Tampilkan postingan dengan label KAMBOJA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KAMBOJA. Tampilkan semua postingan

Jumat, 12 April 2019

Kamboja Laporkan Uni Eropa ke Pengadilan Soal Impor Beras


Ilustrasi gudang beras Bulog
Ilustrasi gudang beras Bulog

Lonjakan impor murah telah mengurangi pangsa pasar produsen.




CB, BRUSSEL – Kamboja telah mengajukan tuntutan kepada Pengadilan Eropa terhadap keputusan Uni Eropa (UE) untuk mengenakan bea impor atas beras Kamboja. Dilansir dari Reuters, Kamis (11/4), UE memberlakukan tarif selama tiga tahun pada Januari kemarin terhadap beras Kamboja dan Myanmar demi mengurangi nilai impor sekaligus melindungi produsen UE seperti Italia.

Bagaimanapun, Federasi Beras Kamboja mengatakan, keputusan UE tidak memiliki keterkaitan erat dengan perlindungan terhadap negara produsen dan justru menciptakan perilaku tidak adil. Selain itu,  keputusan UE diambil berdasarkan generalisasi luas serta menggunakan data yang cacat.

Mayoritas negara UE telah mendukung langkah-langkah pengenaan tarif impor. Meskipun, tidak mencukupi kriteria ‘mayoritas yang memenuhi syarat’ dari negara-negara anggota yang biasanya diperlukan UE dalam mengambil keputusan. Tapi, Komisi UE mengambil keputusan untuk terus maju.

Dalam lima tahun terakhir, Komisi UE menjelaskan, harga beras yang diimpor dari Kamboja dan Myanmar jauh lebih rendah daripada harga pasar UE. Komisi juga menemukan, impor beras dari kedua negara telah meningkat sebesar 89 persen dalam lima musim tanam padi terakhir.

Hal tersebut berdampak pada penurunan permintaan terhadap produk dari produsen beras UE seperti Italia. Tercatat, lonjakan impor murah telah mengurangi pangsa pasar produsen UE di Eropa menjadi 29 persen dari 61 persen. Demi melindungi kepentingan para produsen beras setempat, UE terpaksa mengambil keputusan pemberlakuan tarif atas impor beras dari kedua negara.

Selama ini, Kamboja dan Myanmar diketahui mendapatkan manfaat dari skema perdagangan ‘Everything but Arms’ yang diberlakukan UE. Skema ini memungkinkan negara kurang berkembang di dunia untuk mengekspor sebagian besar barang ke UE tanpa bea masuk.

Kini, keduanya telah kehilangan akses khusus mereka ke UE yang dikenal sebagai blok perdagangan terbesar dunia. Menurut maklumat Komisi Uni Eropa, pihaknya akan mengenakan tarif berbeda selama tiga tahun masa berlaku. Pada tahun pertama, tarif yang dikenakan sebesar 175 euro per ton, 150 euro per ton pada tahun kedua, dan 125 euro per ton pada tahun ketiga.

Kementerian Perdagangan Kamboja menilai, keputusan UE ini tidak adil dan melanggar aturan perdagangan internasional. "(Ini) senjata untuk membunuh petani Kamboja," ujar mereka dalam pernyataan resminya.

Dilansir di Asean Today, Rabu (10/4), Perdana Menteri Kamboja Hun Sen mengumumkan, pihaknya akan melakukan serangkaian reformasi ekonomi untuk memperkuat ekonomi pasca kebijakann UE. Di antaranya dengan memaksialkan perdagangan dengan Cina. Langkah ini mungkin akan mengimbangi tarif yang diberlakukan oleh UE.




Credit  republika.co.id





Rabu, 06 Maret 2019

Menakar perkembangan dan peluang hubungan ekonomi Indonesia-Kamboja

Menakar perkembangan dan peluang hubungan ekonomi Indonesia-Kamboja
Duta Besar RI untuk Kamboja Sudirman Haseng (ANTARA)




Jakarta, 5/3 (CB) - Indonesia dan Kamboja pada tahun ini merayakan peringatan 60 tahun hubungan diplomatik yang dimulai pada 13 Februari 1959.

Dari segi politik, budaya, dan sejarah, hubungan Indonesia dan Kamboja sudah sangat dekat. Namun, kedekatan hubungan Indonesia-Kamboja tersebut masih perlu "diterjemahkan" untuk menjadi sebuah manfaat ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kedua negara.

Untuk itu, dalam perayaan peringatan 60 tahun hubungan diplomatik tersebut, Menteri Luar Negeri Kamboja Prak Sokhonn pun menyampaikan harapan agar pemerintah kedua negara dapat terus melanjutkan hubungan yang terjalin baik selama ini dan meningkatkan kerja sama bilateral Indonesia-Kamboja di berbagai bidang, termasuk bidang ekonomi.

Pemerintah Indonesia dan Kamboja dalam pertemuan antar menteri luar negeri kedua negara pada awal Februari tahun lalu juga telah sepakat untuk mempererat hubungan kedua negara, khususnya melalui penguatan mekanisme bilateral.

Penguatan mekanisme bilateral itu salah satunya ditujukan untuk meningkatkan hubungan kerja sama ekonomi, terutama di bidang investasi, perdagangan, dan pariwisata.

                                     Investasi
Bila menimbang jalinan hubungan bilateral selama 60 tahun, perkembangan investasi antara Indonesia dan Kamboja belum seperti yang diharapkan, kata Duta Besar RI untuk Kamboja Sudirman Haseng.

Dubes Sudirman menyebutkan bahwa sejauh ini belum ada badan usaha milik negara (BUMN) atau perusahaan Indonesia yang berinvestasi langsung di Kamboja.

Menurut dia, hambatan utama bagi pengusaha Indonesia berbisnis di Kamboja adalah persepsi yang belum proporsional tentang Kamboja.

"Banyak yang masih memandang Kamboja sebelah mata, dan itu antara lain dipengaruhi oleh informasi-informasi yang tidak akurat dan belum 'update'. Bayangan sebagian besar masyarakat Indonesia melihat Kamboja masih terbelakang dan belum potensial," jelasnya.

Padahal, Kamboja dalam beberapa tahun terakhir mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat hingga mencapai rata-rata tujuh persen, yakni nilai yang lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Namun, dia lebih lanjut mengungkapkan bahwa akhir-akhir ini ada peningkatan minat dari para pengusaha Indonesia sudah mulai eksplorasi untuk mulai masuk berbisnis dan berinvestasi di Kamboja.

"Memang investasi Indonesia di Kamboja belum seperti yang diharapkan, tetapi ada peningkatan minat dari pengusaha Indonesia untuk berinvestasi di Kamboja," ucap Dubes Sudirman.

Ia pun menekankan bahwa investasi itu tidak harus uangnya dari Indonesia karena perusahaan Indonesia bisa berpartispasi dalam proyek-proyek di Kamboja melalui kerja sama dengan bank-bank multinasional sebagai penyedia dana.

"Ini tetap dianggap sebagai investasi Indonesia karena dilakukan oleh perusahaan Indonesia, hanya sumber keuangannya itu tidak harus dari dalam negeri," ujarnya.

 KBRI Phnom Penh mendorong perusahaan-perusahaan dan BUMN Indonesia untuk segera mengeksplor peluang yang ada karena masa sekarang ini adalah waktu yang tepat untuk mulai masuk dan berinvestasi, khususnya dalam proyek-proyek pembangunan infrastruktur di Kamboja, seperti pembangunan fasilitas publik, infrastruktur telekomunikasi, pipa gas.

Selain itu, pengusaha dan BUMN Indonesia juga didorong untuk mulai berbisnis dengan memanfaatkan sumber daya alam di Kamboja yang relatif belum tereksplorasi dan terkelola dengan optimal.

"Perusahaan dan BUMN Indonesia perlu mengeksplor mineral di sini sebab masih banyak ruang, misalnya kandungan emas dan minyak belum tereksplor dengan baik di sini," ungkap Sudirman.

                                   Perdagangan
Tidak seperti halnya investasi, hubungan perdagangan antara Indonesia-Kamboja terbilang cukup baik. Tren neraca perdagangan kedua negara dalam lima tahun (periode 2013-2017) terus meningkat dengan rata-rata 10,86 persen.

Total nilai perdagangan Indonesia-Kamboja pada 2017 mencapai 542,23 juta dolar AS, atau meningkat sebesar 19,9 persen dari nilai perdagangan pada 2016 yang hanya mencapai 452,19 juta dolar AS. Untuk periode Januari-Oktober 2018, total perdagangan kedua negara meningkat 3,2 persen dibanding periode yang sama pada 2017 hingga mencapai 455,87 juta dolar AS, dengan surplus bagi Indonesia sebesar 401,69 dolar AS.

Beberapa komoditas yang diimpor Indonesia dari Kamboja, antara lain pakaian jadi, karet, alas kaki.

 Kamboja merupakan pasar alternatif potensial bagi produk Indonesia, khususnya mengingat sektor industri riil Kamboja belum mampu memproduksi kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan sektor prioritas.

Beberapa produk Indonesia yang cukup popular di Kamboja adalah produk makanan dan minuman kemasan, produk perawatan rumah dan otomotif, personal care, farmasi, batik, buah salak segar, dan kendaraan bermotor roda empat.

"Produk makanan minuman Indonesia semakin hari semakin meningkat di sini, termasuk produk pertanian buah salak segar.
Sebanyak 16 juta penduduk Kamboja bisa menyerap banyak salak, itu dianggap makanan kelas menengah ke atas," ungkap Dubes Sudirman.

Produk farmasi Indonesia pun saat ini dikenal masyarakat Kamboja sebagai produk tingkat menengah dan dipercaya cukup luas oleh masyarakat. Beberapa perusahaan farmasi Indonesia sudah berhasil memasarkan produknya di Kamboja, antara lain Dexa Group, Kalbe, Soho, Eagle Pharma.

"Pasar untuk produk farmasi Indonesia di sini sangat menjanjikan karena kualitasnya sudah diketahui dan harganya terjangkau," ujar Sudirman.

Namun, kata dia, produk-produk industri strategis Indonesia yang potensial, seperti pesawat dari PT Dirgantara Indonesia dan produk pertahanan dari PT Pindad belum banyak masuk ke pasar Kamboja.

Untuk itu, dalam upaya meningkatkan penetrasi produk Indonesia yang dinilai potensial untuk dipasarkan di Kamboja, setiap tahun KBRI Phnom Penh mengadakan kegiatan pertemuan bisnis, business matching, serta promosi dagang melalui pelaksanaan pameran, seperti Indonesian Trade and Tourism Promotion (ITTP) dan partisipasi dalam pameran ekspor-impor Kamboja.

Selain itu, KBRI juga membawa delegasi pengusaha Kamboja ke Trade Expo Indonesia setiap tahun dan menindaklanjuti "inquries" yang dikirim pengusaha Indonesia ataupun Kamboja.

"Kami selalu melakukan pameran untuk mempromosi produk dan pariwisata Indonesia. Tahun lalu 85 pengusaha Indonesia ikut pameran yang diadakan oleh KBRI Phnom Penh. Kami juga mengundang pengusaha Indonesia untuk berpartisipasi dalam berbagai pameran yang dilakukan oleh pemerintah setempat di Kamboja," ucap Dubes RI untuk Kamboja.

                                      Pariwisata
Berdasarkan neraca perdagangan antarkedua negara, Indonesia lebih unggul daripada Kamboja dengan mendapatkan surplus.
Namun, Kamboja lebih beruntung dalam bidang pariwisata karena jumlah wisatawan Indonesia yang berkunjung ke Kamboja lebih banyak daripada sebaliknya. Hal itu juga disebabkan Indonesia memiliki jumlah penduduk yang jauh lebih besar dibandingkan Kamboja.

Jumlah wisatawan Indonesia yang berkunjung ke Kamboja pada 2018 mencapai 55.753 orang, sementara wisatawan Kamboja yang berkunjung ke Indonesia pada tahun yang sama adalah 8.819 orang.

Namun demikian, Pemerintah RI menargetkan peningkatan jumlah wisatawan Kamboja yang berkunjung ke Indonesia seiring dengan pertambahan jumlah kelas menengah di negara itu.

"Peningkatan wisatawan Kamboja ke Indonesia minimal presentase kenaikan 15 persen per tahun, tetapi kita menargetkan itu bisa rata-rata 20 persen per tahun," kata Duta Besar RI untuk Kamboja Sudirman.

Menurut dia, jumlah kelas menengah ke atas di Kamboja meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi negara itu yang meningkat pesat selama beberapa tahun terakhir hingga mencapai rata-rata tujuh persen. Dengan peningkatan itu banyak warga Kamboja yang memasukkan kegiatan wisata dalam daftar gaya hidup mereka.

Adapun tempat wisata Indonesia yang paling diminati oleh para wisatawan Kamboja adalah Bali dan Yogyakarta. Bahkan, ada beberapa agen perjalanan di Kamboja yang menyediakan jasa layanan charter pesawat untuk rombongan wisatawan Kamboja yang khusus untuk berkunjung ke Bali.

Akan tetapi, terdapat satu kendala utama yang masih menghambat peningkatan jumlah wisatawan Kamboja ke Indonesia, yaitu tidak adanya jalur penerbangan langsung (direct flight) Indonesia-Kamboja.

"Maka tantangannya ada pada konektivitas. Sebenarnya kalau ada 'direct flight' itu bisa lebih meningkatkan jumlah wisatawan Kamboja ke Indonesia," ujar Sudirman.

Dari 10 negara ASEAN, hanya Indonesia dan Brunei Darussalam yang belum mempunyai penerbangan langsung dari dan ke Kamboja.

                            Tingkatkan kerjasama

Untuk dapat meningkatkan kerjasama ekonomi bilateral di masa depan, pemerintah Indonesia dan Kamboja perlu mengatasi beberapa hal utama yang sejauh ini menjadi hambatan, yakni perspektif buruk dan kurangnya konektivitas, yang juga menyebabkan masih rendahnya "people-to-people contact" antarkedua bangsa.

"Ketika interaksi antarmasyarakat kurang maka kerja sama ekonomi juga sulit ditingkatkan," ujar Dubes Sudirman.

Terkait perspektif, pandangan sebagian besar masyarakat Indonesia terhadap Kamboja perlu diperbaharui karena Kamboja sebenarnya bukan lagi "underdeveloped country" dan sedang menuju menjadi negara berkembang, dengan pertumbuhan ekonomi pesat.

Terkait masalah konektivitas, khususnya tidak adanya penerbangan langsung Indonesia-Kamboja, diharapkan akan segera teratasi dengan upaya pembukaan jalur penerbangan Jakarta-Phnom Penh.

"Mudah-mudahan segera ada penerbangan langsung. Sudah ada pembicaraan intensif untuk membuka jalur penerbangan langsung antara Jakarta dan Phnom Penh. Semoga semester depan bisa terealisasi," ungkap Sudirman.

Perbaikan perspektif dan konektivitas serta peningkatan "people-to-people contact", terutama interaksi antara kalangan pengusaha dan BUMN, harus dilakukan agar kerja sama ekonomi kedua negara dapat meningkat lebih baik lagi.

Pada akhirnya, hubungan kerja sama ekonomi yang baik antara Indonesia dan Kamboja bukan hanya tentang upaya untuk mencari keuntungan dari satu sama lain, namun juga untuk saling membantu guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kedua negara.




Credit  antaranews.com




Menilik perkembangan 60 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Kamboja


Menilik perkembangan 60 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Kamboja
Kegiatan Joint Cultural Performance Indonesia-Kamboja untuk memperingati 60 tahun hubungan diplomatik, yang dihadiri Raja Kamboja Norodom Sihamoni, Menlu Kamboja Prak Sokhon, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Puan Maharani di Phnom Penh, Kamboja (13/2/2019). (ANTARA/Yuni Arisandy)




Jakarta, 4/3 (CB) - Hubungan bilateral Indonesia-Kamboja selama ini sangat baik di berbagai bidang sesuai dengan prinsip-prinsip persahabatan, kemitraan, dan saling menguntungkan. Kamboja, dalam berbagai hal seringkali menempatkan Indonesia sebagai contoh model  pembangunan negaranya.

Hubungan diplomatik Indonesia dengan Kamboja telah dijalin secara resmi sejak 1959 saat pemerintah kedua negara menandatangani Perjanjian Persahabatan di Jakarta pada 13 Februari 1959.

Namun, kedua negara sejak lama telah memiliki pertalian sejarah dan kebudayaan sejak abad 8-9 Masehi semasa Dinasti Syailendra berkuasa pada zaman Kerajaan Mataram di Jawa dan Dinasti Jayawarman II pada masa Kerajaan Angkor di Kamboja.

                            Persahabatan bersejarah
Kedekatan hubungan kedua negara tidak dibangun hanya berdasarkan pada pertalian sejarah, namun juga dengan adanya kedekatan dan persahabatan yang bersejarah di antara pemimpin terdahulu kedua negara, yaitu Presiden pertama Indonesia Soekarno dan Raja Kamboja Norodom Sihanouk.

Menteri Luar Negeri Kamboja Prak Sokhonn mengatakan bahwa kedekatan hubungan yang bersejarah antara Indonesia dan Kamboja akan membantu pemerintah kedua negara untuk terus bersama mengembangkan hubungan diplomatik Indonesia-Kamboja.

"Jika kita setia pada sejarah, kita dapat melihat bahwa hubungan diplomatik yang dimiliki Indonesia dan Kamboja pada masa modern ini merupakan hasil bentukan Raja Norodom Sihanouk yang meraih kemerdekaan Kamboja pada 1953 melalui kedekatan hubungan dengan Presiden pertama Indonesia Soekarno," kata Menlu Prak Sokhonn.
       
Pernyataan tersebut disampaikan Menlu Kamboja dalam pembukaan acara "Indonesia-Cambodia Friendship Joint Cultural Performance" yang diadakan untuk memperingati 60 tahun hubungan diplomatik antara Indonesia dan Kamboja pada 13 Februari lalu di Phnom Penh.

Presiden pertama Indonesia Soekarno pertama kali bertemu dengan Pangeran Norodom Sihanouk, yang kemudian menjadi Raja Kamboja, pada saat berlangsungnya Konferensi Asia-Afrika 1955.

Menurut Menlu Sokhonn, kedekatan yang bersejarah antara kedua pemimpin terdahulu Indonesia dan Kamboja itu dapat menjadi dasar dan pengingat bagi generasi selanjutnya untuk terus memelihara dan mempererat hubungan bilateral.
       
"Hubungan persahabatan (Norodom Sihanouk dan Soekarno) ini telah mendorong kerja sama kedua negara secara bilateral dan regional hingga Indonesia dan Kamboja membuka hubungan diplomatik pada 13 Februari 1959. Malam ini kita menghormati mereka dan visi dari persahabatan mereka yang mengikat hubungan kedua bangsa," ujar dia.

Pada Maret 1962, pemerintah Indonesia mengirim Mayor Jenderal (Purn) Abdul Karim Rasyid sebagai Duta Besar RI pertama untuk Kamboja.

                                    Saling dukung
Selanjutnya, kedekatan bersejarah antarpemimpin terdahulu kedua negara itu pun membuat Indonesia dan Kamboja terus mendukung kondisi dan posisi satu sama lain di kancah internasional, termasuk di forum dan organisasi regional dan global.

Sejak hubungan diplomatik Indonesia-Kamboja dirintis pada 1959, Indonesia selalu mendukung perdamaian dan stabilitas di Kamboja.

Misalnya, Indonesia telah berperan aktif dalam proses perdamaian di Kamboja melalui Jakarta Informal Meeting 1 dan 2 pada 1988-1989; International Conference on Kampuchea (ICK) 1989; Informal Meeting on Cambodia (IMC) 1 dan 2 pada 1990; dan Paris International Conference on Cambodia (PICC) 1991, yang menghasilkan Paris Peace Agreement.

Indonesia pun berperan dalam pengiriman pasukan perdamaian sebagai bagian dari misi  PBB untuk Transisi Otoritas di Kamboja (United Nations Transitional Authority in Cambodia/UNTAC) pada 1992, dan pada 1999 Indonesia mendukung keanggotaan Kamboja di ASEAN.

Pemerintah Kamboja juga menghargai peran Indonesia untuk menengahi konflik perbatasan antara Kamboja dan Thailand di kawasan Candi Preah Vihear pada 2011. Selain itu, Kamboja menghargai Indonesia yang secara konsisten telah membantu dalam hal peningkatan kapasitas, termasuk dalam bidang pertahanan melalui pelatihan militer.

"Hubungan kita dengan Kamboja sangat kuat dan terpelihara dengan baik. Pasukan pengaman Perdana Menteri Kamboja belajarnya di Indonesia atau pelatih dari Indonesia mengajar ke sini (Kamboja). Mereka sudah tidak mau 'pindah hati' ke negara lain karena mereka percaya loyalitas TNI kita," ujar Duta Besar RI untuk Kamboja Sudirman Haseng.

Kerja sama bilateral RI-Kamboja juga diperkuat dengan saling dukung posisi dalam berbagai pencalonan dalam organisasi internasional, serta berbagai skema kerja sama teknis yang difasilitasi RI untuk Kamboja.

Kamboja mendukung posisi Indonesia di berbagai forum dan organisasi internasional, termasuk mendukung Indonesia untuk terpilih sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020.

"Jadi setiap permintaan kita untuk dukungan di forum dan posisi internasional, Kamboja selalu mendukung Indonesia dalam hal apa pun, apalagi berkaitan dengan ASEAN," kata Sudirman.

Hubungan kerja sama RI-Kamboja di bidang politik sepanjang 2012 diwarnai dengan upaya "shuttle diplomacy" Menlu Marty Natalegawa untuk mencapai posisi bersama (konsensus) negara-negara ASEAN dalam penanganan isu Laut China Selatan secara damai dalam kunjungan ke Phnom Penh.

Dari kunjungan tersebut, konsensus ASEAN's six-point principles on the South China Sea berhasil dicapai. Pernyataan mengenai konsensus tersebut pun dikeluarkan oleh Menlu Kamboja sebagai Ketua ASEAN 2012. Dalam hal itu, Indonesia dan Kamboja telah berhasil bekerjasama dan berupaya mencapai kesatuan dan sentralitas ASEAN.

                                    Saling kunjung
Hubungan dan kerja sama bilateral RI-Kamboja yang terjalin baik juga tercermin dari kegiatan saling kunjung kepala negara/pemerintahan, pejabat tinggi negara/pemerintahan, termasuk pejabat senior militer, anggota parlemen, pengusaha, dan pelajar.

Menlu RI Retno Marsudi telah melakukan kunjungan kerja ke Phnom Penh dan bertemu dengan Menlu Kamboja HOR Namhong pada 2015.

Sementara itu, Perdana Menteri Hun Sen berkunjung ke Indonesia pada April 2015 dan bertemu dengan Presiden Joko Widodo di sela-sela peringatan Konferensi Asia-Afrika di Jakarta. Adapun salah satu hasil dari pertemuan tersebut, yaitu kedua negara sepakat mempererat kerjasama intelijen melalui pertukaran informasi untuk menanggulangi kejahatan transnasional.

Selanjutnya, Menlu Kamboja Prak Sokhonn berkunjung ke Indonesia pada Februari 2018 dan bertemu dengan Menlu Retno Marsudi untuk membahas upaya peningkatan hubungan politik, ekonomi, dan sosial budaya.

Kemudian, Menlu Sokhonn kembali mengunjungi Indonesia pada
Desemeber 2018 untuk menghadiri Sidang Komisi Bersama (SKB) ke-4 RI-Kamboja di Jakarta. Dalam SKB itu, kedua pihak berkomitmen untuk mengembangkan potensi kerja sama di berbagai bidang.

Selain itu, menurut Dubes Sudirman, kerja sama antarparlemen kedua negara pun berjalan dengan baik dan terus meningkat dalam beberapa waktu terakhir melalui kegiatan saling kunjung antaranggota lembaga legislatif Indonesia dan Kamboja.

Program saling kunjung juga dilakukan diantara para perwira senior Indonesia dan Kamboja setiap tahun secara bergantian. Sejak 2005, Paspampres RI memberikan pelatihan kepada Pasukan Pengamanan Perdana Menteri Kamboja.

                         Penguatan mekanisme bilateral
Selain mekanisme saling kunjung, kedua negara juga berupaya meningkatkan kerja sama melalui penguatan mekanisme bilateral, khususnya melalui kegiatan Sidang Komisi Bersama (SKB).

"Tujuan penguatan mekanisme bilateral itu untuk meninjau kesepakatan-kesepakatan selama ini apa yang sudah, sedang, dan belum dilaksanakan. Atas dasar itu kita mencari hal-hal baru yang dapat kita kembangkan untuk kerja sama di masa akan datang serta mengembangkan kerja sama yang sudah ada dan dianggap bernilai," ujar Dubes Sudirman.

Kedua negara mnyepakati pembentukan Komisi Bersama RI-Kamboja pada 18 Februari 1997. Nota Kesepahaman tentang Pembentukan Komisi Bersama itu ditandatangani oleh Menlu RI Ali Alatas dan Menlu Kamboja Ung Huot. Sidang Komisi Bersama (SKB) menjadi payung bagi kedua negara untuk meningkatkan kerja sama di berbagai bidang.

Sejauh ini Indonesia dan Kamboja telah menyelenggarakan empat kali SKB, yaitu pada Juli 2001 di Phnom Penh, Agustus 2004 di Yogyakarta, Juli 2006 di Siem Reap, dan Desember 2018 di Jakarta.

SKB keempat dilaksanakan pada 2018 setelah sempat tertunda selama 12 tahun. Dalam SKB ke-4 RI-Kamboja, Menlu kedua negara menyepakati upaya merevitalisasi mekanisme serta memperkuat komitmen untuk meningkatkan kerja sama demi kesejahteraan, perdamaian, stabilitas kedua negara, kawasan, dan global.

Selama 60 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Kamboja, menurut Dubes RI, capaian signifikan dalam hubungan kedua negara adalah keberhasilan kedua pihak untuk memelihara dan terus menguatkan hubungan bilateral itu sendiri.

"Dengan hubungan baik yang ada sekarang ini kuat dasarnya untuk kedua negara terus meningkatkan kerja sama," ujar Sudirman. Dia pun berharap para penerus bangsa dan pemimpin kedua negara di masa depan akan terus menjaga hubungan baik.

Harapan serupa pun telah disampaikan oleh Menlu Prak Sokhonn. Menlu Kamboja itu berharap pemerintah kedua negara dapat terus melanjutkan hubungan yang terjalin baik selama ini dan meningkatkan kerja sama bilateral Indonesia-Kamboja di berbagai bidang, termasuk bidang politik, pertahanan dan keamanan, ekonomi, pendidikan, dan sosial budaya.

"Saya berharap ikatan yang mendalam antara kedua bangsa dapat tumbuh semakin kuat pada tahun-tahun mendatang dan biarlah Yang Kuasa menganugerahi kesejahteraan bagi rakyat Indonesia dan Kamboja," ucapnya.  





Credit  antaranews.com


Sabtu, 12 Januari 2019

Kamboja Tolak Tuduhan Terbitkan Paspor untuk Yingluck Shinawatra


Yingluck Shinawata, mantan Perdana Menteri Thailand. Sumber: Reuters/asiaone.com

CBJakarta - Kamboja menyangkal tuduhan yang menyebut negara itu telah menerbitkan paspor untuk mantan Perdana Menteri Thailand, Yingluck Shinawatra.


Tuduhan ini muncul setelah ada laporan menyebut Yingluck menggunakan paspor yang diterbitkan Kamboja untuk mendaftarkan sebuah perusahaan bernama PT Corporation di Hong Kong, dimana dia duduk sebagai direktur.

“Kami tidak tahu apakah itu paspor palsu atau bukan,” kata Menteri Dalam Negeri Kamboja, Mao Chandara, seperti dikutip dari asiaone.com, Sabtu, 12 Januari 2019.


Mantan Perdana Menteri Yingluck diduga telah menggunakan sebuah dokumen perjalanan asing ketika dia melarikan diri dari Thailand beberapa hari sebelum pengadilan membacakan putusan terhadapnya. Di Thailand, Yingluck berstatus buronan atas tuduhan telah merugikan negara dalam skema subsidi beras.  

Dalam pengadilan in absensia, Yingluck, 51 tahun, divonis lima tahun penjara atas tuduhan tindak kriminal kecerobohan terkait skema subsidi beras petani yang dijalankan di bawah pemerintahannya.


Dalam pelariannya, Yingluck dikabarkan pernah terlihat berada di Inggris, Jepang, Cina dan Singapura bersama kakak kandungnya, Thaksin Shinawatra. Sosok Yingluck kembali menjadi sorotan saat pemberitaan media menyebutnya telah menjadi representative bidang hukum dan kepala Shantou International Container Terminal, sebuah perusahaan operator pelabuhan yang bermarkas di Guangdong.  

Pada Desember 2018 lalu, nama Yingluck masuk dalam jajaran registrasi perusahaan. Dia ditunjuk sebagai kepala Shantou International Container Terminal atau empat bulan setelah dia mendirikan PT Corporation.


Credit TEMPO.CO


https://dunia.tempo.co/read/1164167/kamboja-tolak-tuduhan-terbitkan-paspor-untuk-yingluck-shinawatra/full?view=ok




Rabu, 05 Desember 2018

Indonesia-Kamboja sepakat perkuat persatuan sentralitas ASEAN


Indonesia-Kamboja sepakat perkuat persatuan sentralitas ASEAN

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (kanan) berbincang dengan Menteri Luar Negeri Kamboja Prak Sokhonn (kiri) di Gedung Pancasila, Jakarta, Selasa (4/12/2018). Kunjungan tersebut merupakan bagian dari pertemuan ke-4 sidang komisi bersama Indonesia-Kamboja (Joint Commission for Bilateral Cooperation) yang membahas peningkatan kerja sama di berbagai bidang. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/wsj.



Jakarta (CB) - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dan Menteri Luar Negeri Kamboja Prak Sokhonn dalam Sidang Komisi Bersama ke-4 Indonesia-Kamboja menyepakati bahwa kedua negara akan bekerja sama secara intensif untuk memperkuat persatuan dan sentralitas ASEAN.

"Kami sepakat untuk mengintensifkan kerja sama untuk memperkuat persatuan dan sentralitas ASEAN," kata menlu RI Retno Marsudi usai pertemuan Sidang Komisi Bersama itu di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri RI di Jakarta, Selasa.

Menurut Menlu Retno, pemerintah kedua negara pun sepakat untuk bekerja sama dalam memastikan Asia Tenggara tetap menjadi kawasan yang damai, stabil, dan makmur.

Pada kesempatan itu, Menlu Prak Sokhonn menyampaikan bahwa pemerintah Kamboja mendukung konsep Indo-Pasifik yang diusung oleh Indonesia dengan mengutamakan persatuan dan sentralitas ASEAN.

"Kami menekankan kembali dukungan Kamboja kepada konsep Indo-Pasifik yang diprakarsai Indonesia, dan kami juga menekankan kembali pentingnya sentralitas ASEAN," ujar dia.

Menanggapi hal itu, Menlu Retno menyampaikan apresiasi kepada pemerintah Kamboja atas dukungan tersebut.

"Indonesia sangat menghargai dukungan Kamboja dalam pengembangan konsep Indo-Pasifik yang mendorong prinsip keterbukaan, inklusifitas, transparansi, serta menghormati hukum internasional dan sentralitas ASEAN," ucap Menlu RI.

Pemerintah Indonesia menekankan pentingnya pengembangan konsep Indo-Pasifik dengan beberapa prinsip utama, antara lain kerja sama, inklusifitas, tranparansi, keterbukaan, dan penghormatan terhadap hukum internasional.

Pemerintah Indonesia pun memfokuskan kerja sama Indo-Pasifik pada tiga bidang utama, yaitu kerja sama maritim termasuk dalam menanggulangi kejahatan di laut, kerja sama konektivitas untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dan kerja sama mewujudkan pembangunan berkelanjutan melalui pencapaian target SDGs (Tujuan-tujuan Pembangunan Berkelanjutan) secara inklusif.


Credit  antaranews.com

Senin, 19 November 2018

Pemimpin Khmer Merah Diputus Bersalah Lakukan Genosida


Pemimpin Khmer Merah Nuon Chea (92 tahun) dan mantan presiden Khieu Samphan (87) telah didakwa.
Pemimpin Khmer Merah Nuon Chea (92 tahun) dan mantan presiden Khieu Samphan (87) telah didakwa.
Foto: ECCC
Pengadilan pertama kali memutuskan Khmer Merah melakukan genosida.




CB, PNOM PHEN -- Satu-satunya pemimpin senior Khmer Merah yang masih hidup dinyatakan terbukti bersalah melakukan genosida oleh pengadilan kejahatan perang di Kamboja.


Nuon Chea, 92 tahun, "Saudara Nomor Dua" bagi Pol Pot, dan mantan Presiden Khieu Samphan, 87 tahun, dinyatakan bersalah atas genosida etnis Vietnam-Kamboja selama era Khmer Merah pada 1970-an.

Meski demikian, para hakim di pengadilan Khmer Merah mengatakan bahwa walau genosida juga dilakukan terhadap minoritas Cham, kedua lelaki itu tak memiliki "niat genosida. Minoritas Cham merupakan warga muslim yang dipaksa untuk makan daging babi, dilarang shalat, dan Alquran mereka dibakar.


Akibatnya, Nuon Chea dinyatakan bersalah melakukan genosida terhadap Cham dengan level "tanggung jawab superior", sementara terdakwa lainnya dibebaskan dari dakwaan.


Vonis pada Jumat (16/11) adalah pertama kalinya pengadilan memutuskan bahwa Khmer Merah melakukan genosida. Diperkirakan 2 juta orang Kamboja meninggal karena kerja paksa, kelaparan dan pembunuhan massal selama era Khmer Merah, yang berlangsung dari April 1975 hingga Januari 1979.


Rezim ultra-Maois yang brutal, yang dipimpin oleh Pol Pot, memindahkan secara paksa penduduk dari daerah dan kota-kota. Ia mengirim mereka ke kamp-kamp kerja paksa pedesaan, sebuah eksperimen yang memporak-porandakan bangsa ini.


Nuon Chea, yang dikenal sebagai Saudara Nomor Dua, adalah komandan kedua untuk pemimpin Khmer Merah Pol Pot.
Photo: Nuon Chea, yang dikenal sebagai Saudara Nomor Dua, adalah komandan kedua untuk pemimpin Khmer Merah Pol Pot. (Supplied: ECCC)


Kedua orang itu telah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup setelah dinyatakan bersalah atas kejahatan terhadap kemanusiaan pada 2014. Dalam putusan Jumat (16/11), mereka dinyatakan bersalah atas kejahatan lebih lanjut terhadap kemanusiaan termasuk perkawinan paksa, perkosaan, penganiayaan atas dasar agama dan ras, penghilangan paksa dan pemusnahan.


Orang-orang itu, yang mengaku sebagai pemimpin Khmer Merah tetapi menolak tuduhan terhadap mereka, menerima tambahan hukuman seumur hidup, yang akan digabungkan dengan hukuman penjara yang ada. Banyak pengamat percaya bahwa keputusan itu kemungkinan menandai keputusan akhir untuk pengadilan yang didukung PBB.


Didirikan pada 2006, Pengadilan Kamboja, sebagaimana diketahui secara resmi, sejauh ini hanya menghukum tiga orang. Satu-satunya orang lain yang dihukum adalah Kaing Guev Ek, yang dikenal sebagai Duch, yang mengoperasikan penjara terkenal S21 di Phnom Penh, di mana 12 ribu orang tewas.


Khieu Samphan adalah presiden Republik Demokrasi Kamboja, atau yang disebut Khmer Merah di Kamboja.
Photo: Khieu Samphan adalah presiden Republik Demokrasi Kamboja, atau yang disebut Khmer Merah di Kamboja. (Supplied: ECCC)


Pol Pot meninggal sebagai warga bebas pada 1998, sementara "Saudara Nomor Tiga"-nya, Leng Sary dan istrinya, Leng Thirith, keduanya dituntut tetapi meninggal sebelum mereka dapat diadili.


Pengadilan masih memiliki tanggungan dua kasus, mengenai anggota-anggota dari kelompok berikutnya dalam hierarki Khmer Merah. Tetapi seiring dengan menuanya terdakwa, pengadilan menghadapi tantangan pendanaan abadi dan oposisi politik yang kuat di Kamboja, tampaknya tidak mungkin mereka akan dituntut. Perdana Menteri Hun Sen -ia sendiri mantan komandan Khmer Merah - telah lama menjadi penentang keras untuk mengizinkan kasus-kasus itu berlanjut.


Rebecca Gidley, seorang pakar di pengadilan yang berpusat di Australian National University (ANU), mengatakan bahwa Pemerintah Kamboja memiliki banyak hal yang dipertaruhkan.




"Narasi yang telah dibangun oleh Partai Rakyat Kamboja selama beberapa dekade adalah segelintir kecil pemimpin jahat dan lainnya, termasuk diri mereka sendiri sebagai mantan pemimpin Khmer Merah, tak bersalah atas semua kejahatan yang terkait dengannya," kata Gidley.



"Jadi setiap perluasan target tersangka adalah ancaman terhadap narasi yang telah mereka bangun sejak 1979."


Ribuan warga Kamboja telah menyaksikan proses pengadilan di sidang Khmer Merah.
Photo: Ribuan warga Kamboja telah menyaksikan proses pengadilan di sidang Khmer Merah. (Supplied: ECCC)


Dengan hampir 40 tahun berlalu sejak jatuhnya rezim itu akibat invasi yang didukung Vietnam, banyak orang Kamboja mengatakan mereka sekarang lebih memilih untuk melihat masa depan daripada tinggal di masa lalu. Hampir 70 persen penduduk Kamboja berusia di bawah 30 tahun, yang berarti sebagian besar penduduk tidak hidup melalui masa tergelap di negara mereka.


Tapi Youk Chhang, direktur Pusat Dokumentasi Kamboja, yang mengkategorikan kekejaman yang dilakukan di bawah Khmer Merah, mengatakan tidak ada yang melarikan diri dari fakta bahwa negara itu sekarang dibentuk oleh "ladang pembantaian" yang terkenal.


Agama dilarang selama era Khmer Merah, dengan para biarawan dan biarawati dipaksa untuk melepaskan jubah mereka.
Photo: Agama dilarang selama era Khmer Merah, dengan para biarawan dan biarawati dipaksa untuk melepaskan jubah mereka.


Ia mengatakan, periode itu harus diingat, agar tidak terjadi lagi.


"Tidak seorang pun ingin tinggal di era Khmer Merah, tidak ada yang ingin mengingat Khmer Merah ... tetapi bagaimana Anda bisa melupakan kejahatan yang dilakukan terhadap kerabat Anda, saudara dan saudari Anda sendiri, dan jutaan rekan Anda?," tanya Chhang.




"Lukanya dalam sehingga tak mungkin dihapus dari ingatan Anda."



Seorang petugas keamanan pengadilan
Photo: Seorang petugas keamanan pengadilan, kanan, membimbing siswa ketika mereka memasuki ruang sidang sebelum sidang melawan Nuon Chea dan Khieu Samphan digelar. (AP: Heng Smith)


Chhang, yang juga seorang penyintas Khmer Merah, mengatakan putusan pada Jumat (16/11) adalah tonggak bersejarah bagi Kamboja.


"Kami didorong oleh komunitas internasional untuk menghadapi masa lalu kami yang mengerikan, dan kami melakukan ini," katanya.


"Jadi dengan menghadapi ini - melalui pengadilan, melalui pendidikan - saya pikir Kamboja [menunjukkan] banyak keberanian dan menunjukkan sisi yang lain, yang merupakan ketahanan rakyat Kamboja."


Pengadilan masih memiliki tanggungan dua kasus tentang anggota-anggota dari kelompok berikutnya dalam hierarki Khmer Merah.
Photo: Pengadilan masih memiliki tanggungan dua kasus tentang anggota-anggota dari kelompok berikutnya dalam hierarki Khmer Merah. (AP: Heng Sinith)





Credit  republika.co.id






Selasa, 16 Oktober 2018

Dokumen Bocor Sebut Rezim Hun Sen Bakal Perketat Pengawasan



Tokoh oposisi Kamboja, Kem Sokha. Reuters
Tokoh oposisi Kamboja, Kem Sokha. Reuters

CB, Phnom Penh – Otoritas Kamboja sedang berencana memperketat kontrol terhadap aktivitas publik khususnya yang bersikap kritis terhadap rezim pimpinan Perdana Menteri Hun Sen.


Pengetatan pengawasan pemerintah ini diduga dilakukan untuk memperkuat basis kekuasaan Partai Rakyat Kamboja, yang dipimpin Hun Sen.
Sejumlah tokoh gerakan masyarakat sipil atau civil society mengatakan kepada Nikkei Asian Review bahwa taktik pengawasan dan intimidasi menyebar. Aparat pemerintah menggunakan intimidasi ini kepada orang-orang yang dianggap sebagai aktivis politik.
“Kami selalu mendapati ada mata-mata mengamati aktivitas kami dan juga kolega saya di berbagai provinsi,” kata Soeng Sen Karuna, seorang tokoh senior kelompok pembela Hak Asasi Manusia Adhoc seperti dilansir Nikkei Asian Review pada Jumat, 12 Oktober 2018.

Rencana pengetatan pengawasan pemerintah dan aparatnya ini terungkap lewat bocoran memo yang ditulis oleh Kepala Polisi Letnan Jenderal Sar Thet.
Dokumen itu menggambarkan berbagai rencana termasuk untuk mengerahkan 500 petugas untuk menjaga Kem Sokha, yang merupakan pemimpin oposisi yang dilarang dari Partai Penyelamat Kamboja Nasional atau CNRP.

Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen. SBS
Baru-baru ini, Kem Sokha dilepas dari tahanan penjara dan menjalani tahanan rumah di ibu kota Phnom Penh. Sokha dituding terlibat dalam upaya kudeta, yang didukung Amerika Serikat, terhadap Hun Sen, yang telah berkuasa 33 tahun.

Bocoran dari memo tadi juga menyebut berbagai trik dan rencana aksi untuk melawan terorisme, kejahatan, dan kekacauan sosial terkait pembebasan Kem Sokha.
Dokumen itu juga menyebut mengenai rencana yang diperluas untuk menangani keresahan sosial di masyarakat.
“Otoritas akan memperketat kontrol terhadap aktivitas organisasi masyarakat sipil, serikat, orang asing, bekas para pemimpin CNRP dan 118 orang tokoh yang dilarang berpolitik,” begitu bunyi dokumen itu.
Dokumen ini bocor pasca kemenangan Partai Rakyat Kamboja pimpinan Hun Sen, yang menguasai semua kursi di parlemen sebanyak yaitu 125 pada pemilu 29 Juli 2018. Pemilu ini dikritik tidak demokratis oleh banyak lembaga internasional dan negara Barat karena CNRP tidak dilibatkan. CNRP merupakan favorit pemenang pada pemilu ini karena pernah memenangani pemilu pada 2013.

Pemimpin oposisi Kem Sokha dibebaskan dari tahanan penjara setelah sempat menjalani penahanan selama setahun menunggu digelarnya persidangan. Dia dituding melakukan pengkhianatan terhadap negara.
“Dia mengalami kadar gula tinggi dan butuh segera menjalani operasi, yang telah tertunda lama, untuk mengobati bahu kirinya,” kata Monovithya.
Reuters melansir Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, yang telah memerintah selama sekitar 33 tahun, mendapat tekanan dunia internasional untuk segera membebaskan semua tahanan politik seperti Kem Sokha pasca kemenangan Partai Rakyat Kamboja, yang dipimpinnya, pada pemilu Juli 2018.
Kem Sokha merupakan Presiden Partai Penyelamat Nasional Kamboja, yang telah dibubarkan Mahkamah Agung atas permintaan pemerintahan Hun Sen. Dia ditangkap pada September 2018 dalam operasi pemerintah untuk membungkam kritik.




Credit  tempo.co


Jumat, 12 Oktober 2018

Uni Eropa Ancam Cabut Perdagangan, Kamboja Sebut Tak Adil


Uni Eropa Ancam Cabut Perdagangan, Kamboja Sebut Tak Adil
Ilustrasi penduduk Kamboja (REUTERS/Samrang Pring)


Jakarta, CB -- Kamboja mengecam ancaman dari Uni Eropa yang akan menangguhkan perdagangan yang menguntungkan. Penangguhan perdagangan ini dinilai akan menganggu ekonomi negara yang tengah kesulitan itu. Sebab, sebagian besar pendapatan negara ini didapat dari ekspor ke negara Eropa.

Ancaman ini dikeluarkan sebagai reaksi atas pelaksanaan pemilihan umum Juni lalu yang dianggap tidak adil. Sebab, pemilihan ini diadakan tanpa adanya oposisi yang kredibel dan dinodai oleh tuduhan intimidasi kepada para pemilih.

Pekan lalu, Uni Eropa memperingatkan pemerintah bahwa mereka telah memproses untuk menarik diri dari kesepakatan perdagangan khusus dengan Kamboja. 


Komisioner perdagangan Uni Eropa, Cecilia Malmstrom mengatakan jika ada perbaikan, maka prefensi perdagangan akan ditangguhkan meskipun delegasi negara itu mengklarifikasi keputusan lebih lanjut dapat memakan waktu satu tahun.

Kementrian Luar Negeri Kamboja mengatakan bahwa pihaknya hanya mengambil keputusan ini sebagai ketidakadilan yang luar biasa, ketika Uni Eropa secara terang-terangan mengabaikan kemajuan besar yang dibuat Kamboja.

Kamboja telah mengekspor sekitar $5,7 miliar (Rp 86 triliun) barang ke pasar Eropa. Kebanyakan barang itu merupakan pakaian dan alas kaki yang memiliki akses bebas tarif yang disebut Everything But Arms (EBA). Kesepakatan inilah yang diincar oleh Uni Eropa.

Perusahaan resmi kerajaan memiliki industri pakaian terbesar senilai $7 miliar (Rp 106 triliun) yang menyediakan pekerjaan bagi 740.000 orang di negara yang populasinya 15 juta.

Jika akses perdagangan khusus dibatalkan, Uni Eropa dapat meniadakan upaya 20 tahun negara itu untuk menarik jutaan orang keluar dari kemiskinan.

Kamboja dilanda rezim organisasi ultra-Maois kader Khmer Merah pada 1970an dan mengalami perang saudara hingga pemilihan umum pertama yang disponsori PBB pada 1993.

Partai Rakyat Kamboja, yang dipimpin Perdana Menteri Hun Sen menyapu semua kursi di parlemen selama pemungutan suara. Hal ini memperkuat status negara sebagai negara satu partai dan memperpanjang kekuasaannya selama 33 tahun.

Jalan menuju kemenangan diperhalus setelah pihak berwenang menindak tegas dan Mahkamah Agung membubarkan partai oposisi utama yang memenangkan lebih dari 43 persen suara dalam pemungutan suara terakhir.

Pengamat mengatakan bahwa kehilangan skema perdagangan akan menjadi pukulan besar bagi partai berkuasa khususnya yang fokus terhadap kemajuan ekonomi dan stabilitas negara.

Para pendukung tenaga kerja juga telah memperingatkan langkah tersebut dengan alasan adanya dampak potensial terhadap karyawan.

Koalisi Cambodia Apparel Workers Democratic Union (CCAWDU), Ath Thorn mengatakan bahwa pemerintah dan Uni Eropa harus duduk untuk berbicara dan menemukan cara untuk mencegah hilangnya kesepakatan perdagangan.






Credit  cnnindonesia.com





Kamis, 13 September 2018

Pemimpin Kamboja minta dunia tidak campuri politik Indochina


Pemimpin Kamboja minta dunia tidak campuri politik Indochina
PM Kamboja, Hun Sen (Reuters)



Hanoi (CB) - Perdana Menteri Kamboja Hun Sen pada Rabu menyatakan negara di luar Indochina terlalu kritis terhadap politik di kawasan tersebut dan bahwa wilayah itu harus dibiarkan memecahkan masalahnya.

Dalam pidato bersama pemimpin lain kawasan itu, Hun Sen menunjuk kecaman asing terhadap pemilihan umum negaranya baru-baru ini, yang dilihat banyak orang sebagai lelucon setelah partai oposisi utama dibubarkan. Ia juga mengutip kecaman dunia atas kekerasan terhadap suku Rohingya di Myanmar.

"Negara di luar kawasan ini selalu mengkritik kami dan memberitahu kami yang harus dilakukan," kata Hun Sen di diskusi panel dengan pemimpin dari Myanmar, Thailand, Vietnam dan Laos di Forum Ekonomi Dunia tentang ASEAN di Hanoi.

"Saya mengangkat masalah ini bukan sebagai pesan untuk negara tertentu, tapi saya ingin mengatakan bahwa negara Mekong ini korban politik. Jadi, saya minta orang luar kawasan ini, yang tidak tahu tentang masalah, membiarkan kami menyelesaikan masalah kami," katanya.

Partai Rakyat Kamboja Hun Sen merebut semua 125 kursi parlemen dalam pemilihan umum pada Juli, yang Perserikatan Bangsa-Bangsa dan beberapa negara Barat katakan cacat karena antara lain tiada oposisi mumpuni.

Oposisi Partai Penyelamatan Bangsa Kamboja (CNRP) dibubarkan pada akhir tahun lalu menjelang pemilihan umum tersebut.

Hun Sen juga menyatakan Myanmar, yang tentaranya dituduh Perserikatan Bangsa-Bangsa melakukan pembantaian dan pemerkosaan bergerombol terhadap warga Rohingya dengan niat pemunahan, salah dipahami.

Myanmar membantah tuduhan melakukan kekejaman, dengan menyatakan tentara melakukan tindakan sah terhadap pemberontak.

"Ia dituduh melakukan pemunahan, tapi apakah Anda semua mengerti tentang Myanmar? Apakah Anda tahu tentang Myanmar? Mereka harus menyelesaikan banyak masalah berat dalam kaitan dengan keamanan," demikian Reuters.



Credit  antaranews.com



Jumat, 07 September 2018

Kamboja Perpanjang 33 Tahun Pemerintahan Hun Sen


Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen
Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen
Foto: The Guardian

PBB dan negara Barat menilai pemilu Kamboja cacat karena tak ada oposisi.




CB, PNOM PHEN -- Anggota parlemen Kamboja pada Kamis (6/9) memilih ketua parlemen dan pemerintahan baru pimpinan partai berkuasa Perdana Menteri Hun Sen. Sebelumnya, pemilihan umum Kamboja digelar pada Juli.

Pemilu itu sendiri dikecam beberapa negara, terutama karena tidak ada pesaing. Hun Sen, 66 tahun, menyatakan pemerintahannya akan melayani negara dan rakyat sesudah pemungutan suara itu memperpanjang 33 tahun pemerintahannya dengan lima tahun lagi. Beberapa perubahan pada kabinetnya menyoroti pengaruh politik keluarga semakin besar.

Putranya, Hun Manet, menjadi kepala staf gabungan, sementara putra termudanya -Hun Many- memimpin komisi pemuda dan olahraga parlemen. Ketua Majelis Nasional, Heng Sarin, tetap di jabatannya.

Partai Rakyat Kamboja (CPP) Hun Sen merebut semua 125 kursi parlemen dalam pemilihan umum itu. Perserikatan Bangsa-Bangsa dan beberapa negara Barat menilai Pemilu cacat karena ketiadaan oposisi mumpuni, di antara unsur lain.

Partai Penyelamatan Bangsa Kamboja (CNRP), yang dibubarkan Mahkamah Agung pada tahun lalu dan 118 anggotanya dilarang berpolitik selama lima tahun, menyebut pemilihan umum pada Juli itu lelucon.

"Pemilihan itu tidak sah, sehingga Majelis Nasional dan pemerintah juga tidak sah," kata Kem Monovithya, putri pemimpinnya, Kem Sokha, yang dipenjara atas tuduhan makar pada September lalu dan masih dalam penahanan pra-sidang, kepada Reuters.

"Kecuali ada pembalikan, Kamboja sedang menuju keterkucilan," katanya.

Dengan cengkeramannya yang meyakinkan pada kekuasaan, Hun Sen mulai meredakan tekanannya terhadap penentang dan lawan, yang dimulai pada beberapa hari sebelum pemilihan umum tersebut. Empat belas penentang pemerintah dibebaskan dari penjara pada bulan lalu. Hal itu menjadi langkah yang dilihat sebagai upaya menenangkan kecaman asing atas pemilihan umum tersebut.




Credit  republika.co.id




Selasa, 31 Juli 2018

Partai Oposisi CNRP Tuntut Pemilu Kamboja Diulang


Deputi Direktur Partai Oposisi Kamboja, CNRP, Monovithya Kem menuntut pemilu Kamboja diulang dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, 30 Juli 2018.
Deputi Direktur Partai Oposisi Kamboja, CNRP, Monovithya Kem menuntut pemilu Kamboja diulang dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, 30 Juli 2018.

CB, Jakarta - Partai oposisi Cambodia National Rescue Party atau CNRP, menuntut pemilu Kamboja diulang. CNRP menolak pelaksanaan pemilu yang diadakan pada hari Minggu, 29 Juli 2018 karena melanggar konstitusi, palsu dan penuh rekayasa.
"Kami perlu mengadakan pemilu ulang. Kami tidak menerima pemilihan yang partai oposisi utama tidak ikut serta dalam pemilu," kata Deputi Direktur untuk Urusan Luar Negeri CNRP, Monovithya Kem kepada Tempo usai berbicara dalam konferensi pers bertajuk Cambodia:Election Without Democracy di Jakarta, Senin, 30 Juli 2018.
Menurut Monovithya, pemilu yang diadakan kemarin tidak berdasarkan konstitusi Kamboja. Begitu juga langkah keras yang diambil pemerintah Kamboja di bawah pimpinan Perdana Menteri Hun Sen menjelang pemilu, yakni membubarkan CNRP dan pemenjaraan ayahnya, Kem Sokha sebagai Ketua CNRP atas tuduhan pengkhianat Kamboja.
Monovithya mengatakan, pemilu ulang merupakan tujuan utama CNRP untuk didesakkan kepada pemerintah Kamboja dan masyarakat internasional.
CNRP juga meminta masyarakat internasional menyuarakan hal sama, yakni menolak hasil pemilu Kamboja yang membawa Hun Sen kembali memimpin Kamboja untuk lima tahun ke depan. Hun Sen yang berkuasa sejak tahun 1985 akan menjadi perdana menteri terlama di dunia dengan berkuasa selama 33 tahun. 
CNRP merencanakan pemilu ulang digelar sebelum lima tahun masa pemerintahan Hun Sen hasil pemilu 29 Juli. Namun, dia tidak merinci mekanisme pemilu ulang dapat dilakukan.

Partai Rakyat Kamboja atau CPP menang telak dalam pemilu 29 Juli 2018. Pemilu ini dihujani kritik setelah pemerintahan Perdana Menteri Hun Sen membubarkan partai oposisi, CNRP. Sumber: TEMPO/Suci Sekar
Wakil Ketua CNRP Mu Sochua saat konferensi pers mengatakan Hun Sen telah mempersiapkan jalan untuk memenangkan pemilu sejak lama lewat tindakan keras seperti memenjarakan Kem Sokha, membubarkan CNRP dan mengancam rakyat yang boikot pemilu sebagai pengkhianat.
Selain itu, kata Mu Sochua, Hun Sen juga mengiming-imingi petani dengan pemberian bantuan jika partainya menang dalam pemilu.
CNRP menegaskan partai berkuasa, Cambodian People Party atau CPP, telah melanggar konstitusi dan komitmen internasional terhadap negara ini.
Demokrasi mati di Kamboja dengan pelaksanaan pemilu 29 Juli 2018. Pemilu menandai hari kelam dalam sejarah Kamboja. Alhasil, demokrasi tinggal nama dan kemudian berganti dengan pemerintahan diktator.
Oleh karena itu CNRP meminta PBB, ASEAN, Uni Eropa, IPU dan lembaga pemerintah demokratis dan lembaga demokratis lainnya untuk sepenuhnya menolak hasl pemilu yang diumumkan CPP dan Komisi Pemilu Kamboja.

Masyarakat Kamboja mengikuti pemilu pada Minggu, 29 Juli 2018. Sumber: TEMPO/Suci Sekar
CNRP pun menegaskan sikapnya yang tidak akan tunduk pada tekanan pemerintahan Hun Sen.
"CNRP tidak bisa dan tidak akan dapat dihancurkan oleh motif politik penguasa engan pengadilan yang tidak adil. Pemimpin dan martir partai boleh jadi dipenjara dan menjadi eksil namun tidak akan dapat dibungkam," tegas CNRP dalam pernyataannya.
Penasehat Senior Human Rights Working Groupm HRWG, Rafendi Jamin mengatakan, ASEAN secara normatif sebenarnya punya peluang untuk memperbaiki situasi demokrasi di Kamboja dan negara ASEAN lainnya.
Peluang itu di antaranya Visi ASEAN 2025 yang di dalamnya ada aksi politik. Berikutnya, tahun 2015 ASEAN punya badan yang namanya ASEAN Recognise Election Monitoring Network. Namun, rekomendasi agar badan monitoring pemilu ASEAN agar menjadi badan efektif dan kredibel untuk melakukan monitoring belum ada.
"Apakah ada badan monitoring ASEAN resmi melakukan monitoring pemilu ke Kamboja? Saya kira belum ada," kata Rafendi.
Proses pemilu Kamboja menjadi tantangan ASEAN untuk memajukan demokrasi, setelah demokrasi juga gagal diwujudkan di Thailand yang sampai sekarang belum diadakan pemilu seperti janji pemerintah, kemudian situasi di Filipina dan Myanmar.




Credit  tempo.co




Pemilu Kamboja, ASEAN Dinilai Gagal Lindungi Demokrasi


Pemilu Kamboja, ASEAN Dinilai Gagal Lindungi Demokrasi
Penangkapan pendukung partai oposisi Kamboja CNRP beberapa waktu lalu. (REUTERS/Samrang Pring)



Jakarta, CB -- Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP), partai oposisi utama pemerintahan Perdana Menteri Hun Sen, menganggap ASEAN gagal melindungi demokrasi di kawasan karena tak bisa bersuara menentang praktik kecurangan dalam pemilihan umum Kamboja kemarin, Minggu (29/7).

Padahal, Wakil Presiden CNRP Mu Sochua, mengatakan negara anggota ASEAN termasuk Kamboja telah mengadopsi deklarasi penghormatan hak asasi manusia (ham) pada 2012 lalu.

Menurutnya, dengan disahkannya deklarasi tersebut, seluruh negara anggota wajib melawan seluruh pihak yang berupaya merusak nilai HAM dan penerapan demokrasi di kawasan, termasuk menentang penyelenggaraan pemilu Kamboja yang dinilai tak adil, Minggu (29/7).



"ASEAN tidak bersuara sama sekali untuk mengatasi situasi dan kondisi politik yang sangat-sangat serius yang sedang terjadi di Kamboja berkaitan dengan pemilu yang tidak adil kemarin," kata Sochua dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (30/7).

"ASEAN punya mekanisme dan deklarasi sendiri mengenai hak asasi manusia karena itu seluruh negara anggota sudah sepatutnya mematuhi kewajiban melindungi penegakkan hak asasi manusia dan demokrasi di kawasan."

PM Hun Sen dipastikan kembali berkuasa untuk lima tahun ke depan setelah partainya, Partai Rakyat Kamboja (CPP), menang telak dalam pemilu, Minggu (29/7). Kemenangan Hun Sen disebut palsu lantaran dia terlebih dahulu menyingkirkan seluruh pesaing dan kritiknya, termasuk CNRP, demi bisa menang pemilu.


Lewat keputusan Mahkamah Agung Kamboja, Hun Sen membubarkan CNRP tahun lalu dan memenjarakan sejumlah anggotanya karena dinilai mengkhianati negara.

PM yang sudah menjabat selama 30 tahun terakhir itu juga membubarkan sejumlah media dan organisasi untuk membendung kritik yang dapat merusak peluangnya untuk kembali berkuasa.

Dengan ketiadaan CNRP sebagai oposisi utama, Hun Sen dan partainya menikmati 80 persen suara dan sedikitnya 100 dari 125 kursi Majelis Nasional atau Parlemen Kamboja dalam pemilu, Ahad.

Juru bicara CPP Sok Eysan menegaskan partainya akan memenangkan seluruh kursi parlemen setelah mengklaim kemenangan telak di pemilu.


Sochua menekankan CNRP menolak hasil pemilu yang dianggap tanda kematian demokrasi di Kamboja itu. Dia meminta komunitas internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ASEAN, hingga Uni Eropa menolak kemenangan Hun Sen.

Sebab, menurutnya, penghinaan demokrasi yang sedang terjadi di Kamboja saat ini bisa berpengaruh buruk terhadap stabilitas kawasan.

"Pemimpin negara ASEAN seharusnya bisa menyuarakan masalah ini secara lebih serius. Pemimpin ASEAN seharusnya tidak boleh duduk bersama seorang diktaktor seperti Hun Sen dan berpura-pura bahwa demokrasi terjamin di Asia Tenggara," kata Sochua.

Dalam kesempatan yang sama, CNRP juga meminta Indonesia bersuara menentang ketidakadilan dalam penyelenggaraan pemilu Kamboja.


Sebagai negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara, Wakil Direktur Hubungan Luar Negeri CNRP, Monovithya Kem, berharap Indonesia bisa mengambil langkah konkret membantu rakyat Kamboja merasakan demokrasi yang sesungguhnya.

"Kami menyerukan seluruh komunitas internasional, termasuk Indonesia, menolak hasil pemilu Kamboja kemarin. CNRP tentutnya tidak akan pernah menerima hasil pemilu kemarin dan membiarkan Hun Sen berkuasa lagi untuk lima tahun ke depan," kata Kem.

Kem dan Sochua tiba di Jakarta sejak akhir pekan kemarin. Kem mengatakan keduanya terus meminta dukungan dari sejumlah LSM di Indonesia untuk memperjuangkan penyelenggaraan pemilu yang adil di Kamboja.

Kem mengatakan dia bersama Sochua berharap bisa bertemu perwakilan pemerintah Indonesia guna membicarakan dan meminta bantuan mengatasi situasi politik dan krisis demokrasi yang tengah terjadi Kamboja saat ini.



Pemilu Kamboja, ASEAN Dinilai Gagal Lindungi Demokrasi
Foto: REUTERS/Samrang Pring


"Selama beberapa hari di Jakarta, kami memang telah bertemu sejumlah LSM dan anggota parlemen. Tapi kami berharap pemerintah Indonesia mau menjawab permintaan kami untuk bertemu. Dalam hal ini, Kementerian Luar Negeri RI belum menjawab permintaan kami untuk bertemu hingga hari ini," kata anak perempuan Kem Sokha, Presiden CNRP, politikus oposisi Kamboja yang tengah dipenjara dengan tuduhan berkhianat tersebut.




Credit  cnnindonesia.com





Senin, 30 Juli 2018

Partai Hun Sen Menang Telak di Pemilu Kamboja 2018


Partai Hun Sen Menang Telak di Pemilu Kamboja 2018
Perdana Menteri Kamboja Samdech Techo Hun Sen. (REUTERS/Samrang Pring)




Jakarta, CB -- Partai berkuasa, Partai Rakyat Kamboja (CPP) memenangkan pemilihan umum (pemilu) Kamboja yang digelar, Minggu (29/7). Penghitungan awal memperlihatkan partai Perdana Menteri Samdech Techno Hun Sen tersebut menang di setiap provinsi di Kamboja, membuka jalan untuk memperpanjang masa kekuasaan 33 tahun.

Dengan ketiadaan partai oposisi utama, Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP) yang dibubarkan tahun lalu, CPP menikmati 80 persen suara dan sedikitnya 100 dari 125 kursi Majelis Nasional atau Parlemen Kamboja.

"CPP akan mendapatkan lebih dari 80 persen suara," kata Soy Eysan, juru bicara CPP seperti di lansir kantor berita AFP. Jumlah tersebut, menurutnya, tidak kurang dari 100 kursi di Parlemen Kamboja, atau bahkan lebih dari itu. "Ini kemenangan besar bagi kami."





Ada 20 partai yang bertarung di Pemilu Kamboja yang mulai dibuka sekitar pukul 7.00 pagi waktu setempat dan ditutup pada pukul 15, Minggu (29/7). Dari jumlah tersebut, semuanya adalah partai-partai kecil, delapan di antaranya baru dibentuk 18 bulan sebelum pemilu.

Hun Sen, 65, mulai berkuasa sejak 1985 saat Kamboja masih dirundung perang sipil. Membelot dari rezim Khmer Merah yang brutal, Hun Sen mengagungkan stabilitas dan pertumbuhan sebagai hasil pemerintahannya.

"Kawan-kawan telah memilih jalur demokrasi dan menggunakan hak-haknya," kata Hun Sen di laman Facebook setelah pemungutan suara ditutup.

Seruan Hun Sen itu tampaknya ditujukan kepada Sam Rainsy,tokoh oposisi CNRP yang menyerukan boikot terhadap pemilu Kamboja.


Tingkat partisipasi dalam pemilu Kamboja 2018 atau pemilu keenam itu mencapai 82 persen atau sekitar 6,88 juta orang. Angka tersebut melampaui partisipasi pada 2013 yakni 69 persen saat partai oposisi turut bersaing dan menempati peringkat kedua di tengah tuduhan kecurangan partai berkuasa.

Komite Pemilu Nasional (NEC) mengklaim kesuksesan dalam gelaran pemilu Kamboja. Namun sejumlah surat suara tidak sah, khususnya di wilayah perkotaan, dinilai sebagai aksi protes diam-diam kepada partai berkuasa.

Dilansir Channel News Asia, angka surat suara tidak sah mencapai 17 persen di Ibu Kota Phnom Penh. Provinsi Kandal, Kampong Cham dan Tako juga terdapat surat suara tidak sah lebih dari 10 persen.


"Ini adalah sebuah sirkus. Saya yakin angka partisipasi telah direkayasa," kata Monovithya Kem, Deputi Direktur Kehumasan CNRP. Tudingan itu ditampik jubir CPP, Sok Eysan. "Ini bukan pemilu palsu seperti tuduhan pemberontak dari luar negeri," kata Eysan.

Komisi Pemilu Kamboja (NEC) menyatakan terdapat sekitar 65.744 pengamat nasional dan 155 internasional yang akan mengawasi jalannya pemilu Kamboja.

Adapun Civil Society Alliance Forum mencatat 1.036 pengamat nasional dari 93 organisasi dan asosiasi di seluruh Kamboja. Juga 220 pengamat internasional dari 52 negara, antara lain Austria, Perancis, Jerman, Italia, China, Indonesia, Myanmar, Singapura, Vietnam, Pakistan, Timor Leste, Filipina, Brunei Darussalam, Thailand, Rusia, India, Malaysia, dan Korea Selatan.

Hasil resmi pemilu Kamboja akan diumumkan pada 15 Agustus mendatang.




Credit  cnnindonesia.com




Kamis, 26 Juli 2018

Pasukan Antihuru-hara Kamboja Pamer Kekuatan Menjelang Pemilu



Gubernur Kotamadya Phnom Penh, Khuong Sreng tiba ketika pasukan bersenjata Kamboja menampilkan peralatan antihuru-hara dan senapan serbu di stadion Olimpiade menjelang pemilihan umum akhir pekan ini, di Phnom Penh, Kamboja, 25 Juli 2018.[REUTERS / Samrang Pring]
Gubernur Kotamadya Phnom Penh, Khuong Sreng tiba ketika pasukan bersenjata Kamboja menampilkan peralatan antihuru-hara dan senapan serbu di stadion Olimpiade menjelang pemilihan umum akhir pekan ini, di Phnom Penh, Kamboja, 25 Juli 2018.[REUTERS / Samrang Pring]

CB, Jakarta - Pasukan antihuru-hara Kamboja menampilkan perlengkapan anti-kerusuhan dan senapan serbu di sebuah stadion olahraga di ibukota Phnom Penh, pada Rabu 25 juli, menjelang pemilu yang akan diselenggarakan pada 29 Juli mendatang. Namun aksi pamer senjata ini mengundang kritik banyak pihak.
Perdana Menteri Hun Sen, yang telah memerintah Kamboja selama lebih dari 30 tahun, diperkirakan akan menang dengan mudah pada pemilu hari Minggu setelah partai oposisi utama dibubarkan tahun lalu dan serangkaian penindasan terhadap oposisi, termasuk dari kalangan masyarakat sipil dan media independen.

Dilaporkan Reuters, 25 Juli 2018, sebanyak 4.625 petugas polisi mengenakan jaket antipeluru dan dipersenjatai dengan senapan otomatis berkumpul di Stadion Olimpiade di Phnom Penh dalam sebuah pameran yang dimaksudkan untuk mencegah protes jalanan selama pemilu.Kepala Kepolisian Phnom Penh, Chuon Sovann mengatakan bahwa pasukan akan dikerahkan ke seluruh kota untuk menjaga keamanan pada hari Minggu.
"Semua pasukan ini memiliki tugas untuk mencegah, menghentikan, dan menindak tegas setiap kasus yang mengarah pada penghalang pemilihan," kata Chuon Sovann.
Chuon Sovann mengatakan bahwa polisi akan menghentikan protes atau mereka yang mendesak orang lain untuk tidak memilih.

Pasukan bersenjata Kamboja menampilkan peralatan antihuru-hara dan senapan serbu di stadion Olimpiade menjelang pemilihan umum akhir pekan ini, di Phnom Penh, Kamboja, 25 Juli 2018.[REUTERS / Samrang Pring]
Pihak berwenang mengatakan seruan untuk memboikot pemungutan suara itu ilegal, tetapi kelompok-kelompok hak asasi manusia berpendapat bahwa seruan itu tidak melanggar hukum.
Pemilihan hari Minggu telah dikritik oleh PBB dan negara-negara Barat yang secara fundamental cacat setelah Mahkamah Agung membubarkan Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP) dan pemimpinnya, Kem Sokha, dipenjarakan atas tuduhan pengkhianatan tahun lalu.

Para pendukung Kem Sokha mengatakan bahwa pemenjaraannya bermotif politik. Dia saat ini dalam penahanan pra-sidang di dekat perbatasan Kamboja dengan Vietnam.Kem Monovithya, putri Kem Sokha, mengatakan bahwa pamer kekuatan menunjukkan bahwa pemungutan suara Kamboja akan dilakukan di bawah tekanan.
"Ini adalah bukti bahwa pemilu tidak hanya dilakukan tanpa oposisi yang layak, itu juga dilakukan di bawah ancaman, memaksa orang untuk memilih dalam pemilihan palsu," kata Kem Monovithya.




Credit  tempo.co




Rabu, 25 Juli 2018

Kamboja: 52 negara kirim pemantau pemilu


Kamboja: 52 negara kirim pemantau pemilu
Arsip Perdana Menteri Kamboja Hun Sen menunjukkan jarinya yang bertinta usai memberikan suara di bilik suara dalam pemilihan umum di provinsi Kandal, Minggu (28/7/2013). (REUTERS/Damir Sagolj)




Phnompenh (CB) - Pejabat pemerintah Kamboja pada Kamis mengatakan bahwa 220 pengamat dari 52 negara akan memantau pemilihan umum pada Ahad, yang secara luas diperkirakan memberi kemenangan mutlak kepada Perdana Menteri Hun sen setelah oposisi utama dibubarkan.

Anggota Parlemen Eropa, Konferensi Internasional Partai Politik Asia, Majelis Parlemen Asia, Majelis Antar Parlemen ASEAN, Majelis Parlemen Negara Berbahasa Prancis dan sejumlah kelompok termasuk di antara pemantau tersebut, kata ketua badan itu, lapor Reuters.

"Mereka punya pengalaman dalam memantau pemilihan di berbagai negara," kata Kem Reat Viseth, ketua komisi pemerintah untuk menggalang pemantau pemilihan umum itu, dalam jumpa pers pada Selasa.

Pemantau itu berasal dari 52 negara, antara lain Austria, Prancis, Jerman dan Italia, tambah dia, dan akan mengeluarkan biaya sendiri.

Pemilihan umum pada Ahad itu dikritik PBB dan negara Barat karena secara mendasar cacat setelah oposisi utama Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP) dibubarkan pada tahun lalu dan pemimpinnya, Kem Sokha, dipenjarakan.





Credit  antaranews.com





Selasa, 24 Juli 2018

Kamboja Kecam Pernyataan Parlemen Malaysia Soal Pemilu


Raja Kamboja Norodom Sihamoni mendesak para senator untuk melindungi keadilan dan HAM seluruh rakyat. [VOA}
Raja Kamboja Norodom Sihamoni mendesak para senator untuk melindungi keadilan dan HAM seluruh rakyat. [VOA}

CB, Jakarta - Juru bicara Dewan Menteri Kamboja Phay Siphan mengecam pernyataan anggota parlemen Malaysia dari Partai Keadilan Rakyat Wong Chen yang prihatin atas pemilu Kamboja pada 29 Juli mendatang.
Siphan mengatakan, Malaysia adalah negara kecil jadi tidak dapat campur tangan dalam urusan dalam negeri Kamboja.

"Pemerintah Kamboja tidak peduli dengan pandangan Chen. Malaysia bukan Amerika Serikat atau Perancis, hanya sebuah negara kecil," katanya, seperti dilansir Independent pada 23 Juli 2018

Sebelumnya pada Kamis, 19 Juli 2018, Chen mendesak pemerintah Malaysia untuk mengambil sikap yang lebih proaktif terhadap Kamboja serta sikap terhadap pemerintah Myanmar.
"Saya percaya, sebagai pemerintahan baru, adalah tugas kami untuk mereformasi hukum untuk melindungi keadilan dan memperjuangkan demokrasi dan bahkan melangkah lebih jauh dengan mempromosikan pemilihan yang bebas dan adil di kawasan ASEAN," demikian pernyataan Chen sebagaimana dikutip dari Phnom Penh Post.
Menjelang pemilihan umum Kamboja, komunitas internasional menyatakan keprihatinannya atas perkembangan demokrasi negara yang berada di kawasan Asia Tenggara itu.
Meski menuai banyak kritik atas penyelenggaraan pemilu, Cina dan Jepang malah meminjamkan dana ke Komite Pemilihan Nasional Kamboja. Sebaliknya, Amerika Serikat dan Uni Eropa menarik dana tersebut.



Credit  tempo.co



Kamboja Selidiki Seruan Boikot Pemilu


Kamboja Selidiki Seruan Boikot Pemilu
PM Kamboja Hun Sen diprediksi menang telak pada Pemilu akhir pekan ini. (ANTARA Foto/AACC2015/Subekti)


Jakarta, CB -- Komisi Pemilihan Umum Kamboja menyatakan akan menyelidiki laporan terhadap sekitar 30 mantan anggota kelompok partai oposisi yang menyerukan warga memboikot pemilu Minggu (29/7).

Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP) dibubarkan tahun lalu setelah Perdana Menteri Hun Sen, berniat kembali mencalonkan diri. Parpolnya, Partai Rakyat Kamboja (CPP), menang tipis pada pemilu 2013 lalu.

Dipimpin oleh tokoh-tokoh partai oposisi yang diasingkan, kampanye boykot dinamakan Jari Bersih, merujuk kepada tinta yang digunakan pemilih untuk menandai jari mereka.



Pihak berwenang setempat mengumumkan bahwa pemboikotan pemilu akan dianggap sebagai pelanggaran hukum, tetapi kelompok advokasi HAM menganggap aksi boikot sah.

Ven Porn, ketua panitia penyelenggaraan pemilu di daerah provinsi Battambang, berkata bahwa seorang anggota CPP resmi mengajukan keluhan terhadap para mantan anggota CNRP.

"Kami akan menyelidiki," kata Ven Porn kepada Reuters hari Senin (23/7).

Tanpa pesaing utama, Hun Sen, yang sudah berkuasa selama 33 tahun diprediksi menang telak pada Minggu.

Pemimpin partai CNRP, Kem Sokha, dipenjara mulai September karena menjadi tersangka dalam kasus pengkhiataan yang dianggap hanya jebakan. Dia sekarang ditahan di dekat perbatasan antara Kamboja dan Vietnam.

Juru bicara partai CPP, Sok Eysan, mengatakan bahwa anggota oposisi yang memboikot diharuskan membayar denda senilai US$5.000.

"Ini adalah jebakan untuk mencegah rakyat untuk memilih dan peraturan ini melanggar konstitusi," kata Sok Esyan.

Chea Chiv, mantan pemimpin CNRP di Battambang, termasuk salah satu tokoh dilaporkan. Dia mengatakan bahwa aksi memboikot bukan sesuatu hal yang ilegal.

"Saya tidak akan memilih jika tidak ada partai yang saya sukai dan kebebasan berbicara ini sudah dijamin konstitusi," kata Chea Chiv kepada Reuters.

Phil Robertson, Wakil Direktur HAM divisi Asia, menyatakan kekhawatirannya terhadap kasus ini.

"Pada saat orang memilih, mereka harus menandai jarinya dengan tinta India agar otoritas setempat bisa menentukan siapa memiliki jari yang bertinta dan yang bersih," Robertson berkata kepada Reuters.

"Para orang yang telah memboikot bisa terintimidasi dan mengalami beberapa pertanyaan yang kasar."





Credit  cnnindonesia.com





Rabu, 04 Juli 2018

Kamboja Harapkan Indonesia Hidupkan 'Jejak Peradaban'


Kamboja Harapkan Indonesia Hidupkan 'Jejak Peradaban'
Menteri Pariwisata Kamboja Thong Khon saat menerima kunjungan kehormatan (courtesy call) dari Duta Besar RI untuk Kerajaan Kamboja, Sudirman Haseng di kantor Kementerian Pariwisata, Phnom Pen, Senin(2/7). (Dok. KBRI Phnom Penh)



Jakarta, CB -- Kamboja mengharapkan kerja sama dan bantuan Indonesia dalam mengembangkan industri pariwisata di negerinya. Salah satunya melalui pendidikan sumber daya manusia (SDM) di sekolah-sekolah pariwisata. Kamboja juga mengharapkan dukungan Indonesia untuk mengaktifkan kegiatan Jejak Peradaban atau Trail of Civilization (ToC). Kegiatan tersebut diinisiasi Pemerintah Indonesia di Candi Borobodur, Yogyakarta pada 2006 dan menghasilkan Borobudur Declaration.

"Kami mengharapkan Indonesia dapat memberikan bantuan terkait proses pengembangan SDM di sektor pariwisata Kamboja, terutama melalui kerja sama dengan sekolah-sekolah pariwisata di Indonesia," kata Menteri Pariwisata Kamboja Thong Khon saat menerima kunjungan kehormatan (courtesy call) dari Duta Besar RI untuk Kerajaan Kamboja, Sudirman Haseng di kantor Kementerian Pariwisata, Phnom Pen, Senin(2/7).

Menteri Pariwisata Kamboja juga mengucapkan selamat dan menyambut baik penugasan sebagai Dubes RI untuk Kamboja yang baru, serta mengharapkan misi yang akan diemban dapat terlaksana dengan baik serta berkontribusi dalam mendorong hubungan bilateral RI-Kamboja di bidang pariwisata.




Thong Kon juga menyambut baik rencana maskapai penerbangan Indonesia untuk membuka penerbangan langsung (direct flight) ke Kamboja, yang pada tahap selanjutnya diharapkan akan memberikan berbagai keuntungan bagi kedua negara di sektor pariwisata

Menteri Pariwisata Kamboja juga mengharapkan dukungan Indonesia untuk mengaktifkan kegiatan Jejak Peradaban atau Trail of Civilization (ToC). Kegiatan tersebut diinisiasi Pemerintah Indonesia di Candi Borobodur, Yogyakarta pada 2006 dan menghasilkan Borobudur Declaration.

Selain Indonesia dan Kamboja, negara-negara yang ikut dalam penelusuran jejak agama dan peninggalan sejarah umat Buddha yang dikemas dalam ToC adalah Laos, Myanmar, Thailand dan Vietnam.


Pertemuan Tingkat Menteri terakhir terkait ToC diselenggarakan pada 2010 di Siem Reap, Kamboja.

Selain memperkenalkan diri, Dubes RI juga membahas perkembangan hubungan bilateral RI-Kamboja serta upaya-upaya untuk mengembangkan kerja sama di berbagai bidang Pariwisata.

Dubes Haseng mengapresiasi upaya Kementerian Pariwisata Kamboja yang berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi Kamboja.



Ishanapura, salah satu Warisan Budaya UNESCO di Kamboja
Foto: REUTERS/Samrang Pring
Ishanapura, salah satu Warisan Budaya UNESCO di Kamboja


Indonesia juga mengharapkan dukungan untuk menyelenggarakan kegiatan bersama dalam rangka memperingati 60 tahun hubungan diplomatik Indonesia - Kamboja.

Dubes Haseng mendorong kerja sama untuk mempromosikan paket bersama antar biro wisata di kedua negara, terutama untuk pariwisata keagamaan.

Mantan Dubes RI untuk Nigeria itu juga juga mengharapkan dukungan Kementerian Pariwisata bagi penyelenggaraan Indonesian Trade and Tourism Promotion 2018 yang akan diselenggarakan pada 28-30 September 2018 di Phnom Penh.

Kedua pihak juga sepakat untuk memperbaharui Kesepakatan Kerja sama tentang Pariwisata yang pernah ditandatangani kedua negara pada tahun 1999.

Industri pariwisata di Kamboja berkontribusi sekitar 30 persen dari GDP Kamboja, serta menyerap jumlah tenaga kerja sekitar 650 ribu orang.

Menurut laporan Kementerian Pariwisata Kamboja, selama tahun 2017, jumlah wisatawan inbound yang berkunjung ke Kamboja sebanyak 5.6 juta wisatawan dengan total penerimaan negara sebesar US$3,63 miliar (meningkat 12.3% dibanding tahun 2016).

Dengan tren pertumbuhan sektor pariwisata yang terus meningkat, Pemerintah Kamboja optimis mencapai 7 juta wisman 2020. Sementara itu, outbound turis Kamboja pada 2017 tercatat sejumlah 1.752.269 atau meningkat 22,2% dibandingkan sebelumnya.





Credit  cnnindonesia.com






Jumat, 22 Juni 2018

Kamboja Dukung RI Perjuangkan Kepentingan Bersama di DK PBB


Kamboja Dukung RI Perjuangkan Kepentingan Bersama di DK PBB
Dubes RI untuk Kerajaan Kamboja, Sudirman Haseng dan Menteri Senior Kamboja Prak Sokhonn di Kantor Kemlu Kamboja. Dok. KBRI Phnom Penh


Jakarta, CB -- Kamboja menyampaikan dukungan atas terpilihnya Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Kamboja percaya Indonesia dapat memperjuangkan kepentingan bersama di DK PBB.

"Selamat atas terpilihnya Indonesia sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB, kami percaya Indonesia mampu memperjuangkan kepentingan bersama untuk menjaga perdamaian dan keamanan di kawasan maupun global," kata Menteri Senior urusan Luar Negeri Kamboja Prak Sokhonn saat menerima kunjungan kehormatan Duta Besar RI untuk Kerajaan Kamboja, Sudirman Haseng di Kantor Kemlu Kamboja.

Menlu Kamboja juga menyinggung hasil pertemuan dengan Menlu RI di Jakarta Februari 2018 lalu guna mengembangkan kerja sama bilateral di berbagai bidang, antara lain kesehatan, ekonomi & perdagangan, pariwisata, sister temple, serta rencana penerbangan langsung kedua negara. Menlu Prak Sokhonn juga menghargai kunjungan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla pada Maret 2017 untuk menghadiri pemakaman mendiang Wakil PM Kamboja Sok An, yang mencerminkan ikatan kuat persahabatan antara Indonesia-Kamboja.




Kamboja Dukung RI Perjuangkan Kepentingan Bersama di DK PBB
Foto: Dok. KBRI Phnom Penh


Dalam pertemuan, Kamboja juga mengapresiasi dukungan Indonesia atas terpilihnya Kamboja sebagai anggota Dewan ECOSOC periode 2019, serta bantuan dan kerja sama di bidang pertahanan yang berlangsung dinamis.

Sementara itu Dubes RI mengucapkan terima kasih atas kepercayaan dan dukungan Kamboja bagi terpilihnya Indonesia sebagai anggota Tidak Tetap DK PBB dan juga menyampaikan selamat kepada Kamboja yang terpilih sebagai Vice-President of the 73rd session of the United Nations General Assembly (UNGA) di New York serta mengharapkan upaya saling dukung di di berbagai fora kiranya terus berlanjut.

Dubes Sudirman juga menekankan pentingnya people-to-people contacts dalam memajukan hubungan bilateral kedua negara. Indonesia juga mengapresiasi pembangunan ekonomi di Kamboja yang saat ini telah berkembang pesat serta mengharapkan kerja sama perdagangan RI-Kamboja dapat lebih diperkuat dengan memanfaatkan berbagai perjanjian yang ada.

'Saat ini kedua pihak sedang menjajaki kemungkinan pembukaan penerbangan langsung guna mendorong kerja sama ekonomi dan pariwisata kedua negara,' tutur Dubes Sudirman.




Kedua pihak juga membahas persiapan Sidang Komisi Bersama ke-4, yang rencananya akan dilaksanakan akhir tahun ini. 'Penyelenggaraan SKB ini merupakan momentum yang baik, karena tahun 2019 mendatang Indonesia dan Kamboja akan merayakan hubungan diplomatik yang ke-60 dan saya berharap kedua negara dapat bersama-sama melaksanakan rangkaian kegiatan peringatan' ucap Dubes RI.

Pertemuan berlangsung hangat dan bersahabat. Dubes RI didampingi oleh PF. Politik, PF. Ekonomi dan PF. Pensosbud. Sementara itu Menlu Kamboja juga didampingi oleh beberapa pejabat tinggi Kemlu Kamboja.



Credit  cnnindonesia.com







Senin, 04 Juni 2018

Sempat Terhenti, RI-Kamboja Lanjutkan Kerja Sama Paspampres



Sempat Terhenti, RI-Kamboja Lanjutkan Kerja Sama Paspampres
Delegasi TNI (Paspampres RI) yang dipimpin oleh Paban VII / Latma Sops TNI, Kol. Inf. Achmad Budi Handoyo berkunjung ke Kamboja (Dok. KBRI Phnom Penh)


Jakarta, CB -- Indonesia dan Kamboja kembali melaksanakan kerja sama antar pasukan pengamanan presiden (Paspampres). Delegasi TNI (Paspampres RI) yang dipimpin oleh Paban VII / Latma Sops TNI, Kol. Inf. Achmad Budi Handoyo berkunjung ke Kamboja pada 29 Mei - 1 Juni 2018.

Kunjungan bertujuan untuk menyepakati Minutes antara Paspampres RI - Paspam PM Kamboja demi melanjutkan kembali kerja sama kedua satuan yang sempat terhenti sejak tahun 2015 dan saat ini telah memasuki angkatan ke-22.

Kunjungan ini juga dimanfaatkan dalam rangka menindaklanjuti hasil kunjungan Komandan Pusdik Persahabatan RI - Kamboja Krang Chek, Letjen Nuon Narin ke Indonesia pada Desember 2017 lalu.



'Saya mengapresiasi kunjungan Paban VII demi merajut kembali kerja sama Paspampres RI-Paspam Kamboja yang sempat terhenti pada tahun 2015. Saya yakin kerja sama pelatihan Paspampres RI sebagai salah satu wujud bantuan RI kepada Kamboja di bidang militer dapat lebih meningkatkan hubungan diplomasi RI - Kamboja'," kata Duta Besar RI untuk Kerajaan Kamboja, Sudirman Haseng pada saat menerima delegasi TNI di Wisma Duta hari, Rabu (30/5).


Selama kunjungan, delegasi juga melaksanakan pertemuan pembahasan Minutes dengan para pejabat Paspam PM di Pusdik Krang Chek. Pertemuan dipimpin oleh Danpusdik Krang Chek, Letjen Nuon Narin. Athan RI, Kol. Inf. Sunaryo, S.Sos. turut mendampingi kunjungan delegasi TNI selama di Kamboja.

Kerja sama Paspampres RI dengan Paspam PM Kamboja merupakan salah satu bentuk kerja sama militer antara Indonesia dengan Kamboja yang telah terjalin sejak 2005.

Diubes RI untuk Kamboja Sudirman Haseng menerima Delegasi Paspampres RI
Foto: Dok. KBRI Phnom Penh
Diubes RI untuk Kamboja Sudirman Haseng menerima Delegasi Paspampres RI


Kerja sama tersebut meliputi pengiriman Tim Asistensi Paspampres RI ke Kamboja dan pengiriman siswa Paspam PM Kamboja ke Indonesia. Total sekitar 5.605 orang prajurit Paspam Perdana Menteri termasuk lebih dari 40 pelatih Kamboja dilatih oleh Paspampres RI.



Credit  cnnindonesia.com