Tampilkan postingan dengan label MAROKO. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MAROKO. Tampilkan semua postingan

Selasa, 19 Februari 2019

Media Israel Sebut Netanyahu Diam-diam Bertemu Menlu Maroko


Media Israel Sebut Netanyahu Diam-diam Bertemu Menlu Maroko
Media Israel, Channel 13 melaporkan bahwa PM Israel, Benjamin Netanyahu telah mengadakan pertemuan rahasia dengan Menteri Luar Negeri Maroko, Nasser Bourita. Foto/Reuters

TEL AVIV - Media Israel, Channel 13 melaporkan bahwa Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu telah mengadakan "pertemuan rahasia" dengan Menteri Luar Negeri Maroko, Nasser Bourita. Pertemuan itu diketahui berlangsung September tahun lalu.

Dalam laporannya, Channel 13 menyebut pertemuan tersebut berlangsung di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York, di mana mereka membahas normalisasi hubungan antara Israel dan Maroko.

"Netanyahu dalam pertemuan itu juga menyebutkan bahwa dia berniat mengunjungi Maroko secara terbuka," bunyi laporan Channel 13, seperti dilansir Anadolu Agency pada Senin (18/2).

Menurut saluran televisi Israel itu, dalam pertemuan itu Netanyahu dan Bourita juga turut membahas masalah Iran.

Kantor Netanyahu, sementara itu, menolak untuk mengkonfirmasi pertemuan itu telah terjadi. "Kami tidak mengomentari kontak dengan negara-negara yang tidak memiliki hubungan formal dengan Israel," katanya.

Pemerintah Maroko juga menolak untuk berkomentar mengenai kabar pertemuan tersebut. Sama halnya dengan seluruh negara Teluk, Israel juga tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Maroko. 



Credit  sindonews.com




Rabu, 12 Desember 2018

Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa Adopsi Pakta Migrasi Global


Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa Adopsi Pakta Migrasi Global
Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa Adopsi Pakta Migrasi Global

MARRAKESH - Mayoritas negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi pakta global tidak mengikat untuk menangani aliran migran dengan lebih baik.

Menteri Luar Negeri (Menlu) Maroko Nasser Bourita mengumumkan keputusan sebagai tuan rumah konferensi PBB di Marrakesh. Tidak ada voting resmi dalam pembuatan keputusan itu. Pada Juli, semua 193 negara anggota PBB, kecuali Amerika Serikat (AS), telah menyelesaikan pakta global untuk keamanan, ketertiban, dan migrasi reguler dalam penanganan migrasi yang lebih baik.

Sejak saat itu teks kesepakatan mendapat kritik dari sebagian besar politisi sayap kanan Eropa yang menilainya dapat meningkatkan imigrasi dari negara-negara Afrika dan Arab.

Sekitar enam negara anggota Uni Eropa (UE), sebagian besar bekas Komunis Eropa Timur telah menjauh dari kesepakatan itu. Belum jelas berapa banyak negara yang hadir di Marrakesh. PBB telah menyebut jumlah negara yang mendaftar hingga Minggu (9/12) sebanyak lebih dari 150 negara.

Pakta itu merupakan kerangka kerja untuk kerjasama dan bertujuan mengurangi migrasi ilegal, membantu integrasi migran, dan mengembalikan mereka ke negara asalnya. Pada Minggu (9/12), Cile menjadi negara terbaru yang keluar dan Perdana Menteri (PM) Belgia Charles Michel menyatakan partai terbesar dalam koalisinya mundur karena menolak kesepakatan itu.

Pada November, pemerintahan sayap kanan Austria yang kini menjadi presiden UE menyatakan mundur dari kesepakatan itu. Menurut mereka, kesepakatan itu akan mengaburkan garis antara migrasi legal dan ilegal. Australia juga menyatakan pada November bahwa pihaknya tidak akan menandatangani ke sepakatan migrasi karena akan mengompromikan kebijakan imigrasi garis keras dan membahayakan keamanan nasional.

Perwakilan Khusus PBB untuk Migrasi Internasional Louise Arbour menyatakan lebih dari 150 pemerintahan telah mendaftar untuk acara di Kota Marrakesh, Maroko, untuk mengadopsi kesepakatan itu pada Senin (10/12).

Arbour menjelaskan, pakta itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, tapi dapat menyediakan panduan sangat berguna bagi semua negara yang menghadapi masalah migrasi. “Banyak tantangan akan menghadang penerapannya, paling tidak cerita beracun dan kurang informasi yang sering kali ada saat menyangkut para migran,” kata Arbour dilansir Reuters. Menteri Dalam Negeri Cile Rodrigo Ubilla menyatakan perwakilan negaranya tidak akan hadir dalam acara itu.

“Kami telah katakan bahwa migrasi bukan hak asasi manusia. Negara-negara memiliki hak menentukan persyaratan masuk bagi warga asing,” ujar dia. Kanselir Jerman Angela Merkel yang terkenal dengan kebijakan pintu terbuka untuk migran akan hadir dalam acara tersebut. 




Credit  sindonews.com




Selasa, 11 Desember 2018

PBB Teken Kesepakatan Internasional Soal Migrasi


PBB Teken Kesepakatan Internasional Soal Migrasi
Negara-negara anggota PBB dilaporkan telah menyetujui sebuah kesepakatan internasional mengenai imigrasi dalam sebuah pertemuan yang berlangsung di Maroko. Foto/Reuters

RABAT - Negara-negara anggota PBB dilaporkan telah menyetujui sebuah kesepakatan internasional mengenai imigrasi. Kesepakatan itu dicapai dalam sebuah pertemuan yang berlangsung di Maroko.

Kesepakatan yang dimaksudkan untuk mendorong kerja sama dalam migrasi, disetujui pada bulan Juli oleh hampir seluruh anggota PBB yang berjumlah 193 negara, di mana Amerika Serikat (AS) menjadi satu-satunya negara yang menolak. Namun, hanya 164 yang negara secara resmi menandatanganinya.

"10 negara, sebagian besar di Eropa Timur telah menarik diri dari kesepatan. Enam lagi, di antaranya Israel dan Bulgaria, sedang berdebat apakah mereka akan keluar juga atau tidak," kata juru PBB, seperti dilansir Reuters pada Senin (10/12).

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres mengatakan, bahwa negara-negara maju membutuhkan migrasi. "Di banyak tempat di mana kesuburan menurun dan harapan hidup meningkat, ekonomi akan stagnan dan orang akan menderita tanpa migrasi," katanya.

Dengan rekor 21,3 juta pengungsi secara global, PBB mulai bekerja pada kesepakatan yang tidak mengikat itu setelah lebih dari 1 juta orang tiba di Eropa pada tahun 2015. Kebanyakan dari mereka adalah yang melarikan diri dari perang saudara di Suriah dan kemiskinan di Afrika.

Sejak Juli, kesepakatan itu, yang membahas isu-isu seperti bagaimana melindungi migran, mengintegrasikan mereka dan mengirim mereka pulang, telah dikritik oleh sebagian besar politisi sayap kanan Eropa yang mengatakan itu dapat meningkatkan imigrasi dari negara-negara Afrika dan Arab. 




Credit  sindonews.com





Senin, 21 Mei 2018

Pindahkan Kedubes ke Yerusalem, Guatemala 'Dihukum' Rabat



Pindahkan Kedubes ke Yerusalem, Guatemala Dihukum Rabat
Kedubes Guatemala di Yerusalem. Foto/REUTERS/Ronen Zvulun



RABAT - Rabat telah menunda rencana untuk kemitraan kota kembar dengan Guatemala City. Hal itu dilakukan sebagai bentuk protes terhadap pemindahan kedubes Guatemala di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.

"Setelah keputusan Guatemala untuk mendirikan kedutaan di Al Quds (Yerusalem), dewan kota Rabat dengan suara bulat memutuskan untuk menunda pemeriksaan proyek kembar dengan Guatemala City dalam solidaritas dengan rakyat Palestina," kata Wakil Walikota Rabat, Lahcen El Amrani, seperti dikutip dari Reuters, Minggu (20/5/2018).

Dewan kota Rabat sebelumnya telah merencanakan untuk memberikan suara pada proyek kota kembar dengan Guatemala City minggu lalu. Guatemala membuka kedutaan besar di Rabat, yang kedua di Afrika, pada bulan November 2017.

Guatemala membuka kedutaan besar di Yerusalem pada hari Rabu, dua hari setelah Amerika Serikat (AS) meresmikan situs barunya di kota itu, sebuah langkah yang membuat marah warga Palestina dan mengundang kecaman internasional.


Israel menganggap Yerusalem sebagai Ibu Kota dan Palestina juga berharap suatu hari untuk memiliki Ibu Kota negara merdeka mereka di sana. Sebagian besar negara memiliki kedutaan besar Israel di Tel Aviv, dengan alasan bahwa status Yerusalem harus ditentukan dalam pembicaraan masa depan.

Pada hari ketika Amerika Serikat membuka kedutaan baru, pasukan Israel membunuh 60 demonstran Palestina di perbatasan di Gaza. Israel mengatakan kekerasan itu pecah karena dihasut oleh Hamas, kelompok Islam yang memerintah di Gaza. Nmaun Hamas menolak disalahkan. 




Credit  sindonews.com





Senin, 07 Mei 2018

Djibouti Dukung Maroko Putuskan Hubungan dengan Iran


Djibouti Dukung Maroko Putuskan Hubungan dengan Iran
Maroko memutuskan hubungannya dengan Iran. Foto/Istimewa


RABAT - Djibouti telah menyatakan dukungan penuh atas keputusan Maroko untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran. Demikian laporan kantor berita resmi Maroko, MAP.

Dukungan itu tertuang dalam surat dari Menteri Luar Negeri Djibouti, Mahmoud Ali Youssouf kepada mitranya dari Maroko.

"Djibouti mendukung tindakan yang diambil oleh Maroko untuk menjamin keamanan dan stabilitasnya dan untuk menghadapi setiap upaya untuk merusak integritas teritorial dan keselamatan warganya," tulis laporan itu mengutip surat tersebut seperti disitir dari Xinhua, Minggu (6/5/2018).

Dukungan tidak hanya datang dari Djibouti. Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan Liga Arab juga menyatakan solidaritas dengan Maroko serta sejumlah negara Arab, termasuk Arab Saudi, UEA, Kuwait, Qatar dan Bahrain.

Pada hari Selasa, Maroko memutuskan untuk memutuskan hubungan dengan Iran atas dukungannya terhadap gerakan separatis Sahara Barat, Front Polisario. Hal itu dikatakan oleh Menteri Luar Negeri Maroko Nasser Bourita. 




Credit  sindonews.com





Rabu, 02 Mei 2018

Maroko putuskan hubungan dengan Iran


Maroko putuskan hubungan dengan Iran
Bendera Maroko. (Pixabay/Mokhtarakel1)



Rabat, Maroko (CB) - Dengan dukungan Teheran bagi kaum separtis di Sahara Barat sebagai alasan, Maroko mengumumkan pemutusan hubungan dengan Iran pada Selasa (1/5), hanya beberapa tahun setelah normalisasi hubungan diplomatik mereka.

Di dalam pernyataan kepada pers, Menteri Luar Negeri Maroko Nasser Bourita mengatakan negaranya akan mengusir duta besar Iran untuk Maroko dan menutup kedutaan besarnya di Teheran sehubungan dengan "dukungan Iran bagi gerakan separatis Sahara Barat, Front Polisario".

Menteri luar negeri Maroko tersebut mengatakan negaranya memiliki "bukti kuat" keterlibatan Iran melalui sekutunya Hisbullah di Lebanon dalam mendukung Front Polisario secara militer dan melalui pelatihan anggotanya guna merusak kestabilan dan keamanan Maroko.

Bourita menyatakan bahwa dia sebelumnya secara resmi telah menyerahkan bukti itu kepada timpalannya dari Iran di Teheran. Bukti itu meliputi dokumentasi pengiriman senjata ke kelompok tersebut.

Persaingan Maroko-Iran bukan hal baru dan sudah terjadi sejak Revolusi Iran pada 1979. Maroko, bersama dengan kebanyakan negara mayoritas muslim Sunni, mengkritik dan mencurigai rencana Iran di kawasan itu.

Dengan berubahnya iklim regional pada awal 1990-an, kedua negara memutuskan untuk memulihkan hubungan diplomatik. Tapi, setelah dua dasawarsa hubungan bilateral yang relatif stabil, ketegangan muncul lagi.

Pada 2009, Maroko memutuskan hubungan dengan Iran, menuduh Teheran mendukung upaya untuk mengubah rakyat Maroko, yang kebanyakan Sunni, menjadi pengikut Syiah serta mempertanyakan kedaulatan sekutunya di Teluk, Bahrain.

Lalu, terjadi perbaikan bertahap dalam hubungan mereka, yang mencapai puncaknya dengan pemulihan penuh hubungan diplomatik pada penghujung 2016.

Pada Desember 2016, Duta Besar Maroko yang baru diangkat untuk Iran Hassan Hami mulanya mengajukan surat kepercayaannya kepada Presiden Iran Hassan Rouhani dua tahun setelah Teheran mempersiapkan seorang duta besar dan membuka kembali kedutaan besarnya di Rabat, Maroko.

Namun, selama puluhan tahun sebelumnya, Maroko telah mengecam tindakan Teheran di Timur Tengah, terutama ke arah sekutunya di Teluk, yang menyuarakan dukungan bagi tindakan terkini Rabat.

"Kami mendukung perhatian Maroko pada isu-isu nasionalnya dan menentang campur tangan Iran dalam urusan dalam negerinya. Posisi kami tetap ...," kata Menteri Negara Urusan Luar Negeri Uni Emirat Arab Anwar Gargash di akun Twitter.

Pada gilirannya, Menteri Luar Negeri Bahrain Khalid Al Khalifa juga menyampaikan dukungan buat Maroko.

Bahrain memuji keputuan tepat Maroko memutuskan hubungan dengan Iran sebagai akibat dari dukungan Teheran bagi musuh dan kerja samanya dengan kelompok Hizbullah, kata Al Khalifa sebagaimana dikutip Xinhua.





Credit  antaranews.com






Senin, 04 Desember 2017

Presiden Zuma katakan Afsel dan Maroko akan pulihkan hubungan diplomatik


Presiden Zuma katakan Afsel dan Maroko akan pulihkan hubungan diplomatik
Presiden Afrika Selatan, Jacob Zuma (ANTARA FOTO/Setpres/Krishadiya)




Johannesburg (CB) - Afrika Selatan dan Maroko akan memulihkan hubungan diplomatik lebih dari satu dekade setelah Maroko menarik duta besarnya dari Pretoria, kata Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma dalam wawancara dengan sebuah surat kabar yang disiarkan pada Ahad.

Maroko memanggil duta besarnya dari Afsel pada tahun 2004 setelah mantan Presiden Afsel Thabo Mbeki mengakui pemisahan sebuah kawasan di Sahara Barat yang Maroko klaim sebagai bagian dari wilayahnya.

"Maroko adalah negara Afrika dan kami perlu memiliki hubungan dengan mereka," kata Zuma kepada City Press dalam wawancara tersebut. "Kami tak pernah punya masalah dengan mereka; merekalah yang pertama kali menarik hubungan diplomatik."

Zuma bertemu Raja Maroko Mohamed pekan lalu di sela konferensi tingkat tinggi Uni Eropa-Uni Afrika.

"Mereka merasa bahkan jika kami berbeda pandangan mengenai isu-isu Sahara Barat, kedua negara hendaknya memiliki hubungan," kata Zuma mengenai posisi para pejabat Maroko di pertemuan itu.

Posisi resmi pemerintah Afsel - seperti ditegaskan kembali oleh Zuma dalam salah satu pidatonya - ialah mendukung "penentuan nasib sendiri dan dekolonisassi bagi Sahara Barat".

Keputusan untuk memulihkan kembali hubungan dengan Maroko sepertinya sesuai masukan dari sejumlah anggota Kongres Nasional Afrika (ANC) yang berkuasa di Afsel. Zuma adalah pemimpin partai itu.

ANC - sebaqgai salah satu gerakan pembebasan tertua di Afrika - telah lama mendukung mereka yang menginginkan kemerdekaan di Sahara Barat dan telah menuding Maroko menduduki kawasan itu, demikian Reuters.




Credit  antaranews.com






Senin, 06 November 2017

Setelah Setengah Abad, Raja Maroko Kembali Kunjungi Indonesia


Setelah Setengah Abad, Raja Maroko Kembali Kunjungi Indonesia
Raja Mohammed VI akan berkunjung ke Indonesia untuk memenuhi undangan Presiden Indonesia Joko Widodo, untuk berbicara dalam acara Bali Democracy Forum X. Foto/Istimewa


RABAT - Pemimpin Maroko, Raja Mohammed VI dipastikan akan melakukan kunjungan ke Indonesia pada bulan depan. Ini akan menjadi kunjungan pertama Raja Maroko ke Indonesia dalam kurun waktu 50 tahun terakhir.

Kepastian akan adanya kunjungan ini didapat saat terjadi pertemuan antara Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia A.M. Fachir dengan Menteri Luar Negeri Maroko, Nasser Bourita di ibukota Maroko, Rabat.

Menurut keterangan pers Kementerian Luar Negeri Indonesia yang diterima Sindonews pada Minggu (5/11), Raja Mohammed VI akan berkunjung ke Indonesia untuk memenuhi undangan Presiden Indonesia Joko Widodo, untuk berbicara dalam acara Bali Democracy Forum (BDF) X, yang akan berlangsung pada awal Desember mendatang.

“Rencana kunjungan tersebut akan menjadi bersejarah karena merupakan kali pertamanya kunjungan Raja Maroko ke Indonesia,” kata Bourita. Dia lalu mengharapkan kedua negara menyiapkan rencana kunjungan tersebut agar dapat menghasilkan deliverables yang konkret.

Sementara itu, Fachir dalam kesempatan itu menuturkan pentingnya bagi negara-negara muslim untuk berbagi pengalaman dalam mengelola demokrasi yg bersifat home-grown dan berdasarkan nilai Islam yang luhur. Karenanya, Fachir mendorong kehadiran Raja Maroko pada BDF X sebagai momentum untuk menggaungkan kesuksesan Raja dalam mengelola aspirasi rakyat dan memajukan demokrasi di Maroko.

"Indonesia mengundang Maroko sebagai salah satu negara yang mampu menunjukkan keharmonisan dalam Islam dan Demokrasi," ungkap mantan Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi itu.

Dalam pertemuan tersebut, keduanya juga turut membahas mengenai perkembangan hubungan bilateral antara kedua negara. Fachir menyampaikan Indonesia dan Maroko memiliki hubungan yang baik, dan hubungan harmonis tersebut perlu diterjemahkan dalam kerja sama dan kesepakatan di berbagai bidang, yang berorientasi kepada kebutuhan rakyat kedua negara.

"Beberapa bidang yang perlu mendapat penekanan antara lain kerja sama keamanan, perdagangan, serta keagamaan," ungkapnya.

Khusus di bidang ekonomi, Fachir dan Bourita sepakat untuk mendorong perundingan Preferential Trade Agreement untuk meningkatkan nilai perdagangan kedua negara. Sejauh ini teridentifikasi salah satu kendala perdagangan disebabkan tarif bea masuk impor yang tinggi. Tercatat total nilai perdagangan tahun 2016 sebesar USD 157 juta, dengan surplus bagi Indonesia sejumlah USD 33 juta. 




Credit  sindonews.com






Rabu, 27 September 2017

Lembaga Islam kutuk dugaan pembakaran masjid di Swedia



Rabat, Maroko (CB) - Organisasi Pendidikan, Sains dan Kebudayaan Islam (ISESCO) pada Selasa (26/9) dengan keras mengecam dugaan serangan pembakaran terhadap satu masjid di Swedia tengah.

ISESCO mendesak Pemerintah Swedia agar menjatuhkan hukuman berat atas para pelaku perbuatan teroris tercela itu, yang dikatakan oleh polisi sebagai serangan pembakaran.

Lembaga Islam tersebut juga menyeru Pemerintah Swedia agar memberi perlindungan yang lebih besar buat masjid dan warganegara Muslim dari kecenderungan Islamofobia, demikian laporan Xinhua.

Ditambahkannya, tuntutan itu adalah sejalan dengan resolusi PBB dan lembaganya yang meminta semua negara dan rakyat bersikap toleran, menolak penghinaan terhadap agama, dan melarang penistaan terhadap kesucian agama.

Polisi Swedia mengatakan mereka menangkap seorang pria yang diduga terlibat dalam pembakaran yang merusak sebagian bangunan masjid di Orebro, 160 kilometer di sebelah barat Ibu Kota Swedia, Stockholm.



Credit  antaranews.com