Tampilkan postingan dengan label KOREA UTARA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KOREA UTARA. Tampilkan semua postingan

Selasa, 14 Mei 2019

Cina Yakin Masalah Nuklir Korut Bisa Selesai Melalui Dialog


Warga Korea Selatan (Korsel) menonton tayangan peluncuran proyektil Korea Utara (Korut) dalam program berita di Seoul Railway Station di Seoul, Korsel, Sabtu (4/5).
Warga Korea Selatan (Korsel) menonton tayangan peluncuran proyektil Korea Utara (Korut) dalam program berita di Seoul Railway Station di Seoul, Korsel, Sabtu (4/5).
Foto: AP Photo/Ahn Young-joon
Korut menembakkan dua rudal jarak pendek pada Kamis pekan lalu.



CB, BEIJING -- Diplomat tinggi pemerintah Cina mengatakan masih ada kemungkinan memecahkan masalah nuklir Korea Utara (Korut) melalui dialog internasional. Pernyataan ini diungkapkan setelah Pyongyang melepaskan dua tembakan rudal jarak pendek.

Korut menembakkan dua rudal jarak pendek pada Kamis pekan lalu. Hal itu menjadi uji coba kedua semacam ini dalam waktu kurang dari satu pekan.

Dalam perjalanannya menuju Rusia, Penasihat Negara Cina Wang Yi mengatakan proses resolusi sudah buntu. Menurutnya, sejak pertemuan AS-Korut di Hanoi pada Februari gagal, ketidakpastian terus meningkat.

"Tapi kami melihat dari sisi Korut masih menahan tujuan dasar untuk mencapai denuklirisasi semenanjung (Korea), dan dari sisi AS belum mengabaikan pemikiran dasar untuk menyesaikan isu ini melalui dialog," kata Wang dalam pernyataan Kementerian Luar Negeri Cina, Selasa (14/5).

Wang yakin proses denuklirisasi Semenanjung Korea belum keluar jalur. "Dan tetap dalam kerangka kerja untuk resolusi politik," katanya.


Ia menambahkan kebuntuan terjadi karena kedua belah pihak belum menemukan peta jalan yang layak dan realistis untuk membuat resolusi. Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan ia tidak melihat uji coba rudal Korut telah 'melanggar kepercayaan'. 



Credit  republika.co.id




Senin, 13 Mei 2019

Kapal Korut yang Ditangkap Indonesia Dibawa AS ke Samoa Amerika


Kapal Korut yang Ditangkap Indonesia Dibawa AS ke Samoa Amerika
Kapal kargo The Wise Honest Korea Utara yang ditangkap Indonesia disita oleh Amerika Serikat. Foto/Department of Justice/Handout via REUTERS

PAGO PAGO - Sebuah kapal kargo Korea Utara (Korut) yang ditangkap Indonesia dan disita atau direbut oleh Amerika Serikat (AS) telah tiba di Samoa Amerika. Di negara kepulauan di Samudra Pasifik inilah kapal tersebut akan menjalani inspeksi.

Kapal kargo The Wise Honest ditangkap otoritas berwenang Indonesia karena dicurigai digunakan untuk melanggar sanksi internasional. The Wise Honest telah ditarik ke pelabuhan Pago Pago pada Sabtu pagi dan berlabuh di bagian dermaga utama pelabuhan pada sore hari.

Perjalanan dari Indonesia ke kepulauan itu memakan waktu sekitar tiga minggu. "(Samoa) dipilih karena lokasi strategis," kata petugas urusan publik Coast Guard AS, Amanda Wyrick.

"Kami juga memiliki hubungan yang kuat dan kemitraan yang baik dengan pemerintah Samoa Amerika," kata Wyrick lagi. "Dengan demikian dikatakan, kita juga sudah memiliki sumber daya yang mampu menjamin keamanan kapal tetapi yang terpenting Pelabuhan Pago Pago."

Kapal itu ditahan pada April 2018 saat melakukan perjalanan ke Indonesia. Pejabat Departemen Kehakiman AS mengumumkan pada Kamis lalu bahwa AS telah merebut kapal itu.

Wyrick mengatakan Departemen Kehakiman AS memimpin penyelidikan sehingga mereka akan melakukan itu. "Setelah penyelidikan disimpulkan, kapal akan dipindahkan," ujarnya. Namun dia mengaku tak tahu tujuan kapal selanjutnya.

"Saya tahu bahwa Departemen Kehakiman akan melakukan penyelidikan secepat mungkin," imbuh Wyrick.

Dia mengatakan bahwa pihaknya tidak memiliki jumlah personel Coast Guard AS yang memadai atau orang-orang dari agen federal lainnya yang telah melakukan perjalanan ke Samoa Amerika untuk penyelidikan.

"Kami memiliki tim keamanan laut dan keamanan di sini dari Honolulu," kata Wyrick. "Kami sedang melakukan patroli acak, juga melakukan inspeksi kapal Pelabuhan Pago Pago, mengawasi hal-hal seperti pelanggaran keamanan atau vandalisasi kapal itu sendiri."

Menurutnya, para pejabat juga memastikan pelabuhan itu dilindungi.

"Kami terutama di Coast Guard, kami memahami pentingnya pelabuhan. Ini adalah penyelamat dalam membawa barang ke pulau-pulau," kata Wyrick. "Jadi kami ingin memastikan bahwa kami melakukan semua yang kami bisa, untuk memastikan bahwa sama sekali tidak ada gangguan pada arus perdagangan masuk dan keluar," paparnya, seperti dikutip Fox News, Senin (13/5/2019).

Wyrick melanjutkan, pemerintah AS mengirim tim inspeksi ke kapal sebelum merapat di Pago Pago. Dia mencatat ada pemeriksaan yang dilakukan sebelum meninggalkan Indonesia."Dan, karena kapal telah melaut selama tiga minggu, itu tergantung pada unsur-unsurnya," ujarnya.

"Pemeriksaan kapal sebelum memasuki pelabuhan adalah untuk memastikan integritas struktur kapal masih utuh. Dengan cara itu, begitu kita mengangkat ibu jari, dan lampu hijau, dan inspektur menganggapnya aman, maka itu akan masuk ke pelabuhan," kata Wyrick.

Pejabat AS membuat pengumuman penyitaan kapal beberapa jam setelah Korea Utara menembakkan dua rudal jarak pendek ke laut. Uji tembak rudal itu merupakan peluncuran senjata kedua dalam lima hari dan menjadi sinyal bahwa perundingan mengenai program senjata nuklirnya sedang dalam masalah. 




Credit  sindonews.com





Korut Desak Korsel Buka Kembali Kawasan Industri Kaesong



Korut Desak Korsel Buka Kembali Kawasan Industri Kaesong
Buruh Korea Utara di Kawasan Industri Kaesong. (Reuters/Kim Hong-Ji/Files)



Jakarta, CB -- Pemerintah Korea Utara melalui media massa mereka, DPRK Today, mendesak Korea Selatan untuk membuka kembali kawasan indsutri bersama yang telah ditutup di kawasan perbatasan, Kaesong, pada Minggu (12/5). Korut mengklaim pembukaan itu tak perlu mendapat persetujuan Amerika Serikat.

Korea Selatan berharap pembukaan kembali Kawasan Industri Kaesong dan kelanjutan program wisata di Gunung Utara Kumgang yang lama tertunda bisa membantu proses perdamaian dengan Korut. Namun, hal itu belum dapat dilakukan akibat sanksi internasional yang masih diberlakukan terhadap seteru mereka.


DPRK Today menyatakan hal itu sebenarnya tergantung pada Korea Selatan, bukan AS, dalam menentukan membuka kembali kawasan pabrik.

"Dimulai kembalinya operasi di kompleks bukan masalah yang membutuhkan persetujuan Washington. Korsel memberikan alasan bagi pasukan asing untuk campur tangan dalam proyek kerja sama dengan berbicara tentang sanksi dan persetujuan," tulis DPRK Today seperti dilansir Yonhap News pada Minggu (12/5).


DPRK Today berulang kali menyatakan kelanjutan proyek hanya permasalahan keputusan pihak berwenang Korea Selatan. 


"Penundaan oleh Korea Selatan dalam membuka kembali zona pabrik menunjukkan negara itu tidak memiliki niatan baik dalam meningkatkan hubungan kedua Korea," tulis DPRK Today.

Korsel menutup kawasan industri pada Februari 2016 setelah Korea Utara melakukan uji coba nuklir serta rudal jarak jauh.

Ketegangan masih terjadi antara Korut dan AS setelah pemimpin tertinggi Korut Kim Jong-un dan Presiden AS Donald Trump tak menghasilkan kesepakatan denuklirisasi dalam KTT Hanoi pada Februari lalu. 

Tiga bulan setelah itu, Korut kembali melakukan uji coba rudal. Dua uji coba sudah dilakukan dalam sepekan terakhir dan diawasi langsung Kim Jong-un. Uji coba disebut bukan langkah provokasi melainkan disebut normal dan bentuk 'jaga diri'.



Credit  cnnindonesia.com




Kamis, 09 Mei 2019

Rudal yang Diuji Tembak Korut Mirip Rudal Iskander Rusia



Rudal yang Diuji Tembak Korut Mirip Rudal Iskander Rusia
Rudal jarak pendek terbaru yang diuji tembak Korea Utara 4 Mei lalu mirip dengan rudal Iskander Rusia. Foto/KCNA/REUTERS

WASHINGTON - Para pakar senjata menilai rudal jarak pendek terbaru yang diuji tembak Korea Utara (Korut) pada 4 Mei lalu mirip dengan rudal Iskander Rusia. Pyongyang menggambarkannya sebagai senjata taktis terpandu.

Menurut para pakar senjata, kemiripan yang mencolok terletak pada desain. Misil Iskander Rusia merupakan senjata jarak dekat yang sangat akurat dan mampu menyerang sasaran lebih dari 150 mil jauhnya.

Sistem semacam itu memiliki potensi untuk menantang pertahanan rudal di Korea Selatan dan semakin meningkatkan ketegangan di kawasan itu. Uji tembak itu juga menunjukkan bahwa Korea Utara sedang mengembangkan sistem senjata baru, bahkan ketika Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan optimisme tentang kesepakatan masa depan dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un.

"Rudal gaya Iskander ini adalah hal yang perlu mulai kita khawatirkan," kata Melissa Hanham, pakar senjata di One Earth Future, seperti dikutip NPR, Kamis (9/5/2019).

Korea Utara menguji senjata itu pada 4 Mei sebagai bagian dari "latihan serangan" yang mencakup penggunaan senjata lain seperti roket artileri. Itu adalah uji coba rudal yang dipublikasikan pertama kali sejak Korea Utara mendeklarasikan moratorium uji coba rudal antarbenua pada bulan April 2018.

Rudal baru yang diuji tembak tergolong jarak pendek, yang artinya tidak melanggar moratorium yang dibuat sendiri oleh rezim Kim Jong-un.

Presiden Trump di Twitter meremehkan uji coba senjata tersebut. "Saya percaya bahwa Kim Jong-un sepenuhnya menyadari potensi ekonomi Korea Utara yang besar, dan tidak akan melakukan apa pun untuk mengganggunya atau mengakhirinya," tulis Trump di Twitter.

Kendati demikian, rudal baru itu terlihat lebih canggih daripada beberapa desain misil Korea Utara sebelumnya. Menurut Hanham, tidak seperti rudal jarak jauh Korea Utara, rudal jarak pendek baru ini terlihat berbahan bakar padat. Senjata seperti ini dapat diluncurkan dengan cepat dengan sedikit peringatan.

Michael Elleman, seorang ahli fisika dan peneliti senior untuk pertahanan rudal di International Institute for Strategic Studies mengatakan jika itu adalah rudal seperti Iskander, maka senjata baru Pyongyang tersebut akan sulit untuk dicegat oleh sistem pertahanan udara.

Ellemen menjelaskan, misil Iskander terbang pada ketinggian sekitar 30 mil. Itu terlalu tinggi untuk rudal pencegat surface-to-air (darat-ke-udara) Patriot Amerika Serikat (AS), tetapi terlalu rendah untuk Terminal High Altitude Area Defense (THAAD), sebuah sistem yang mampu mencegat rudal jarak jauh. 



Credit  sindonews.com



Soal Peluncuran Roket, Korut Mengaku Sebagai Latihan Reguler


Soal Peluncuran Roket, Korut Mengaku Sebagai Latihan Reguler
Korut mengatakan peluncuran roket pada akhir pekan lalu adalah latihan reguler dan bagian dari pertahanan diri. Foto/Ilustrasi/Istimewa

SEOUL - Korea Utara (Korut) buka suara soal peluncuran roket pada akhir pekan lalu. Pyongyang menyatakan peluncuran roket itu adalah latihan reguler dan pertahanan diri. Pyongyang juga membenarkan jika Pemimpin Korut, Kim Jong-un, turut mengawasi latihan tersebut.

"Latihan baru-baru ini yang dilakukan oleh tentara kami tidak lebih dari bagian dari latihan militer reguler, dan itu tidak menargetkan siapa pun atau memicu memburuknya situasi di kawasan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Korut yang tidak dikenal dalam sebuah pernyataan kepada kantor berita KCNA yang dikutip Reuters, Rabu (8/5/2019).

Dalam kesempatan itu, Korut juga memperingatkan para kritikus yang mengomentari uji coba rudal tersebut.

"Tuduhan yang tidak berdasar mungkin akan menghasilkan hasil yang mengarah ke arah yang kita maupun mereka tidak ingin lihat sama sekali," tulis KCNA mengutip juru bicara tersebut.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Korut mengatakan ada standar ganda, dimana latihan militer yang dilakukan oleh Korsel dan AS hanya mendatangkan sedikit kritik.

"Hanya latihan militer reguler dan pertahanan diri kami yang dicap sebagai provokatif, dan ini adalah manifestasi yang tak terselubung dari upaya untuk menekan perlucutan senjata negara kami secara bertahap dan akhirnya menyerang kami," kata juru bicara itu.

"Kami pikir ini sangat tidak menyenangkan dan disesalkan, dan kami membunyikan nada peringatan," cetusnya memperingatkan.

Latihan pada hari Sabtu itu adalah uji coba pertama rudal balistik yang dilakukan Korut sejak meluncurkan rudal balistik antarbenua jarak jauh pada November 2017.

Uji coba itu dilakukan setelah pembicaraan dengan Amerika Serikat (AS) dan Korea Selatan (Korsel) pada bulan Februari macet, dan menimbulkan kekhawatiran di kedua negara, yang telah berusaha membujuk Korut untuk meninggalkan senjata nuklir dan program rudal balistiknya.

Seoul merespons dengan menyerukan tetangganya untuk menghentikan tindakan yang meningkatkan ketegangan militer di Semenanjung Korea.

Tetapi Presiden AS Donald Trump, yang telah bertemu dengan Kim Jong-un dua kali, mengatakan ia masih yakin dia bisa membuat kesepakatan dengan Jong-un, dan para pejabat Korsel juga telah mengecilkan ujian.



Credit  sindonews.com



Rabu, 24 April 2019

Kim Jong Un akan bertemu Putin di Rusia


Kim Jong Un akan bertemu Putin di Rusia
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengadakan pertemuan militer di Pyongyang, Korea Utara, dalam foto yang disiarkan Rabu (27/3/2019) oleh Pusat Agensi Berita Korea Utara (KCNA). ANTARA FOTO/KCNA/via REUTERS/cfo



Moskow-Seoul (CB) - Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Rusia Vladimir Putin akan bertemu pada Kamis (25/2) di kota pelabuhan Pasifik milik Rusia, Vladivostok, untuk membahas kebuntuan internasional soal program nuklir Pyongyang, kata seorang pejabat Kremlin.

Kunjungan Kim merupakan bagian untuk membangun dukungan internasional, kata para pengamat, setelah kegagalan pertemuan puncak Amerika Serikat dan Korea Utara di Vietnam pada Februari berarti tidak ada kelonggaran sanksi bagi Korea Utara. 

Perincian pertemuan tersebut dibenarkan oleh Yuri Ushakov, pejabat kebijakan luar negeri di kantor kepresidenan Rusia, Kremlin.

Pokok bahasan utama dalam pertemuan adalah usaha internasional untuk mengakhiri kebuntuan masalah program nuklir Korea Utara, kata Ushakov kepada wartawan.

"Dalam beberapa bulan terakhir, situasi di sekitar semenanjung dalam keadaan stabil, berkat upaya Korea Utara untuk menghentikan uji coba roket-roket dan penghentian percobaan nuklirnya," kata Ushakov.

"Rusia ingin membantu dalam segala cara yang mungkin untuk meletakkan kecenderungan yang positif."

Kantor berita Korea Utara (KCNA) pada Selasa mengatakan bahwa kunjungan tersebut akan segera dilaksanakan tetapi ia tidak memberi perincian lebih lanjut.

Ajudan Kim, Kim Chang Son, berada di Vladivostok pada Minggu, menurut kantor berita Korea Selatan Yonhap.

Selama bertahun-tahun Rusia sudah terlibat untuk membujuk Korea Utara agar menghentikan program nuklirnya. Negara ini bergabung dalam perundingan enam pihak bersama kedua Korea, Jepang, Amerika Serikat dan China, yang paling akhir dilaksanakan pada 2009.

NK News, suatu kelompok yang mengikuti perkembangan Korea Utara, memperlihatkan foto-foto di laman mereka pada Senin (22/4) mengenai persiapan di Universitas Timur Jauh Federal di Vladivostok, yang kemungkinan akan menjadi tuan rumah pertemuan puncak. Para petugas sedang memasang bendera-bendera kedua negara.

Kementerian Luar Negeri Korea Selatan mengatakan memahami agenda yang meliputi hubungan Korea Utara dan Rusia, perlucutan senjata nuklir dan kerja sama regional.

"Rusia memiliki pandangan yang sama dengan kita, seperti tentang penyelesaian denuklirisasi di Semenanjung Korea dan menetapkan kesepakatan damai," kata juru bicara Kemlu Korsel Kim In-chul di Seoul. 

"Saya berharap pertemuan puncak ini akan memberikan pengaruh baik," tambahnya.

Setelah kegagalan dalam pertemuan di Hanoi dengan Presiden Donald Trump, Kim kemungkinan ingin membuktikan bahwa ia masih diperhitungkan oleh para pemimpin dunia dan masih punya banyak pilihan, kata seorang profesor Far Eastern Federal University.

Kim tidak mau terlihat terlalu tergantung pada Washington, Beijing dan Seoul, kata profesor tersebut. 

"Bagi Rusia, pertemuan puncak Kim-Putin akan menegaskan kedudukan Moskow sebagai pemain penting di Semenanjung Korea. Pertemuan ini penting bagi nama baik internasional Rusia."



Credit  antaranews.com



Ketua Tim Penyerbuan Kedutaan Korut di Spanyol Menghilang


Ketua Tim Penyerbuan Kedutaan Korut di Spanyol Menghilang
Ilustrasi bendera Korea Utara. (John Pavelka/Wikimedia Commons)



Jakarta, CBa -- Seorang warga Amerika Serikat, Andrew Hong, yang diduga menjadi dalang penyerbuan Kedutaan Besar Korea Utara di Spanyol saat ini dilaporkan menghilang. Menurut kuasa hukumnya, Lee Wolosky, dia tidak tahu keberadaan kliennya dan kemungkinan dia menghindar dari kejaran tim pembunuh yang diutus Korut.

Seperti dilansir CNN, Selasa (23/4), Hong merupakan ketua kelompok Cheollima Civil Defense (CCD). Aparat keamanan AS, US Marshals, sudah menggerebek kediamannya pada Kamis pekan lalu, tetapi dia tidak ada di tempat.

"Dia khawatir akan keselamatannya. Kami punya alasan untuk meyakini tim pembunuh Korut sudah dikirim untuk membunuh Hong dan kemungkinan juga yang lainnya, dan dia mengambil langkah untuk menghindari mereka," kata Wolosky.

Tidak lama setelah penyerbuan itu, hakim Spanyol, Jose de la Mata, menyatakan Hong adalah pemimpin dari kelompok yang menyerbu kedubes Korut pada Februari lalu.


Menurut hakim, Hong dan anggota CCD menganiaya dan memborgol sejumlah staf kedubes Korut. Mereka juga memaksa salah satu pejabat senior untuk membelot.

Mereka lantas kabur dari kedutaan itu dengan membawa dua komputer dan sejumlah perangkat keras.

Sedangkan seorang mantan Marinir AS, Christopher Ahn, yang diduga terlibat dalam penyerbuan itu sudah ditangkap dan diajukan ke pengadilan. Namun, kasusnya sampai saat ini masih tertutup dari masyarakat.

Melalui situsnya, CCD mengatakan kelompoknya telah berbagi informasi yang diperoleh hasil penyusupan dengan Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI). Kelompok yang pernah mendeklarasikan diri sebagai pemerintah tandingan Korut itu menganggap informasi-informasi tersebut "bernilai besar".

CCD yang menyatakan diri sebagai Pemerintahan Khusus Pembebasan Joseon bertujuan untuk menggulingkan rezim Kim Jong-un. Mereka menyatakan menjadi rujukan dan tempat meminta bantuan bagi warga Korut yang membelot.



Credit  cnnindonesia.com



Kamis, 18 April 2019

Kim Jong Un kawal uji coba senjata taktis baru


Kim Jong Un kawal uji coba senjata taktis baru
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un memimpin Rapat Pleno ke-4 Komisi Pusat ke-7 Partai Pekerja Korea (WPK) di Pyongyang, pada foto hari Rabu (10/4/2019) yang disiarkan oleh Kantor Berita Pusat Korea Utara (KCNA) pada Kamis (11/4/2019). (REUTERS/KCNA)



Seoul (CB) - Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengawal uji coba senjata taktis jenis baru pada Rabu, lapor media pemerintah KCNA, Kamis.

Itu merupakan uji coba senjata publik pertama Korut, sejak KTT kedua antara AS dan Korut pada Februari di Hanoi berakhir tanpa kesepakatan.

KCNA tidak menyebutkan secara pasti jenis senjata tersebut, termasuk apakah itu rudal atau senjata jenis lain, namun "taktis" menyiratkan senjata jarak dekat, lawan rudal balistik jarak jauh yang dianggap sebagai ancaman oleh AS.

Namun, rudal tersebut memiliki "mode khusus untuk memandu penerbangan" dan "hulu ledak yang kuat", kata KCNA.

Kim menuturkan "rampungnya pengembangan sistem senjata tersebut menjadi peristiwa yang sangat penting dalam meningkatkan kekuatan tempur" militer Korut, menurut KCNA.

Kabar kunjungan Kim ke situs uji coba senjata taktis muncul setelah pemimpin tersebut berkunjung ke Angkatan Udara dan Anti-Pesawat Korea Utara pada Selasa, demikian KCNA.  Kim melakukan inspeksi pelatihan penerbangan dan menyatakan "sangat puas" pada kesiapan tempur mereka.

Sementara itu, citra satelit sejak pekan lalu menunjukkan pergerakan di situs nuklir utama Korut yang dapat dikaitkan dengan proses ulang bahan radioaktif menjadi bahan bakar bom, ungkap Pusat Studi Internasional dan Strategi yang berbasis di Amerika Serikat, Selasa.




Credit  antaranews.com




Gambar Satelit Indikasikan Aktivitas Nuklir di Korea Utara?



Gambar satelit yang dipublikasi sebuah lembaga kajian dari Amerika Serikat memperlihatkan adanya aktivitas di pusat nuklir Korea Utara. Sumber: Reuters
Gambar satelit yang dipublikasi sebuah lembaga kajian dari Amerika Serikat memperlihatkan adanya aktivitas di pusat nuklir Korea Utara. Sumber: Reuters

CB, Jakarta - Sejumlah gambar satelit yang dipublikasi sebuah lembaga kajian dari Amerika Serikat memperlihatkan adanya aktivitas di pusat nuklir Korea Utara. Aktivitas itu kemungkinan bisa dikaitkan dengan pemprosesan ulang bahan-bahan radioaktif untuk menjadi bahan bakar bom.
Dikutip dari reuters.com, Rabu, 17 Maret 2019, aktivitas baru di pusat nuklir Korea Utara ini menjadi bukti kegagalan pertemuan kedua antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di kota Hanoi, Vietnam, pada akhir Februari lalu. Pertemuan itu ditujukan untuk mencetak kemajuan dalam upaya denuklirisasi Korea Utara.

Foto satelit itu dipublikasi oleh lembaga kajian Pusat Strategi dan Studi Internasional yang bermakas di Washington, Amerika Serikat. Gambar-gambar itu diambil mulai pada 12 April 2019 di area uji coba nuklir Yongbyon, Korea Utara. Dari foto-foto itu, terlihat sejumlah kendaraan berada dekat fasilitas pengayaan uranium dan labolatorium radiokimia. Aktivitas pergerakan disana bisa mengindikasikan adanya transfer bahan-bahan radioaktif.

"Di masa lalu, kendaraan pengangkut semacam ini muncul terkait pergerakan bahan-bahan radioaktif atau pemprosesan ulang. Aktivitas yang ditemukan saat ini sejalan dengan konfigurasi mereka tanpa mengesampingkan kemungkinan aktivitas seperti yang dilakukan sebelumnya," tulis Pusat Strategi dan Studi Internasional dalam laporannya.

Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menolak berkomentar atas laporan ini. Namun sebuah sumber mengatakan tim ahli Amerika Serikat telah menduga aktivitas di pusat nuklir Yongbyon itu terkait dengan pemprosesan, namun mereka masih belum bisa meyakinkan adanya peningkatan aktivitas nuklir.
Jenny Town, ahli dari masalah Korea Utara dari lembaga kajian Pusat Stimson, mengatakan jika pemprosesan ulang telah dilakukan, maka hal ini akan menjadi pukulan telak terhadap dialog Amerika Serikat - Korea Utara dalam setahun terakhir dan menjadi kegagalan dalam mencapai sebuah kesepakatan kedua negara terkait masa depan Yongbyon.




Credit  tempo.co



Senin, 15 April 2019

Korut Tegaskan akan Terus Perkuat Kekuatan Militer



Korut Tegaskan akan Terus Perkuat Kekuatan Militer
Pemimpin Korut, Kim Jong-un menuturkan, pihaknya akan terus meningkatkan kemampuan militernya dalam menghadapi risiko yang berkelanjutan terhadap kedaulatannya. Foto/Istimewa

PYONGYANG - Pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong-un menuturkan, pihaknya akan terus meningkatkan kemampuan militernya dalam menghadapi risiko yang berkelanjutan terhadap kedaulatannya.

"Kita harus selalu ingat bahwa perdamaian hanya dapat dipastikan dengan kemampuan militer yang kuat, dan dengan kuat mempertahankan prinsip pertahanan diri dan terus meningkatkan kemampuan pertahanan negara," ucap Jong-un, seperti dilansir Reuters pada Minggu (14/4).

Dia menyebut kemerdekaan militer Korut pedang berharga yang kuat untuk mempertahankan kedaulatan, memperingatkan bahwa iklim perdamaian di semenanjung Korea mungkin tidak bertahan lama.

"Iklim perdamaian yang mulai menetap di semenanjung Korea tidak tahan lama dan upaya pasukan musuh dalam invasi ke DPRK belum hilang," sambungnya, menggunakan nama resmi dari Korut.

Sebelumnya, Jong-un menyebut kebijakan sanksi Amerika Serikat (AS) adalah sebuah tindakan yang bodoh dan juga berbahaya. Menurutnya, hal ini hanya akan kembali meningkatkan ketegangan hubungan kedua negara.

Dalam pidatonya di hadapan Majelis Rakyat Tertinggi Korut, Jong-un mengatakan hubungan dia dengan Presiden AS, Donald Trump sangat baik. Namun, dia belum tertarik untuk melakukan pertemuan ketiga dengan Trump, jika hanya akan mengulangi pertemuan Hanoi, Vietnam.

Dia mengatakan, di Hanoi AS datang dengan rencana yang sama sekali tidak dapat direalisasikan dan tidak benar-benar siap untuk duduk bersama dan menyelesaikan masalah yang ada. Jong-un menuturkan bahwa ia akan menunggu hingga akhir tahun ini bagi AS untuk memutuskan untuk mengambil sikap lebih fleksibel. 




Credit  sindonews.com



Selasa, 09 April 2019

Presiden Korsel Minta Trump Ringankan Sanksi untuk Korut


Presiden Korea Selatan Moon Jae-in bersalaman dengan pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong-un di Pyongyang, Rabu (19/8).
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in bersalaman dengan pemimpin tertinggi Korea Utara Kim Jong-un di Pyongyang, Rabu (19/8).
Foto: Pyongyang Press Corps Pool via AP

Presiden Korsel aktif dalam pembahasan perdamaian dengan Korut



CB, JAKARTA -- Presiden Korea Selatan Moon Jae-in berencana meringankan sanksi untuk Korea Utara. Rencana tersebut akan disampaikan Moon Jae-in saat bertemu Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih pekan ini.

Presiden Korsel akan mengunjungi Washington DC dalam rangka perkumpulan Diplomasi Nuklir Korea Utara, di mana kedua pemimpin negara akan mendiskusikan denuklirisasi Korea Utara, yang diharapkan membawa kedamaian di Semenanjung Korea.

"Moon berencana untuk mengupayakan diplomasi dengan meminta Trump untuk memberikan langkah-langkah timbal balik setelah Seoul dan Washington menjabarkan dasar yang diperlukan melalui diskusi tingkat kerja," kata pejabat Korea Selatan kepada Korean Times, Senin (8/4).

Meski belum diketahui sanksi mana yang dimaksud, namun Korea Selatan tampaknya akan mencoba mengupayakan pengurangan sanksi yang berdampak langsung pada para penduduk. "Sepertinya Presiden Moon akan mengendurkan sanksi yang memengaruhi kehidupan warga Korut," kata Pemerintah Korsel.

Moon diketahui memang aktif dalam pembahasan perdamaian dengan Korut. Upaya perdamaian antara Korut dan AS tertunda setelah pertemuan Trump dan Kim Jong Un di Hanoi beberapa waktu lalu berakhir tanpa adanya keputusan apapun.

Trump menyatakan, pihaknya menarik diri dari upaya kesepakatan karena Korut meminta pencabutan seluruh sanksi sebelum menyetujui denuklirisasi total. Namun, Korut membantah klaim Trump, menyatakan bahwa Korut hanya ingin menghapus sanksi yang berkaitan dengan kemaslahatan masyarakat. 


Credit  republika.co.id



Korsel Kerahkan F-35, Media Korut Peringatkan Konsekuensi Bencana



Korsel Kerahkan F-35, Media Korut Peringatkan Konsekuensi Bencana
Jet tempur siluman F-35A Lightning II Amerika Serikat saat latihan bersama dengan jet-jet tempur Korea Selatan di dekat Pangkalan Udara Kunsan, 1 Desember 2017. Foto/REUTERS/US Air Force/Josh Rosales


SEOUL - Media pemerintah Korea Utara (Korut), Uriminzokkiri, mengecam Korea Selatan (Korsel) atas keputusannya untuk mengerahkan jet tempur siluman F-35A buatan Amerika Serikat (AS). Media itu memperingatkan konsekuensi bencana yang ditimbulkan dari pengerahan jet tempur canggih tersebut.

Uriminzokkiri merupakan salah satu media cabang dari Korea Central News Agency (KCNA), kantor berita rezim Korut.

Dalam artikel editorialnya, media tersebut menyerukan Seoul untuk mempertimbangkan dampak buruk dari penempatan jet-jet tempur di sekitar Semenanjung Korea. "Tindakan tidak bersahabat ini memperburuk ketegangan militer di Semenanjung Korea dan merupakan tantangan langsung terhadap upaya untuk mencapai perdamaian," tulis media tersebut, dikutip Sputnik, Senin (8/4/2019).

Korea Selatan menerima dua jet tempur F-35A perdana akhir bulan lalu. Pada akhir tahun ini, negara tersebut kemungkinan akan menerima delapan unit lagi.

Seoul memesan total 40 unit jet tempur siluman F-35 dari Lokcheed Martin AS. Sebelum pengiriman, pilot Korea Selatan menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk berlatih mengoperasikan enam pesawat F-35A di sebuah pangkalan udara di Arizona.

Sementara itu, armada Angkatan Udara Korea Utara sebagian besar terdiri dari pesawat terbang era Soviet, termasuk MiG-21 dan Su-25 yang dibangun dengan lisensi. Negara komunis itu juga memiliki MiG-23 dan MiG-29, yang pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1980-an dan berfungsi sebagai pesawat tempur paling modern di negara itu.

Awal tahun ini, harapan untuk kemajuan dalam mencapai perdamaian di Semenanjung Korea itu memudar karena pembicaraan antara pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan Presiden AS Donald Trump di Hanoi runtuh tanpa menghasilkan kesepakatan. Pekan lalu, Pelaksana Tugas Menteri Pertahanan AS Patrick Shanahan menekankan bahwa AS tidak akan mengurangi tingkat latihan militernya dengan Korea Selatan, dan sebaliknya akan membangun kemampuan manuver. 




Credit  sindonews.com


Senin, 08 April 2019

Korea Utara Cairkan Ketegangan dengan Maraton


Korea Utara Cairkan Ketegangan dengan Maraton
Ilustrasi. (Foto: REUTERS/Danish Siddiqui)




Jakarta, CB -- Pemandangan di Pyongyang Minggu pagi (7/4), nampak berbeda dibanding hari-hari lain bahkan akhir pekan sekali pun. Hari itu ratusan turis hadir di ibukota Korea Utara untuk terlibat dalam acara maraton tahunan.

Acara pariwisata berbasis olahraga (sport tourism) ini, merupakan andalan dalam agenda pariwisata Korea Utara. Tak hanya itu saja, acara ini menjadi bagian dalam peringatan ulang tahun Kim Il Sung.

Mengutip AFP, Minggu (7/4), tahun lalu wisatawan mancanegara yang hadir di acara ini berjumlah 450 orang namun jumlah untuk ini melonjak lebih dari dua kali lipat atau sekitar 950 orang.

Peningkatan ini diperkirakan karena meredamnya tensi politik antara Korea Utara dan Korea Selatan, pasca pertemuan dua pemimpin negara tersebut.

Sebelum ketegangan dua negara tersebut meredam, banyak warga dunia berpikir ulang untuk mengunjungi Korea Utara.

Bahkan Amerika Serikat sempat melarang warganya untuk mengujungi Korea Utara, lantaran insiden yang menimpa seorang warga negaranya.

Maraton seakan menjadi pintu gerbang bagi wisatawan dari luar negeri untuk kembali mengunjungi Korea utara. Meskipun Amerika Serikat belum mencabut larangan bagi warganya, namun sebagian besar penduduk dunia seakan tidak menggubrisnya.

Bagi para peserta Maraton, tantangan dan kesempatan untuk menjelajahi Korea Utara jauh lebih menyenangkan ketimbang memperhatikan ketegangan politik. Setidaknya turis dari beberapa negara yang jauh seperti Demnark dan Australia nampak hadir di perhelatan tersebut.

Sebelumnya, Badan Pariwisata Korea Utara mengatakan kalau sepanjang bulan Juli sampai Agustus tahun lalu jumlah turis mancanegara yang datang mencapai 1.800 orang.

Meski suasana di Korea Utara masih terdengar angker, namun negara ini memiliki pemandangan yang indah, terutama gedung yang megah dan kebersihan jalanannya.

Ada juga beragam kegiatan wisata yang menarik, seperti Pyongyang Marathon dan wisata ke pabrik bir.






Credit  cnnindonesia.com




Negara Anggota G7 Desak Korut-AS Lanjutkan Perundingan


Negara Anggota G7 Desak Korut-AS Lanjutkan Perundingan
Menteri Luar Negeri dari negara anggota G7 meminta Korut dan AS melanjutkan perundingan denuklirisasi Korut. Foto/Istimewa

PARIS - Para menteri luar negeri negara anggota kelompok tujuh atau G7 dilaporkan desak Amerika Serikat (AS) dan Korea Utara (Koru) untuk melanjutkan perundingan mengenai denuklirisasi.

Desakan itu dibuat dalam sebuah komunike setelah perundingan dua gari di Dinard, Prancis barat, seperti dikutip dari KBS.co.kr, Minggu (7/4/2019).

Para diplomat top negara-negara industri itu meminta Korut untuk tidak melakukan provokasi dan melanjutkan negosiasi nuklir dengan AS. Mereka juga menyatakan penyesalannya bahwa Korut tidak mengambil langkah-langkah nyata dan dapat diverifikasi untuk membongkar senjata nuklirnya.

Para menteri juga menegaskan komitmen negara mereka terhadap penerapan sanksi PBB terhadap Korut, dan mendesak China dan Rusia untuk menegakkan sanksi secara menyeluruh.

Pertemuan Kim Jong-un dan Donald Trump di Hanoi, Vietnam, pada akhir Februari lalu berakhir dengan tanpa adanya kesepakatan. Bukan hanya itu, pertemuan tersebut juga berakhir lebih cepat dari yang dijadwalkan, setelah Trump 'walk out' di tengah pertemuan.

Trump, dalam sebuah konferensi pers kemudian mengungkap alasan dia 'walk out' dan tidak membuat kesepakatan apapun dengan Jong-un. Alasanya adalah permintaan penghapusan sanksi yang tidak bisa diterima oleh Trump. 



Credit  sindonews.com



Kamis, 04 April 2019

Jelang Bertemu Trump, Jong-un Peringatkan Para Jenderalnya 'Jangan Neko-neko'


Jelang Bertemu Trump, Jong-un Peringatkan Para Jenderalnya Jangan Neko-neko
Pemimpin Korut Kim Jong-un mengeluarkan perintah khusus kepada para jenderalnya jelang bertemu dengan Presiden AS Donald Trump akhir Februari lalu. Foto/Istimewa

WASHINGTON - Pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong-un, dilaporkan mengeluarkan perintah khusus kepada para jenderalnya sebelum bertemu dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada bulan Februari lalu. Jong-un tampaknya sangat ingin mengamankan sebuah kesepakatan dalam pertemuan itu meski pada akhirnya berujung pada kegagalan.

Seorang pejabat senior Korea Selatan (Korsel) dan pejabat pertahanan AS mengatakan Jong-un mengeluarkan perintah agar para jenderalnya tidak melakukan rencana yang tidak direncanakan. Jong-un juga meminta agar pasukan Korut berada dalam posisi pasif, tanpa ada indikasi mereka bergerak di lapangan. Jong-un khawatir setiap gerakan unit militernya yang tidak sengaja akan meningkatkan ketegangan jelang pertemuan.

Tujuan Jong-un adalah untuk memastikan langkah-langkah membangun kepercayaan militer akan tetap ada, terutama di zona demiliterisasi antara Korut dan Korsel, dengan harapan membantunya meyakinkan Trump untuk melonggarkan sanksi terhadap rezim.

Perintah yang sebelumnya tidak diungkapkan oleh pemimpin Korut dan kegagalan untuk meyakinkan Trump menyetujui pencabutan sebagian sanksi tanpa bergerak ke arah denuklirisasi telah menggarisbawahi penilaian oleh AS bahwa Kim berpikir dia bisa meyakinkan Trump untuk setuju.

"Dia meremehkan Presiden," kata pejabat AS seperti dikutip dari CNN, Kamis (4/4/2019).

Menurut pejabat itu pasukan Korut kemudian kembali ke status penempatan reguler mereka. Perintah itu tidak melibatkan lokasi rudal dan nuklir yang selalu di bawah kendali ketat Kim Jong-un.

Perintah yang dikeluarkan oleh Kim Jong-un sebelum KTT secara signifikan akan mengurangi kemampuan unit yang terkena dampak untuk tiba-tiba menembakkan senjata mereka. AS tidak melihat bukti bahwa Korut bermaksud melakukan provokasi dengan menggunakan kekuatan konvensionalnya, menunjukkan bahwa perintah Jong-un mungkin lebih berkaitan dengan kekhawatirannya tentang kesalahan tiba-tiba di lapangan.

Beberapa pejabat senior militer AS terus mengatakan, untuk saat ini, mereka tidak melihat bukti Jong-un sedang merencanakan peluncuran satelit atau rudal, atau uji coba nuklir, yang semuanya akan dipandang oleh AS sebagai provokasi besar. Prioritasnya tampaknya masih mendapatkan bantuan sanksi dari AS dan berusaha menjalin lebih banyak hubungan ekonomi dengan Korea Selatan (Korsel).

Pertemuan Kim Jong-un dan Donald Trump di Hanoi, Vietnam, pada akhir Februari lalu berakhir dengan tanpa adanya kesepakatan. Bukan hanya itu, pertemuan tersebut juga berakhir lebih cepat dari yang dijadwalkan, setelah Trump 'walk out' di tengah pertemuan.

Trump, dalam sebuah konferensi pers kemudian mengungkap alasan dia 'walk out' dan tidak membuat kesepakatan apapun dengan Jong-un. Alasanya adalah permintaan penghapusan sanksi yang tidak bisa diterima oleh Trump.




Credit  sindonews.com


Kirim Pesawat Pengintai, AS Awasi Rudal Korea Utara dari Langit


Pesawat pengintai RC-135S Cobra Ball.[missiledefenseadvocacy.org]
Pesawat pengintai RC-135S Cobra Ball.[missiledefenseadvocacy.org]

CB, Jakarta - Pesawat pengintai AS khusus pendeteksi rudal balistik tiba di Jepang untuk mengawasi rudal Korea Utara.
Pesawat AU AS RC-135S, atau yang dikenal Cobra Ball, tiba di Pangkalan Udara Kadena, Okinawa, akhir pekan kemarin, seperti dikutip dari Sputnik, 3 April 2019.

Akun Twitter pelacak penerbangan Aircraft Spot, mendeteksi pesawat terbang dari Diego Garcia, pangkalan udara AS di kepulauan Samudera Hindia ke Jepang dan diyakini mendarat pada Sabtu pukul 8.30 pm.
Pesawat RC-135S dilengkapi dengan berbagai jenis kamera canggih untuk melacak rudal balistik dan kemungkinan hulu ledak.
Pesawat pengintai tiba di Jepang setelah laporan baru-baru ini dari pejabat intelijen Korea Selatan bahwa Korea Utara ingin menyelesaikan renovasi Stasiun Peluncuran Satelit Sohae.

Media Korea Selatan, Joong Ang Daily melaporkan bahwa Suh Hoon, kepala Badan Intelijen Nasional Korea Selatan, memberikan kesaksian kepada Majelis Nasional baru-baru ini bahwa Korea Utara hampir menyelesaikan pemulihan stasiun peluncuran.
Para ahli nuklir telah mencatat bahwa situs tersebut telah digunakan kembali. Suh Hoon juga menambahkan bahwa truk pengangkut barang terlihat di situs militer Korut dekat Pyongyang.
Stasiun Peluncuran Satelit Sohae.[38north.org]
Semua fasilitas seharusnya dibongkar berminggu-minggu setelah pemimpin Korea Utara Kim Jong Un bertemu dengan Presiden AS Donald Trump dalam KTT bersejarah di Singapura pada Juni tahun lalu.
Setelah pertemuan, Trump mengumumkan bahwa AS akan menghentikan latihan militer udara dengan Korea Selatan.

Menurut sebuah pernyataan dari Gedung Putih, Kim telah setuju untuk menyelesaikan denuklirisasi, dan kedua negara berjanji untuk bekerja sama.
Namun momentum dari KTT pertama mendingin, dan selama pertemuan jilid dua kedua pemimpin di Vietnam, kedua belah pihak gagal mencapai kesepakatan. Korea Utara menuntut semua sanksi dihapus, sementara AS ingin denuklirisasi penuh semua situs yang mampu mengembangkan senjata, dan meminta Korea Utara menyerahkan senjata nuklir dan bahan bakarnya ke Amerika Serikat.




Credit  tempo.co




Kim Jong-un Diundang Kunjungi Rusia


Presiden Korea Utara Kim Jong-un (kanan) bersama istrinya, Ri Sol-ju (kiri).
Presiden Korea Utara Kim Jong-un (kanan) bersama istrinya, Ri Sol-ju (kiri).
Foto: Bussiness Insider

Isu denuklirisasi Semenanjung Korea diyakini akan menjadi topik bahasan.




CB, MOSKOW -- Pemerintah Rusia mengundang pemimpin tertinggi Korea Utara (Korut) Kim Jong-un berkunjung ke Moskow. Hal itu diungkap pejabat Kremlin Yuri Ushakov kepada awak media, Rabu (3/4).

Ushakov mengatakan undangan berkunjung ke Rusia telah dikirim kepada Pemerintah Korut. “Undangan kami telah diserahkan, tanggal akan disepakati,” ujarnya, dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.

Namun, Pemerintah Korut belum merespons undangan tersebut. “Kami sedang menunggu tanggapan mitra Korut kami,” kata Ushakov.

Ushakov tak memberi keterangan terperinci perihal isu apa saja yang hendak didiskusikan Presiden Rusia Vladimir Putin jika bertemu Kim di Moskow. Namun, isu denuklirisasi Semenanjung Korea diyakini termasuk topik utama yang dibahas.


photo

Rusia adalah salah satu negara yang selalu menyerukan agar sanksi ekonomi terhadap Korut dicabut. Moskow menilai, menjatuhkan sanksi agar Pyongyang menanggalkan program rudal serta nuklirnya tak efektif. Diplomasi dan perundingan adalah jalur yang mesti ditempuh.

Bulan lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump melakukan pertemuan kedua dengan Kim Jong-un di Hanoi, Vietnam untuk membahas denuklirisasi. Namun pertemuan tersebut berakhir tanpa kesepakatan.

Hal itu disebabkan kedua belah pihak mempertahankan posisinya tentang penerapan sanksi. Korut, yang telah menutup beberapa situs uji coba rudal dan nuklirnya, meminta AS mencabut sebagian sanksi ekonominya.

Namun, AS tetap berkukuh tak akan mencabut sanksi apa pun, kecuali Korut telah melakukan denuklirisasi menyeluruh dan terverifikasi. Belum ada indikasi kapan Trump dan Kim akan bertemu lagi. Namun, Gedung Putih menyatakan kedua negara masih berharap dapat melakukannya di masa mendatang.




Credit  republika.co.id


Senin, 01 April 2019

Malaysia batalkan dakwaan pembunuhan warga Vietnam dalam kasus Kim


Malaysia batalkan dakwaan pembunuhan warga Vietnam dalam kasus Kim
Warga Vietnam Doan Thi Huong, tersangka dalam kasus pembunuhan Kim Jong Nam yang adalah saudara tiri pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, saat meninggalkan Pengadilan Tinggi Shah Alam di pinggiran Kuala Lumpur, Lumpur, Malaysia, 14/3/2019. (REUTERS/LAI SENG SIN)




Kuala Lumpur (CB) - Jaksa penuntut Malaysia membatalkan dakwaan terhadap wanita Vietnam, yang dituduh membunuh kakak tiri Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, setelah ia mengaku bersalah atas tuduhan baru yang lebih ringan, yaitu mencelakakan dengan cara berbahaya.

Jaksa mengatakan kepada pengadilan bahwa mereka memberikan dakwaan yang lebih ringan setelah menerima perwakilan dari Kedutaan Besar Vietnam dan pengacaranya.

Doan Thi Huong, yang berusia 30 tahun, mengaku bersalah atas dakwaan baru,  yang membawanya mendekam di penjara hingga 10 tahun, denda atau cambuk.

Hudong dituduh mengusapkan racun VX, senjata bahan kimia yang mematikan, ke wajah Kim Jong Nam di bandara Kuala Lumpur pada Februari 2017.

Jika dinyatakan bersalah dalam pembunuhan tersebut, ia akan menghadapi hukuman mati.

Huong didakwa bersama warga Indonesia, Siti Aisyah.

Bulan lalu jaksa secara mengejutkan membatalkan dakwaan pembunuhan atas Siti Aisyah, namun menolak untuk melakukan hal yang sama terhadap Huong, meskipun ada banding dari pemerintah Vietnam. Tidak ada alasan yang diberikan untuk keputusan tersebut.

Tahun lalu, seorang hakim meminta Huong dan Siti Aisyah untuk memasuki tahap pembelaan mereka. Hakim mengatakan ada bukti bahwa kedua wanita tersebut dan empat pria asal Korea Utara merupakan bagian dari "konspirasi yang disusun rapih" untuk menghabisi kakak tiri Kim Jong Un. Keempat pria itu masih buron.

Tim pengacara kedua wanita tersebut mengungkapkan bahwa klien-klien mereka berpikir bahwa mereka sedang dilibatkan dalam acara lelucon dan tidak tahu bahwa mereka sedang meracuni Kim.



Credit  antaranews.com



Secarik Kertas yang 'Menggagalkan' KTT AS-Korut di Hanoi


Secarik Kertas yang 'Menggagalkan' KTT AS-Korut di Hanoi
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan Presiden AS Donald Trump dalam KTT yang berlangsung di Hanoi, Vietnam. (REUTERS/Jonathan Ernst)



 
Jakarta, CB -- Pada hari perundingan mereka di Hanoi yang gagal bulan lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyerahkan selembar kertas kepada pemimpin Korea Utara Kim Jong Un yang berisi seruan untuk pemindahan senjata nuklir dan bahan bakar bom dari Pyongyang ke Amerika Serikat, menurut dokumen dikutip oleh Reuters, seperti yang dikutip pada Sabtu (30/3).

Trump memberi Kim secarik kertas berbahasa Korea dan bahasa Inggris yang menjelaskan posisi AS di Hotel Metropole Hanoi pada 28 Februari, menurut seorang sumber anonim yang mengetahui jalannya pertemuan tersebut.

Itu adalah pertama kalinya Trump secara eksplisit mendefinisikan apa yang ia maksud dengan denuklirisasi ke Kim, kata sumber tersebut.


Makan siang antara kedua pemimpin dibatalkan pada hari yang sama. Meskipun tidak ada pihak yang memberikan penjelasan lengkap mengapa KTT itu gagal, dokumen tersebut dapat membantu menjelaskannya.

Keberadaan dokumen tersebut pertama kali disebutkan oleh penasihat keamanan nasional Gedung Putih John Bolton dalam wawancara televisi yang diberikannya setelah KTT yang berlangsung selama dua hari. Dalam wawancara itu Bolton tidak mengungkapkan maksud utama AS seperti yang terungkap dalam dokumen tersebut.

Dokumen itu tampaknya mewakili denuklirisasi "model Libya" yang telah ditolak Korea Utara berulang kali. Dokumen itu akan dilihat oleh Kim sebagai penghinaan dan provokatif, menurut para analis.

Trump sebelumnya mengatakan "model Libya" hanya akan digunakan jika kesepakatan tidak dapat dicapai.

Gagasan Korea Utara menyerahkan senjatanya pertama kali diusulkan oleh Bolton pada tahun 2004. Dia menghidupkan kembali proposal tahun lalu ketika Trump menugaskannya sebagai penasihat keamanan nasional.

Dokumen itu dimaksudkan untuk memberikan kepada Korea Utara definisi yang jelas dan ringkas tentang apa yang dimaksud AS dengan "finalisasi, sepenuhnya dapat diverifikasi, denuklirisasi," kata sumber tersebut.

Gedung Putih belum memberikan tanggapannya atas temuan dokumen ini. Departemen Luar Negeri menolak berkomentar tentang apa yang akan menjadi dokumen rahasia.

Setelah pertemuan tingkat tinggi itu, seorang pejabat Korea Utara menuduh Bolton dan Sekretaris Negara Mike Pompeo "seperti gangster", mengatakan Pyongyang sedang mempertimbangkan untuk menunda pembicaraan dengan AS dan mungkin mempertimbangkan larangan atas rudal dan uji coba nuklir.

Versi bahasa Inggris dari dokumen tersebut yang dikutip oleh Reuters, menyerukan "pembongkaran sepenuhnya infrastruktur nuklir Korea Utara, program perang kimia dan biologi dan kemampuan penggunaan ganda terkait; dan rudal balistik, peluncur, dan fasilitas terkait. "

Selain seruan untuk mentransfer senjata nuklir dan bahan bakar bom Pyongyang, dokumen itu memiliki empat poin penting lainnya.

Mereka meminta Korea Utara untuk memberikan deklarasi komprehensif tentang program nuklirnya dan akses penuh kepada AS dan inspektur internasional; untuk menghentikan semua kegiatan terkait dan pembangunan fasilitas baru; untuk menghilangkan semua infrastruktur nuklir; dan untuk mengalihkan semua ilmuwan dan teknisi program nuklir ke kegiatan komersial.

KTT di ibu kota Vietnam terhenti tak lama setelah Trump dan Kim gagal mencapai kesepakatan mengenai sejauh mana pengampunan atas sanksi ekonomi bagi Korea Utara sebagai imbalan atas langkah negara tersebut untuk menghentikan program nuklirnya.

KTT pertama antara Trump dan Kim, yang berlangsung di Singapura pada Juni 2018, hampir dibatalkan setelah Korea Utara menolak tuntutan Bolton atas "model Libya" yang terjadi antara AS dan Libya pada 2004.

Tujuh tahun setelah perjanjian denuklirisasi dicapai antara AS dan pemimpin Libya, Muammar Gaddafi, AS mengambil bagian dalam operasi militer yang dipimpin NATO terhadap pemerintahan Gaddafi dan akhirnya ia digulingkan oleh pemberontak lalu tewas terbunuh.


Credit  cnnindonesia.com



Korut Sebut Serangan Kedubes di Spanyol Tindakan Terorisme


Korut Sebut Serangan Kedubes di Spanyol Tindakan Terorisme
Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Korea Utara (Korut) menuturkan, serangan terhadap kantor Kedutaan Besar mereka di Spanyol adalah aksi terorisme. Foto/Istimewa

PYONGYANG - Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Korea Utara (Korut) menuturkan, serangan terhadap kantor Kedutaan Besar mereka di Spanyol adalah aksi terorisme. Serangan itu diketahui terjadi pada Februari lalu.

"Suatu intrusi ilegal ke dalam dan pendudukan misi diplomatik dan tindakan pencurian adalah pelanggaran berat terhadap kedaulatan negara dan merupakan pelanggaran mencolok hukum internasional, dan tindakan semacam ini tidak boleh ditoleransi di dunia," kata pejabat itu, seperti dilansir Reuters pada Minggu (31/3).

Dia kemuudian menyerukan penyelidikan dan mengatakan Korut secara cermat mengawasi desas-desus bahwa Biro Penyelidikan Federal Amerika Serikat (AS) atau FBI dan kelompok anti-Kout berada di balik serangan itu.

Namun, Korut telah berhenti menyalahkan Washington secara langsung atas serangan itu dan meminta pemerintah Spanyol untuk melakukan penyelidikan secara bertanggung jawab. "Kami akan menunggu hasilnya dengan sabar," ucapnya.

Sementara itu, sebelumnya diwartakan hakim Pengadilan Nasional Spanyol, Jose de la Mata, mengeluarkan surat perintah penangkapan internasional untuk dua tersangka pelaku serangan terhadap Kedutaan Besar Korut di Madrid.

Tujuh anggota geng beranggotakan 10 orang yang menyerang kedutaan Korut pada 22 Februari telah diadili. Hakim menuntut mereka dengan penahanan ilegal, perampokan dengan kekerasan dan intimidasi, dan keanggotaan dalam geng kriminal di antara tuntutan kejahatan lainnya.

Hakim Spanyol membenarkan bahwa semua penyerang yang terlibat dalam insiden itu saat ini berada di luar negeri.

Menurut dokumen pengadilan, para penyerang bertindak atas inisiatif mereka sendiri dan menyatakan bahwa mereka adalah anggota gerakan hak asasi manusia untuk pembebasan Korut.




Credit  sindonews.com