Tampilkan postingan dengan label KOREA SELATAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KOREA SELATAN. Tampilkan semua postingan

Minggu, 13 Februari 2022

Tahun ini KF-21 Boramae akan lakukan uji manuver skala penuh


Ilustrasi


CUPUMA – Indonesia dan Korea Selatan alias Korsel kini mantap menatap masa depan dengan KF-21 Boramae.



Setelah berbagai rintangan berhasil dilewati dalam menggarap KF-21 Boramae, Indonesia dan Korsel tak lama lagi akan menikmati jet tempur ini.

Kemampuan yang dimiliki oleh KF-21 Boramae pastinya sangat mumpuni, mengingat pesawat ini hadir di era modern seperti sekarang.


Teknologi hingga sistem persenjataan yang ada pada jet tempur KF-21 Boramae tentunya juga mumpuni.

Seperti halnya soal radar yang disematkan pada jet tempur KF-21 Boramae garapan Indonesia dan Korsel ini.

KF-21 Boramae diketahui menggunakan radar AESA yang digarap oleh pabrikan lokal yakni Hanwha Systems.


Penggunaan radar AESA garapan sendiri ini juga membuktikan jika Korsel bisa membuatnya sendiri.


Pasalnya sebelum mengembangkan radar AESA lokalan sendiri untuk KF-21 Boramae ini.

KAI ingin jet tempur KF-21 Boramae menggunakan radar AESA yang digarap oleh perusahaan AS.

Namun karena satu dan lain hal, AS tak mau memberikan radar AESA garapannya untuk dipakai di KF-21 Boramae.


Menyoal tentang KF-21 Boramae, dikutip dari Defence Security Asia pernah melaporkan jika jet tempur ini mirip dengan F-35 AS.

Lantaran desain yang digunakan oleh jet tempur KF-21 Boramae ini mirip dengan F-35.

Sehingga sematan F-35 versi Asia juga menempel erat pada jet tempur KF-21 Boramae ini.

Perkembangan jet tempur KF-21 Boramae terbilang sangat cepat, pada April tahun lalu prototipenya baru saja diluncurkan.


Dan tahun ini prototipe KF-21 Boramae dijadwalkan untuk bisa melakukan uji penerbangan perdananya.

Tadinya jet tempur KF-21 Boramae hendak melakukan uji penerbangan perdana pada Juli mendatang.

Namun karena perkembangan jet tempur KF-21 Boramae menunjukkan hasil yang sangat signifikan jadi akan dimajukan.

The JoongAng dalam rilisannya menyebut jika KF-21 Boramae akan lakukan uji manuver skala penuh tahun ini.


"Tahun ini, kami akan memulai uji manuver skala penuh untuk KF-21," tulis The JoongAng.

"Mulai akhir Juni, uji terbang penuh akan dimulai.

Awalnya uji terbang awal dijadwalkan akan dimulai pada Juli, namun proses perakitan dan persiapan uji terbang berjalan lancar, sehingga jadwal dimajukan.

Alasan KAI memajukan jadwal uji terbang adalah untuk mengamankan waktu semaksimal mungkin," tambahnya.


Kehadiran jet tempur KF-21 Boramae pastinya akan menambah kekuatan tempur bagi TNI AU dan Angkatan Udara Korsel.


Apalagi TNI AU yang baru saja berhasil mendapat kontrak pengadaan Rafale dengan Prancis.

Jadi kehadiran KF-21 Boramae sangat mungkin adanya untuk bisa diduetkan dengan Rafale.

Jelas apabila semuanya lancar maka Indonesia akan jadi negara pertama yang pakai KF-21 Boramae dan Rafale di Asia Tenggara.


Selasa, 14 Mei 2019

Militer Korea Selatan Bakal Gunakan Robot Hewan saat Bertempur



Robot anjing tersebut yang dinamakan Cujo dibuat oleh Boston Dynamics dan telah dibeli oleh Google. dailymail.co.uk
Robot anjing tersebut yang dinamakan Cujo dibuat oleh Boston Dynamics dan telah dibeli oleh Google. dailymail.co.uk

CB, Seoul – Militer Korea Selatan bakal menggunakan robot tempur yang menyerupai hewan seperti ular dan serangga pada 2024.

Lembaga Defence Acquisition Program Administration atau DAPA Korea Selatan mengatakan akan memulai pengadaan robot hewan untuk kepentingan tempur.
“Biometrik robot bakal jadi penentu dalam perang di masa depan dan teknologi terkait bakal berdampak besar di industri pertahanan,” kata Park Jeong-eun, juru bicara DAPA, seperti dilansir Sputnik News pada Ahad, 12 Mei 2019.

Menurut DAPA, militer Korea Selatan tertinggal jauh dalam mengembangkan teknologi biometrik untuk pertempuran. Sejumlah negara yang lebih maju dalam bidang ini adalah AS, Jepang, Rusia, dan Cina.
Untuk mengejar ketertinggalan ini, militer Korea Selatan bakal menggandeng perusahaan swasta untuk mengaplikasikan teknologi biometrik untuk pertempuran.

Menurut ahli, hewan telah mengalami proses penyempurnaan selama jutaan tahun lewat proses evolusi sehingga dapat menjadi solusi. Ini termasuk untuk membuat robot menyerupai hewan.




Credit  tempo.co



Senin, 13 Mei 2019

Korut Desak Korsel Buka Kembali Kawasan Industri Kaesong



Korut Desak Korsel Buka Kembali Kawasan Industri Kaesong
Buruh Korea Utara di Kawasan Industri Kaesong. (Reuters/Kim Hong-Ji/Files)



Jakarta, CB -- Pemerintah Korea Utara melalui media massa mereka, DPRK Today, mendesak Korea Selatan untuk membuka kembali kawasan indsutri bersama yang telah ditutup di kawasan perbatasan, Kaesong, pada Minggu (12/5). Korut mengklaim pembukaan itu tak perlu mendapat persetujuan Amerika Serikat.

Korea Selatan berharap pembukaan kembali Kawasan Industri Kaesong dan kelanjutan program wisata di Gunung Utara Kumgang yang lama tertunda bisa membantu proses perdamaian dengan Korut. Namun, hal itu belum dapat dilakukan akibat sanksi internasional yang masih diberlakukan terhadap seteru mereka.


DPRK Today menyatakan hal itu sebenarnya tergantung pada Korea Selatan, bukan AS, dalam menentukan membuka kembali kawasan pabrik.

"Dimulai kembalinya operasi di kompleks bukan masalah yang membutuhkan persetujuan Washington. Korsel memberikan alasan bagi pasukan asing untuk campur tangan dalam proyek kerja sama dengan berbicara tentang sanksi dan persetujuan," tulis DPRK Today seperti dilansir Yonhap News pada Minggu (12/5).


DPRK Today berulang kali menyatakan kelanjutan proyek hanya permasalahan keputusan pihak berwenang Korea Selatan. 


"Penundaan oleh Korea Selatan dalam membuka kembali zona pabrik menunjukkan negara itu tidak memiliki niatan baik dalam meningkatkan hubungan kedua Korea," tulis DPRK Today.

Korsel menutup kawasan industri pada Februari 2016 setelah Korea Utara melakukan uji coba nuklir serta rudal jarak jauh.

Ketegangan masih terjadi antara Korut dan AS setelah pemimpin tertinggi Korut Kim Jong-un dan Presiden AS Donald Trump tak menghasilkan kesepakatan denuklirisasi dalam KTT Hanoi pada Februari lalu. 

Tiga bulan setelah itu, Korut kembali melakukan uji coba rudal. Dua uji coba sudah dilakukan dalam sepekan terakhir dan diawasi langsung Kim Jong-un. Uji coba disebut bukan langkah provokasi melainkan disebut normal dan bentuk 'jaga diri'.



Credit  cnnindonesia.com




Selasa, 09 April 2019

Presiden Korsel Minta Trump Ringankan Sanksi untuk Korut


Presiden Korea Selatan Moon Jae-in bersalaman dengan pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong-un di Pyongyang, Rabu (19/8).
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in bersalaman dengan pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong-un di Pyongyang, Rabu (19/8).
Foto: Pyongyang Press Corps Pool via AP

Presiden Korsel aktif dalam pembahasan perdamaian dengan Korut



CB, JAKARTA -- Presiden Korea Selatan Moon Jae-in berencana meringankan sanksi untuk Korea Utara. Rencana tersebut akan disampaikan Moon Jae-in saat bertemu Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih pekan ini.

Presiden Korsel akan mengunjungi Washington DC dalam rangka perkumpulan Diplomasi Nuklir Korea Utara, di mana kedua pemimpin negara akan mendiskusikan denuklirisasi Korea Utara, yang diharapkan membawa kedamaian di Semenanjung Korea.

"Moon berencana untuk mengupayakan diplomasi dengan meminta Trump untuk memberikan langkah-langkah timbal balik setelah Seoul dan Washington menjabarkan dasar yang diperlukan melalui diskusi tingkat kerja," kata pejabat Korea Selatan kepada Korean Times, Senin (8/4).

Meski belum diketahui sanksi mana yang dimaksud, namun Korea Selatan tampaknya akan mencoba mengupayakan pengurangan sanksi yang berdampak langsung pada para penduduk. "Sepertinya Presiden Moon akan mengendurkan sanksi yang memengaruhi kehidupan warga Korut," kata Pemerintah Korsel.

Moon diketahui memang aktif dalam pembahasan perdamaian dengan Korut. Upaya perdamaian antara Korut dan AS tertunda setelah pertemuan Trump dan Kim Jong Un di Hanoi beberapa waktu lalu berakhir tanpa adanya keputusan apapun.

Trump menyatakan, pihaknya menarik diri dari upaya kesepakatan karena Korut meminta pencabutan seluruh sanksi sebelum menyetujui denuklirisasi total. Namun, Korut membantah klaim Trump, menyatakan bahwa Korut hanya ingin menghapus sanksi yang berkaitan dengan kemaslahatan masyarakat. 


Credit  republika.co.id



Korsel Kerahkan F-35, Media Korut Peringatkan Konsekuensi Bencana



Korsel Kerahkan F-35, Media Korut Peringatkan Konsekuensi Bencana
Jet tempur siluman F-35A Lightning II Amerika Serikat saat latihan bersama dengan jet-jet tempur Korea Selatan di dekat Pangkalan Udara Kunsan, 1 Desember 2017. Foto/REUTERS/US Air Force/Josh Rosales


SEOUL - Media pemerintah Korea Utara (Korut), Uriminzokkiri, mengecam Korea Selatan (Korsel) atas keputusannya untuk mengerahkan jet tempur siluman F-35A buatan Amerika Serikat (AS). Media itu memperingatkan konsekuensi bencana yang ditimbulkan dari pengerahan jet tempur canggih tersebut.

Uriminzokkiri merupakan salah satu media cabang dari Korea Central News Agency (KCNA), kantor berita rezim Korut.

Dalam artikel editorialnya, media tersebut menyerukan Seoul untuk mempertimbangkan dampak buruk dari penempatan jet-jet tempur di sekitar Semenanjung Korea. "Tindakan tidak bersahabat ini memperburuk ketegangan militer di Semenanjung Korea dan merupakan tantangan langsung terhadap upaya untuk mencapai perdamaian," tulis media tersebut, dikutip Sputnik, Senin (8/4/2019).

Korea Selatan menerima dua jet tempur F-35A perdana akhir bulan lalu. Pada akhir tahun ini, negara tersebut kemungkinan akan menerima delapan unit lagi.

Seoul memesan total 40 unit jet tempur siluman F-35 dari Lokcheed Martin AS. Sebelum pengiriman, pilot Korea Selatan menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk berlatih mengoperasikan enam pesawat F-35A di sebuah pangkalan udara di Arizona.

Sementara itu, armada Angkatan Udara Korea Utara sebagian besar terdiri dari pesawat terbang era Soviet, termasuk MiG-21 dan Su-25 yang dibangun dengan lisensi. Negara komunis itu juga memiliki MiG-23 dan MiG-29, yang pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1980-an dan berfungsi sebagai pesawat tempur paling modern di negara itu.

Awal tahun ini, harapan untuk kemajuan dalam mencapai perdamaian di Semenanjung Korea itu memudar karena pembicaraan antara pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan Presiden AS Donald Trump di Hanoi runtuh tanpa menghasilkan kesepakatan. Pekan lalu, Pelaksana Tugas Menteri Pertahanan AS Patrick Shanahan menekankan bahwa AS tidak akan mengurangi tingkat latihan militernya dengan Korea Selatan, dan sebaliknya akan membangun kemampuan manuver. 




Credit  sindonews.com


Menlu RI, Korsel diskusikan perlindungan pekerja migran Indonesia


Menlu RI, Korsel diskusikan perlindungan pekerja migran Indonesia

Ilustrasi - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyoroti isu perlindungan pekerja migran Indonesia dalam Sidang Komisi Bersama (JCM) ke-3 dengan Menteri Luar Negeri Korea Selatan Kang Kyung-Wha di Jakarta,



Jakarta (CB) - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyoroti isu perlindungan pekerja migran Indonesia dalam Sidang Komisi Bersama (JCM) ke-3 dengan Menteri Luar Negeri Korea Selatan Kang Kyung-Wha di Jakarta, Senin.

“Saya menegaskan kembali pentingnya perlindungan bagi lebih dari 36 ribu pekerja migran Indonesia di Republik Korea Selatan,” kata Menlu Retno.

Secara khusus kedua menlu membahas upaya yang dapat dilakukan guna meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan pekerja migran Indonesia di Korsel, utamanya bagi mereka yang bekerja di sektor perikanan.

Pemerintah Indonesia berharap dapat menyelesaikan negosiasi rancangan MoU tentang sistem izin kerja (employment permit system/EPS) yang belum menaungi pekerja Indonesia yang bekerja di sektor perikanan di Korsel.

“Saya meminta perhatian khusus diberikan kepada para pelaut Indonesia, yang tidak termasuk dalam skema EPS,” tutur Menlu Retno.

Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kemlu RI Desra Percaya menjelaskan bahwa pekerja di sektor perikanan dalam skema EPS tidak menikmati kondisi kerja yang sama dengan pekerja di sektor lain seperti jam kerja yang tidak tepat, tidak ada uang lembur, dan hari libur tidak menentu.

Hal ini diatur oleh UU Korsel mengenai pekerja sektor perikanan, sehingga perlu upaya besar untuk mengubah kondisi kerja tersebut.

Pemerintah Indonesia mengusulkan diaktifkannya kelompok kerja bersama (joint working group) sebagai forum untuk membahas persoalan pekerja migran Indonesia di Korsel.

Selain itu, pemerintah Indonesia juga menilai pentingnya membentuk kelompok kerja bersama untuk membahas peningkatan perlindungan dan kesejahteraan para WNI yang menjadi anak buah kapal, yang juga belum dijamin dalam skema EPS.

“Pihak Korsel kesulitan untuk mengakomodasi sektor ini dalam EPS karena memang bukan bagian dari tupoksi yang menjadi mandat Kementerian Ketenagakerjaan setempat,” kata Desra.

Sejak 2004, Korsel menerima pekerja migran berketerampilan rendah dari 16 negara melalui skema EPS, untuk menanggapi kurangnya tenaga kerja di sektor pertanian, perikanan, serta UMKM di negara tersebut.

Jumlah pekerja asing yang mengikuti skema EPS di Korsel meningkat secara bertahap sejak 2014, dan mencapai puncaknya pada 2016 dengan 58 ribu pekerja.

Pekerja asing yang masuk ke Korsel melalui skema EPS dapat menggunakan hak-hak dasar dan menerima manfaat yang sama dengan pekerja lokal.

Menlu Korsel Kang Kyung-Wha memastikan bahwa pemerintahnya bekerja sangat keras untuk memastikan hak-hak, kesejahteraan, dan keselamatan WNI yang bekerja di bawah skema EPS.

“Kami melindungi mereka yang mendapat manfaat dari skema EPS maupun mereka yang bekerja di sektor perikanan,” tutur Kang.





Credit  antaranews.com




Kamis, 04 April 2019

Polisi Korsel Minta Maaf Atas Insiden Pembantaian Pulau Jeju


Polisi Korsel Minta Maaf Atas Insiden Pembantaian Pulau Jeju
Ilustrasi. (AP Photo/Lee Jin-man)



Jakarta, CB -- Polisi Korea Selatan untuk pertama kalinya meminta maaf atas pembantaian yang menewaskan 10 ribu orang beberapa dekade lalu. Pihak militer pun ikut menyatakan penyesalan yang mendalam ketika Presiden Moon Jae In berusaha untuk memeriksa kembali sejarah kelam itu.

Pada 3 April 1948 anggota komunis Partai Buruh Korea Selatan, sekutu organisasi yang masih berkuasa di Korea Utara, melancarkan pemberontakan bersenjata dan menyerang lusinan polisi di selatan Pulau Jeju.

Saat itu, pembagian semenanjung belum dirumuskan dan Perang Korea masih berlangsung dua tahun. Namun, Korea Selatan yang didukung AS secara ideologis terpecah setelah berakhirnya Perang Dunia II dan pemerintahan kolonial Jepang.

Pemberontakan tersebut dengan cepat dihentikan, tetapi sementara bentrokan sporadis berlanjut. Lebih dari 10 ribu warga sipil tewas oleh pasukan keamanan Korea Selatan selama enam tahun ke depan, termasuk selepas berakhirnya Perang Korea.


"Kami meminta maaf kepada orang-orang tak berdosa yang hidupnya dikorbankan," kata Min Gap-ryong, Komisaris Jenderal Badan Kepolisian Nasional Korea, pada peringatan ke-71 pemberontakan itu.

"Kami berjanji untuk menjadi organisasi yang hanya memikirkan dan bekerja untuk warga Korea sehingga tragedi seperti ini tidak akan pernah terulang di masa depan kita," tambahnya, dikutip dari AFP.

Kementerian pertahanan negara itu juga menyatakan penyesalan mendalam kepada para korban, sambil tak henti meminta maaf. Insiden Jeju, sebagaimana peristiwa itu diketahui, masih menjadi masalah yang terus dipolitisasi di Korea Selatan, seperti halnya beberapa aspek lain dari sejarah pascaperang negara itu.

Beberapa penelitian dan LSM yang berbasis di Jeju mengklaim itu sebagai perlawanan rakyat Jeju terhadap divisi nasional dan 'Imperialisme Amerika'.


Permintaan maaf polisi dan ekspresi penyesalan kementerian datang setelah Presiden Korea Selatan Moon Jae-in yang condong ke kiri telah berulang kali berbicara tentang pentingnya, 'meluruskan sejarah'.

Moon, yang menjadi perantara pembicaraan antara Washington dan Pyongyang, telah menekankan perjuangan kemerdekaan melawan pemerintah kolonial Jepang adalah jantung dari identitas nasional di kedua Korea.

Tahun lalu, Moon menjadi presiden Korea Selatan pertama dalam lebih dari satu dekade yang menghadiri upacara peringatan tahunan di Jeju.

"Orang-orang muda yang dituduh sebagai komunis selama Insiden 3 April membela negara mereka dalam menghadapi kematian. Ideologi tidak lebih dari alasan yang membenarkan pembantaian itu," katanya saat itu.

Pada 2003, pemimpin Korea Selatan Roh Moo-hyun saat itu dan Moon yang masih menjabat sebagai kepala staf juga sempat menawarkan permintaan maaf kepada para korban insiden Jeju.




Credit  cnnindonesia.com

Korsel pulangkan 10 jasad prajurit China korban Perang Korea


Korsel pulangkan 10 jasad prajurit China korban Perang Korea
Pasukan militer China beriringan membawa 10 peti mati jasad prajurit China yang menjadi korban Perang Korea 1950-1953 dalam upacara militer di Bandara Internasional Incheon, Korsel, Rabu (3/4/2019), sebelum diterbangkan menuju China. (VCG)




Beijing (CB) - Korea Selatan pada Rabu memulangkan jasad 10 prajurit China yang menjadi korban Perang Korea pada tahun 1950-1953.

Upacara penyerahan 10 jasad tersebut digelar di Bandar Udara Internasional Incheon di sebelah barat Ibu Kota Korsel di Seoul, demikian laporan sejumlah media resmi China.

Dalam upacara tersebut, pasukan militer Korsel menyerahkan peti mati berukuran kecil berselimutkan bendera nasional China kepada pasukan militer China untuk kemudian diangkut dengan pesawat.

Penyerahan tersebut merupakan yang keenam. Dengan demikian, maka Korsel telah memulangkan 589 jasad prajurit sukarelawan China yang tewas selama periode perang Korea.

Sebelumnya, pada 2014 Korsel telah memulangkan 437 jasad, 2015 (68), 2016 (36), 2017 (28), dan 2018 (20) ke China.

China dan Korsel setiap tahun berkonsultasi untuk penyerahan jasad-jasad prajurit China yang masih ditemukan di Korsel.

Biasanya, penyerahan jasad tersebut dilakukan beberapa hari sebelum perayaan ziarah kubur bagi warga China atau dikenal dengan sebutan "Chingming". Tahun ini Chingming yang merupakan hari libur nasional jatuh pada hari Jumat (5/4).

Pihak Kementerian Pertahanan Korsel menyatakan bahwa seremoni penyerahan jasad tersebut bagian dari upaya menyembuhkan luka lama bersama dan mengandung pesan untuk peningkatan perdamaian dan stabilitas kawasan.

Pihaknya berjanji akan menjaga hubungan kerja sama dan akan terus memulangkan jasad para prajurit China yang masih bisa ditemukan.

Pasukan sukarelawan China (CPV) bertempur bersama pasukan Korea Utara dalam perang Korea melawan pasukan Korsel dan Amerika Serikat bersama sekutunya di PBB yang meletus pada 25 Juni 1950 hingga 27 Juli 1953.

Perang yang berlokasi di Semenanjung Korea itu telah menewaskan sekitar 1,8 juta prajurit militer. Dalam perang tersebut, China kehilangan 145.000 prajuritnya dari 780.000 personel militer yang dikirimkan ke Semenanjung. 




Credit  antaranews.com



Jumat, 29 Maret 2019

Korsel siapkan Sejong sebagai pusat pemerintahan


Korsel siapkan Sejong sebagai pusat pemerintahan

Bendera Korea Selatan (en.wikipedia.org) (en.wikipedia.org/)




Sejong, Korea Selatan (CB) - Pemerintah Korea Selatan telah mempersiapkan kota Sejong yang terletak sekitar 120 kilometer dari Seoul sebagai pusat administratif negara itu di masa mendatang.

Untuk itu, sebanyak 18 dari 22 kementerian telah berpindah dari Kota Metropolitan Seoul ke Sejong, kata Walikota Sejong, Dr Lee Choon-hee dalam jumpa pers dengan wartawan peserta World Journalists Conference di Korea Selatan, Rabu.

Ke 18 kementerian itu melipulti Kementerian Strategi dan Keuangan, Kementerian Pertanian, Pangan dan Urusan Desa, Kementerian Lingkungan, Kementerian Agraria, Infrastruktur dan Transportasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pendidikan, Kementerian Kebudayaan, Olahraga dan Pariwisata, Kementerian Perdagangan, Industri dan Energi, Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan, dan Kementerian Tenaga Kerja.

Kementerian Dalam Negeri dan Keselamatan, dan Kementerian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi merencanakan berpindah ke Sejong tahun ini.

Kantor Perdana Menteri Korea Selatan merupakan kantor pemerintah yang pertama pindah ke Sejong pada bulan September 2017.

Lee Choon-hee mengatakan pihaknya telah mempersiapkan Sejong sebagai kota cerdas dengan teknologi tinggi. Dengan demikian, semua aspek kehidupan akan diintegrasikan dengan teknologi tinggi.

Menurut Korea Bizwire, Komite Kepresidenan tentang Industri 4.0 dan Kementerian Agraria, Transportasi dan Kemaritiman telah mengungkapkan cetak biru bagi rencana ujicoba kota cerdas yang membentang 2.74 juta meter persegi.

Lebih lanjut ia mengatakan penduduk Sejong kini mencapai sekitar 500 ribu dibanding 350 ribu lima tahun lalu. Dengan pengalamannya sekitar 30 tahun di pemeritahan, ia yakin kota tersebut masih tetap ideal sebagai tempat tinggal sekitar 700 ribu orang di masa mendatang.

Ia juga mengusahakan agar tempat tinggal warga kota tidak jauh dari tempat kerja sehingga mobilitas orang dapat dikurangi.



Credit  antaranews.com



Rabu, 20 Maret 2019

Bahas Korut, Bos Intelijen AS Sambangi Korsel



Bahas Korut, Bos Intelijen AS Sambangi Korsel
Direktur Intelijen Nasional AS Dan Coats. Foto/Istimewa


SEOUL - Kepala intelijen Amerika Serikat (AS) dilaporkan mengunjungi Korea Selatan (Korsel). Kunjungan ini terjadi beberapa minggu setelah runtuhnya KTT kedua antara AS dengan Korea Utara (Korut).

Menurut sumber pemerintah, Direktur Intelijen Nasional AS Dan Coats tiba di Pangkalan Udara Osan, selatan Seoul, pada Selasa malam seperti disitir dari kbs.co.kr, Rabu (20/3/2019).

Jadwal kepala intelijen AS di Seoul belum dikonfirmasi tetapi Coats diperkirakan akan bertemu dengan rekannya dari Korsel, Direktur Dinas Intelijen Nasional Korsel Suh Hoon, bersama dengan para pejabat senior lainnya.

Coats dan pejabat Korsel kemungkinan akan membagikan penilaian mereka tentang gerakan Korut dan situasi saat ini setelah pertemuan puncak yang gagal.

Korut dilaporkan telah membangun kembali fasilitas peluncuran roket yang sebagian dibongkar setelah KTT Trump-Kim di Singapura tahun lalu. Ini menunjukkan bahwa rezim Korut berusaha menggunakan persenjataannya sebagai pengungkit dengan Washington.

Meski begitu, AS juga telah mengemukakan sikap garis kerasnya dengan berbicara tentang perlunya Korut untuk meninggalkan senjata biologis dan kimianya - di samping keprihatinan utama senjata nuklir dan rudal balistik jarak jauh - untuk setiap sanksi pemberian sanksi kepada menjadi mungkin.

Diwartakan juga sebelumnya Korut sedang mempertimbangkan untuk menunda pembicaraan dengan AS dan mungkin memikirkan kembali larangan uji coba rudal dan nuklir kecuali Washington membuat konsesi. Hal itu diungkapkan oleh seorang diplomat senior Korut.

Wakil Menteri Luar Negeri Korut, Choe Son-hui, menyalahkan pejabat tinggi AS atas gagalnya KTT antara Pemimpin Korut Kim Jong-un dan Presiden AS Donald Trump bulan lalu di Hanoi. 

"Kami tidak berniat untuk memenuhi tuntutan AS (di KTT Hanoi) dalam bentuk apa pun, kami juga tidak mau terlibat dalam negosiasi semacam ini," kata Choe.


Credit  sindonews.com



Jumat, 08 Maret 2019

Korut Kecam Latihan Perang AS-Korsel, Sebut Tantangan Terbuka



Korut Kecam Latihan Perang AS-Korsel, Sebut Tantangan Terbuka
Dokumentasi latihan perang gabungan Amerika Serikat dan Korea Selatan tahun lalu. Foto/New York Times/US Marine


SEOUL - Pemerintah Korea Utara (Korut) mengecam latihan perang gabungan Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel) yang sedang berlangsung. Pyongyang menyebutnya sebagai "tantangan terbuka" terhadap upaya menuju perdamaian di Semenanjung Korea.

Pada hari Sabtu pekan lalu, AS dan Korea Selatan sepakat untuk mengganti dua latihan perang tahunan utama—Key Resolve dan Foal Eagle—dengan latihan "Dong Maeng" atau "Alliance" yang lebih singkat, yang dimulai minggu ini.

"Langkah-langkah buruk dari otoritas militer Korea Selatan dan AS adalah pelanggaran sembrono terhadap pernyataan bersama DPRK-AS (di Singapura) dan deklarasi Korea Utara-Korea Selatan di mana penghilangan permusuhan dan ketegangan dilakukan," tulis kantor berita pemerintah Korut, KCNA, yang dikutip Al Jazeera, Jumat (8/3/2019).

Ada hampir 28.500 tentara AS yang ditempatkan di Korea Selatan. Latihan perang tahunan tentara AS dengan puluhan ribu tentara Korea Selatan selama ini membuat Korea Utara marah. Rezim Pyongyang selalu mengutuk manuver gabungan itu sebagai latihan provokatif untuk menginvasi Korea Utara.

Namun, setelah pertemuan puncak pertama antara Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di Singapura tahun lalu, Trump mengangkat alis pada konferensi pers ketika dia mengatakan Washington akan menunda latihan perang gabungan AS dengan Korea Selatan.

Kedua pemimpin juga menandatangani perjanjian yang tidak jelas tentang denuklirisasi Semenanjung Korea.

Gejolak terbaru di Semenanjung Korea ini terjadi hanya beberapa hari setelah Trump dan Kim Jong-un mengadakan pertemuan puncak atau KTT kedua di Hanoi, Vietnam. Pertemuan ini berakhir dengan kegagalan, di mana tak ada kesepakatan atau perjanjian yang diteken kedua pihak terkait denuklirisasi Semenanjung Korea.

Setelah kebuntuan dari KTT di Hanoi, para peneliti menyatakan bahwa Pyongyang sedang membangun kembali situs peluncur rudal jarak jauh Sohae. Padahal, pada tahun lalu Kim Jong-un sepakat untuk membongkarnya sebagai bagian dari langkah-langkah membangun kepercayaan.

Surat kabar Korea Selatan, JoongAng Ilbo dan Donga Ilbo, mengutip para legislator yang diberi pengarahan oleh Badan Intelijen Nasional (NIS) negara itu mengatakan pergerakan kendaraan kargo baru-baru ini terlihat di sekitar sebuah pabrik di Sanumdong di Pyongyang, yang memproduksi rudal balistik antarbenua pertama Korea Utara yang mampu mencapai wilayah Amerika Serikat. 

JoongAng Ilbo juga melaporkan bahwa Korea Utara terus mengoperasikan fasilitas pengayaan uraniumnya di kompleks nuklir utama Yongbyon. Tetapi laporan itu bertentangan dengan laporan dari hari sebelumnya bahwa tidak ada kegiatan yang berlangsung di sana sejak akhir tahun lalu, yang sinkron dengan temuan dari pengawas atom PBB.

Joel Wit, seorang ahli proliferasi Korea Utara yang membantu bernegosiasi dengan Korea Utara pada pertengahan 1990-an, mengatakan laporan tentang aktivitas di situs Sohae adalah cara Kim Jong-un untuk menunjukkan bahwa ia menjadi tidak sabar dengan kurangnya kemajuan dalam negosiasi.

"Kita harus menonton untuk melihat apa yang terjadi lagi," kata Wit. "Ini adalah fasilitas peluncuran luar angkasa dan telah digunakan untuk mengirim satelit ke luar angkasa. Masalahnya adalah beberapa teknologi (dengan roket) adalah sama," ujarnya.






Credit  sindonews.com


Korsel Cemas Dialog Gagal karena Korut Buka Lagi Situs Rudal


Korsel Cemas Dialog Gagal karena Korut Buka Lagi Situs Rudal
Duta Besar Korea Selatan untuk RI, Kim Chang-beom. (CNN Indonesia/Aulia Bintang Pratama)



Jakarta, CB -- Korea Selatan menyatakan laporan yang menyebut Korea Utara diduga mengaktifkan kembali situs peluncuran rudal bisa merusak dialog yang tengah berjalan dengan Amerika Serikat. Mereka berharap hal ini tidak berdampak luas terhadap proses itu.

"Tentu laporan itu akan berpengaruh tapi saya tidak yakin seberapa besar pengaruhnya (terhadap dialog AS-Korut) karena laporan itu belum terverifikasi," ucap Duta Besar Korsel untuk Indonesia, Kim Chang-beom, dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (6/3).

Pernyataan itu diutarakan Kim Chang-beom menanggapi laporan Badan Intelijen Nasional Korsel (NIS) yang mendeteksi indikasi Korut berupaya mengaktifkan kembali situs peluncuran rudal Tongchang-ri.

Indikasi itu didapat karena Korut terpantau membuka atap dan pintu situs tersebut, meski laporan itu tak menjelaskan waktu pasti pergerakan itu terjadi.


"Saya pikir hal pertama yang harus kita lakukan adalah memverifikasi laporan tersebut lalu memutuskan responsnya. Tapi menurut saya tidak ada alasan bagi Korut untuk melakukan tindakan provokatif seperti itu dalam situasi saat ini. Itu yang kami harapkan," ucap Kim Chang-beom.

Laporan itu muncul kurang dari sepekan setelah pertemuan kedua antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Tertinggi Korut Kim Jong-un di Hanoi, Vietnam, berlangsung tanpa menghasilkan kesepakatan terkait denuklirisasi.

Meski begitu, Kim Chang-beom menganggap pertemuan di Hanoi, walau gagal menghasilkan kesepakatan, merupakan sebuah kemajuan dalam proses perdamaian di Semenanjung Korea. Terutama dalam hal perbaikan hubungan AS dan Korut.

"Walaupun kami (Korsel) sedikit kecewa dengan hasil pertemuan, tapi kami melihat pertemuan di Hanoi kemarin produktif, setidaknya kedua pemimpin (Trump dan Kim Jong-un) tetap membiarkan meja perundingan terbuka," paparnya.

Selain itu, Kim Chang-beom juga menilai Trump dan Kim Jong-un lebih terbuka dan transparan dalam pertemuan kemarin.

"Setelah pertemuan kemarin, kita semua tahu apa yang diinginkan AS yakni pelucutan sejumlah situs rudal termasuk kompleks Yongbyon dan Korut mengatakan mau melakukannya hanya mereka merasa cukup sulit dalam tahapan ini," ujar Kim Chang-beom.

Korut dilaporkan sudah sempat menutup Tongchang-ri setelah bertemu dengan Trump untuk pertama kalinya di Singapura pada 12 Juni 2018 lalu.

Dalam pertemuan itu, Korut dan AS menghasilkan kesepakatan, salah satunya mengenai denuklirisasi di Semenanjung Korea. Namun, definisi denuklirisasi itu masih belum jelas.





Credit  cnnindonesia.com





Selasa, 05 Maret 2019

Presiden Korsel Desak AS-Korut Lanjutkan Dialog Denuklirisasi


Presiden Korsel Desak AS-Korut Lanjutkan Dialog Denuklirisasi
Presiden Korsel, Moon Jae-in, mendesak AS dan Korut segera melanjutkan dialog denuklirisasi setelah pertemuan antara Donald Trump dan Kim Jong-un nihil hasil. (Pyeongyang Press Corps/Pool via Reuters)




Jakarta, CB -- Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, mendesak Amerika Serikat dan Korea Utara untuk segera melanjutkan pembicaraan mengenai denuklirisasi setelah pertemuan antara Presiden Donald Trump dan Kim Jong-un pekan lalu nihil hasil.

"Kami berharap kedua negara akan melanjutkan dialog mereka dan kedua petinggi dapat bertemu lagi dengan cepat untuk mencapai kesepakatan yang tertunda kali ini," kata Moon sebagaimana dikutip AFP, Senin (4/3).

Moon juga mendesak para petinggi negara untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada pertemuan tersebut dan memperkirakan kapan kesepakatan ini akan tercapai.


"Saya percaya perundingan antara AS-Korut akan menghasilkan sebuah kesepakatan pada akhirnya, saya meminta para petinggi untuk bekerja keras untuk memulai kembali perundingan tersebut karena tidak menguntungkan jika memiliki kebuntuan dalam sebuah perundingan," katanya.


Pertemuan kedua antara Trump dan Kim Jong Un berakhir pada Kamis (29/2) di Hanoi, Vietnam, memang berakhir tanpa dokumen hasil kesepakatan.

Dalam konferensi pers setelah pertemuan di Hanoi tersebut, Trump membeberkan bahwa AS sebenarnya sudah menyiapkan satu dokumen kesepakatan yang dapat ditandatangani usai konferensi tingkat tinggi dengan Kim.

Namun, Trump memilih untuk tak meneken dokumen apa pun karena tidak mencapai kesepakatan mengenai denuklirisasi.


Trump mengatakan bahwa Kim ingin AS mencabut sanksi atas Korut. Namun, Korut hanya menawarkan penutupan sebagian kompleks Yongbyon, situs nuklir terbesar Korut. Sementara itu, Korut diyakini memiliki situs pengembangan uranium lainnya.

Korea Utara menolak klaim tersebut dengan mengatakan bahwa pihaknya hanya menginginkan konflik ini mereda. Mereka menjelaskan bahwa usulan untuk menutup semua fasilitas produksi di Yongbyon adalah tawaran terakhir yang terbaik.

"Saya meminta agar kita dapat menemukan celah antara kedua belah pihak yang menyebabkan kesepakatan itu gagal dan mencari cara untuk mempersempit celah tersebut," kata Moon.


Dibuka pada 1986, Yongbyon merupakan tempat reaktor nuklir pertama Korut berdiri. Dengan kapasitas lima megawatt, reaktor itu menjadi satu-satunya sumber plutonium untuk program senjata Korut.

Di dalam kompleks tersebut, Korut juga memproduksi sejumlah bahan kunci untuk bom nuklir, seperti uranium yang sudah melalui proses pengayaan tinggi dan trititum.

Namun, Korut diyakini memiliki sejumlah situs pengayaan uranium lainnya yang masih aktif beroperasi memproduksi bahan untuk senjata nuklir.

Sejumlah pengamat pun menganggap penutupan Yongbyon bukan simbol keberhasilan perundingan denuklirisasi.

Meski demikian, Moon mengatakan bahwa program denuklirisasi berhasil jika Yongbyon dihentikan secara keseluruhan karena situs tersebut merupakan fasilitas dasar dari pembuatan nuklir Korut.






Credit  cnnindonesia.com




Penghematan, Alasan AS Hentikan Latgab dengan Korsel


Penghematan, Alasan AS Hentikan Latgab dengan Korsel
Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengungkapkan penghematan adalah alasan lain AS menghentikan latihan gabungan dengan Korea Selatan (Korsel). Foto/Istimewa

WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengungkapkan, selain untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi pembicaraan damai dengan Korea Utara (Korut), penghematan adalah alasan lain AS menghentikan latihan gabungan dengan Korea Selatan (Korsel).

Melalui akun Twitternya, Trump menuturkan sedari awal dia memutuskan mencalonkan diri sebagai Presiden AS, dia sudah memiliki rencana untuk menghentikan latihan dengan Korsel. Menurutnya, latihan itu hanya menghambur-hamburkan uang saja.

"Alasan saya tidak ingin latihan militer dengan Kosel adalah untuk menghemat ratusan juta dolar untuk AS, di mana kita tidak mendapatkan penggantian. Itu posisi saya jauh sebelum saya menjadi presiden," kicau Trump.

"Mengurangi ketegangan dengan Korut saat ini adalah hal yang baik," sambungnya, seperti dilansir Anadolu Agency pada Senin (4/3).
Dikenal sebagai Key Resolve dan Foal Eagle, latihan gabungan itu diadakan di Semenanjung Korea setiap tahun dari bulan Maret hingga April. Latihan Foal Eagle diadakan sejak 2011 sedangkan Key Resolve telah ada sejak 1976.

Seperti diketahui, Kementerian Pertahanan AS atau Pentagon pada akhir pekan lalu mengumumkan Menteri Pertahanan AS dan Korsel sepakat bahwa Washington dan Seoul akan menangguhkan latihan militer bersama mereka, untuk menciptakan suasana yang kondusif untuk melakukan pembicaraan dengan Korut.

"Keduanya memperjelas bahwa keputusan aliansi untuk mengadaptasi program pelatihan kami mencerminkan keinginan kami untuk mengurangi ketegangan dan mendukung upaya diplomatik untuk mencapai denuklirisasi lengkap Semenanjung Korea dengan cara yang terakhir, yang sepenuhnya diverifikasi," kata Pentagon. 




Credit  sindonews.com





Senin, 04 Maret 2019

AS Hentikan Latihan Militer Skala Besar dengan Korsel


AS Hentikan Latihan Militer Skala Besar dengan Korsel
AS bersiap untuk mengumumkan latihan bersama skala besar tahunan yang dilakukan dengan Korsel dihentikan. Foto/Istimewa

WASHINGTON - Militer Amerika Serikat (AS) bersiap untuk mengumumkan latihan bersama skala besar tahunan yang dilakukan dengan Korea Selatan (Korsel) dihentikan. Latihan tersebut kerap dilakukan setiap musim semi.

Dua pejabat pertahanan AS mengatakan latihan utama AS-Korsel sedang dibatasi sebagai bagian dari upaya pemerintahan Trump meredakan ketegangan dengan Korea Utara (Korut). Latihan tersebut - yang dikenal sebagai Key Resolve dan Foal Eagle - akan diganti dengan pelatihan khusus misi yang lebih kecil.

Sejak menjabat, Presiden Donald Trump telah berulang kali mengeluhkan latihan skala besar. Ia mengatakan latihan itu terlalu mahal dan AS menanggung terlalu banyak beban keuangan.

Menurut pejabat senior pertahanan militer telah melakukan latihan besar untuk mempertahankan kesiapan pasukannya menghadapi rezim Korea Utara (Korut).

Seorang pejabat AS mengatakan kepemimpinan militer kini sedang mengerjakan bagaimana serangkaian latihan yang lebih kecil dan pelatihan yang akan datang dapat digunakan untuk memastikan kesiapan pasukan. Dengan kemajuan teknologi, beberapa pelatihan dapat dilakukan secara virtual dan tidak lagi membutuhkan ribuan pasukan.

"AS telah mengidentifikasi cara untuk mengurangi potensi masalah kesiapan dengan melihat tugas misi yang disyaratkan dibandingkan harus melakukan latihan skala besar," kata seorang pejabat pertahanan seperti dilansir dari NBC News, Sabtu (2/3/2019).

Rencananya hal ini akan diumumkan kurang dari 48 jam setelah pertemuan puncak antara Trump dengan Pemimpin Korut Kim Jong-un berakhir tiba-tiba tanpa kesepakatan. Setelah pertemuan itu, Trump mengatakan bahwa latihan tahunan militer dengan Korsel sangat mahal dan pemerintah di Seoul hari membayar lebih untuk itu.

Berita tentang pengumuman yang direncanakan datang kurang dari 48 jam setelah pertemuan puncak antara Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un berakhir dengan tiba-tiba tanpa kesepakatan. Trump mengatakan setelah itu bahwa latihan militer tahunan dengan Korea Selatan "sangat, sangat mahal" dan pemerintah di Seoul harus membayar lebih untuk itu.

Namun pejabat AS mengatakan keputusan itu tidak terkait dengan pertemuan di Hanoi, tetapi telah dipertimbangkan dalam beberapa waktu.

Setelah pertemuan puncak pertamanya dengan Kim Jong-un di Singapura pada Juni lalu, Trump mengumumkan bahwa AS akan menangguhkan latihan militer skala besar bersama Korsel, tetapi latihan dan pelatihan yang lebih kecil terus berlanjut.

Tetapi beberapa ahli terhadap masalah Korut mempertanyakan apakah latihan besar dapat ditunda tanpa secara signifikan mempengaruhi kemampuan pasukan memerangi ancaman.

"Itu akan bertentangan dengan apa yang dikatakan militer selama beberapa dekade," kata Bruce Klingner, mantan perwira CIA yang mengikuti perkembangan Korut dan sekarang menjadi pengajar senior di Heritage Foundation.

"Militer perlu berlatih," tegasnya.

"Jika Anda terus membatasi latihan Anda, di dalam suatu waktu hal itu mencapai proporsi bencana?" Klingner menambahkan.

"Sulit untuk diukur. Tapi tahukah Anda, seiring berjalannya waktu, pasti ada degradasi," tukasnya.

Namun pejabat AS bersikeras latihan dan skenario perlu beradaptasi untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah di wilayah tersebut. Sementara seorang juru bicara Pentagon menolak berkomentar. 



Credit  sindonews.com




Rabu, 27 Februari 2019

Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un Tunggu Trump di Vietnam



Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un Tunggu Trump di Vietnam
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un Tunggu Trump di Vietnam

HANOI - Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un telah tiba di Vietnam kemarin untuk konferensi tingkat tinggi (KTT) dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Kedua pemimpin akan berupaya mencapai kesepakatan tentang cara penerapan janji Korut untuk menyerahkan senjata nuklirnya. Trump diperkirakan tiba di Hanoi pada pukul 9 malam waktu setempat.

“Mereka akan bertemu untuk percakapan langsung pada Rabu (27/2) malam, diikuti dengan makan malam, yang masing-masing ditemani oleh dua orang dan penerjemah,” ungkap juru bicara Gedung Putih Sarah Sanders kepada para jurnalis di atas pesawat Air Force One yang terbang menuju Hanoi kemarin.

Sanders menambahkan, “Kim dan Trump akan bertemu lagi pada Kamis (28/2)” KTT kedua itu digelar delapan bulan setelah pertemuan pertama di Singapura. Adatekanan kepada kedua pihak untuk melangkah lebih nyata, tak hanya komitmen seperti yang dibuat di Singapura untuk sepenuhnya melakukan denuklirisasi semenanjung Korea.

Para pengkritik memperingatkan Trump agar tidak membuat kesepakatan yang banyak menghalangi ambisi nuklir Korut. Mereka meminta Trump mengambil langkah lebih jelas untuk tindakan Korut meninggalkan senjata nuklir yang mengancam AS. Sebagai imbalan, Kim diperkirakan mengharapkan konsesi besar dari AS seperti pemulihan dari sanksi dan deklarasi bahwa Perang Korea 1950-1953 telah resmi berakhir.

Kim yang melakukan perjalanan dari Pyongyang dengan kereta, tiba di stasiun di Kota Dong Dang, Vietnam, setelah melintasi perbatasan China. Para pejabat Vietnam menyambutnya di stasiun dengan karpet merah, termasuk pasukan kehor matan dan kibaran bendera Korut dan Vietnam. Adik Kim, Kim Yo-jong, yang muncul sebagai ajudan penting mendampingi kakaknya.

Puluhan pengawal berlari di samping mobil Kim saat dia melakukan perjalanan dua jam menuju ibu kota Vietnam, Hanoi. Jalanan ditutup oleh pasukan keamanan Vietnam yang dilengkapi personel bersenjata lengkap untuk menjaga jalanan yang dilalui Kim menuju Hotel Mulia, tempat Kim menginap.

Beberapa jam kemudian, Kim untuk pertama kali muncul, mengunjungi kedutaan besar (kedubes) Korut di Hanoi. Kim dan Trump juga akan menggelar pertemuan terpisah dengan para pemimpin Vietnam. Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Mike Pompeo juga tiba di Hanoi kemarin.

Dia menjadi utusan penting Trump dalam upayanya memperbaiki hubungan dengan Korut dan telah melakukan beberapa perjalanan ke Pyongyang untuk negosiasi mengakhiri program nuklir Korut. Trump menjelaskan, dirinya dan Kim akan memiliki pertemuan tingkat tinggi yang sangat hebat.

Dalam tweet, Trump menekankan keuntungan bagi Korut jika mereka menyerahkan senjata nuklirnya. “Dengan denuklirisasi penuh, Korut akan cepat menjadi kekuatan ekonomi. Tanpa itu, hanya akan sama. Chairman Kim akan membuat keputusan bijaksana!” tweet Trump. Saat pidatonya akhir pekan lalu, Trump berupaya meredam harapan tentang terobosan besar di Hanoi dengan menyatakan dia akan bahagia selama Korut tetap menghentikan tes senjata.

“Saya tidak terburu-buru. Saya hanya tidak ingin tes. Selama tidak ada tes, kita senang,” ujar Trump. Korut menggelar tes nuklir terakhir pada September 2017 dan tes rudal balistik antar benua pada November 2017. Para pengamat menyatakan, kedua pemimpin harus mengambil langkah lebih nyata.

“Tugas paling penting adalah membagi pemahaman bahwa denuklirisasi sangat diperlukan,” kata Gi-Wook Shin, direktur Pusat Riset Asia Pasifik Stanford kepada Reuters. “Ambiguitas tentang istilah denuklirisasi hanya akan menambah skeptisme tentang komitmen AS dan Korut pada denuklirisasi,” kata Gi-Wook Shin. Saat AS meminta Korut menyerahkan seluruh program nuklir dan rudalnya, Korut ingin melihat pencabutan payung nuklir AS untuk Korea Selatan (Korsel).

Juru bicara kepresidenan Korsel menjelaskan, kedua pihak mungkin menyepakati berakhirnya Perang Korea. Langkah ini sangat diinginkan oleh Korut. Kedua pihak juga telah membahas kemungkinan deklarasi politik bahwa perang telah berakhir.



Credit  sindonews.com




Selasa, 12 Februari 2019

Kaisarnya Disebut Anak Penjahat Perang, Jepang Tersinggung


Kaisarnya Disebut Anak Penjahat Perang, Jepang Tersinggung
Kaisar Akihito dari Jepang. Foto/REUTERS

TOKYO - Jepang dan Korea Selatan (Korsel) terlibat perseteruan diplomatik setelah seorang legislator Seoul menyebut Kaisar Akihito sebagai anak penjahat perang dan harus minta maaf atas tindakan mendiang ayahnya selama Perang Dunia II. Tokyo tak terima dengan komentar itu dan menuntut Seoul meminta maaf.

Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga mengatakan Ketua Majelis Nasional Korea Selatan Moon Hee-sang harus menarik kembali komentarnya dan mengajukan permintaan maaf.

"Pernyataan Moon sangat tidak pantas," kata Yoshihide Suga kepada wartawan, Selasa (12/2/2019), dikutip Reuters.

Dalam komentarnya, Moon Hee-Sang juga mengusik masa lalu ayah Kaisar Akihito, yakni mendiang Kaisar Hirohito, yang terlibat Perang Dunia II. Menurut politisi Seoul itu, militer Jepang selama Perang Dunia II memaksa para wanita Korea menjadi "wanita penghibur" di rumah bordil militer Jepang.

"Kami sangat memprotes karena pernyataannya yang benar-benar tidak pantas dan sangat disesalkan," ujar Yoshihide Suga. "Pada saat yang sama, kami menuntut permintaan maaf dan penarikan komentarnya."

Komentar Moon Hee-Sang dikutip Bloomberg pekan lalu. Moon menyebut Kaisar Jepang saat ini adalah "putra pelaku utama kejahatan perang".

Pada masa Perang Dunia II, sekitar 200.000 wanita dan gadis yang kebanyakan dari Korea Selatan, dipaksa melayani Tentara Kekaisaran Jepang sebagai "wanita penghibur" dan dilecehkan secara seksual di rumah bordil militer Jepang.

Menurut Suga, pemerintah Seoul sudah mengatakan kepada Tokyo bahwa laporan Bloomberg bukan cerminan sikap pemerintah Korea Selatan yang ingin meningkatkan hubungan bilateral.

Perdana Menteri Shinzo Abe menyebut pernyataan politisi Korea Selatan itu sangat disesalkan. 



Credit  sindonews.com




Senin, 11 Februari 2019

Ingin Pasukan AS di Korea, Korea Selatan Mesti Bayar Rp 12 T


Tentara Korea Selatan dan Amerika Serikat saat latihan militer musim dingin di  Pyeongchang, Korea Selatan, 24 Januari 2017. REUTERS/Kim Hong-Ji
Tentara Korea Selatan dan Amerika Serikat saat latihan militer musim dingin di Pyeongchang, Korea Selatan, 24 Januari 2017. REUTERS/Kim Hong-Ji

CB, Jakarta - Para pejabat menandatangani perjanjian jangka pendek pada hari Minggu agar Korea Selatan mengeluarkan dana lebih besar untuk pasukan AS di semenanjung Korea, setelah Presiden Donald Trump menuntut Korea Selatan membayar lebih. Sekitar 28.500 tentara AS ditempatkan di Korea Selatan sejak Perang Korea 1950-53.
Kesepakatan baru masih harus disetujui oleh parlemen Korea Selatan, di mana Korsel akan meningkatkan kontribusinya dari 960 miliar won (Rp 11,9 triliun) pada 2018 menjadi 1,03 triliun won (Rp 12,7 triliun), seperti dikutip dari Reuters, 10 Februari 2019.

Tidak seperti perjanjian sebelumnya, yang berlangsung selama lima tahun, yang ini dijadwalkan berakhir dalam satu tahun, berpotensi memaksa kedua belah pihak kembali ke meja perundingan dalam beberapa bulan.
"Ini merupakan proses yang sangat panjang, tetapi pada akhirnya merupakan proses yang sangat sukses," kata Menteri Luar Negeri Korea Selatan Kang Kyung-wha.
Sementara Kang engakui kritik dalam negeri atas kesepakatan baru dan perlunya persetujuan parlemen, Kang mengatakan tanggapannya "sejauh ini positif".

Tentara militer Korea Selatan dan Amerika Serikat ikut berpartisipasi dalam latihan militer musim dingin di Pyeongchang, Korea Selatan, 24 Januari 2017. REUTERS
Penasihat senior Departemen Luar Negeri AS untuk negosiasi dan perjanjian keamanan, Timothy Betts, bertemu Kang sebelum menandatangani perjanjian mewakili Amerika Serikat, dan mengatakan kepadanya bahwa uang itu mewakili bagian kecil tetapi penting dari dukungan Korea Selatan untuk aliansi tersebut.
"Pemerintah Amerika Serikat menyadari bahwa Korea Selatan melakukan banyak hal untuk aliansi kami dan untuk perdamaian dan stabilitas di kawasan ini," katanya.
Sekutu telah berjuang untuk mencapai terobosan meskipun 10 pembicaraan sejak Maret, di tengah seruan Trump berulang kali untuk peningkatan tajam dalam kontribusi Korea Selatan.
Para pejabat Korea Selatan mengatakan mereka telah berupaya membatasi bebannya menjadi 1 triliun won (Rp 12,4 triliun) dan membuat perjanjian itu berlaku setidaknya selama tiga tahun.
Seorang legislator senior partai berkuasa Korea Selatan mengatakan bulan lalu bahwa perundingan menemui jalan buntu setelah Amerika Serikat membuat permintaan "mendadak dan tidak dapat diterima" bahwa Seoul harus membayar lebih dari 1,4 triliun won (Rp 17,3 triliun) per tahun.
Namun kedua belah pihak berupaya untuk membuat kesepakatan untuk meminimalkan kontribusi Korea Selatan yang bekerja di pangkalan militer AS, dan fokus pada pembicaraan nuklir menjelang KTT kedua Korea Utara dan AS, kata para pejabat Seoul.

Ketidaksepakatan telah meningkatkan prospek bahwa Trump dapat memutuskan untuk menarik setidaknya beberapa pasukan dari Korea Selatan, seperti yang dia lakukan di negara-negara lain seperti Suriah. Tetapi pada hari Minggu, para pejabat Korea Selatan mengatakan kepada kantor berita Yonhap bahwa Amerika Serikat telah menegaskan bahwa mereka tidak akan mengubah kehadiran pasukannya.
Trump mengatakan dalam pidato kenegaraan tahunannya kepada Kongres AS pada hari Selasa bahwa ia akan bertemu dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pada 27-28 Februari di Vietnam, menyusul pertemuan mereka yang belum pernah terjadi sebelumnya di bulan Juni di Singapura.
Marinir AS berbaris dalam latihan gabungan AS-Thailand di Pantai Hat Yao di Chonburi, Thailand, 17 Februari 2018. Latihan ini diikuti oleh sekitar 11.000 personil militer dari AS, Thailand, dan Korea Selatan. AP





Mengutip para pejabat di Gedung Biru kepresidenan Korea Selatan, Yonhap juga melaporkan bahwa Presiden Korea Selatan Moon Jae-in akan membahas KTT mendatang dengan Trump "segera," dan bahwa para pejabat Amerika dan Korea Utara akan bertemu di negara Asia yang tidak ditentukan sebelum KTT .
Setelah pertemuan Juni, Trump mengumumkan penghentian latihan militer bersama dengan Korea Selatan, mengatakan bahwa itu mahal dan dibayar sebagian besar oleh Amerika Serikat.

Latihan bersama besar telah ditangguhkan, tetapi beberapa latihan skala kecil terus berlsnjut dan mendapatkan teguran dari media pemerintah Korea Utara dalam beberapa bulan terakhir.
Sekitar 70 persen dari kontribusi Korea Selatan mencakup gaji sekitar 8.700 karyawan Korea Selatan yang menyediakan layanan administrasi, teknis, dan lainnya untuk militer AS.
Akhir tahun lalu, militer AS telah memperingatkan para pekerja Korea Selatan di pangkalan AS bahwa mereka mungkin akan diberhentikan pada pertengahan April jika tidak ada kesepakatan tercapai.





Credit  tempo.co




Rabu, 16 Januari 2019

Pyongyang: Setop Latihan Militer Asing di Semenanjung Korea


Pyongyang: Setop Latihan Militer Asing di Semenanjung Korea
Pyongyang menyerukan penghentian latihan militer yang melibatkan pasukan asing di Semenanjung Korea. Foto/Ilustrasi

MOSKOW - Pyongyang menyerukan penghentian latihan militer yang melibatkan pasukan asing di Semenanjung Korea. Hal itu dikatakan Duta Besar Korea Utara (Korut) untuk Rusia. Kim Hyun Joong.

"Untuk menghilangkan permusuhan militer antara Korea Utara dan Korea Selatan dengan cara yang mendasar dan mengubah Semenanjung Korea menjadi zona perdamaian kekal dan abadi, perlu untuk meninggalkan melakukan latihan militer dengan pasukan asing karena Korea Utara dan Korea Selatan setuju untuk mengikuti jalur perdamaian dan kemakmuran tersebut," kata Joong pada sebuah makan malam yang menandai Tahun Baru di Kedutaan Besar Korut di Moskow.

Joong terus mengatakan bahwa negara itu juga memandang perlu untuk meninggalkan senjata strategis asing di wilayahnya.

Duta Besar Korut menekankan bahwa negosiasi multilateral harus dilakukan dengan tujuan untuk membangun sistem perdamaian di Semenanjung Korea melalui kerja sama yang erat dengan negara-negara yang telah menandatangani perjanjian gencatan senjata.

"Pyongyang siap menjalin hubungan baru dengan Amerika Serikat sesuai dengan semangat era dan keinginan rakyat," catat diplomat itu seperti dikutip dari Sputnik, Rabu (16/1/2019).

Ia lebih lanjut menambahkan bahwa pemimpin Korut Kim Jong-un dalam pidato Tahun Baru menyatakan kesiapannya untuk bertemu dengan Presiden AS Donald Trump sekali lagi.

Situasi di Semenanjung Korea telah membaik sejak awal tahun ini. Selama masa ini, pemimpin Korut Kim Jon-un dan Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in telah mengadakan beberapa pertemuan, sementara Kim bahkan mengadakan pertemuan puncak bersejarah dengan Presiden AS Donald Trump. KTT ini menghasilkan kesepakatan yang menetapkan bahwa Korut akan melakukan upaya untuk mempromosikan denuklirisasi lengkap semenanjung dengan imbalan AS dan Korsel membekukan latihan militer mereka serta potensi penghapusan sanksi Washington. 




Credit  sindonews.com





Senin, 14 Januari 2019

Korsel Terima Jet Tempur Siluman F-35 AS Maret, Korut Bisa Marah


Korsel Terima Jet Tempur Siluman F-35 AS Maret, Korut Bisa Marah
Pesawat F-35A Lightning II Joint Strike Fighter produksi Lockheed Martin Amerika Serikat. Foto/REUTERS

SEOUL - Korea Selatan (Korse) akan menerima pesawat jet tempur siluman F-35A pertamanya dari Lokcheed Martin Amerika Serikat (AS) pada bulan Maret nanti. Penerimaan pesawat tempur termahal itu bisa membuat marah tetangganya, Korea Utara (Korut), yang pernah merasa waswas akan digunakan untuk menyerang Pyongyang.

Seorang pejabat militer Korea Selatan mengatakan dua jet perdana F-35A akan dikerahkan untuk siap tempur pada bulan April atau Mei dan 10 jet lainnya akan siap untuk ditempatkan pada akhir tahun ini.

Jet dan pilot mereka telah ditempatkan di Luke Air Force Base di Arizona, sebuah fasilitas pelatihan untuk jet tempur canggih.



Korea Selatan adalah salah satu dari sekutu AS yang membeli F-35. Sekutu Washington lain yang membelinya adalah Jepang dan Australia. Program jet tempur siluman generasi kelima Amerika, yang diluncurkan pada tahun 2001, pernah terganggu oleh kelebihan biaya dan masalah teknis.

Korea Selatan menyetujui kesepakatan pada September 2014 untuk mengakuisisi 40 unit F-35A dengan harga sekitar 7,3 triliun won (USD6,8 miliar).

"Pada akhir 2021, seluruh 40 jet tempur F-35A akan dikerahkan, siap tempur sesuai rencana," kata pejabat militer Seoul yang dikutip dari South China Morning Post, Senin (14/1/2019), tanpa disebutkan namanya.

F-35A dan F-35C adalah dua dari tiga varian pesawat F-35 yang digunakan di atas kapal induk. Jet itu memiliki kemampuan menghindari radar dan dapat melakukan serangan darat serta misi superioritas udara dengan berbagai senjata presisi.

Serangan dari jet tempur itu akan memberikan keuntungan signifikan bagi Seoul atas pertahanan udara Korea Utara dan armada pesawat tempurnya yang sudah tua.

Namun, masih belum diputuskan apakah Korea Selatan ingin menyambut jet tempur baru F-35A dengan upacara militer ketika tiba pada bulan Maret nanti. Reaksi Korea Utara menjadi pertimbangan Korea Selatan, terlebih rezim Kim Jong-un yang berkuasa di Pyongyang sudah komitmen melakukan denuklirisasi di Semenanjung Korea.

Korea Utara pernah bereaksi marah setelah para pejabat tinggi Korea Selatan menghadiri upacara pada bulan Maret tahun lalu untuk penerimaan secara simbolis jet F-35 di fasilitas produksi Lockheed Martin di Fort Worth, Texas.

“Para maniak perang di (Korea) Selatan menikmati belanja untuk membeli pesawat jet tempur siluman F-35A. Ini bermula dari rencana petualangan untuk melakukan serangan pendahuluan terhadap kami yang sejalan dengan upaya AS untuk memulai perang," tulis surat kabar Partai Buruh Korea Utara, Rodong Sinmun, saat itu.

Korea Selatan memang terus melangkah maju dengan proyek pertahanan jangka menengah 2019-2023 yang dikenal sebagai "Reformasi Pertahanan 2.0" untuk membantu melawan potensi ancaman dari Korea Utara dan ancaman lain.

Menurut Kementerian Pertahanan Korea Selatan, kementerian berencana untuk menghabiskan 32 triliun won selama periode lima tahun ini atau naik 30 persen dari periode lima tahun sebelumnya.


Program dari kementerian itu mencakup pembelian F-35A, rudal surface-to-surface yang dipandu, peningkatan sistem rudal pertahanan udara Patriot dan memperkuat aset lainnya dengan kemampuan pengawasan dan serangan.

"Titik paling menonjol dalam Reformasi Pertahanan 2.0 adalah pergeseran fokus dari ancaman dari Korea Utara ke ancaman keamanan secara keseluruhan (termasuk yang dari negara lain)," kata kementerian itu.

Presiden Korea Selatan Moon Jae-in bulan lalu menyerukan kemampuan pertahanan yang kuat meskipun perundingan telah dilakukan dengan Korea Utara.

"Perdamaian sedang dibuat di semenanjung Korea, tetapi itu masih merupakan perdamaian yang berbahaya," katanya, yang mendesak militer untuk tidak menurunkan penjagaannya. 





Credit  sindonews.com