Tampilkan postingan dengan label JORDANIA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label JORDANIA. Tampilkan semua postingan

Rabu, 20 Februari 2019

Palestina-Jordania kutuk penutupan Masjid Al-Aqsha oleh Israel


Palestina-Jordania kutuk penutupan Masjid Al-Aqsha oleh Israel
Ilustrasi Foto: Masjid Kubbah Ash-Shakhrah di komplek Masjid Al-Aqsha (Anadolu)




Ramallah, Palestina, (CB) - Presiden Palestina dan Jordania dengan keras mengutuk penutupan dengan menggunakan rantai dan gembok kompleks pemakaman Gerbang Ar-Rahmah --yang berdampingan dengan tembok timur Masjid Al-Aqsha.

Kantor Presiden Palestina juga menentang rencana Israel untuk melakukan penutupan sementara dan pemisahan sebagian masjid tersebut.

Di dalam satu pernyataan yang dikeluarkan Senin (18/2), sebagaimana dilaporkan Kantor Berita Palestina, WAFA --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa pagi, Kantor Presiden Palestina menganggap kekuatan pendudukan Israel bertanggung jawab atas ketegangan dan situasi yang memburuk di wilayah tersebut.

Kantor Presiden Palestina memperingatkan Israel agar tidak melanjutkan kebijakan penindasan dan sewenang-wenangnya, yang hanya akan mengakibatkan aksi pembalasan dan menyulut kemarahan rakyat Palestina.

Kantor Presiden Palestina menegaskan kantor itu mengikuti tindakan Israel saat ini di dalam kompleks Masjid Al-Aqsha, dan melakukan kontak untuk "menekan Israel, penguasa pendudukan", untuk menghentikan agresinya terhadap masjid tersebut, orang yang beribadah, dan menuntut dilestarikannya status quo 1967 masjid itu.


Sementara itu, Kementerian Urusan Luar Negeri dan Ekspatriat Jordania mengutuk "dengan sekeras-kerasnya" penutupan Israel atas Masjid Al-Aqsha di Al-Quds (Jerusalem), yang diduduki, dan peneyrangan terhadap orang yang beribadah.

Juru bicara kementerian tersebut Sufian Al-Qudah menuntut Israel "bertindak sejalan dengan hukum internasional dan segera membuka kembali pintu gerbang itu, menghormati kesucian tempat suci tersebut, tidak melarang orang yang ingin beribadah memasuki kompleks Masjid Al-Aqsha, menarik pasukan keamanannya dari kompleks tempat suci itu dan menghormati perasaan umat Muslim", kata Kantor Berita Jordania, Petra.

Juru bicara tersebut mengecam tindakan Israel terhadap Masjid Al-Aqsha sebagai "pelanggaran nyata terhadap status quo hukum dan sejarah dan kewajiban Israel berdasarkan hukum internasional serta hukum kemanusiaan internasional, sebagai kekuatan pendudukan, dan menganggapnya sepenuhnya bertanggung jawab atas keselamatan masjid itu".

Ia menekankan bahwa Kementeri Luar Negeri Jordania "mengikuti perkembangan berbahaya ini melalui bermacam saluran guna menjamin pemukaan kembali gerbang tersebut dan pemulihan ketenangan di Al-Haram Asy-Syarif".

Ia mengatakan kementerian itu telah melancarkan protes ke Kementerian Luar Negeri Israel, dan menyampaikan pengutukan pemerintah terhadap tindakan provokatif Israel terhadal Al-Haram Asy-Syarif, dan menuntut penghentian segera semua tindakan tersebut, kata Petra.




Credit  antaranews.com




Senin, 27 Agustus 2018

Jordania kutuk Jsrael karena menangkap pegawai waqaf di Jerusalem


Jordania kutuk Jsrael karena menangkap pegawai waqaf di Jerusalem
Jordania (www.wikipedia.org)




Amman, Jordania, (CB) - Jordania pada Sabtu (25/8) mengutuk Israel karena menangkap beberapa pegawai Departemen Urusan Waqaf Islam di Jerusalem, demikian laporan kantor berita resmi Jordania, Petra.

Tiga pegawai itu ditangkap saat melakukan pekerjaan pemeliharaan di Masjid Al-Aqsha, kata Kementerian Negara Jordania Urusan Media Jumana Ghunaimat.

Wanita menteri tersebut menyampaikan penolakan Jordania terhadap tindakan provokatif yang tak bisa dibenarkan itu, demikian laporan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Ahad. Ia menyebutnya pelanggaran nyata terhadap hukum dan campur-tangan dalam pekerjaan departemen terkait Jordania.

Israel mesti menghentikan semua tindakan seperti itu dan menghormati hukum internasional, kata Ghunaimat. Ditambahkannya, kementerian tersebut telah mengajukan keluhan resmi kepada pemerintah Israel.

Kementerian Jordania itu akan melakukan tindakan yang diperlukan guna menjamin pembebaskan pegawai tersebut, tambah kementerian itu.

Jordania mengawasi tempat suci Islam dan Kristen di Jerusalem.





Credit  antaranews.com





Senin, 20 Agustus 2018

Trump: Solusi Satu Negara Lahirkan PM Israel Bernama Mohammad


Trump: Solusi Satu Negara Lahirkan PM Israel Bernama Mohammad
Presiden Donald Trump disebut menyatakan kekhawatirannya kepada Raja Abdullah dari Yordania akan solusi satu negara atas konflik Israel-Palestina. (REUTERS/Jonathan Ernst)



Jakarta, CB -- Presiden Amerika Serikat Donald Trump disebut menyatakan kepada Raja Yordania, Raja Abdullah bahwa solusi satu negara dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina bisa melahirkan seseorang bernama Mohammed menjadi Perdana Menteri Israel.

Dilansir situs berita Axios, hal itu disampaikan beberapa sumber yang mengetahui tentang pertemuan tersebut.

Disebutkan bahwa Gedung Putih sedang membahas rencana perdamaian Timur Tengah antara Israel-Palestina, versi pemerintah Trump.



Belum jelas apakah rencana itu didasarkan pada solusi dua negara, atau dengan paradigma yang berbeda.

Trump telah menyatakan dia akan mendukung solusi apapun yang dapat diterima semua pihak.



Namun saat bertemu dengan Raja Abdullah dari Yordania 25 Juni lalu, Trump tampak beranggapan bahwa solusi satu negara adalah ancaman bagi masa depan Israel sebagai negara Yahudi.

Dilansir Axios, Raja Abdullah dari Yordania mengutarakan hasil pertemuannya dengan Trump saat menerima Menteri Luar Negeri Perancis Jean-Yves Le Drian di Amman, Yordania, 2 Agustus lalu.

Diungkapkan para diplomat Prancis, Raja Abdullah menyatakan dia memperingatkan Trump bahwa "banyak pemuda Palestina tidak menginginkan solusi dua negara lain, tetapi lebih suka hidup bersama dengan warga Israel di satu negara dengan hak yang sama bagi semua," tulis Axios.

"Akibatnya Israel akan kehilangan karakter Yahudi-nya," kata Raja Abdullah kepada Trump seperti dilansir Axios.

Pernyataan itu ditanggapi sarkastik oleh Trump, setengah berkelakar. "Yang Anda katakan masuk akal. (Dalam skenario satu negara) dalam beberapa tahun, perdana menteri Israel akan bernama Muhammad."


Kepada Trump, Raja Abdullah menekankan bahwa agar gagasan perdamaiannya diterima, rencana itu harus disampaikan terlebih dulu kepada negara-negara Eropa dan Arab terkait untuk mendapatkan masukan dari mereka.

Menurut para diplomat Prancis, Raja Abdullah meminta Trump untuk tidak tergesa-gesa menyampaikan rencana perdamaiannya "karena masih banyak kesulitan saat ini."

Kepada Raja Abdullah, Trump menegaskan bahwa dirinya masih menginginkan perdamaian di Timur Tengah dan berkomitmen pada isu tersebut. Raja Abdullah menyatakan bahwa jika Trump tidak berhasil meraih kesepakatan antara Israel dan Palestina, maka tidak satupun pemerintah AS yang mendapatkannya.

Situs berita Axios menyatakan laporannya telah mendapat konfirmasi dari sumber-sumber di Israel dan mantan pejabat AS tentang pertemuan antara Trump dan Yordania tersebut. Kedutaan Besar Yordania di Washington menolak untuk berkomentar. Demikian pula Gedung Putih, yang menyatakan tidak akan mengungkap percakapan diplomatik pribadi antara presiden AS dengan para pemimpin internasional.




Credit  cnnindonesia.com





Senin, 11 Desember 2017

Jordania pertimbangkan lagi kesepakatan perdamaian dengan Israel


Jordania pertimbangkan lagi kesepakatan perdamaian dengan Israel

ILustrasi - Seorang pria Palestina berargumen dengan seorang wanita polisi perbatasan Israel saat sebuah protes menyusul pengumuman Presiden Amerika Serikat Donald Trump bahwa ia mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel, dekat Gerbang Damaskus di Kota Tua Yerusalem, Kamis (7/12/2017). (REUTERS/Ammar Awad)



Amman, Jordania (CB) - Majelis Rendah Jordania pada Minggu (10/12) menyetujui usul untuk mengkaji kembali kesepakatan perdamaian antara Jordania dan Israel setelah keputusan AS untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, kata Kantor Berita Jordania, Petra.

Majelis Rendah mengeluarkan keputusan tersebut selama sidang untuk membahas keputusan presiden AS dan konsekuensinya.

Majelis Rendah menugaskan Komite Hukumnya untuk meneliti kembali semua kesepakatan dengan Israel termasuk Kesepakatan Perdamaian Wadi Araba 1994, yang ditandatangani Jordania dan Israel pada 1994.

Jordania, yang dengan keras mengutuk keputusan AS dan menyuarakan penolakannya terhadap tindakan itu, menyaksikan beberapa demonstrasi oleh partai politik dan pegiat guna menentang keputusan AS tersebut.

Dalam sidang pada Minggu, Ketua Majelis Rendah Atef Tarawneh mengatakan Jordania akan terus melancarkan upaya untuk menemukan penyelesaian bagi keputusan tersebut dan mempertahankan Yerusalem.

Tarawneh mengatakan pertemuan darurat akan diselenggarakan pekan ini oleh Organisasi Kerja Sama Islam di Turki dengan diikuti oleh Jordania, untuk menilai situasi.

Satu pertemuan direncanakan diadakan pada Senin di Ibu Kota Mesir, Kairo, oleh Parlemen Arab atas permintaan Jordania.

Anggota parlemen tersebut mengatakan persatuan di kalangan rakyat Jordania adalah kunci pada tahap ini untuk menangani tantangan saat ini.



Credit  antaranews.com


Lebanon: Arab Harus Pertimbangkan Sanksi Ekonomi Terhadap AS


Lebanon: Arab Harus Pertimbangkan Sanksi Ekonomi Terhadap AS
Menteri Luar Negeri Lebanon Gebran Bassil. Foto/Istimewa


KAIRO - Menteri Luar Negeri Lebanon, Gebran Bassil mengatakan, negara-negara Arab harus mempertimbangkan untuk menerapkan sanksi ekonomi terhadap Amerika Serikat (AS). Sanksi ini diberlakukan untuk mencegah AS memindahkan kedutaan besarnya di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.

"Tindakan pre-emptive (harus) diambil terhadap keputusan tersebut dimulai dengan tindakan diplomatik, kemudian sanksi politik, kemudian ekonomi dan keuangan," kata Bassil pada pertemuan para menteri luar negeri Liga Arab di Kairo, Mesir, seperti dilansir dari Reuters, Minggu (10/12/2017).

Seperti diwartakan sebelumnya Menteri luar negeri negara-negara anggota Liga Arab melakukan pertemuan darurat di Kairo, Mesir, Sabtu (9/12/2017). Mereka akan memberikan tanggapan terkait keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Keputusan ini telah memicu kemarahan dan aksi protes di dunia Arab.

Belum diketahui dengan pasti apa yang akan diputuskan dalam hal tindakan konkrit untuk melawan keputusan Trump. Namun, para diplomat Arab telah menyatakan akan mengrimkan sebuah rancangan resolusi yang mengecam keputusan itu ke Dewan Keamanan PBB. Mereka juga akan menyiapkan langkah-langkah yang tidak ditentukan yang menyentuh hubungan bilateral antara anggota Liga Arab dan Washington.

Pengumuman pengakuan Yerusalem oleh Trump, dan niatnya untuk memindahkan Kedutaan Besar AS di sana, memicu kecaman dari seluruh dunia. Bahkan sekutu dekat AS memintanya tidak perlu lagi menimbulkan konflik di wilayah yang rawan konflik.

Status kota Yerusalem menjadi inti konflik Israel-Palestina, dan langkah Trump secara luas dianggap memihak Israel. Bahkan krisis kecil mengenai status Yerusalem dan lokasi suci di Kota Tua kuno telah memicu pertumpahan darah yang mematikan di masa lalu.



Credit  sindonews.com


Arab Saudi Desak AS Pertimbangkan Kembali Pengakuan Yerusalem


Arab Saudi Desak AS Pertimbangkan Kembali Pengakuan Yerusalem
Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir menedesak AS mempertimbangkan kembali pengakuan terhadap Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Foto/Istimewa


KAIRO - Menteri Luar Negeri Saudi, Adel al-Jubeir, memuji masyarakat internasional dengan suara bulat menolak keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Trump, dalam sebuah pidato pada Rabu lalu, mengumumkan mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

"Kami mendesak Washington untuk mempertimbangkan kembali keputusannya mengenai Yerusalem," kata al-Jubeir seperti dikutip dari Asharq al-Awsat, Minggu (10/12/2017).

Pernyataan itu diungkapkannya dalam sebuah pertemuan darurat Liga Arab yang diadakan di Kairo untuk menyikapi keputusan Trump, yang juga menyetujui relokasi kedutaan negaranya di Israel ke Yerusalem.


Jubeir menambahkan bahwa prakarsa perdamaian Arab tahun 2002 yang ditandatangani di Beirut berfungsi sebagai peta jalan (roadmap) untuk penyelesaian konflik Israel-Palestina.

"Oleh karena itu, kami meminta masyarakat internasional untuk mengintensifkan upayanya untuk memungkinkan rakyat Palestina mendapatkan kembali hak-hak mereka dan agar stabilitas dipulihkan di wilayah ini," tegas menteri Saudi tersebut.

Israel menganggap Yerusalem sebagai ibukotanya, sebuah posisi yang hampir seluruh dunia menolak dan mengatakan bahwa statusnya harus ditentukan dalam perundingan damai dengan Palestina. Sementara Yerusalem Timur, yang termasuk Kota Tua, dianggap wilayah Palestina yang diduduki berdasarkan hukum internasional.

Orang-orang Palestina berharap wilayah ini akan menjadi ibukota negara masa depan mereka setelah menyetujui negosiasi status akhir dengan Israel, sesuai dengan Perjanjian Oslo 1993. Langkah Trump menempatkan harapan ini dalam bahaya yang serius.


Credit  sindonews.com













Jumat, 13 Oktober 2017

Jordania kutuk pelanggaran berulangkali Israel terhadap Masjid Al Aqsha




Amman, Jordania, (CB) - Jordania pada Kamis (12/10) mengutuk apa yang dikatakannya sebagai pelanggaran yang berulangkali dilakukan Israel terhadap Masjid Al-Aqsha di Jerusalem Timur, demikian laporan kantor berita resmi Jordania, Petra.

Menteri Negara Urusan Medua Mohammad Momani mengatakan pelanggaran semacam itu, termasuk penyerbuan belum lama ini ke dalam halaman Masjid Al-Aqsha oleh pemukim Yahudi, meningkatkan ketegangan di wilayah tersebut.

"Jordania menolak dan mengutuk tindakan yang tak bertanggung-jawab dan provokatif semacam itu oleh penguasa Yahudi. Tindakan ini menyulut perasaan umat Muslim di mana pun juga dan melanggar semua norma serta hukum internasional yang menyerukan dihormatinya semua tempat suci," kata Momani, sebagaimana dikutip Xinhua.

Jordania, yang menandatangani kesepakatan perdamaian dengan Israel pada 1994, mengawasi tempat suci agama Islam dan Kristen di Jerusalem Timur --yang dirancang sebagai ibu kota oleh rakyat Palestina.

Momani menambahkan tindakan semacam itu oleh Israel merusak upaya internasional untuk melanjutkan pembicaraan perdamaian antara Israel dan Palestina.

Menteri tersebut menyeru Pemerintah Israel agar segera menghentikan pelanggaran semacam itu dan menghormati peran Jordania dalam melindungi semua tempat suci di Jerusalem.




Credit  antaranews.com





Jumat, 15 September 2017

Jordania kecam rencana Israel untuk tutup Bab Ar-Rahmah di Al Aqsa



Jordania kecam rencana Israel untuk tutup Bab Ar-Rahmah di Al Aqsa
Kompleks Al Aqsa atau Haram Al Sharif, yang meliputi Masjid al-Aqsa dan Dome of the Rock atau Masjid Kubah Batu dengan kubah emasnya, di Jerusalem Timur terlihat dari Bukit Zaitun. (ANTARA News/Maryati)




Amman, Jordania (CB) - Jordania pada Selasa (12/9) mengecam Israel karena berencana menutup Bab Ar-Rahmah, yang berada di dalam Masjid Al-Aqsa, demikian laporan kantor berita resmi Jordania, Petra.

Menteri Negara Jordania Urusan Media Mohammad Momani mengatakan Jordania dengan keras mengutuk keputusan Israel, dan menambahkan Israel mesti menghormati hukum internasional berkaitan dengan itu.

Tindakan tersebut, kata Menteri Jordania, adalah pelanggaran terhadap semua konvensi dan hukum internasional.

Momandi menambahkan Jordania menolak setiap upaya Israel untuk mengubah identitas Masjid Al-Aqsa, demikian laporan Xinhua. Menteri itu menekankan bahwa upaya tersebut ingin mengubah kondisi sejarah di tempat suci tersebut.

"Rencana Israel sangat serius dan mendorong konsekuensi serius ... Kami mendesak Israel agar mundur dari keputusan ini secepatnya," katanya.

Ia juga menyerukan dihormatinya semua konvensi dan kesepakatan mengenai itu.

Pada awal pekan ini, jaksa Israel meminta pengadilan Israel di Jerusalem, yang diduduki, untuk mengeluarkan instruksi yang menetapkan penutupan permanen Bangunan Bab Ar-Rahmah --yang berada di dalam Masjid Al-Aqsa-- dengan dalih bangunan tersebut berafiliasi pada Hamas.

Instalasi tersebut telah digunakan sebagai markas untuk Komite Waqaf, yang melaksanakan banyak kegiatan sosial, budaya dan agama sampai pasukan Israel menutupnya pada 2003 dan menangkap pemimpin Komite itu.

Pada Minggu (10/9), Kementerian Urusan Luar Negeri di Pemerintah Otonomi Nasional Palestina (PNA) memperingatkan Israel agar tidak menutup salah satu gerbang Masjid Al-Aqsha.

Di dalam pernyataan yang dikirim melalui surel kepada wartawan, Kementerian tersebut mengutuk saran dari inspektur polisi Israel Roni Ash-Sheikh untuk menutup total Bangunan Bab Ar-Rahmah --yang menuju Masjid Al-Aqa.

Bangunan Bab Ar-Rahmah telah ditutup melalui keputusan Israel sejak 2003 dan dikaji secara berkala.

Kementerian itu menganggap saran untuk menutup gerbang tersebut secara permanen dilakukan dalam upaya Israel untuk mengubah kondisi hukum dan sejarah di Masjid Al-Aqsa dan secara bertahap menyerap setiap reaksi yang mungkin muncul.

Kementerian itu menambahkan, "Israel tak memiliki hak moral atau hukum untuk mengeluarkan penilaian atau keputusan atas nama lembaga yang bertanggung jawab atas waqaf Islam".

Kementerian Luar Negeri palestina menuduh Israel berusaha mengubah status quo di Masjid Al-Aqsa dan memindahkan lembaga Islam yang aktif dan bertanggung jawab yang bekerja melindungi Masjid Al-Aqsa dan tempat suci lain.

Kementerian tersebut memperingatkan saran polisi Israel itu merupakan peningkatan berbahaya yang akan memiliki dampak bencana di medan tempur.

Wilayah Palestina mengalami gelombang ketegangan setelah rakyat Palestina selama dua pekan tak bisa memasuki Masjid Al-Aqsa akibat langkah keamanan yang dilakukan oleh Israel pada 14 Juli di lingkungan masjid, setelah mengalami serangan bersenjata, yang menewaskan tiga orang Palestina dan dua polisi Israel.

Rakyat Palestina tak bisa lagi beribadah di dalam Al-Aqsa sampai Kamis 27 Juli, setelah Israel mencabut semua langkah keamanannya. 







Credit  antaranews.com