Tampilkan postingan dengan label MARITIM. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MARITIM. Tampilkan semua postingan

Minggu, 27 Januari 2019

Indonesia Ukir Sejarah Baru



Peta Indonesia

Indonesia menjadi negara kepulauan (archipelagic state) pertama di dunia yang memiliki bagan pemisahan alur laut atau Traffic Separation Scheme (TSS)



CB, JAKARTA -- Indonesia mengukir sejarah baru dalam kancah maritim internasional. Indonesia menjadi negara kepulauan (archipelagic state) pertama di dunia yang memiliki bagan pemisahan alur laut atau Traffic Separation Scheme (TSS).

Hal itu disampaikan dalam keterangan tertulis dari Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, yang diterima di Jakarta, Sabtu (26/1).

Sejarah baru tersebut ditandai dengan keputusan Sidang Plenary International Maritime Organization (IMO) Sub Committee Navigation Communication and Search and Rescue (NCSR) ke-6 pada Jumat (25/1). Dalam sidang tersebut IMO menyetujui dan mengesahkan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok, yang diajukan oleh Indonesia untuk selanjutnya akan diadopsi dalam Sidang IMO Maritime Safety Committee (MSC) ke-101 pada Juni 2019 mendatang.

Direktur Jenderal Perhubungan Laut, R Agus H Purnomo mengatakan bahwa sebelumnya Indonesia bersama Malaysia dan Singapura telah memiliki TSS di Selat Malaka. Namun TSS di Selat Malaka tersebut berbeda pengaturannya mengingat dimiliki oleh tiga negara. 

Sedangkan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok hanya Indonesia yang memiliki wewenang untuk pengaturannya. Hal itu menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan pertama di dunia yang memiliki TSS melalui pengesahan oleh IMO dan berada di dalam Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I dan ALKI II.

Adapun Indonesia bersama Fiji, Papua Nugini, Bahama, dan Filipina merupakan lima negara berdaulat yang tertuang dalam Konvensi Hukum Laut Internasional, UNCLOS 1982, sebagai negara yang memenuhi syarat sebagai negara kepulauan.

Terkait dengan ALKI, Dirjen Agus mengatakan bahwa ALKI merupakan alur laut di wilayah perairan Indonesia yang bebas dilayari oleh kapal-kapal internasional (freedom to passage), sebagaimana yang tertuang dalam UNCLOS 1982. 

"Sehingga dengan dipercayainya Indonesia oleh IMO untuk mengatur TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok, yang juga merupakan ALKI tersebut, menunjukan peran aktif Indonesia dalam bidang keselamatan dan keamanan pelayaran internasional serta memperkuat jati diri Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia," ujar Dirjen Agus.

Dia juga mengatakan bahwa Indonesia patut berbangga karena tidak serta merta proposal TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok yang diajukan Indonesia langsung disetujui oleh IMO begitu saja. 

Agus lebih lanjut menyebutkan bahwa pengesahan TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok itu juga menjadi bekal dan prestasi Indonesia dalam upaya pencalonan kembali Indonesia sebagai negara anggota Dewan IMO kategori C untuk periode 2019-2020 melalui sidang IMO Assembly pada November 2019.

Dia pun mengingatkan bahwa setelah TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok tersebut disetujui, tugas berat telah menanti untuk diselesaikan Indonesia mengingat IMO terus mengawasi pelaksanaan TSS di kedua selat tersebut.

"Pemerintah Indonesia masih memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan, antara lain melakukan pemenuhan sarana dan prasarana penunjang keselamatan pelayaran di area TSS yang telah ditetapkan, meliputi Vessel Traffic System  (VTS), Stasiun Radio Pantai (SROP), Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP), serta peta elektronik yang terkini dan menjamin operasional dari perangkat-perangkat penunjang keselamatan pelayaran tersebut selama 24 jam tujuh hari," ujar Dirjen Agus.

Pemerintah Indonesia juga wajib mempersiapkan regulasi, baik lokal maupun nasional, terkait dengan operasional maupun urusan teknis dalam rangka menunjang keselamatan pelayaran di TSS yang telah ditetapkan, serta melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan para instansi dan stakeholder terkait dengan penetapan TSS tersebut.

"Perjuangan Indonesia belum selesai. Siapkan dengan baik mengingat tugas berat menanti untuk kedepannya setelah TSS tersebut disetujui IMO karena nantinya akan berlaku secara internasional setelah diadopsi dalam Sidang MSC ke-101 pada Juni 2019, yang artinya mulai diberlakukan pada satu tahun kemudian, yaitu Juni 2020," kata Agus.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Kenavigasian, Basar Antonius mengatakan bahwa Penetapan TSS di selat Sunda dan Selat Lombok oleh IMO memang diperlukan untuk menjamin keselamatan pelayaran di selat yang menjadi Alur Laut Kepulauan Indonesia dan cukup ramai lalu lintasnya tersebut.

"Dari data yang ada disebutkan bahwa sebanyak 53.068 unit kapal dengan berbagai jenis dan ukuran melewati Selat Sunda setiap tahunnya serta sebanyak 36.773 unit kapal dengan berbagai jenis dan ukuran melewati Selat Lombok setiap tahunnya," ujar Basar.

Selat Sunda, lanjut Basar, adalah salah satu selat yang paling penting di Indonesia yang terletak di jalur lalu lintas kapal yang dikategorikan sebagai ALKI I dari selatan ke utara dengan jalur lintas yang memiliki kepadatan tinggi dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera yang sebagian besar dilalui oleh kapal penumpang. 

Selain itu, di Selat Sunda juga terdapat beberapa wilayah yang ditetapkan sebagai daerah konservasi laut dan wisata taman laut yang wajib dilindungi, salah satunya adalah Wilayah Pulau Sangiang yang telah ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut.

"Di Selat Sunda juga terdapat 2 gugusan terumbu karang, yaitu Terumbu Koliot dan Terumbu Gosal yang berbahaya bagi pelayaran," ujar Basar.

Selat Lombok yang terletak di jalur lalu lintas kapal yang dikategorikan sebagai ALKI II juga merupakan jalur lalu lintas internasional yang memiliki kepadatan tinggi dikarenakan oleh keberadaan kawasan wisata di sekitarnya.

Basar menjelaskan, bahwa pemisahan alur lalu lintas yang berlawanan di daerah tersebut, serta penetapan precautionary area pada rute persimpangan memastikan kapal-kapal yang menggunakan alur tersebut bisa mendapatkan informasi yang memadai mengenai lalu lintas di sekitarnya sehingga mengurangi risiko terjadinya tubrukan kapal serta mengurangi risiko kapal kandas yang tidak disengaja dengan menjauhkan kapal dari terumbu karang.

"Dengan adanya TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok menunjukan komitmen Pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa wilayah perairan di Indonesia aman," ujarnya.

Sidang Sub Committe NCSR ke-6  berlangsung pada 16-25 Januari 2019 bertempat di Kantor Pusat IMO di London, Inggris. Sidang tersebut membahas hal-hal yang terkait kenavigasian dan komunikasi pelayaran, termasuk analisis dan persetujuan atas ships routeing measures and ship reporting systems, persyaratan pengangkutan dan standar performa peralatan kenavigasian dan telekomunikasi, sistem long-range identification and tracking (LRIT) dan pengembangan e-navigation, dan juga yang terkait dengan pencarian dan pertolongan serta Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS). 

 

 Credit REPUBLIKA.CO.ID

 
https://m.republika.co.id/amp_version/plxr1r383




Kamis, 29 November 2018

Pakar Hukum Curiga Laut Indonesia Ditanami Perangkat Bawah Air



Pakar Hukum Curiga Laut Indonesia Ditanami Perangkat Bawah Air
Pakar hukum laut internasional Hasjim Djalal curiga jika dasar laut Indonesia ditanami perangkat bawah air oleh negara asing. Foto/Istimewa


JAKARTA - Pakar hukum laut internasional, Hasjim Djalal menuturkan dia curiga bahwa ada pihak asing yang telah menaruh sejumlah perangkat di dasar laut Indonesia. Kecurigaan itu muncul karena semakin banyaknya ikan paus yang tersesat di perairan Indonesia.

Ditemui paska berbicara di acara Focus Group Discussion Delimitasi Batas Maritim di Jakarta, Hasjim menuturkan dia selalu bertanya-tanya mengenai apa yang membuat ikan paus selalu tersesat lewat perairan Indonesia sekarang. Menurutnya, selama berabad-abad, ikan paus melewati Laut Sawu jika ingin ke utara dari selatan. Namun kini mamalia terbesar di dunia itu bisa temui di perairan Painan, bahkan Aceh.

"Saya selalu curiga, tapi tidak punya bukti. Curiga kalau di dasar laut itu sudah banyak di taruh underwater device untuk mengontrol kapal-kapal asing yang lewat. Nah, siapa yang menaruh alat itu, karena Indonesia tidak mengontrol, kadang tidak tahu kalau ada kapal selam asing lewat," ungkapnya pada Rabu (28/11).

Sementara itu, ketika ditanya mengenai kebijakan maritim Indonesia saat ini, Hasjim menilai kebijakan pemerintah sekarang sudah baik, terlebih dengan dimunculkanya konsep Indo Pasifik. Namun, Hasjim menyebut dia ingin melihat adanya visi yang lebih luas dan panjang dalam bidang kemaritiman.

"Saya membayangkan sampai 2045, 100 tahun kita merdeka. Kita masih memiliki waktu 27 tahun lagi. Dalam 27 tahun lagi, visi maritimnya itu luas, harus mampu memanfaatkan samudera yang dikatakan Indo Pasifik itu. Mampu memanfaatkan dasar laut, mampu memeliharnya. Bukan hanya dasar laut kita saja, tapi juga dasar laut Samudera Pasifik dan Hindia itu," ucapnya.

Pria yang juga merupakan diplomat senior Indonesia itu mengatakan, dalam 27 tahun kedepan dia ingin melihat Indonesia juga bisa mendarat di luar angkasa. Dia mengatakan, Indonesia dahulu pernah berfikir seperti itu. 

"Visi saya mungkin lebih dalam, lebih tinggi dan lebih lebar. Bahwa sekarang ada kesadaran pemerintah mengembangkan visi kemaritiman, itu bagus dan kembangkan Indo Pasifik, itu bagus. Tapi, visi kemaritiman Indonesia sekarang ini baru mengenai sumber daya, tidak salah, lalu mengenai lingkungan, itu juga bagus. Tidak ada yang salah, tapi saya ingin lihat kita lebih luas lagi di masa depan," tukasnya. 




Credit  sindonews.com




Kamis, 14 Desember 2017

Rawan Konflik Maritim, Indonesia Mesti Pertegas Kedaulatan


Rawan Konflik Maritim, Indonesia Mesti Pertegas Kedaulatan
Ilustrasi. (Reuters/Stringer)


Jakarta, CB -- Perwakilan tetap Indonesia untuk Organisasi Maritim Internasional (IMO) meminta pemerintah mempertegas kedaulatan demi mengantisipasi potensi konflik antara negara-negara berkuasa di kawasan.

"Yang penting itu bagaimana jalankan kebijakan untuk pertegas kedaulatan dan manfaatkan resources (sumber daya)," kata Rizal Sukma dalam Simposium Internasional peringatan 60 Tahun Deklarasi Djuanda di Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta, Rabu (13/12).

Dia mengatakan letak geografis Nusantara yang yang terapit dua samudra besar, Hindia dan Pasifik, membuat Indonesia mesti menghadapi potensi konflik yang besar. Alasannya, sejumlah negara besar diprediksi bakal berupaya menegaskan kehadirannya di kawasan.


"Hubungan negara besar di kawasan akan semakin kompleks dan semakin ditentukan kompetisi militer. Konsekuensinya, peluang risiko miskalkulasi juga akan meningkat dan bisa berubah dengan mudah menjadi konfrontasi dan konflik di laut antara major power (kekuatan besar)," kata Rizal

Secara spesifik, dia menyebut setidaknya Amerika Serikat, China, Jepang dan India yang mungkin akan bertarung di perairan sekitar perairan Indonesia. Alasan pertarungan itu adalah "faktor sumber daya alam, kedaulatan, martabat bangsa dan pengaruh di kawasan."

Rizal mengatakan negara-negara di kawasan semakin menyadari pentingnya laut dan perairan bagi kepentingan nasional karena semakin sulit mendapatkan daya alam dari darat, terutama di sektor energi. 

Rizal Sukma.
Rizal Sukma meminta Indonesia mempertegas kedaulatan. (CNN Indonesia/Riva Dessthania Suastha)
Duta Besar RI untuk Inggris itu juga mengatakan situasi seperti ini menjadikan negara-negara berkepentingan tidak lagi menganggap laut sebagai pendukung perekonomian, tapi kepentingan strategis dan keamanan.

Hal itu menjadikan sengketa maritim akan semakin sulit diselesaikan, kata Rizal, apalagi saat ini sejumlah perairan di kawasan masih dirundung sengketa, terutama Laut China Selatan dan Laut China Timur.
Untuk mempertahankan kedaulatan perbatasan dalam rangka menghadapi masalah-masalah tersebut, Indonesia diminta melanjutkan pemberian sanksi bagi pelanggar zona perairan dan memperkuat diplomasi.

“Selain memberi sanksi dengan membakar/menenggelamkan kapal asing yang mencuri ikan di perairan kita, pemerintah juga harus melakukan diplomasi untuk menekankan negara-negara tentangga berhenti menerobos wilayah apalagi mencuri sumber daya alam di perairan kita,” kata Rizal.
"
Selama ini, kita seakan sibuk dengan penenggelaman kapal asing tanpa dibarengi dengan diplomasi. Makanya kita kerap diprotes negara asing. Seharusnya kedua hal itu dilakukan bersamaan."



Credit  cnnindonesia.com









Kamis, 27 April 2017

Rusia Merasa Terancam oleh Serangan AS di Suriah



Rusia Merasa Terancam oleh Serangan AS di Suriah 
  Amerika Serikat melancarkan serangan rudal untuk merespons dugaan penggunaan senjata kimia oleh pemerintah Suriah. (Ford Williams/Courtesy U.S. Navy/Handout via REUTERS)


Jakarta, CB -- Kremlin menyebut serangan peluru kendali Amerika Serikat terhadap pangkalan udara Suriah awal bulan ini mengancam pasukan Rusia dan memaksa langkah perlindungan khusus.

Menteri Keamanan Sergei Shoigu dalam konferensi keamanan di Moskow, Rabu waktu setempat (27/4), menegaskan pandangan Rusia bahwa serangan yang dilakukan Washington merespons dugaan penggunaan senjata kimia itu adalah "pelanggaran jelas terhadap hukum internasional."
 
Pemerintah AS saat itu menyatakan telah memberi tahu pasukan Rusia sebelum melakukan serangan. Tidak ada satu pun anggota tentara negara tersebut yang menjadi korban.

Selain menampung jet militer Suriah, citra satelit menunjukkan bahwa pangkalan yang diserang itu juga adalah rumah bagi pasukan khusus dan helikopter Rusia. Keberadaan mereka di sana adalah bagian dari upaya Moskow membantu Damaskus memerangi kelompok teror ISIS.

"Aksi Washington mengancam nyawa pasukan kami yang sedang memerangi terorisme di Suriah," kata Shoigu dikutip Reuters.

"Langkah seperti itu memaksa kami untuk mengambil langkah ekstra untuk memastikan keamanan pasukan Rusia." Dia tidak menyebutkan secara khusus langkah yang dimaksud.

Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan, setelah serangan AS, pertahanan udara Suriah akan diperkuat. Sementara itu, Perdana Menteri Dmitry Medvedev mengeluhkan serangan itu nyaris memicu pertikaian dengan militer Rusia.





Credit  CNN Indonesia





Senin, 20 Februari 2017

Saudi dan Israel Kompak Nyatakan Iran Ancaman Utama


 
Saudi dan Israel Kompak Nyatakan Iran Ancaman Utama
Menteri Pertahanan Israel Avigdor Liberman (kiri) dan Menteri Luar Negeri Saudi Adel al-Jubeir, berpidato di Konferensi Keamanan Munich, Jerman, Minggu (19/2/2017). Foto / REUTERS
 
MUNICH - Arab Saudi dan Israel pada hari Minggu kompak menyatakan Iran sebagai ancaman utama bagi stabilitas regional. Namun, Saudi tidak menjawab ajakan Israel untuk berkoalisi.

Persamaan pandangan antara Saudi dan Israel soal Iran itu muncul dalam Konferensi Keamanan Munich di Jerman. Penilaian tentang Iran disampaikan oleh Menteri Pertahanan Israel Avigdor Liberman dan Menteri Luar Negeri Saudi Adel al-Jubeir.

Jubeir berbicara setelah Liberman dan Menteri Luar Negeri Turki Mevlet Cavusoglu berbicara tegas menolak seruan baru Iran untuk dialog bersama. Mereka, dalam konferensi, menyatakan bahwa Republik Islam Iran sedang mencoba untuk ”upend the order” di Timur Tengah dan menginginkan kehancuran bagi Arab Saudi.

”Iran berbicara tentang ingin membuka lembaran baru, ingin melihat ke depan, bukan ke belakang. Ini bagus, tapi bagaimana dengan sekarang?,” tanya Jubeir.”Kita tidak bisa mengabaikan apa yang mereka lakukan di wilayah tersebut,” lanjut dia mengacu pada sepak terjang Iran di Timur Tengah dan sekitarnya, seperti dikutip Reuters, Senin (20/2/2017).

Jubeir menyebut Teheran sudah merajalela dalam mendukung terorisme dan campur tangan dalam urusan negara lain.”Ketika kita melihat wilayah, kita melihat tantangan yang berasal dari Iran, yang tetap negara sponsor terorisme terbesar di dunia,” ucap Jubeir, yang tak percaya Iran menerapkan prinsip-prinsip bertetangga baik. ”Kami melihat negara sponsor terorisme bertekad untuk ‘upend the order’ di Timur Tengah.”

Komentar Jubeir muncul setelah Menteri Luar Negeri Iran Mohammed Javad Zarif dalam forum yang sama, di mana dia mengajak negara-negara Teluk bersatu hadapi kecemasan.”Kita harus mengatasi masalah umum dan persepsi yang telah melahirkan kecemasan dan tingkat kekerasan di wilayah tersebut,” ujar Zarif.

Sementara itu, Liberman membela Saudi dengan menuduh Iran berniat ingin menghancurkan Saudi dan Israel.

“Kita tidak bisa mengabaikan konstitusi mereka yang menyerukan untuk ekspor revolusi. Bagaimana seseorang dapat menangani sebuah bangsa yang berniat untuk menghancurkan kita?,” ujar Liberman.

”Jika Anda bertanya kepada saya, 'Apa kabar terbesar di Timur Tengah?’ Saya pikir (untuk) pertama kalinya sejak tahun 1948 di dunia Arab moderat, dunia Sunni, memahami bahwa ancaman terbesar bagi mereka bukan Israel, bukan Yahudi dan bukan Zionisme, namun Iran dan proxy Iran,” ucap Liberman, menunjuk ke Hizbullah di Libanon, Jihad Islam di Jalur Gaza dan milisi Houthi di Yaman yang dia sebut sebagai kaki tangan Iran dalam perang proxy.

Liberman lantas mengajak Saudi dan negara-negara Teluk untuk berkoalisi. Namun, ajakan itu tidak dijawab Menlu Jubeir.



Credit  sindonews.com



Saudi Sebut Iran Negara Penyokong Terorisme Terbesar

Saudi Sebut Iran Negara Penyokong Terorisme Terbesar
Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir menyatakan Iran adalah negara pendukung terorisme terbesar di dunia. Foto/Reuters

MUNICH - Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir menyatakan, Iran adalah negara pendukung terorisme terbesar di dunia. Menurutnya, Iran adalah salah satu penyebab tidak stabilnya situasi di kawasan.

Pernyataan Jubeir ini merupakan respon atas undangan dialog yang disampaikan oleh Iran. Dia menegaskan, Saudi tidak akan mau melakukan dialog dengan negara yang memiliki tujuan untuk mengubah tatanan di Timur Tengah.

"Iran tetap menjadi sponsor utama tunggal terorisme di dunia," kata Adel al-Jubeir saat menyampaikan pidato di depan Konferensi Keamanan Munich, seperti dilansir Reuters pada Minggu (19/2).

"Mereka memiliki tujuan untuk membalikan situasi di Timur Tengah. Dan, kecuali Iran mengubah perilakunya itu, akan sangat sulit untuk berurusan dengan negara seperti ini," sambungnya.

Jubeir juga mengatakan, Iran menopang pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad, mendanai separatis Houthi di Yaman dan kelompok-kelompok kekerasan di seluruh wilayah. Dia mengatakan, masyarakat internasional membuat garis merah untuk menghentikan tindakan Iran.



Credit  sindonews.com

















Rabu, 12 Oktober 2016

Industri Perikanan di Pulau Terluar RI Ini akan Dikembangkan Tahun Depan


Industri Perikanan di Pulau Terluar RI Ini akan Dikembangkan Tahun Depan
Foto: Ardan Adhi Chandra

Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mengembangkan industri perikanan di Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 2017. Pengembangan industri perikanan ini dalam rangka meningkatkan produktivitas perikanan dan menarik minat investor untuk menanamkan investasi di industri pengolahan ikan di salah satu pulau terluar Indonesia itu.

Dengan jumlah penduduk mencapai 127.911 jiwa dan 2.449 di antaranya bekerja sebagai nelayan. Produksi perikanan tangkap di Kabupaten Rote Ndao mencapai 17.000 ton per tahun dengan beragam jenis hasil laut.

Kementerian Kelautan dan Perikanan akan mengembangkan kapasitas Pelabuhan Tulandale di Kabupaten Rote Ndao, NTT. Pengembangan pelabuhan tersebut untuk meningkatkan daya tampung hasil tangkapan ikan.

"Rencana pembangunan Tulandale kita siapkan tahun 2017 dan akan dikembangkan karena di sana potensi ikan luar biasa," tutur Dirjen Perikanan Budidaya KKP, Slamet Subiyanto, dalam acara Marine and Fisheries Business and Investment Forum di Gedung Mina Bahari III, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, Selasa (11/10/2016).

Selain itu, pengembangan infrastruktur pendukung seperti fasilitas air bersih dan penyediaan fasilitas listrik dengan pembanguna PLTD dengan kapasitas 125 KVA juga akan dibangun di tahun depan.

"Perbaikan fasilitas air bersih kita lengkapi. Listrik ini tahun depan pemerintah daerah akan bangun PLTD 125 KVA," tutur Slamet.

Pembangunan fasilitas jalan di sekitar pelabuhan perikanan Tulandale juga akan diperbaiki. Untuk kapal yang akan bersandar juga akan dilengkapi dengan fasilitas docking yang juga diikuti oleh peningkatan produksi pabrik es hingga 20 ton per hari.

"Begitu juga fasilitas lain seperti docking di pelabuhan penangkapan ikan, jalan hotmix, dan revitalisasi cold storage 20 ton secara bersama-sama di 2017," kata Slamet.



Credit  detikFinance


Vietnam Bidik Investasi di Industri Pengolahan Ikan RI


Jakarta - Negara tetangga Indonesia, Vietnam, membidik investasi di industri pengolahan ikan di Indonesia. Hal ini seiring dengan percepatan pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) di 15 pulau-pulau kecil dan kawasan perbatasan Indonesia.

Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP, Nilanto Perbowo, mengatakan Vietnam tertarik untuk menanamkan modalnya di industri pengolahan ikan. Minat investasi ini sudah lama dilakukan dan tengah dalam kajian, baik dari Indonesia maupun Vietnam.

"Vietnam tadi ingin mendapatkan akses industri pengolahan ikan di Indonesia. Tentunya didiskusikan lebih lanjut dengan Ibu Menteri (Susi Pudjiastuti)," kata Nilanto di Gedung Mina Bahari III, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, Selasa (11/10/2016).

Dirinya menambahkan bahwa banyak negara lain yang tertarik berinvestasi di industri pengolahan ikan di Indonesia. Ketertarikan investor asing untuk menanamkan modalnya di industri pengolahan ikan karena daya tangkap ikan di laut Indonesia masih terbilang banyak dibandingkan negara-negara lain.

"Indonesia salah satu negara yang menjadi perhatian dunia karena stok ikan masih bagus dibandingkan negara lain," lanjut Nilanto.

Melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7/2016 tentang Daftar Negatif Investasi (DNI), seluruh kementerian dan lembaga (K/L) juga diminta untuk membantu pembangunan industri perikanan nasional. Salah satunya dengan membangun fasilitas penunjang seperti jalan dan listrik

"Sekarang melalui Inpres Nomor 7 tahun 2016, Presiden meminta K/L membantu percepatan pembangunan industri perikanan nasional. Listrik, di Kementerian ESDM, sudah komunikasi dengan kita. Kementerian PUPR mereka berminat mendukung penyediaan air bersih, jalan, dan rumah nelayan," tutur Nilanto.

Dengan adanya percepatan pembangunan fasilitas pendukung diharapkan investor dalam dan luar negeri semakin tertarik menanamkan modalnya di industri perikanan.

Credit  detikFinance


Perusahaan Grup Bakrie Minati Investasi Industri Perikanan di Pulau Terluar RI



Jakarta - Salah satu perusahaan Grup Bakrie, Bakrie Indo Infrastructure, yang bergerak di sektor infrastruktur tengah melirik peluang investasi industri perikanan di Indonesia. Perusahaan tersebut sudah rutin melakukan komunikasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

"Bakrie infrastruktur (Bakrie Indo Infrastructure) juga join dengan kita. Dia sudah ketemu beberapa kali," tutur Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP, Nilanto Perbowo di Gedung Mina Bahari III, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, Selasa (11/10/2016).

Selanjutnya, perusahaan tersebut melakukan berbagai kajian dan studi lebih lanjut mengenai potensi bisnis di 15 pulau terluar yang ditawarkan pemerintah. Pemerintah menawarkan 15 pulau terluar Indonesia untuk dikembangkan industri pengolahan ikannya kepada pihak swasta.

"Mereka lagi pelajari dan dikaitkan dengan lokasi yang sudah ada," kata Nilanto.

Nilanto menambahkan bahwa perusahaan Bakrie yang bergerak di sektor infrastruktur tersebut berminat di industri pengolahan ikan dan juga infrastruktur kawasan industri perikanan seperti jalan, fasilitas air bersih, hingga pembangkit listrik.

"Dua-duanya mereka minat, infrastruktur sama pengolahan," ujar Nilanto.

Credit  detikFinance



Kamis, 22 September 2016

BPPT Kembangkan Sistem Cerdas Pencari Ikan untuk Nelayan

Sikbes Ikan bisa prediksi lokasi dan nilai ekonomis dari ikan.
BPPT Kembangkan Sistem Cerdas Pencari Ikan untuk Nelayan

Perahu nelayan mencari ikan di Laut Natuna, Kepulauan Riau. (REUTERS/Tim Wimborne)
 
CB – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) berhasil mengembangkan perangkat lunak 'Sikbes-Ikan', atau Sistem Penjejak Ikan Nan Cerdas. Sikbes Ikan, merupakan sistem model untuk prediksi lokasi potensi keberadaan ikan (fishing ground).
Selain itu,  Sikbes ikan juga bisa memprediksi perhitungan nilai ekonomis ikan-ikan yang dideteksi.
Muhamad Sadly, selaku ketua tim pengembang Sikbes Ikan dari Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Wilayah (PTPSW) BPPT menyebut, sistem Sikbes Ikan ini menggunakan pendekatan integrasi antara metode sistem pakar, atau Knowledge-Based Expert System (KBES), Penginderaan Jauh (Remote Sensing) dan Sistem Informasi Geografis (GIS).
"Aplikasi Sikbes Ikan ini dapat memberikan manfaat besar bagi para nelayan yang bergerak dalam produksi penagkapan ikan, khususnya dalam meningkatkan efisiensi dan produksi dari suatu proses produksi penangkapan ikan di suatu wilayah perairan," kata Sadly saat mempersentasikan Sikbes Ikan di Gedung BPPT, Jakarta, Kamis 21 September 2016.
Selain untuk pemantauan lokasi keberadaan ikan, termasuk mencakup nusantara, kata Sadly,
Sikbes Ikan juga berdaya guna untuk pengelolaan tata ruang penentuan jalur transportasi laut, pasriwisata, dan penentuan zona illegal fishing.
Kini, BPPT pun bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan mengimplementasikan sistem Sikbes Ikan di beberapa wilayah perairan Indonesia. Sudah sekitar 75 persen, yakni sekitar 19 wilayah, seperti di antara Pulau Natuna, Nipah, dan lainnya.
Bantu Nelayan cari ikan, Inovasi SIKBES Ikan BPPT dapat di akses pada tautan: http://tisda.bppt.go.id/sikbes
"Diharapkan sistem ini dapat menyediakan informasi yang tepat, guna mengenai lokasi potensi keberadaan ikan, mudah diakses, cepat dan akurat," ujar Sadly.




Credit  VIVA.co.id




Selasa, 06 September 2016

Susi Curiga Ada yang Mau Asing Tangkap Ikan Lagi

 Susi Curiga Ada yang Mau Asing Tangkap Ikan Lagi  
Satgas 115 Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang bekerja sama dengan Polda Kepri dan TNI AL meledakkan lima kapal nelayan asing di Perairan Batam, Kepulauan Riau, 5 April 2016. Pihak berwajib meledakkan empat kapal nelayan Malaysia dan satu kapal nelayan Vietnam. ANTARA/M N Kanwa
 
CB, Semarang - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mencurigai ada sejumlah pihak yang menginginkan asing boleh menangkap ikan lagi di perairan Indonesia. Kecurigaan Susi itu terkait dengan adanya dorongan agar Presiden Joko Widodo merevisi Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 yang salah satu isinya menolak pihak asing melakukan usaha penangkapan ikan di perairan Indonesia.

“Ada beberapa pihak yang ingin Presiden mengeluarkan perpres yang membolehkan asing menangkap ikan lagi,” kata Susi di hadapan para nelayan Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Senin, 5 September 2016.

Menurut Susi, banyak pihak menginginkan Presiden merevisi PP Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. “Padahal Presiden membantu masyarakat dan memastikan kedaulatan laut di tangan Indonesia.”

Susi berujar, asing hanya boleh membeli ikan, tidak menangkap seperti yang dilakukan nelayan dalam negeri. Langkah itu juga diimbangi dengan menjadikan laut sebagai satu-satunya yang secara resmi diproteksi dari masuknya pekerja nelayan asing.

Susi menyebutkan saat ini aparat pemerintahan sudah bersinergis menolak asing mengeksploitasi laut Indonesia. Dampaknya terlihat pada naiknya produk domestik bruto (PDB) perikanan nasional sebesar 8,96 persen.

 

Kenaikan itu dinilai luar biasa karena baru pertama kali dalam beberapa kurun waktu. “Sebelumnya kurang, masih di bawah angka 6 persen,” ucap Susi.

Sedangkan dibanding kondisi internasional, menurut Susi, produk ikan nasional lebih baik di tengah hasil tangkap dunia yang turun. Perang illegal fishing yang dilakukan sekarang menimbulkan 10-15 ribu kapal asing menjauh.

Selain itu, Susi menyebutkan hengkangnya kapal asing dari laut Indonesia menimbulkan efek persediaan minyak Pertamina masih tinggi. “Dulu puluhan ribu kapal laut ambil BBM kita.”

Sebelumnya, pelaksana tugas Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Zulficar Mochtar menuturkan, setelah PP Nomor 44 Tahun 2016 secara resmi diberlakukan, usaha perikanan tangkap masuk daftar negatif investasi atau 100 persen tertutup untuk asing. Regulasi baru itu akan mendorong produksi perikanan dan meningkatkan nilai tukar nelayan.

 

Saat ini nilai tukar nelayan melampaui target pemerintah tahun ini. Selain itu, investasi perikanan tangkap nasional bakal tumbuh lebih cepat. "Hingga Mei lalu, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mengeluarkan 3.300 izin kapal untuk usaha perikanan tangkap," ucapnya, Jumat, 10 Juni 2016.







Credit  TEMPO.CO



Senin, 29 Agustus 2016

Singapura akui terpapar virus Zika

 
Singapura akui terpapar virus Zika
Representasi permukaan virus Zika. (Purdue University/Tim Riset Richard Kuhn-Michael Rossmann)
kami perkirakan akan banyak lagi kasus serupa mengingat kebanyakan orang-orang yang terinfeksi virus ini memperlihatkan sedikit atau sama sekali tidak ada gejala
Singapura (CB) - Kementerian kesehatan Singapura memastikan kasus pertama virus Zika yang ditularkan dari dalam negerinya sendiri yang berkaitan dengan mikrosefali atau cacat pada bayi sejak lahir seperti terjadi di Brasil.

Seorang perempuan Malaysia berusia 47 tahun yang bekerja di negara kota itu dipastikan tertular virus itu, namun kondisinya dinyatakan sehat dan telah pulih.

Mengingat perempuan ini tidak pernah bepergian ke wilayah-wilayah terpapar virus Zika, maka kemungkinan dia tertular virus itu di Singapura, kata kementerian kesehatan Singapura.

Tiga kasus lainnya dinyatakan positif virus Zika lewat uji pendahuluan terhadap sampel urin dan kini sedang diperiksa lebih jauh.

Zika terdeteksi di Brasil tahun lalu dan sejak itu menyebar ke benua Amerika. Virus ini membuat wanita hamil terancam risiko cacat sejak lahir pada bayi. Virus ini sudah terpapar pada 1.600 kasus mikrosefali di Brasil.

Singapura menaksir kasus serupa akibat virus yang berasal dari nyamuk yang menciptakan kehebohan di Amerika Latin dan Karibia itu akan lebih banyak lagi.

"Dengan kehadiran Zika di wilayah kami dan volume perjalanan warga Singapura dan juga para turis, adalah tak terelakkan akan ada kasus impor Zika ke Singapura," kata kementerian itu.

"Juga ada risiko penularan lokal lebih lanjut, kami perkirakan akan banyak lagi kasus serupa mengingat kebanyakan orang-orang yang terinfeksi virus ini memperlihatkan sedikit atau sama sekali tidak ada gejala," sambungnya.

Kementerian Singapura mengaku tengah menskirining kontak-kontak terdekat pasien dan menggelar serangkain tes pada makhluk atau kehidupan di sekitar pasien. Klinik-klinik telah diperintahkan bersiap untuk menghadapi semakin banyaknya kasus ini, demikian Reuters.





Credit  ANTARA News

















Jumat, 26 Agustus 2016

Menko Maritim: Wilayah maritim segera diintegrasikan

 
Menko Maritim: Wilayah maritim segera diintegrasikan
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. (ANTARA FOTO/Andika Wahyu)
Kalau bisa, biaya transportasi turun hingga 50 persen dengan adanya direct call ..."
Makassar (CB) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memerintahkan agar wilayah maritim di Indonesia segera diintegrasikan.

"Kalau sudah terintegrasi, saya yakin pertumbuhan ekonomi, utamanya di Sulawesi Selatan bisa double digit. Asalkan, semuanya kompak, antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, Pelindo IV dan stakeholder lainnya," katanya di Makassar, Kamis.

Menurut dia, rencana Pelindo IV yang akan membuka empat koridor ekspor langsung, yaitu dua koridor dari Sulawesi, serta masing-masing satu dari Kalimantan dan Papua dinilai, sudah benar.

Oleh karena, menurut dia, hal itu merupakan salah satu bentuk upaya untuk melakukan efisiensi, mengingat bahwa biaya transportasi di Indonesia adalah yang paling besar, jika dibandingkan dengan negara lain, seperti Jepang.

"Kalau bisa, biaya transportasi turun hingga 50 persen dengan adanya direct call atau sistem ekspor langsung ke luar negeri dari pelabuhan-pelabuhan di Indonesia, termasuk pelabuhan di Makassar," ungkapnya.

Sementara itu, Direktur Utama PT Pelindo IV (Persero) Doso Agung mengatakan, saat ini untuk koridor satu sudah dibuka, yaitu direct call dari Pelabuhan Makassar yang sudah berlangsung sejak 5 Desember 2015.

Pelindo IV di Makassar juga menghimpun kargo dari Papua, Kalimantan, Kendari dan Palu.

"Jika empat koridor ekspor langsung sudah terbuka semuanya, maka nantinya kargo tidak hanya melalui Makassar, tetapi juga bisa melalui pelabuhan lainnya di Kawasan Timur Indonesia," katanya.

Dia mengemukakan, pada akhir Agustus 2016 Pelindo IV akan membuka direct call dari Pelabuhan Bitung, sebagai koridor dua, kemudian September 2016 akan dilanjutkan dari Balikpapan sebagai koridor tiga.

Khusus di Balikpapan, menurut dia, perusahaan milik negara itu memiliki dua pelabuhan, yaitu di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Selain memiliki cabang Pelindo IV juga memiliki anak usaha, yaitu PT Kaltim Kariangau Terminal (KKT) yang akan membantu mewujudkan rencananya.

Tahap akhir pada Desember 2016, Pelindo IV akan membuka jalur direct call dari Papua sebagai koridor empat.

"Nantinya, jalur direct call dari Papua juga akan konektivitas dengan Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara," katanya menambahkan.




Credit  ANTARA News




Kamis, 25 Agustus 2016

Begini Cara KKP Kembangkan Potensi Tangkapan Ikan Natuna

 
Begini Cara KKP Kembangkan Potensi Tangkapan Ikan Natuna Foto: Ardan Adhi Chandra
Jakarta -Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tengah fokus mengembangkan potensi tangkapan ikan di Kepulauan Natuna sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu.

Kepulauan Natuna menjadi sorotan karena banyaknya kapal asing yang menangkap hasil laut Indonesia di wilayah tersebut. Menjadi salah satu wilayah terluar Indonesia, membuat Kepulauan Natuna kerap lepas dari pengawasan pemerintah pusat dan daerah.

Hingga maraknya pencurian ikan oleh kapal asing beberapa bulan lalu membuat pemerintah sadar bahwa potensi ikan dan bahkan migas di wilayah tersebut amat melimpah.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengemban tugas untuk menggarap potensi tangkapan hasil laut di Kepulauan Natuna. Pembangunan infrastruktur berupa cold storage juga sudah dimulai oleh KKP dengan target kapasitas awal 200 ton dan diperkirakan selesai Desember 2016.

Pembangunan rumah tinggal nelayan berupa rumah susun juga tengah direncanakan untuk menampung nelayan yang nantinya akan mengolah tangkapan ikan di Kepulauan Natuna.

KKP juga akan menggandeng BUMN Perikanan Indonesia (Perindo) untuk menyediakan logistik bagi para nelayan di wilayah Natuna mulai dari solar, alat tangkap, hingga kapal. Dengan adanya sinergi dari berbagai pihak ini diharapkan potensi tangkapan ikan di Kepulauan Natuna bisa dimanfaatkan secara maksimal.

Berikut petikan wawancara detikFinance dengan Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Nilanto Perbowo di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, Rabu (24/8/2016).



Potensi ikan di Natuna seberapa besar?
Kalau di Natuna sekarang ini kita dari PDSPKP sedang membangun cold storage kapasitas 200 ton. Sudah mulai dibangun di Selat Lampa di pulau induknya di main landnya.

Biaya investasinya berapa?
Kalau dari kami sekitar Rp 10 miliar sekian untuk cold storagenya. Kapasitas cold storagenya 200 ton. Kemudian nilainya sekitar Rp 10 miliar termasuk untuk integrated cold storage ice machine kapasitas 10 ton. Ruang pendingin mempu menampung 200 ton.

Potensi ikan yang banyak di Natuna apa?
Ikan yang paling besar di sana adalah ikan pelagis kecil, kemudian kakap merah, kemudian nelayan juga sering menangkap cumi dan juga sotong, gurita octopus.

Sudah banyak nelayan yang mencari ikan di Natuna?
Sudah banyak. Seperti sekarang ini lagi angin utara ombak tinggi nelayan hanya bagian kecil yang berani melaut ini karena cuaca buruk aja. Kita kemarin tanggal 19 hari Jumat melihat kelompok nelayan mereka dapat kerapu dari pancing sampai 12-15 kilogram (kg), kakap merah juga 10-15 kg. Kemudian mereka ada pengepulnya yang beli langsung dari nelayan bayar tunai.

Pengepulnya dari mana?
Pengepulnya masyarakat sekitar. Mereka simpan di cold box kemudian beri es bagus terus kemudian kirim ke Pontianak. Pengepulnya di daerah situ juga daerah Tanjung. Ada kelompok nelayan di daerah situ biasanya ada satu atau dua orang membeli tangkapan nelayan. Mereka hidup bareng dengan nelayan.

Nelayan yang melaut ke Natuna asalnya dari mana?
Kemarin pas saya datangi itu nelayan setempat. Kapalnya pakai kapal-kapal kecil. Target kita nanti di Januari 2017 cold storagenya operasional di Selat Lampa.

Saya dengar saat ini teman-teman dari perikanan tangkap akan melakukan uji coba sampai di akhir tahun akan mencoba mengaktifkan beberapa kapal bantuan pemerintah yang ada di sana dikerjakan oleh Perindo nanti. Mereka mau uji coba nanti ada alat tangkap segala macam.

Peminjaman kapal diuji coba ke nelayan setempat?
Iya ke nelayan setempat. Biaya sewa nggak lah, kan nanti mereka akan dibiayai oleh Perindo.

Sistemnya seperti apa?
Kalau itu dari teman teman di Ditjen Perikanan Tangkap persisnya seperti apa. bagi hasilnya apakah jadi karyawan itu di Perikanan Tangkap.

Jadi sebetulnya di Kepulauan Natuna sekarang kegiatan penangkapan ikan sudah dilakukan.

Nelayan dari mana saja?
Nelayan setempat, dari Pulau Tiga, dari masyarakat sekitar lah. Ada pengepul mereka punya box pendingin, esnya bagus es rumahan sepert itu pakai plastik 2 kiloan dihancurkan terus direndam pakai es, bagus.

Setelah bangun cold storage ada rencana bangun apa lagi di Natuna?
Ini tahun 2016, tahun 2017 kita akan mengembangkan cold storage dari 200 ton menjadi 3.000 ton.

Mulai pembangunan cold storage 3.000 ton kapan?
Akan dibangun mulai tahun 2017.

Butuh waktu berapa lama bangun cold storage?
Perkiraan berapa lama normal 6 bulan 7 bulan selesai.

Apa ada infrastruktur lain lagi yang mau dibangun di Kepulauan Natuna?
Di Selat Lampa kita itu ada reklamasi lahan 0,7 hektar sudah diisi dengan infrastruktur pelabuhan. Sarana dan prasaran dasar dari pelabuhan.

Sudah punya dermaga. Kemudian jalan aksesnya sudah bagus semua, kemudian air bersih jgua sudah ada. Perlengkapan sarana prasarana dasar di Selat Lampa itu dibangun oleh Ditjen Perikanan tangkap.

Dari PDSPKP bagaimana kita menyimpan ikan tadi mempersiapkan processing yang akan difasilitasi oleh Perindo nanti.

Ada rencana mau bangun rumah susun untuk nelayan?
Itu kita tunggu nanti perkembangannya. Itu sudah positif nanti dibangun PU. Jadi semacam rusunawa dan itu digunakan untuk mengantisipasi nelayan Pantura Jawa.

Sebenarnya bukan selamanya mereka pindah, mereka hanya sebagai fishing ground kawasan penangkapan ikannya di sana. Mereka bongkar atau cuaca buruk mereka bisa tinggal di sana sambil menunggu keberangkatan berikutnya. Kira-kira seperti hotel.

Selain bangun rusunawa dan cold storage, apa lagi?
Sebenarnya ada kaya semacam rumah singgah, rusunawa, rumah transit bagi nelayan yang menunggu ikannya mereka berangkat lagi bisa menempati tempat itu. terus yang kedua ada sumber air tawar.

Kalau di Selat Lampa ada gambarnya di bagian daratan itu ada kolam besar itu kaya danau itu akan digunakan sebagai pasokan air tawar. Ditjen Perikanan Tangkap mereka sudah mempersiapkan reverse osmosis untuk menurunkan kadar garamnya.

Terus kemudian sarana pentingnya ke depan yang akan disiapkan Perindo adalah kebutuhan logistik dari kapal penangkap ikan. Air bersih, makanan, solar, itu akan disiapkan semua di Selat Lampa.

Total investasi untuk membangun infrastruktur di Natuna?
Kita ada datanya di 2016, nanti saya cari.

Target selesai pembangunan infrastruktur di Natuna?
Akhir Desember selesai cold storage 200 ton. Kalau yang 3.000 akhir 2017 selesai. 2017 harus selesai semua sektor akan masuk di sana nanti.



Credit  detikfinance





Rabu, 03 Agustus 2016

Akan dipasang pendeteksi ancaman di perairan Sulu



Akan dipasang pendeteksi ancaman di perairan Sulu
Jakarta. Pertemuan trilateral antara Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Malaysia, dan Filipina yang berlangsung di Bali pada Selasa (2/8/2016) kemarin, menghasilkan sejumlah kesepakatan.
Pertama, kesepakatan untuk melaksanakan patroli militer bersama di koridor perairan Sulu yang telah ditetapkan. "Kedua, yakni bantuan darurat," ujar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (3/8/2016).
Bantuan darurat tersebut dalam konteks jika dihadapkan pada situasi gangguan keamanan yang menyangkut warga negara Indonesia, Malaysia dan Filipina.
Ketiga, kesepakatan untuk bertukar informasi intelijen. Keempat, akan dibuka komunikasi melalui hotline. Kelima, latihan militer bersama. Terakhir, yakni kesepakatan untuk menerapkan sistem deteksi dini atas munculnya situasi kontijensi atau Automatic Identification System di perairan Sulu.
"Kalau kita lihat kekuatan dua butir dari apa yang kita sepakati di tanggal 14 Juli lalu, ada di poin lima dan enam. Kami harap kesepakatan Menhan tiga negara, enam kerja sama ini segera diimplementasikan dan kerja sama di lapangan segera dilakukan untuk menghindari terjadinya penculikan di masa mendatang," jelas Retno.
Retno mengatakan, enam kesepakatan tersebut merupakan turunan dari kesepakatan yang telah dibahas dalam pertemuan trilateral di Yogyakarta, 5 Mei 2016 lalu. Ia juga yakin kesepakatan trilateral itu telah sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo soal pentingnya menjaga keamanan bersama di perairan Sulu dan sekitarnya.


Credit  Kontan.co.id







Jumat, 01 Juli 2016

Nelayan, Pasukan Garda Depan China di Laut China Selatan

 
Nelayan, Pasukan Garda Depan China di Laut China Selatan  
Indonesia kini hendak menggunakan pola China: tangkap ikan di Laut Natuna, maka terbukti perairan tersebut berada di bawah kuasa dan kendali Indonesia. (REUTERS/Tim Wimborne)
 
Jakarta, CB -- Nelayan-nelayan China berperan penting sebagai perpanjangan tangan pemerintah Negeri Tirai Bambu di Laut China Selatan. Berlayar menyebar cukup jauh dari negaranya, mereka menebar jala di perairan-perairan yang disebut China sebagai zona perikanan tradisionalnya.

Zona perikanan tradisional yang diklaim China itu kerap lebih dekat dengan negara-negara Asia Tenggara ketimbang China sendiri, termasuk zona ekonomi eksklusif Indonesia di Laut Natuna yang amat jauh dari China. Perairan di barat daya Kalimantan tersebut jadi titik panas hubungan kedua negara beberapa bulan belakangan.

Staf Ahli Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Republik Indonesia, Laksda Surya Wiranto, meyakini kehadiran kapal-kapal China di Natuna bukan sekadar soal menangkap ikan. Pun penangkapan ikan tanpa izin di ZEE Indonesia melanggar hukum laut internasional, yakni United Nations Convention on the Law of the Sea Tahun 1982.

“Itu bagian dari upaya state practice untuk menunjukkan kepada dunia positive occupation China terhadap wilayah maritim di Laut China Selatan. Tiongkok berupaya melakukan ekspansi ke wilayah berdaulat Indonesia. Jadi jika dibiarkan, status quo, dan Indonesia diam, China akan mengokupasi (menguasai) perairan Natuna,” kata Surya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (28/6).

Kecurigaan Surya itu persis dengan yang pernah dikemukakan Zhang Hongzhou, pakar di S. Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University, Singapura. Menurutnya, seperti dikutip dari The Washington Post, Selasa (12/4), nelayan-nelayan digunakan pemerintah China untuk misi politik.

“Nelayan-nelayan dan kapal mereka menjadi alat penting otoritas China untuk memperluas kehadiran mereka, serta memperkuat klaim China atas perairan yang dipersengketakan. Nelayan berperan kian penting, berada di garis depan sengketa Laut China Selatan, dan karenanya insiden perikanan bisa memicu ketegangan diplomatik lebih besar di antara China dan negara-negara kawasan itu,” kata Zhang.

Armada nelayan China yang bergentayangan hingga mendekati pantai negara-negara tetangganya, membuat Negeri Tirai Bambu lebih sering terlibat konflik. Insiden di Natuna yang membuat berang Indonesia misalnya, terjadi hanya beberapa mil laut dari garis pantai Natuna, namun berjarak 900 mil laut dari Hainan –wilayah paling selatan China.

 
Nine-dashed line, peta yang dibuat China untuk mengklaim wilayah di Laut China Selatan. Perairan Natuna di Indonesia yang bahkan berjarak 900 mil laut dari China, ikut dimasukkan dalam peta itu, memicu ketegangan antara kedua negara. (CNN Indonesia/Fajrian)
Krisis meletup rutin di Laut China Selatan dan perairan sekitarnya yang dimasukkan China ke dalam peta nine-dashed line buatannya, serta disebut sebagai zona perairan tradisionalnya. Tak tanggung-tanggung, China mengklaim 90 persen wilayah Laut China Selatan sebagai miliknya.

Selain dengan Indonesia, ketegangan juga berkobar antara China dengan Malaysia dan Vietnam. Nelayan-nelayan China yang mengembara jauh kerap dikawal oleh kapal penjaga pantai negaranya. Ini termasuk salah satu hal yang dikeluhkan Indonesia pasca-insiden terakhirnya dengan China di Natuna pada 17 Juni, saat kapal Han Tan Cou ditangkap TNI Angkatan Laut karena menurunkan jaring di ZEE Indonesia.

“Kapal ikan China berbeda dengan negara lain karena di-back up sama coast guard-nya. Kapal Vietnam misal tidak ada yang dikawal, dan kalau diperiksa tidak melawan karena sadar salah (telah mengambil ikan di ZEE Indonesia). Kapal China tidak begitu,” kata Asisten Operasi Panglima Komando Armada Republik Indonesia Kawasan Barat, Kolonel Laut I Gusti Kompiang Aribawa.

Tak pelak, China dituding sedang bersiasat untuk mengukuhkan dominasinya di Laut China Selatan, termasuk dengan berekspansi atau memperluas wilayah maritimnya.

Sebelum insiden ketiga dengan Indonesia pada 17 Juni, China juga punya perkara nyaris serupa dengan Malaysia. Kantor berita Malaysia, Bernama, melaporkan 100 kapal China terdeteksi melanggar wilayah perairan Malaysia di Laut China Selatan pada 25 Maret, di titik yang berjarak kurang dari 100 mil laut dari Serawak di utara Kalimantan, dan 800 mil laut dari Hainan.

Seperti di perairan Natuna, kapal-kapal ikan di perairan Malaysia itu dikawal oleh kapal penjaga pantai China. Soal kapal penjaga pantai China itu, Indonesia melalui Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat Laksamana Muda A Taufiq R, menyatakan curiga kapal penjaga itu merupakan perpanjangan tangan resmi pemerintah China.

Enam hari sebelumnya, 19 Maret, China baru terlibat insiden –yang kedua– dengan Indonesia. Kala itu Kapal Pengawas Hiu 11 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan RI yang hendak menangkap kapal Kway Fey yang diduga mencuri ikan, diintervensi kapal penjaga pantai China dengan menabrak Kway Fey.

Kecurigaan terhadap China memuncak karena awal Maret itu, Vietnam menangkap kapal China yang disebut memasok bahan bakar untuk kapal-kapal nelayan China di perairan Vietnam.

Tangkap ikan, kuasai laut

The Washington Post yang menemui seorang nelayan China di pelabuhan perikanan Tanmen, selatan Hainan, melaporkan betapa sisi ekonomi dan politik dari misi Negeri Tirai Bambu di Laut China Selatan saling berkelindan.

“Itu air kami. Tapi jika kami tidak menangkap ikan di sana, bagaimana kami bisa mengklaim itu wilayah kami?” kata Chen Yuguo, kapten kapal nelayan berusia 50 tahun yang baru kembali dari pelayarannya ke Kepulauan Spratly, salah satu wilayah sengketa di Laut China Selatan.

Hasil tangkapan ikan di Spratly, kata Chen, jauh lebih baik ketimbang di perairan lepas pantai China. Kapal Chen dilengkapi sistem navigasi satelit canggih yang menurutnya disediakan oleh pemerintah China.

Sistem navigasi satelit yang diberikan cuma-cuma untuk sekitar 50 ribu kapal itu membuat nelayan-nelayan China yang mengalami kesulitan di laut, dapat dengan segera mengirim sinyal darurat ke kapal penjaga pantai China. Sinyal itu menunjukkan lokasi persis keberadaan mereka.

Pemerintah China memang murah hati kepada melayan-nelayan mereka. Selain menyediakan sistem navigasi satelit, subsidi bahan bakar minyak diberikan. Pun subsidi untuk membuat kapal pukat baja dengan ukuran lebih besar.

Nelayan-nelayan di Hainan bahkan berkata, kala ketegangan di Laut China Selatan sedang meningkat, pemerintah sering mengirim mereka berlayar ke Spratly dengan pengawasan kapal penjaga pantai China.

“Ketika negara membutuhkan kami, kami akan pergi tanpa berpikir dua kali untuk membela hak-hak kami,” ujar Chen.

Alan Dupont, profesor keamanan internasional di University of New South Wales, Sydney, Australia, menyebut strategi China di Laut China Selatan itu terbagi dalam empat tahap: menangkap (ikan), melindungi (kapal nelayan), menguasai (wilayah), dan mengendalikan (wilayah yang telah dikuasai).

Strategi tersebut belakangan membuat Indonesia, yang sesungguhnya netral dan tak memiliki klaim sengketa di Laut China Selatan, gerah karena ZEE-nya di Natuna ikut diklaim China. Indonesia dan China pun berbalas melayangkan nota protes.

Untuk mencegah upaya ekspansi China lebih dalam ke perairan Natuna, Indonesia segera membangun “benteng.” Pangkalan militer akan dibangun di Natuna sebagai salah satu basis pertahanan terluar negeri itu.

Industri minyak-gas dan perikanan di Natuna pun bakal dibangun besar-besaran. Pemerintah RI bahkan berencana mengirim nelayan-nelayan di pantai utara Jawa ke Natuna untuk memancing di perairan kaya ikan itu.

Guna mematahkan klaim China atas perairan Natuna, Indonesia kini menggunakan pola China: menangkap ikan di Laut Natuna akan jadi bukti bahwa perairan itu berada di bawah kuasa dan kendali Indonesia.


Credit  CNN Indonesia






China sudah lama tidak jelas soal klaim Laut China Selatan


China sudah lama tidak jelas soal klaim Laut China Selatan
Peta konflik klaim wilayah antar-negara di Laut Tiongkok Selatan. (inquirer.net)
Jakarta (CB) - Pakar hukum laut internasional Hasyim Djalal mengingatkan bahwa klaim yang tidak jelas dari Republik Rakyat China terkait dengan persoalan Laut China Selatan sudah lama terjadi.

"Sesungguhnya isu 9 dash line (garis putus-putus di Laut China Selatan yang diklaim China) sudah lama muncul. Yang pertama muncul tahun 1947, tapi tidak jelas maksudnya apa," kata Hasyim Djalal dalam diskusi dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal di Jakarta, Kamis.

Semenjak itu, ujar Hasyim Djalal, sudah banyak peristiwa berkembang dan salah satu insiden yang terbesar adalah konflik antara China dan Vietnam pada tahun 1988, sehingga puluhan serdadu Vietnam menjadi korban.

Dia juga mengingatkan bahwa setelah diberlakukan Konvensi Hukum Laut Internasional tahun 1982, China juga menggunakan prinsip negara-negara kepulauan dengan menggunakan gugus-gugus kepulauan Paracel yang direbut China dari Vietnam pada tahun 1974.

"Tahun 1974 China mengambil Paracel dari Vietnam Selatan, tetapi karena saat itu Vietnam Utara melawan Vietnam Selatan yang didukung Amerika Serikat (AS), tidak kedengaran reaksi yang keras dari Vietnam Utara," paparnya.

Dia mengemukakan, pada tahun 1994 pihak Indonesia sudah mengirimkan nota diplomatik untuk menanyakan apa yang diklaim China di Laut China Selatan, dan di mana saja koordinatnya.

Namun terhadap nota diplomatik tersebut ternyata tidak ada jawaban dari pemerintahan China.

Hasyim mengungkapkan bahwa saat Menlu Ali Alatas pada tahun 1995 ke China, dijawab bahwa Indonesia tidak perlu khawatir karena lautan Natuna telah diakui merupakan milik Republik Indonesia.



Credit  ANTARA News






Rabu, 29 Juni 2016

Tak Hanya China, Negara Lain Juga Curi Ikan di Natuna

 
Tak Hanya China, Negara Lain Juga Curi Ikan di Natuna  
Foto: Angga Aliya ZRF
 
Jakarta -Bukan hanya China saja, nelayan dari negara-negara tetangga Indonesia seperti Vietnam dan Thailand, juga mencuri ikan di perairan Pulau Natuna.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, menyatakan kapal dari negara mana pun yang melakukan pencurian ikan di Indonesia harus dihukum, tak peduli asal negaranya, semua harus diperlakukan sama.

"Paling banyak Vietnam sama Thailand. Semua berani, kami tangkap kapal Vietnam saja banyak. Harus dilihat secara holistik IUU Fishing, bukan persoalan negara mana yang mencuri. Sama saja Thailand, China, atau siapa pun yang berbuat kriminal sama saja, semua tidak benar," kata Susi dalam wawancara khusus dengan detikFinance, di Jakarta, Selasa (28/6/2016).

Tapi pelanggaran kedaulatan yang dilakukan China berbeda dengan negara-negara tetangga Indonesia lain yang juga mencuri ikan. Negara lainnya hanya mengambil ikan, tapi tidak mengklaim wilayah. Sementara China mengklaim laut di sekitar Pulau Natuna sebagai 'wilayah penangkapan tradisional'.

"Vietnam mencuri tapi nggak mengklaim wilayah. Kalau ketangkap ya terima. Apakah traditional fishing zone itu masuk isu kedaulatan?" ucap Susi.

Pemerintah China bahkan menerbitkan izin penangkapan di perairan Natuna untuk para nelayannya. "Keanehannya buat kita, mengapa pemerintah China, dalam hal ini Departemen Perikanan mereka, kok memberikan izin termasuk lokasinya di Natuna menjadi traditional fishing zone mereka?" tanya Susi.

Susi meminta semua negara menghormati kedaulatan Indonesia. Dirinya berharap masalah klaim wilayah ini dapat diselesaikan melalui diplomasi. Kedaulatan Indonesia akan terus ditegakan, semua kapal asing yang masuk ke Natuna harus ditangkap.

"Kalau sudah soal complain diplomatic itu kerjaannya Bu Retno (Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi). Saya yang sifatnya riil saja, yang practical kapalnya saya tahan, saya proses, saya investigasi. Kita kan sudah tahu sekarang kapal asing nggak boleh, jadi kalau ada pasti ilegal," pungkasnya.


Credit  detikfinance






Selasa, 28 Juni 2016

Komando Armada RI: Kapal Nelayan China Selalu Dibentengi

 
Komando Armada RI: Kapal Nelayan China Selalu Dibentengi Kapal Coast Guard Cina membayangi kapal perang TNI AL yang hendak menangkap kapal nelayan China yang terdeteksi menebar jaring di ZEE Indonesia di Natuna. (ANTARA/HO/Dispen) 
 
Jakarta, CB -- Komando Armada RI Kawasan Barat TNI Angkatan Laut menyatakan China selalu membentengi kapal nelayannya yang ditangkap di Indonesia dengan kapal penjaga atau coast guard. Hal tersebut tak dilakukan negara-negara lain.

“Kapal China ini berbeda. Dia di-back up sama coast guard-nya. Kapal lain seperti Vietnam kan enggak ada yang dikawal,” kata Asisten Operasi Panglima Koarmabar, Kolonel Laut I Gusti Kompiang Aribawa, kepada CNNIndonesia.com.

Saat kapal nelayan China, KM Han Tan Cou, ditangkap TNI AL di zona ekonomi eksklusif Indonesia di Natuna karena terdeteksi menebar jaring di laut, dua kapal coast guard China sempat bermanuver untuk menggagalkan penangkapan tersebut.

Dua kapal coast guard itu pada waktu yang berbeda meminta KRI Imam Bonjol –kapal perang TNI AL yang menangkap Han Tan Cou dan mengawalnya ke Pangkalan AL Ranai Natuna– untuk membebaskan kapal nelayan China itu beserta tujuh awaknya yang berkewarganegaraan China.

Salah satu kapal coast guard China bahkan sempat memotong haluan KRI Imam Bonjol yang mengawal Han Tan Cou. Namun desakan kapal coast guard itu untuk melepas Han Tan Cou, tak digubris TNI AL.

Hal berbeda terjadi pada kapal Vietnam yang lebih banyak melakukan pelanggaran di ZEE Indonesia. Kapal-kapal Vietnam tidak mendapat perlakuan khusus dari coast guard negaranya. Vietnam, menurut Kompiang, menyadari kesalahannya. Begitu pula dengan kapal asing lain.

"Kalau Vietnam, kami periksa dia manut, tidak ada perlawanan. Tidak ada yang dikawal sama coast guard. Dia sadar salah," kata Kompiang.

Dari total 16 kapal ikan asing yang ditangkap Koarmabar TNI AL tahun ini, tercatat ada 147 anak buah kapal dimintai keterangan, dan sebagian diproses hukum.

Setelah ada keputusan hukum tetap dari pengadilan, seluruh kapal nantinya akan dimusnahkan. "Agar kapal tidak bisa dimanfaatkan untuk kepentingan orang lain, ditenggelamkan semua," ujar Kompiang.

Tahun lalu, Koarmabar TNI AL telah menangkap 26 kapal asing yang menangkap ikan secara ilegal laut teritorial maupun zona ekonomi eksklusif Indonesia. Pada 2015 itu, kapal berbendera Thailand tercatat paling banyak melakukan pelanggaran hukum, yakni 12 kapal, diikuti kapal Vietnam dan Malaysia.

Secara terpisah, Staf Ahli Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Bidang Kedaulatan Wilayah dan Kemaritiman Laksda Surya Wiranto menyatakan China memang agresif ketimbang negara-negara lain yang sama-sama tertangkap menangkap ikan secara ilegal di ZEE Indonesia.

Menurut Surya, kapal pengawas Kementerian Kelautan dan Perikanan sesungguhnya lebih sering menangkap kapal nelayan asing yang melanggar yurisdiksi Indonesia. Namun kapal-kapal KKP kerap melepas kapal asing itu karena diintimidasi.

“Nah, begitu Angkatan Laut turun, karena bersenjata maka bisa menolak (permintaan untuk melepas kapal tangkapan),” ujar Surya, Senin (27/6).

Ia yakin niat China tak sekadar menangkap ikan di perairan Natuna. “China sengaja menempatkan kapal-kapal nelayannya di sana, dengan dikawal coast guard-nya. Tampak sekali China menjaga kawasan yang diklaim (sebagai zona perikanan tradisionalnya).”

Surya mengingatkan, meski China mengakui Natuna sebagai kedaulatan Republik Indonesia, namun Negeri Tirai Bambu tak pernah menyebut spesifik bahwa “perairan” termasuk dalam yang diakuinya milik Indonesia.

“Kalau dibiarkan, di Natuna bisa menjadi ‘Indonesia punya pulau, China punya air.’ Padahal tidak begitu. 200 mil ditarik dari garis pantai Natuna ialah hak berdaulat Indonesia. China tidak boleh kooptasi wilayah (ZEE Indonesia),” kata Surya.

Pekan lalu usai menggelar rapat kabinet terbatas di kapal perang TNI AL, KRI Imam Bonjol yang melepas tembakan peringatan ke kapal melayan China yang terdeteksi menebar jaring di ZEE Indonesia di Natuna, Presiden Jokowi menginstruksikan kepada TNI dan Badan Keamanan Laut untuk memperketat penjagaan laut.

Jokowi juga memerintahkan percepatan pembangunan Natuna. Pemerintah akan fokus pada industri perikanan dan minyak-gas di wilayah itu. Saat ini di Kepulauan Natuna terdapat 16 blok migas, dengan 5 blok sudah berproduksi, sedangkan 11 blok lainnya pada tahap eksplorasi.

Pemerintah RI juga akan membangun sentra kelautan dan perikanan di Natuna secara terpadu untuk mengelola kekayaan ikan yang melimpah di daerah itu.

Kapal Coast Guard Cina membayangi KRI Imam Bonjol yang menangkap kapal nelayan Han Tan Cou yang terdeteksi menebar jaring di zona ekonomi eksklusif Indonesia di Natuna, Jumat 17 Juni. (ANTARA/HO/Dispen Koarmabar)



Credit  CNN Indonesia







Staf Ahli Luhut: Jika Dibiarkan, China Kuasai Laut Natuna


 
Staf Ahli Luhut: Jika Dibiarkan, China Kuasai Laut Natuna Zona ekonomi eksklusif Indonesia di perairan Natuna yang dimasukkan ke dalam peta nine-dashed line China mencapai enam kali luas Pulau Bali. (ANTARA/Joko Sulistyo)
 
Jakarta, CB -- Laksda Surya Wiranto, Staf Ahli Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan Bidang Kedaulatan Wilayah dan Kemaritiman, menyatakan kehadiran kapal-kapal nelayan China di zona ekonomi eksklusif Indonesia di perairan Natuna, bukan semata persoalan penangkapan ikan secara ilegal (illegal, unreported, and unregulated fishing).

“Itu bagian dari upaya state practice untuk menunjukkan kepada dunia positive occupation China terhadap wilayah maritim di Laut China Selatan. Tiongkok berupaya melakukan ekspansi ke wilayah berdaulat Indonesia. Jadi jika dibiarkan, status quo, dan Indonesia diam, China akan mengokupasi (menguasai) perairan Natuna,” kata Surya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (28/6).

Pengakuan China atas Natuna sebagai wilayah kedaulatan Indonesia selama ini, ujar Surya, tak secara spesifik menyertakan perairan di sekelilingnya. Hal ini mesti diwaspadai pemerintah Republik Indonesia.

“Kalau dibiarkan, di Natuna bisa jadi ‘Indonesia punya pulau, China punya air. Padahal tidak begitu. Sepanjang 200 mil ditarik dari garis pantai Kepulauan Natuna (zona ekonomi eksklusif), ialah hak berdaulat Indonesia. China tak boleh kooptasi wilayah itu,” ujar Surya.

Ia menegaskan, Natuna, baik kepulauan maupun perairannya, merupakan kepentingan vital nasional dan bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak bisa diganggu-gugat oleh siapapun, termasuk China yang mengklaim perairan Natuna sebagai traditional fishing ground berdasarkan faktor historis.

Berdasarkan hukum laut internasional atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) Tahun 1982 pun, ujar Surya, negara lain tidak berhak untuk mengeksplorasi tanpa izin sumber daya Laut Natuna yang berada dalam ZEE Indonesia seperti dilakukan oleh nelayan-nelayan China.

Menurut Surya, zona ekonomi eksklusif Indonesia di perairan Natuna yang dimasukkan China ke dalam peta garis imajinernya, nine-dashed line, mencapai 83.315 kilometer persegi atau enam kali luas Pulau Bali.

Nine-dashed line atau sembilan garis putus-putus merupakan garis demarkasi atau garis batas pemisah yang digunakan China untuk mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan yang menjadi sengketa sejumlah negara di Asia.


Nine-dashed line China memasukkan zona ekonomi eksklusif Indonesia di perairan Natuna ke dalamnya. (Wikipedia/U.S. Central Intelligence Agency)
Niat bermusuhan

China disebut Surya memiliki niat bermusuhan dengan Indonesia di perairan Natuna. Berdasarkan catatannya, pada tahun 2008, delapan kapal ikan China ditangkap di ZEE Indonesia di Natuna. Insiden berikutnya terjadi pada tahun 2010, 2013, hingga mencapai puncaknya pada 2016 ini.

Pada tahun-tahun itu, ujar Surya, Kapal Pengawas Kementerian Kelautan dan Perikanan dan kapal TNI Angkatan Laut yang menangkap kapal China di ZEE Indonesia di Laut China Selatan, selalu mendapat intimidasi.

“Mereka selalu dipaksa melepaskan kapal ikan China yang ditangkap, diintimidasi lewat radio komunikasi, bahkan men-jamming radio komunikasi kapal KKP. Ini merupakan hostile intent atau niat bermusuhan dari kapal coast guard China,” kata Surya.

Belum lagi tindakan bermusuhan dari aparat coast guard China yang membayang-bayangi kapal KKP atau TNI AL, bahkan menabrak kapal ikan China yang telah ditangkap otoritas Indonesia.

“Tindakan-tindakan itu merupakan pelanggaran berat terhadap kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia. Pemerintah RI menolak intimidasi, agresi, dan tindakan kekerasan yang dilakukan pemerintah Republik Rakyat Tiongkok,” tegas Surya.

Kapal coast guard China membayangi KRI Imam Bonjol yang menangkap kapal nelayan China yang terdeteksi menebar jaring di ZEE Indonesia di perairan Natuna, 17 Juni 2016. (ANTARA/HO/Dispen Koarmabar)
Niat “buruk” China di perairan Natuna, ujar Surya, kian terlihat pada insiden 17 Juni kala kapal nelayan China KM Han Tan Cou ditangkap oleh KRI Imam Bonjol setelah tertembak karena mencoba kabur.

“Pejabat tingkat tinggi China yang sebelumnya mengatakan tidak ada overlapping claim dan mengakui Natuna milik Indonesia, tiba-tiba berubah. Menlu China dan juru bicaranya setelah 17 Juni itu mengatakan antara Indonesia dan China ada overlapping claim,” kata Surya.

Soal overlapping claim yang disebut China itu telah dibantah oleh Kementerian Luar Negeri RI. “Tak ada wilayah tumpang-tindih antara Indonesia dan China. Overlapping itu harus berdasarkan basis yang valid. Tidak bisa mengklaim sesuatu tanpa basis,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kemlu, Damos Dumolo Agusman.

Sementara terkait pendapat beberapa pihak yang menyebut penangkapan dan penembakan terhadap kapal nelayan asing tidak dibenarkan dalam hukum laut internasional, Surya membantah.

“Pasal 73 UNCLOS tidak mengatur dengan jelas masalah penghentian, pemeriksaan, dan penahanan kapal, sedangkan Pasal 111 UNCLOS hanya mengatur tentang hot pursuit atau pengejaran seketika dengan locus (posisi) di perairan teritorial dan zona tambahan, sehingga tak terkait masalah (penangkapan kapal ikan di ZEE),” kata dia.

Pasal 73 UNCLOS tentang Penegakan Peraturan Perundang-undangan Negara Pantai, pada ayat 1 berbunyi, “Negara pantai dalam melaksanakan hak berdaulatnya untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan sumber kekayaan hayati di ZEE, dapat menaiki, memeriksa, menangkap kapal, dan melakukan proses peradilan...”

Sementara ayat 2 pasal yang sama menyatakan, “Kapal-kapal yang ditangkap dan awak kapalnya harus segera dibebaskan setelah diberikan uang jaminan yang layak atau bentuk jaminan lainnya.”

Ayat 3 berbunyi, “Hukuman negara pantai yang dijatuhkan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan perikanan di ZEE tidak boleh mencakup pengurungan jika tidak ada perjanjian antara negara-negara terkait, atau bentuk hukuman badan lainnya.”

Berdasarkan aturan UNCLOS tersebut, sebelumnya mantan perwira tinggi Angkatan Laut Laksda (Purn) Soleman B. Ponto berkata, “Jadi kalau kapal asing menjaring ikan di ZEE Indonesia tanpa izin, denda saja. Kalau kabur, kejar seketika sampai dapat (hot pursuit). Tapi jangan ditembak karena ada risiko mati, sedangkan hukuman badan saja tidak boleh. Di laut teritorial, baru bisa menembak.”

Melihat ancaman terkini di Laut Natuna, Surya berkata Indonesia perlu memperkuat aturan kepemilikan wilayah perairan dan yurisdiksi (kekuasaan hukum)-nya di utara Natuna yang berbatasan dengan wilayah sengketa Laut China Selatan.

Cara penguatan hukum itu antara lain dengan menyerahkan peta Negara Kesatuan Republik Indonesia lengkap dengan titik-titik koordinatnya ke United Nations Oceans and Law of the Sea; menambahkan dan melengkapi koordinat titik-titik zonasi perairan Indonesia; serta merevisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia.

Ciri negara maritim, ujar Surya, ialah ketika pemerintahnya melakukan upaya serius untuk mengeluarkan kebijakan dan aturan berbasis maritim.



Credit  CNN Indonesia




Selasa, 21 Juni 2016

Coast Guard China Sempat Memprovokasi Saat TNI AL Tangkap Kapal Pencuri Ikan


Coast Guard China Sempat Memprovokasi Saat TNI AL Tangkap Kapal Pencuri Ikan
KRI Imam Bonjol tangkap kapal ikan China di Natuna (Foto: dok TNI AL)

Jakarta - Satu dari 12 kapal ikan nelayan China ditangkap TNI AL di wilayah perairan Natuna. Wilayah itu merupakan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Kapal asing boleh melintas, asal tak melakukan aktivitas penangkapan ikan.

Kapal ikan yang ditangkap itu bernama Han Tan Cou 19038 bermuatan 7 orang awak. Menurut Pangarmabar Laksamana Muda A Taufiq R, saat disergap KRI Imam Bonjol-383, kapal tersebut terpergok menebar jaring dan mencuri ikan.

Kapal ikan Han Tan Cou itu bersama 7 orang awaknya warga negara China kemudian digiring ke Pangkalan TNI AL Ranai untuk diproses secara hukum. Namun menurut Taufiq, saat kapal ikan itu hendak digiring, kapal Coast Guard China bernomor lambung 3303 menghampiri dan lewat komunikasi radio meminta kapal ikan itu dibebaskan.

KRI Imam Bonjol tangkap kapal ikan China di Natuna (Foto: dok TNI AL)

Pihak Coast Guard China saat itu beralasan, kapal-kapal ikan negaranya mencari ikan di traditional fishing area di kawasan 9-dashed line, jadi bukan di wilayah perairan Indonesia. Namun menurut Taufiq, pihak TNI AL saat itu bergeming dan menegaskan bahwa kapal nelayan China mencuri ikan di perairan Indonesia.

Taufiq menyatakan, setelah upaya pertama itu gagal, datang lagi kapal Coast Guard China lainnya. Kapal Coast Guard 2501 ini agak provokatif dengan memotong haluan KRI Imam Bonjol-383 dan mengurangi kecepatan mendadak pada jarak 200 yards.

Namun lagi-lagi pihak TNI AL tak terprovokasi. Kapal ikan Han Tan Cou 19038 beserta 7 orang awaknya itu tetap dibawa untuk diproses hukum.

"Tengah malam datang lagi (kapal Coast Guard China) yang agak provokatif tapi kita enggak peduli. Setelah kita bilang, ini hak berdaulat kita," ucap Taufiq.


Credit  Detiknews





718 Kapal Eks Asing Bisa 'Pulang Kampung', Ini Syarat dari Susi

 
718 Kapal Eks Asing Bisa Pulang Kampung, Ini Syarat dari Susi  
Foto: Ardan Adhi Chandra
 
Jakarta -Kementerian Kelautan dan Perikanan akan membebaskan 718 kapal eks asing yang selama ini ditahan karena melakukan illegal fishing di wilayah laut Indonesia.

Namun ada syarat dari Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Kapal asing tersebut harus melalui proses deregistrasi atau pendataan ulang kapal-kapal asing dengan membayar tunggakan pajak di Indonesia.

Selanjutnya kapal tersebut baru bisa diperbolehkan untuk kembali ke negaranya.

"Ada 718 kapal eks asing masih di perairan Indonesia dan beberapa sudah deregistrasi. Kenapa kapal ini deregistrasi? Karena kapal-kapal ini adalah kapal-kapal asing yang beberapa tahun teregistrasi di Indonesia seolah-olah menjadi kapal berkewarganegaraan Indonesia," jelas Susi saat jumpa pers di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (21/6/2016).

Dari hasil penelusuran satuan petugas (Satgas) 115 di lapangan, kapal-kapal eks asing tersebut dulunya terlibat dalam penangkapan ikan secara ilegal di laut Indonesia sehingga dilakukan penangkapan dan penegakan hukum.

Jenis kapal eks asing yang disita oleh pemerintah Indonesia terdiri dari berbagai ukuran, mulai dari kapal kayu yang kecil hingga kapal berukuran besar. Jumlah tangkapan ikan yang bisa didapatkan per tahunnya oleh kapal eks asing tersebut juga cukup besar.

"Kapal-kapal eks asing kebanyakan di atas 100 Gross Tonase (GT), banyak juga yang 200 GT sampai 500 GT. Kalau dibayangkan sekali tangkap 100 ton sampai 200 ton, bertahun-tahun menangkap ikan di negeri kita tidak memberikan tangkapannya ke pada industri maupun masyarakat terus membawa langsung ke negeri mereka. Tidak bayar pajak, retiribusi juga, tidak datang juga ke pelabuhan," ujar Susi.

Susi menambahkan bahwa 718 kapal eks asing tersebut seolah-olah dimiliki atas nama Warga Negara Indonesia (WNI). Namun, jumlah WNI yang terdata memiliki seluruh kapal eks asing tersebut hanya 20 orang dan ini dianggap tidak masuk akal sehingga KKP menindaklanjuti temuan tersebut.

"718 kapal eks asing dimiliki tidak lebih dari 20 orang saja. Itu pencurian ikan secara masal oleh korporasi-korporasi. Bukan industri, ikan mereka tidak pernah diolah dan dibekukan dan dijual di dalam negeri kita," tutur Susi.

Langkah yang dilakukan pemerintah, lanjut Susi, merupakan kebijakan yang cukup ramah kepada para pencuri ikan di laut Indonesia. Dengan membayar segala kewajibannya seperti pajak dan retribusi, ratusan kapal eks asing dapat kembali ke negaranya masing-masing.

"Membuat kebijakan nasional tidak semuanya kita sita atau tenggelamkan. Kita berikan kebijakan kebajikan negeri Indonesia dalam bentuk korporasi selama puluhan tahun ambil ikan di Indonesia dengan datang dan membayar kewajiban dengan segala kebijakannya berapa bayar silakan bayar," pungkas Susi.


Credit  detikfinance






Senin, 20 Juni 2016

6 Kapal Perang TNI AL Gelar Tugas Tempur di Laut Natuna


Unsur-unsur KRI Koarmabar melaksanakan lintas laut dan manuver taktis dari dermaga Sabang Mawang menuju Perairan Selat Lampah dan Laut Natuna dalam rangka Latihan Glagaspur Tingkat III/L-3 Terpadu Tahun 2016. FOTO: Dispen Koarmabar for JPNN.com
Unsur-unsur KRI Koarmabar melaksanakan lintas laut dan manuver taktis dari dermaga Sabang Mawang menuju Perairan Selat Lampah dan Laut Natuna dalam rangka Latihan Glagaspur Tingkat III/L-3 Terpadu Tahun 2016. FOTO: Dispen Koarmabar for JPNN.com

JAKARTA - Enam Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar) melaksanakan Latihan Geladi Tugas Tempur (Glagaspur) Tingkat III/L-3 Terpadu Tahun 2016, di Perairan Selat Lampah dan Laut Natuna, Jumat (17/6).
Latihan tersebut dipimpin Komandan Gugus Keamanan Laut Koarmabar (Danguskamlaarmabar) Laksamana Pertama TNI  Muhammad Ali, selaku Komandan Satuan Tugas (Dansatgas) Latihan Glagaspur.
Keenam kapal perang yang terlibat dalam latihan tersebut yakni KRI Sultan Thaha Syaifuddin -376, KRI Sutanto 337, KRI Imam Bonjol-388, KRI Teuku Umar-385, KRI Todak-631 dan KRI Balikpapan-901. Unsur-unsur tersebut merupakan kapal perang di bawah pembinaan Satuan Kapal Eskorta Koarmabar, Satuan Kapal Cepat Koarmabar dan Kapal Satuan Bantu Koarmabar.
Dalam Latihan Gladi Tugas Tempur Tingkat III Terpadu tersebut, unsur-unsur KRI melaksanakan beberapa manuver taktis mulai dari keluar dermaga Sabang Mawang bergerak menuju perairan Selat Lampah dan Laut Natuna yang dilaksanakan pentahapan latihan secara berlanjut.
Menurut Kepala Dispenarmabar, Mayor Laut (KH) Budi Amin, kegiatan manuver lapangan mulai sejak tolak dari pangkalan, unsur-unsur yang terlibat dalam Latihan Glagaspur Tingkat III Terpadu melaksanakan beberapa serial latihan dalam rangka kesiapan tempur, profesionalisme prajurit dan meningkatkan kemampuan Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) serta kerja sama taktis antar unsur KRI.


Credit  JPNN.com