapal tersebut.

Keberadaan ratusan kapal di sekitar pulau Thitu secara terus menerus menimbulkan pertanyaan tentang niat dan kekhawatiran mereka atas perannya "mendukung tujuan yang bersifat koersif," kata kementerian itu.

Data militer menunjukkan bahwa Filipina mengawasi lebih dari 200 kapal China di dekat pulau Thitu, atau Pagasa, sejak Januari hingga Maret tahun ini.

Selain Filipina, Brunei, China, Malaysia, Taiwan dan Vietnam memilik klaim kedaulatan yang bersaing di perairan ramai tersebut, kawasan yang dilalui barang dagangan senilai 3,4 triliun dolar AS setiap tahunnya.






Credit  antaranews.com



Filipina Protes Kehadiran Ratusan Kapal CIna



Presiden Filipina, Rodrigo Duterte (kanan), dan Presiden Cina, Xi Jingping (kiri) menjelang penandatanganan di Beijing, Cina, pada Oktober 2016. Reuters
Presiden Filipina, Rodrigo Duterte (kanan), dan Presiden Cina, Xi Jingping (kiri) menjelang penandatanganan di Beijing, Cina, pada Oktober 2016. Reuters

CBManila – Kementerian Luar Negeri Filipina mengatakan kehadiran ratusan kapal nelayan Cina dekat pulau yang dikuasai Manila di Laut Cina Selatan sebagai ilegal. Ini juga disebut sebagai pelanggaran jelas kedaulatan Filipina.

“Tindakan-tindakan itu jika tidak disangkal oleh pemerintah Cina akan terlihat bahwa tindakan itu memang dilakukannya,” kata kemenlu Filipina dalam pernyataan seperti dilansir Reuters pada Kamis, 4 April 2019.
Pemerintah Filipina mengeluhkan kehadiran kapal nelayan Cina di dekat pulau Thitu, yang terjadi berulang kali dalam periode yang lama. Ini memunculkan pertanyaan apakah ada niat atau peran dalam mendukung tujuan yang bersifat koersif.

Data pemerintah Filipina mencatat ada sekitar 200 kapal nelayan asal Cina berlayar di dekat pulau Thitu atau Pagas, yang merupakan nama lokal pulau itu, dari Januari hingga Maret 2019.
Saat ini, selain Filipina sejumlah negara ASEAN juga mengklaim kepemilikan wilayah di Laut Cina Selatan seperti Brunei, Malaysia, dan Vietnam. LCS diduga memiliki cadangan minyak dan gas berlimpah serta menjadi jalur perdagangan dunia dengan nilai sekitar US$3.4 triliun atau sekitar Rp48 ribu triliun per tahun.

Presiden Filipina, Rodrigo Duterte. Youtube



Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, mengakui adanya potensi konflik yang besar dengan Cina. Namun, dia menyebut kemampuan teknologi persenjataan negara itu masih kalah jauh dari Cina sehingga mudah kalah jika berperang.
Duterte, seperti dlansir Philstar, mengaku khawatir karena Cina memiliki rudal jelajah presisi yang mampu menghancurkan ibu kota Manila dalam waktu tujuh menit sejak diluncurkan.



Credit  tempo.co



Jumat, 29 Maret 2019

Filipina Kembali Tahan Pemred Media Pengkritik Duterte


Filipina Kembali Tahan Pemred Media Pengkritik Duterte
Filipina kembali menahan Maria Ressa, pemimpin redaksi media yang kerap mengkritik pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte, Rappler. (Reuters/Eloisa Lopez)



Jakarta, CB -- Filipina kembali menahan Maria Ressa, pemimpin redaksi media yang kerap mengkritik pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte, Rappler.

"Saya diperlakukan seperti pelaku kriminal padahal kejahatan saya hanya menjadi jurnalis independen," ujar Ressa kepada ABS-CBN sembari digiring oleh petugas kepolisian pada Jumat (27/3).


Salah satu pendiri Rappler, Beth Frondoso, mengatakan bahwa Ressa ditahan oleh aparat di bandara Manila.

"Mereka menahannya di bandara. Kami akan mengajukan pembebasan dengan jaminan," ujar Frondoso.


AFP melaporkan bahwa Ressa ditahan atas tuduhan penipuan. Namun, belum ada keterangan lebih lanjut dari otoritas Filipina.


Namun, perwakilan dari Human Rights Watch, Carlos Conde, menganggap Ressa ditangkap untuk membungkam r yang terus mengkritik Duterte.

"Kasus Ressa ini belum pernah terjadi sebelumnya dan menunjukkan upaya kuat Duterte untuk menutup situs berita tersebut atas laporan kredibel dan konsistennya atas pemerintah," katanya.

Selama ini, Rappler memang dikenal kerap menyuarakan kritik terhadap pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte, terutama terkait kampanye anti-narkoba yang sudah menelan banyak korban tanpa proses peradilan jelas.

Ini bukan kali pertama Ressa ditahan. Februari lalu, Ressa ditahan atas tuduhan pencemaran nama baik di internet.

Sebelumnya, perempuan yang masuk daftar orang-orang berpengaruh pada 2018 versi majalah Time itu juga diadili karena Rappler dituding tidak membayar pajak saham pada 2015.



Credit  cnnindonesia.com



Rabu, 27 Maret 2019

Jika Perang, Duterte Khawatir Disasar Rudal Presisi Cina?



Presiden Filipina Rodrigo Duterte melihat ratusan senjata yang berhasil disita oleh militer Filipina selama bentrokan di Marawi, 20 Juli 2017. Kunjungan Duterte ini didampingi sejumlah menteri. Dalam kunjungannya tersebut, ia juga menyampaikan ucapan terima kasih atas perjuangan para tentara Filipina untuk memberantas kelompok Maute. Ace Morandante/Presidential Photographers Division, Malacanang Palace via AP
Presiden Filipina Rodrigo Duterte melihat ratusan senjata yang berhasil disita oleh militer Filipina selama bentrokan di Marawi, 20 Juli 2017. Kunjungan Duterte ini didampingi sejumlah menteri. Dalam kunjungannya tersebut, ia juga menyampaikan ucapan terima kasih atas perjuangan para tentara Filipina untuk memberantas kelompok Maute. Ace Morandante/Presidential Photographers Division, Malacanang Palace via AP

CBDavao City – Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, berkukuh negaranya tidak bakal menang dalam perang melawan Cina meskipun memenangkan kasus sengketa Laut Cina Selatan di Pengadilan Tetap Arbitrase atau Permanent Court of Arbitration di The Hague.

“Apa yang Anda ingin saya lakukan, kita perang besok? Jika Anda mau, maka saya akan lakukan. Saya punya banyak senjata. Kita bisa pergi berperang besok jika Anda mau, tapi kita mungkin hanya bisa pergi sejauh Palawan. Mereka sudah bisa menembaki kita di tempat itu,” kata Duterte seperti dilansir PhilStar pada Senin, 26 Maret 2019.
Duterte mengulangi sikapnya itu menyusul adanya pengaduan kepada Presiden Cina, Xi Jinping, dalam kasus kejahatan terhadap kemanusiaan. Aduan ini dilakukan oleh bekas Menlu Alberto del Rosario dan bekas anggota Ombudsman, Conchita Carpio-Morales, di Pengadilan Kriminal Internasional atau International Criminal Court.

Aduan ini menyatakan Xi diduga bertanggung jawab atas perusakan wilayah laut di Laut Cina Selatan, yang sebagiannya diklaim sebagai wilayah Filipina.

Presiden Filipina, Rodrigo Duterte. Youtube




“Manila bisa dicapai rudal jelajah Cina dalam waktu menit. Ini akan sangat menghancurkan. Jadi, kita saatnya tiba untuk mundur, kita mau mundur kemana? Kita bisa pergi ke Palawan tapi tempat itu banyak nyamuknya,” kata Duterte.

Cina merupakan sumber utama negara donor untuk membiayai berbagai proyek infrastruktur Duterte yang berjudul “Bangun, Bangun, Bangun” atau “Build, Build, Build”.  Duterte bakal menghadiri forum pertemuan Belt and Road kedua pada April 2019 di Cina.
Seperti dilansir Reuters, ketegangan di Laut Cina Selatan meningkat setiap harinya. Cina dikabarkan terus memperkuat persenjataan termasuk berbagai jenis rudal dan kapal penghancur untuk mengantisipasi perang di Laut Cina Selatan. Menurut SCMP, Cina menganggarkan anggaran pertahanan sebanyak sekitar Rp2.500 triliun untuk 2019.




Credit  tempo.co


Kamis, 21 Maret 2019

Mahkamah Kejahatan Internasional Terus Selidiki Rodrigo Duterte



Presiden Filipina Rodrigo Duterte. REUTERS
Presiden Filipina Rodrigo Duterte. REUTERS

CB, Jakarta - Jaksa Mahkamah Kejahatan Internasional (International Criminal Court/ICC) mengatakan pemeriksaan terhadap kejahatan kemanusiaan pemerintahan Presiden Filipina Rodrigo Duterte akan tetap berlanjut, meskipun Filipina menarik diri dari ICC.
Filipina secara resmi mengumumkan pengunduran diri dari pengadilan yang bermarkas di Den Haag pada Minggu, 17 Maret 2019.

Dikutip dari Reuters, 21 Maret 2019, Jaksa Fatou Bensouda mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa International Criminal Court terus memiliki yurisdiksi atas kemungkinan kejahatan yang dilakukan selama periode negara tersebut menjadi anggota.
Bensouda telah memeriksa apakah ribuan pembunuhan di luar proses pengadilan yang diduga dilakukan selama tindakan keras Presiden Rodrigo Duterte terhadap narkoba sudah cukup untuk menjamin penyelidikan formal.

Jaksa Mahkamah Kejahatan Internasional, ICC, Fatou Bensouda [File photo]
Juru bicara Duterte mengatakan ICC tidak memiliki dasar untuk melanjutkan pemeriksaan pendahuluan dan pemerintah tidak akan bekerja sama dengan ICC.
"Mereka tidak bisa masuk ke sini jika itu tujuan mereka, untuk menyelidiki. Anda sudah masuk ke dalam kedaulatan kami," kata juru bicara kepresidenan Salvador Panelo pada konferensi pers reguler, seperti dikutip dari Reuters.
Lebih dari 5.000 tersangka pengedar narkoba tewas dalam operasi anti-narkotika polisi sejak Duterte menjabat pada Juni 2016.
Kelompok-kelompok HAM dan para kritikus mengatakan beberapa pembunuhan adalah eksekusi singkat. Polisi membantah tuduhan tersebut, mengatakan mereka harus menggunakan kekuatan mematikan karena tersangka bersenjata dan melawan saat penangkapan.

Filipina secara sepihak mengundurkan diri dari ICC pada Maret 2018 atas apa yang disebut Duterte sebagai serangan keterlaluan dan pelanggaran proses hukum olehnya.
"Kami telah menunjukkan bahwa di negara ini kami memiliki sistem peradilan yang kuat dan fungsional dan sangat efektif," kata Panelo.
Jubir kepresidenan Filipina itu mengatakan bahwa prosedur Mahkamah Kejahatan Internasional adalah salah satu bentuk penganiayaan politik terhadap Rodrigo Duterte.





Credit  tempo.co



Senin, 18 Maret 2019

Filipina Keluar dari Mahkamah Internasional


Filipina Keluar dari Mahkamah Internasional
Ilustrasi perang narkoba di Filipina. (REUTERS/Czar Dancel)




Jakarta, CBa -- Filipina resmi hengkang dari keanggotaan Mahkamah Internasional (ICC) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak 17 Maret 2019. Penyebabnya adalah Presiden Rodrigo Duterte keberatan karena perang pemberantasan narkoba yang gencar dia lakukan diusut oleh lembaga itu, karena diduga melanggar hak asasi manusia.

"Sekretaris Jenderal menyampaikan pemberitahuan kepada seluruh negara bahwa keputusan Filipina menarik diri mulai efektif pada 17 Maret," kata Juru Bicara ICC PBB, Eri Kaneko, seperti dilansir AFP, Minggu (17/3).

Duterte mempertahankan kebijakan perang narkoba berdarah yang diduga saat ini menelan ribuan korban meninggal dengan alasan melindungi negaranya. Meski dikritik, Duterte menyatakan tidak peduli karena selama ini negara lain tidak pernah peduli dengan Filipina.

Pada Februari 2018, jaksa penuntut pada ICC, Fatou Bensouda, memulai pengumpulan bahan dan keterangan terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia terkait perang narkoba ala Duterte.


Filipina memilih mundur dari ICC setelah pada 2018 lalu lembaga itu mulai mengusut dugaan pelanggaran dalam perang narkoba ala Duterte. Namun, mereka menyatakan selama ini tidak pernah secara sah menjadi anggota ICC, dengan alasan tak pernah memenuhi seluruh persyaratan yang ditetapkan.

"Posisi kami dalam masalah ini jelas, tidak mendua, dan tetap. Filipina tidak pernah menjadi negara yang mendukung Statuta Roma yang menjadi dasar ICC," kata Juru Bicara Kepresidenan Filipina, Salvador Panelo, dalam pernyataan.

"Selama yang kami ketahui, mahkamah ini tidak ada," ujar Panelo.

Meski begitu, aturan ICC menyatakan seluruh hal yang tengah diusut sebelum sebuah negara mundur dari keanggotaan mereka tetap akan ditelusuri.

Menurut temuan awal ICC, kepolisian Filipina menyatakan mereka menembak mati 5,176 pengguna atau pengedar narkoba yang menolak ditangkap. Namun, menurut kalangan pegiat HAM jumlah korban perang narkoba sebenarnya tiga kali lipat lebih banyak.

Akan tetapi, reputasi ICC belakangan juga banyak dipertanyakan. Apalagi mereka belum lama ini membebaskan tokoh-tokoh yang dianggap bertanggung jawab atas kejahatan di negaranya. Yakni mantan Presiden Pantai Gading, Laurent Gbagbo, pada Januari 2018. Lantas pada Juni tahun yang sama, ICC membebaskan mantan Wakil Presiden Republik Demokratik Kongo, Jean-Pierre Bemba.





Credit  cnnindonesia.com