Tampilkan postingan dengan label NASA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label NASA. Tampilkan semua postingan

Senin, 29 April 2019

Merasa Bosan, Pria Ini Meretas NASA



Chris Roberts dijuluki peretas pesawat mengaku meretas sistem NASA karena dirinya sudah bosan. [Daily Sabah]
Chris Roberts dijuluki peretas pesawat mengaku meretas sistem NASA karena dirinya sudah bosan. [Daily Sabah]

CB, Jakarta - Pria bernama Chris Roberts yang dijuluki peretas pesawat mengaku telah meretas badan ruang angkasa Amerika Serikat, NASA. Peretasan itu semata-mata dia lakukan karena merasa bosan.
Roberts menjelaskan itu kepada Anadolu Agency dalam KTT Digital Age di Istanbul bahwa dia menikmati peretasan itu dan mengekspos celah keamanan siber dalam struktur raksasa seperti NASA.

"Kami telah menemukan bahwa keamanan komunikasi antara satelit dan sistem di tanah tidak dienksripsi dengan baik. Kami dapat mengakses sistem dengan melewati langkah-langah pengendalian akses Stasiun Luar Angkasa Internasional NASA," kata Roberts.
Menurut Roberts, tidak ada sistem yang tidak dapat diretas. Sehingga jaringan transportasi global harus mendekatkan isu keamanan siber secara serius dan harus mengisi celah yang diekspos oleh para peretas yang baik.

FBI pada tahun 2015 menyelidiki Roberts atas dugaan meretas sistem komputer pesawat melalui internet nirkable dalam pesawat.
FBI kemudian mengajukan surat perintah penangkapan Roberts ke pengadilan New York. FBI mengatakan, dari tahun 2011 - 2014, Roberts telah meretas sistem hiburan dalam pesawat sebanyak 15 hingga 20 kali.
Roberts menegaskan, dia meretas sistem komputer yang digunakan maskapai internasional untuk menunjukkan kerentanan utama sistem itu.





Credit  tempo.co




Jumat, 05 April 2019

Dikritik NASA Soal Senjata Anti-Satelit, India Tutup Mulut


Dikritik NASA Soal Senjata Anti-Satelit, India Tutup Mulut
Pemerintah India menolak untuk memberikan komentar apapun atas kritik yang disampaikan oleh NASA, terkait sistem anti-satelit yang dimiliki oleh New Delhi. Foto/Istimewa

NEW DELHI - Pemerintah India menolak untuk memberikan komentar apapun atas kritik yang disampaikan oleh badan antariksa Amerika Serikat (AS), NASA. Kritik NASA terkait dengan sistem anti-satelit yang dimiliki oleh New Delhi.

Juru bicara Kementerian Pertahanan India, Kolonel Aman Anand seperti dilansir Russia Today pada Kamis (4/4), mengatakan tidak akan ada tanggapan resmi dari India terhadap pernyataan kepala NASA, Jim Bridenstine.

Seperti diketahui, awal pekan ini Bridenstine menyebut uji coba rudal anti satelit India baru-baru ini sebagai hal yang mengerikan. "Kegiatan semacam itu tidak sesuai dengan masa depan pesawat antariksa manusia. Itu tidak bisa diterima dan NASA harus sangat jelas tentang apa dampaknya bagi kita," ucapnya.

Bridenstine mencatat bahwa penghancuran satelit India menciptakan lebih dari 400 keping puing dan NASA saat ini melacak 60 di antaranya. Sebagian dari mereka benar-benar melayang ke orbit di atas ISS, berpotensi membahayakan stasiun dan para astronot di dalamnya jika bertabrakan dengan stasiun luar angkasa internasional itu.

Dia mengatakan, risiko ke Stasiun Luar Angkasa Internasional meningkat 44 persen. Namun, meski ancaman meningkat, Bridenstine menyebut astronot dan Stasiun Luar Angkasa Internasional masih aman.

Bridenstine menambahkan, jika ISS mengalami masalah, ia dapat digerakkan sedemikian rupa sehingga menghindari potensi tabrakan. "Pada akhirnya kita harus jelas juga bahwa kegiatan ini tidak berkelanjutan atau kompatibel dengan spaceflight manusia," tukasnya. 



Credit  sindonews.com



Kamis, 14 Maret 2019

NASA: Orang Pertama yang Mendarat di Mars Kemungkinan Wanita


Foto kolase planet Mars terlihat saat terjadinya fenomena gerhana bulan total di langit Indramayu, Jawa Barat, Sabtu, 28 Juli 2018. Gerhana bulan total tahun ini merupakan fenomena langka karena terjadi selama 1 jam 43 menit, atau merupakan gerhana terlama yang terjadi pada abad ini. ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Foto kolase planet Mars terlihat saat terjadinya fenomena gerhana bulan total di langit Indramayu, Jawa Barat, Sabtu, 28 Juli 2018. Gerhana bulan total tahun ini merupakan fenomena langka karena terjadi selama 1 jam 43 menit, atau merupakan gerhana terlama yang terjadi pada abad ini. ANTARA FOTO/Dedhez Anggara

CB, Jakarta - Lembaga penerbangan dan antariksa Amerika Serikat atau NASA menyatakan, bahwa kemungkinan manusia pertama yang mendarat di Planet Mars adalah wanita.
"Benar bahwa orang pertama di Mars kemungkinan adalah seorang wanita," ujar Administrator NASA Jim Bridenstine, seperti dikutip laman khaleejtimes, Rabu, 13 Maret 2019.

Bridenstine menyampaikan hal itu dalam sebuah acara bincang-bincang radio sains dan teknologi bernama 'Science Friday'. Dia tidak menjelaskan nama wanita yang akan menjadi orang pertama mendarat di Planet Merah itu, tapi Bridenstine mengatakan perempuan berada di garis depan dalam rencana NASA yang akan datang.

"Jadi ini adalah hal yang luar biasa. Karena kami juga memiliki wahana antariksa khusus untuk semua wanita pertama yang akan terjadi bulan ini, pada akhir Maret nanti, yang tentu saja bisa disebut sebagai Bulan Wanita Nasional," kata Bridenstine.
NASA juga akan memiliki wahana antariksa perempuan pertama pada akhir bulan, ketika astronot Anne McClain dan Christina Koch akan melayang di angkasa. Perjalanan keluar angkasa akan berlangsung sekitar tujuh jam, menurut badan antariksa AS.
Anne McClain dan Christina Koch adalah dua astronot NASA dalam Ekspedisi 59, yang akan mengoperasikan wahana antariksa saat di luar angkasa pada 29 Maret. Aktivitas itu diperkirakan akan berlangsung selama 7 jam.
Dikutip dari laman HuffPost, Jackie Kagey akan menjadi pengendali penerbangan ruang angkasa utama. Dan dia akan bergabung dengan direktur penerbangan utama Mary Lawrence serta insinyur Kristen Facciol dari Johnson Space Center NASA di Houston, Texas.
Baik McClain dan Koch adalah bagian dari kelas astronot pada 2013, yang setengahnya adalah wanita. Mereka datang dari kumpulan pelamar terbesar kedua yang pernah diterima NASA, lebih dari 6.100 pelamar. Kelas penerbangan terbaru juga diikuti 50 persen wanita.

NASA telah berjalan jauh sejak 1978, ketika enam wanita pertama bergabung dengan korps astronot NASA. Saat ini, 34 persen dari astronot aktif NASA adalah perempuan. "NASA berkomitmen untuk memastikan bahwa kami memiliki bakat yang luas dan beragam, kami menantikan wanita pertama untuk mendarat di Bulan," kata Bridenstine.




Credit  tempo.co



Selasa, 26 Februari 2019

Gunung Es Seukuran 2 Kali New York Dikhawatirkan Lepas dari Antartika


Gunung Es Seukuran 2 Kali New York Dikhawatirkan Lepas dari Antartika
Gunung es raksasa seukuran dua kali Kota New York di Brunt Ice Shelf di Antartika terancam terlepas. Foto/NASA

WASHINGTON - Para ilmuwan NASA sedang mengamati Brunt Ice Shelf di Antartika, tempat mereka mengkhawatirkan gunung es seukuran dua kali Kota New York akan segera terlepas. Para ilmuwan mengatakan masa depan menjadi tidak pasti jika gunung es raksasa itu terlepas.

Para ilmuwan NASA pada hari Minggu memperingatkan gunung es besar raksasa di Brunt Ice Shelf akan segera melahirkan atau pecah. Jika itu terjadi, akan ada peluang penelitian di masa depan.

NASA telah mengamati retakan yang tumbuh di lapisan es gunung tersebut dalam beberapa tahun terakhir.

"Retak di Brunt Ice Shelf Antartika diatur untuk melepaskan gunung es dengan luas sekitar dua kali ukuran NYC (New York City). Pemisahan ini dapat menghasilkan masa depan yang tidak pasti untuk penelitian ilmiah dan keberadaan manusia. Lihat apa yang ditangkap oleh satelit @NASAEarth," bunyi tweet @NASA, yang menampilkan citra satelit baru kondisi gunung es raksasa terancam terlepas.

"Belum jelas bagaimana lapisan es yang tersisa akan merespons setelah jeda, menghadirkan masa depan yang tidak pasti untuk infrastruktur ilmiah dan keberadaan manusia di rak yang pertama kali didirikan pada tahun 1955," tulis para ilmuwan NASA, dikutip Fox News, Senin (25/2/2019).

Ketika satu celah penting, yang muncul pada Oktober 2016, terus berlanjut ke timur, para ilmuwan mengatakan keprihatinan yang lebih cepat adalah keretakan besar yang mengalir melalui Brunt Ice Shelf. NASA mengatakan bahwa meskipun celah itu sebelumnya stabil selama sekitar 35 tahun, celah tersebut baru-baru ini mulai melaju ke utara secepat 4 kilometer (hampir 2,5 mil) per tahun.

Para ilmuwan memperingatkan, ketika retakan itu mengarah ke celah lain, diperkirakan 660 mil persegi es akan pecah dari rak. Mereka mengatakan bahwa kemungkinan besar gunung itu tidak akan masuk "daftar top 20" gunung es terbesar Antartika. "Itu adalah gunung terbesar yang keluar dari Brunt Ice Shelf sejak pengamatan dimulai pada 1915," lanjut NASA.

"Ilmuwan NASA mengamati untuk melihat apakah kerugian itu akan memicu rak untuk berubah lebih lanjut dan mungkin menjadi tidak stabil atau putus," imbuh NASA.






Credit  sindonews.com




Jumat, 01 Februari 2019

Horor, Ada Lubang Seukuran 2/3 Manhattan di Antartika


Horor, Ada Lubang Seukuran 2/3 Manhattan di Antartika
Gletser Pine Island di Antartika. Foto/Sputnik/CC0

WASHINGTON - Para ilmuwan National Aeronautics and Space Administration (NASA) Amerika Serikat (AS) menemukan lubang raksasa miterius di bawah gletser di Antartika. Yang mengerikan, rongga raksasa itu berukuran sekitar dua per tiga kota Manhattan.

Para peneliti mengatakan itu adalah penemuan yang "mengganggu", yang menunjukkan tingkat "ledakan" di mana es mencair di benua paling selatan di planet ini.

"(Ukuran) rongga di bawah gletser memainkan peran penting dalam pencairan," kata Pietro Milillo dari Jet Propulsion Laboratory NASA dalam rilis berita oleh organisasi itu, yang dikutip Jumat (1/2/2019). 

"Ketika lebih banyak panas dan air masuk ke bawah gletser, ia mencair lebih cepat," ujarnya.

Menurut CBS News, penemuan ini penting, karena menggambarkan bahwa es Antartika tidak hanya meleleh di tepian yang menyentuh lautan, tetapi juga dari bawah lapisan es.

Lapisan es Antartika Barat secara umum dianggap salah satu yang paling tidak stabil dan rentan.

Rongga raksasa miterius yang ditemukan para ilmuwan terletak di bagian bawah Gletser Thwaites di Antartika Barat. Gletser itu sendiri ukurannya kira-kira sebesar negara bagian Florida. Menurut para ilmuwan, jika gletser itu mencair sepenuhnya, maka dapat menaikkan permukaan laut sekitar 2 kaki secara global.

"Temuan ini menyoroti perlunya pengamatan terperinci dari sisi bawah gletser Antartika dalam menghitung seberapa cepat permukaan laut global akan meningkat dalam menanggapi perubahan iklim," bunyi laporan Jet Propulsion Laboratory.

Menurut NASA, rongga itu pernah berisi sekitar 14 miliar ton es, yang sebagian besar diduga telah mencair dalam tiga tahun terakhir. Para ilmuwan telah menghitung bahwa gletser yang mencair telah berkontribusi sekitar 4 persen dari total kenaikan permukaan laut global.

Sementara itu, ketika es kutub mencair, AS terpukul dengan suhu rendah yang tidak normal karena pusaran kutub, dengan suhu udara di ChiCago turun di bawah minus 20 derajat Fahrenheit. 




Credit  sindonews.com





Senin, 28 Januari 2019

Batu Asal Bulan yang Ditemukan Kru Apollo 14 Berasal dari Bumi?


Gambar meteorit menabrak bulan saat supermoon. Kredit: Jose M. Madiedo/MIDAS
Gambar meteorit menabrak bulan saat supermoon. Kredit: Jose M. Madiedo/MIDAS

CB, Virginia – Salah satu batu asal Bulan yang ditemukan oleh kru Apollo 14 pada 1971 tampaknya berasal dari Planet Bumi.


Batu ini diduga berusia paling tua dan terbentuk pada era yang sama saat Planet Bumi terbentuk yaitu 4 – 4.1 miliar tahun lalu.
“Batu ini terletak 12.4 mil  (sekitar 20 kilometer) di bawah lapisan kulit bumi tapi uniknya batu ini ditemukan di permukaan bulan,” begitu dilansir Sputnik News pada Ahad, 27 Januari 2019.

Temuan mengenai asal muasal batu Bulan itu diumumkan oleh lembaga analisis Planetary Science Letters. Sebelum pengumumkan ini dilakukan, batu tertua di bumi yang berhasil ditemukan berusia sekitar 2 miliar tahun.


Batu asal Bulan itu ditemukan kru Apollo 14, yang memang ditugasi untuk mengumpulkan contoh bebatuan dari permukaan Bulan saat eksplorasi pada 1971. Sejak itu, para ilmuwan mempelajari batu-batu ini secara metodis dan akhirnya sampai ke batu tertua tadi, yang berada pada akhir daftar.
Pusat Sains Bulan dan Eksplorasi dari NASA mengatakan menemukan sejumlah mineral seperti quartz dan feldspar di batu tertua tadi. Ini merupakn mineral yang umum ditemukan di bumi tapi jarang ditemukan di Bulan.
Menggunakan teknik analisis molekul, ahli bisa mengetahui batu itu terbentuk pada kedalaman berapa kilometer. Ada kemungkinan kecil batu tertua ini memang berasal dari Bulan.


Namun, batu ini berbeda dengan semua sampel batu asal Bulan lainnya karena tingginya kandungan mineral asal Bumi. Jika batu itu berasal dari Bulan, maka batu ini harus terbentuk di inti satelit Bumi itu tapi kemudian muncul di permukaan.

Ada teori yang mengatakan Bulan awalnya merupakan bagian dari Bumi, yang terpisah karena adanya tabrakan asteroid besar pada awal terciptanya planet ini.

Peneliti dari Pusat Sains Bulan dan Eksplorasi dari NASA, David Kring, mengatakan langkah berikutnya setelah penemuan ini adalah mencari tanda mineral yang mirip pada sampel batu Bulan untuk mengetahui Bumi pada saat usianya masih muda.
“Ini temuan luar biasa yang membantu memberikan gambaran lebih baik mengenai Planet Bumi pada awal, dan serangan asteroid yang terjadi dan memodifikasi planet kita pada awal kehidupan,” kata Kring seperti dilansir media Vice terkait batu asal Bulan ini.







Credit  tempo.co







Kamis, 17 Januari 2019

NASA Pernah Minta Izin Meminjam Pesawat Luar Angkasa Cina



Pesawat luar angkasa Cina Chang'e 4. [ NDTV]
Pesawat luar angkasa Cina Chang'e 4. [ NDTV]

CB, Jakarta - Ahli luar angkasa Amerika Serikat, NASA, pernah meminta izin untuk meminjam pesawat luar angkasa Cina, Chang'e 4 dan satelit relai Queqiao untuk menjalankan misi ke bulan.
Menurut Ketua ahli luar angkasa Cina yang memimpin misi ke bulan, Wu Weiren, pakar dari NASA menyampaikan permintaan itu pada konferensi internasional beberapa tahun lalu.

Wu menjelaskan, pakar NASA meminta Cina memperpanjang usia Queqiao dan mengizinkan peralatan lampu suar untuk ditempatkan di Chang'e 4. Hal itu untuk membantu rencana AS untuk melakukan pendaratan secara strategis di bulan.
"Kami bertanya kepada orang Amerika itu mengapa mereka menginginkan satelit relai kami beroperasi lebih lama. Mereka mengatakan, mungkin dengan merasa sedikit malu, bahwa mereka ingin menggunakan satelit relai kami ketika mereka menjalankan misi mereka ke sisi jauh bulan," kata Wu, seperti dikutip dari South China Morning Post, Rabu, 16 Januari 2019.
Menurut media Cina, selain AS, sejumlah negara telah berkolaborasi dengan Cina dalam proyek bulan, yakni Jerman, Swedia, Belanda, dan Arab Saudi.

misi Chang'e 4 Cina ke bulan.[news.cgtn.com]


Satelit relai Queqiao memainkan peran penting dalam sejarah Chang'e 4 yang mendarat dengan baik di sisi jauh bulan pada 3 Januari 2019.
Satelit ini dibutuhkan karena gelombang radio tidak dapat menjangkau sebagian permukaan bulan yan tidak dapat secara langsung diamati dari bumi.
Untuk mengatasi kesulitan komunikasi, para pakar Cina meluncurkan Quqquio untuk membantu memberi sinyal dari Chang'e ke bumi.

Senin lalu, pakar luar angkasa Cina juga bertukar data pendaratan dengan NASA. Namun NASA tidak memberikan pernyataan apapun tentang kolaborasinya dengan Cina.

Kongres AS pada tahun 2011 telah menyetujui rancangan undang-undang yang melarang ekplorasi ruang angkasa yang dilakukan AS bekerja sama dengan Cina.
AS merupakan satu-satunya negara yang telah sukses menjalankan misi ke bulan dengan membawa manusia yang mendarat di permukaan bulan pada Desember 1972.
Menurut media Cina, selain AS, sejumlah negara telah berkolaborasi dengan Cina dalam proyek bulan, yakni Jerman, Swedia, Belanda, dan Arab Saudi.
Wu mengatakan, Cina memutuskan bekerja sama dengan NASA dalam misi luar angkasa karena hal itu dianggap sebagai peluang emas.Cina juga mempertimbangkan proyek bulan ini berkontribusi bagi kemanusiaan.




Credit  tempo.co






Jumat, 04 Januari 2019

Ilmuwan Ungkap Awal Kelahiran Ultima Thule


Ilmuwan Ungkap Awal Kelahiran Ultima Thule
Wahana antariksa New Horizons. (Foto: NASA/JHUAPL. REUTERS/NASA/Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory/Southwest Research Institute/Handout)


Jakarta, CB -- Penyelidik geofisika NASA akhirnya mengungkapkan asal-muasal objek terjauh yang pernah dieksplorasi manusia, Ultima Thule. Menurut ilmuwan, Ultima Thule terbentuk sekitar 4,5 miliar tahun lalu.

Proses pembentukan Ultima Thule diawali dengan awan-awan bertubuh kecil dan yang berputar dan kemudian bersatu. Akhirnya tinggal menyisakan dua tubuh, dua tubuh ini perlahan-lahan berputar semakin dekat sampai kedua tubuh ini menyentuh satu sama lain dan membentuk Ultima Thule.


Ultima Thule memang terlihat terdiri dari dua objek berbentuk lingkaran atau lobus. Objek yang lebih besar dinamakan Ultima, sementara yang kecil disebut Thule.

Gravitasi menjadi faktor yang menggabungkan dua tubuh ini. Ini artinya manusia pertama kali bia melihat planetesimal pertama atau objek yang berubah menjadi planet. Ultima Thule berjarak 6,4 miliar kilometer dari Bumi.

"Ini mesin waktu ke waktu nol," kata Jeff Moore, kepala penyelidik geofisika misi dari NASA Ames seperti dilansir CNN.

Para ilmuwan misi mengatakan data sains pertama yang dikirim kembali dari New Horizons telah menunjukkan bahwa Ultima Thule merupakan dua objek terpisah yang disatukan oleh gravitasi.

Eksploarsi ini menjadi objek pertama di Kuiper Belt yang merupakan wilayah paling primitif yang pernah diamati oleh pesawat antariksa. Ultima Thule sangat tua dan murni sehingga pada dasarnya seperti mundur ke awal tata surya kita.

Kuiper Belt adalah ujung tata surya Bima Sakti, bagian dari piringan asli tempat matahari dan planet terbentuk. Gambar warna baru juga mengungkapkan Ultime Thule berwarna merah pasti merah, seperti bagian atas bulan Charon, Pluto.

Gambar juga mengungkapkan bahwa kedua lobus memiliki penampilan berbintik. Ultima Thule tampaknya tidak memiliki kawah tumbukan bekas tumbukan.  Ilmuwan mengatakan kemungkinan ada bukit dan punggung bukit. Leher yang menghubungkan kedua lobus menjadi salah satu lereng paling curam.

Ilmuwan meyakini akan lebih banyak yang akan terungkap seiringan dengan data-data yang akan masuk. Data pertama ini adalah hasil dari New Horizons yang mendekati Ultima Thule saat matahari berada belakang pesawat ruang angkasa. Sehingga, hasil pengamatan kurang pencahayaan untuk melihat keberadaan kawah.




Credit  cnnindonesia.com







Kamis, 03 Januari 2019

Fakta Ultima Thule, Objek Terjauh yang Dicapai NASA


Fakta Ultima Thule, Objek Terjauh yang Dicapai NASA
Ilustrasi. (David McNew/Getty Images/AFP)


Jakarta, CB -- Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) memberikan kado tahun baru 2019 untuk penduduk Bumi dengan mencapai Ultima Thule, titik terjauh eksplorasi manusia di luar angkasa pada 1 Januari lalu.

Kendati demikian, nama Ultima Thule masih belum familiar di kalangan masyarakat. Berikut fakta mengenai Ultima Thule:

Obyek Primitif


CNN menulis bahwa Ultima Thule merupakan objek yang paling tua dan murni sehingga mempelajarinya seperti mengetahui permulaan sistem tata surya.

Kendati demikian, belum ada angka usia objek ini. Untuk mendapatkan detail itulah, NASA meluncurkan pesawat New Horizons menuju planet ini.



Nama dari Pulau Mitos


Objek ini sebelumnya dikenal dengan nama 2014 MU69. Nama Ultima Thule dipilih melalui kampanye nama panggilan yang diselenggarakan oleh tim New Horizons. Thule adalah pulau mitos di peta abad pertengahan. Dia dianggap sebagai titik paling utara di Bumi.

Ultima Thule pada dasarnya berarti "di luar Thule," yang menunjukkan sesuatu yang berada di luar apa yang diketahui. Nama ini cocok mengingat perjalanan perintis New Horizons yang pertama mencapai Thule.

'Kulit Kacang' di Kuiper Belt

New Horizons terbang tiga kali lebih dekat ke Ultima daripada yang dilakukannya untuk Pluto. Pesawat itu mampu berdekatan dalam jarak 2.200 mil sehingga mampu memberikan tampilan permukaan Thule yang lebih baik.

Ultima Thule berada di Kuiper Belt yang jaraknya sekitar 4 miliar mil dari Bumi, berada di dekat Pluto. Bentuknya disebut para astronom mirip kulit kacang.

Daerah Kuiper Belt penuh dengan material es. Sabuk ini berada 2 miliar kilometer dari planet terjauh, Neptunus, dan berjarak 1,5 miliar kilometer dari planet kerdil, Pluto. New Horizon telah mencapai Pluto pada 2015.




Credit  cnnindonesia.com





Penampakan Ultima Thule dari Pesawat NASA Mirip Pin Bowling


Penampakan Ultima Thule dari Pesawat NASA Mirip Pin Bowling
Penampakan New Horizons. (NASA/JHUAPL. REUTERS/NASA/Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory/Southwest Research Institute/Handout)


Jakarta, CB -- Objek terjauh yang pernah dikunjungi oleh pesawat ruang angkasa milik NASANew Horizons menyerupai pin bowling.  Dilansir dari Space.com, pada 1 Januari dini hari, New Horizons milik NASA telah melaju melewati Ultima Thule yang terletak 6,4 miliar kilometer dari Bumi.

Namun, untuk gambar yang lebih jelas, NASA masih menunggu pengiriman dari flyby. Sementara itu, untuk gambar diambil probe kemarin menunjukkan objek berbentuk memanjang dengan dua lobus berbeda.

Diperkirakan, dua lobus berbeda tersebut merupakan sistem dari dua badan yang mengorbit dengan jarak dekat.


Peneliti Utama New Horizons Alan Stern dari Southwest Research Institute di Boulder, Colorado mengungkapkan jika dua lobus tersebut memang objek terpisah, maka ini akan menjadi situasi baru.

"Jika itu adalah dua objek yang terpisah, ini akan menjadi situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam hal seberapa dekat mereka mengorbit satu sama lain," ujar Stern dikutip dari Space.com, Rabu (2/1).

Namun, Stern menyakini kemungkinan besar dua lobus tersebut merupakan objek tunggal atau bilobate.

"Saya bertaruh dua lobus tersebut merupakan satu kesatuan. Jika sudah diketahui hasilnya, akan kembali saya umumkan," tambahnya.

Ilmuwan proyek New Horizons Hal Weaver, dari Laboratorium Fisika Terapan Johns Hopkins pun mengungkapkan hal yang sama yakni bilobate adalah hal yang umum di tata surya.

Weaver menunjukkan komet 67P / Churyumov-Gerasimenko yang dieksplorasi oleh misi Rosetta Eropa, sebagai contoh.

Tim misi sudah memiliki firasat bentuk Ultima. Gambar yang baru dirilis telah membantu para ilmuwan memecahkan sebuah misteri New Horizons yang belum melihat variasi kecerahan substansial dari Ultima dari waktu ke waktu.

Dari perspektif New Horizons, Ultima berputar seperti baling-baling, dengan poros rotasi diarahkan ke probe, kata anggota tim misi.

Stern menjelaskan New Horizons akan terus menyinari pencitraan dan pengukuran flyby Ultima Thule untuk waktu yang lama, yakni semua data tidak akan ada sampai 20 bulan dari sekarang.






Credit  cnnindonesia.com







Pesawat NASA Berhasil Lewati Wilayah Tata Surya Terjauh


Pesawat NASA Berhasil Lewati Wilayah Tata Surya Terjauh
Ilustrasi (REUTERS/R. Hurt/Caltech/IPAC/Handout via Reuters)


Jakarta, CB -- Pesawat tanpa awak NASA telah berhasil mengirim sinyal balik ke Bumi, Selasa (1/1). Berhasil diterimanya sinyal dari pesawat ini menandakan pesawat ini telah berhasil melewati penerbangan beresiko tinggi melewati objek planet terjauh yang pernah dipelajari, jelas agensi luar angkasa Amerika Serikat, NASA.

"Kami memiliki pesawat yang sehat," jelas Alice Bowman, manajer operasional misi pesawat luar angkasa New Horizon yang telah melewati Ultima Thule selepas tahun baru pukul 05:33 GMT atau 12:33 WIB, Selasa (1/1).

Ultima Thule adalah wilayah sabuk Kuiper yang penuh dengan material es. Sabuk ini berada 2 miliar kilometer dari planet terjauh, Neptunus, dan berjarak 1,5 miliar kilometer dari planet kerdil, Pluto. New Horizon telah mencapai Pluto pada 2015. 


"Kami baru saja menyelesaikan penerbangan yang paling jauh," terangnya lagi seperti dikutip AFP.

Sinyal yang dikirimkan pesawat tanpa awak itu membutuhkan waktu 6 jam dan 8 menit untuk mencapai Bumi. Pesawat tersebut kini berada 6,4 miliar kilometer dari Bumi.

Foto-foto dan data akan mulai dikirimkan pada Kamis mendatang kepada para ilmuwan. Data-data ini diharapkan bisa membantu para ilmuwan memahami asal usul tata surya.

Foto-foto ini akan diterima oleh antena raksasa milik NASA di Madrid, Spanyol. Diperkirakan akan ada ratusan ribu anggota sabuk Kuiper seperti Ultima. Kondisi es beku itu diperkirakan menjadi petunjuk bagaimana tata surya terbentuk 4,6 miliar tahun yang lalu.

Tugas New Horizon untuk mengambill gambar di planet terluar ini diharapkan bisa dilakukan hingga September 2020.

Gambar resolusi tinggi pertama baru akan dikirim pada Februari mendatang.

"Gambar-gambar (dengan resolusi lebih rendah) yang turun minggu ini bagi kami cukup untuk mengungkap geologi dasar dan struktur UIltima. Kami akan mulai menulis makalah ilmiah pertama kami minggu depan," jelas Kepala Investigator Alan Stern, seperti dikutip BBC.




Credit  cnnindonesia.com






Selasa, 01 Januari 2019

NASA Terbang ke Tata Surya Purba di Tahun Baru

Ilustrasi. (REUTERS/James Lawler Duggan)

Jakarta, CB -- Pesawat ruang angkasa NASA akan membuat penerbangan bersejarah pada tahun baru nanti. Pesawat ini akan meluncur ke objek planet terjauh yang pernah dipelajari yakni tata surya purba bernama Ultima Thule. 

Pesawat ruang angkasa tak berawak, New Horizons siap melakukan penerbangan pada 1 Januari menuju Ultima Thule. 

"Ini benar-benar objek paling primitif yang pernah ditemui oleh pesawat ruang angkasa," kata Hal Weaver, ilmuwan proyek di Laboratorium Fisika Terapan Johns Hopkins.

Namun, hingga saat ini para ilmuwan tidak yakin tentang ukuran pastinya. Tetapi mereka percaya objek tersebut sekitar 100 kali lebih kecil dari Pluto yang berdiameter hampir 1.500 mil (2.414 kilometer).

Ultima Thule juga berada di area pembekuan ruang. Sehingga diperkirakan menunjukkan bahwa itu mungkin tetap terjaga dengan baik.

"Ultima Thule adalah peninggalan dari pembentukan tata surya," kata Weaver.

Ultima Thule terletak di Kuiper Belt atau Sabuk Kuiper, sebuah cakram kosmik luas yang tersisa dari zaman ketika planet-planet pertama kali terbentuk. Astronom terkadang menyebutnya 'loteng' tata surya.

Para ilmuwan bahkan tidak tahu Sabuk Kuiper ada sampai tahun 1990-an. Sabuk Kuiper dimulai sekitar tiga miliar mil (4,8 miliar kilometer) di luar Matahari, melewati orbit Neptunus yang merupakan planet terjauh dari Matahari.

"Lokasi ini penuh dengan miliaran komet, jutaan objek seperti Ultima yang disebut planetesimal, blok bangunan dari mana planet-planet terbentuk, dan segelintir - beberapa planet kerdil ukuran benua, seperti Pluto," kata Alan Stern, peneliti utama di New Horizons.

"Penting bagi kita dalam sains planet karena wilayah tata surya ini, yang berada sangat jauh dari Matahari, menjaga kondisi aslinya dari empat setengah miliar tahun yang lalu," tambah Stern.

"Jadi, ketika kita terbang dengan Ultima, kita akan bisa melihat bagaimana semuanya kembali pada awalnya."

Pesawat ruang angkasa New Horizons melaju kencang di luar angkasa dengan kecepatan 32.000 mil (51.500 kilometer) per jam, melaju hampir satu juta mil per hari. Dengan kecepatan seperti itu, jika ia menyerang sepotong puing sekecil butiran beras, pesawat ruang angkasa dapat dihancurkan secara instan.

"Kami tidak ingin itu terjadi," kata Stern.

Jika New Horizon selamat dari flyby ini, ia akan mengambil ratusan gambar Ultima Thule, dengan harapan mengungkapkan bentuk dan geologi untuk pertama kalinya. New Horizons mengirim kembali gambar Pluto yang menakjubkan, termasuk bentuk hati yang belum pernah terlihat sebelumnya di permukaannya pada 2015.

Ultima Thule pertama kali ditemukan oleh Hubble Space Telescope pada 2014. Para ilmuwan menemukan pada 2017 bahwa Ultima Thule tidak berbentuk bola tetapi mungkin memanjang. Bahkan mungkin dua benda. 


Credit CNN Indonesia


https://m.cnnindonesia.com/teknologi/20181227181203-199-356822/nasa-terbang-ke-tata-surya-purba-di-tahun-baru?





Selasa, 25 Desember 2018

Asteroid Berbentuk Kuda Nil Terdeteksi Dekati Bumi


abc news
Badan antariksa AS NASA menyebutkan pergerakan sebuah asteroid yang mendekat ke Bumi pada sekitar hari Natal tahun ini menunjukkan bentuknya yang mirip "kuda Nil yang berenang di sungai".
Objek antariksa yang dinamai 2003 SD220 itu kini berada di posisi terdekat ke Bumi dalam 400 tahun.
Pada Sabtu lalu asteroid ini terdeteksi di posisi 2,9 juta kilometer dari Bumi. Itu setara dengan tujuh setengah kali jarak dari Bumi ke Bulan.
Asteroid kuda Nil ini selanjutnya akan kembali mendekati Bumi pada tahun 2070. Posisinya diperkirakan akan sedikit lebih dekat lagi.
Tiga fasilitas komunikasi antariksa berhasil mengumpulkan data baru tentang asteroid ini selama tiga hari sejak 15 Desember lalu.
Data tersebut menunjukkan bentuk dan permukaan asteroid serta memberi informasi yang lebih baik tentang orbitnya.
Gambar-gambar yang dirilis NASA 20 kali lebih terperinci dibandingkan citra asteroid sebelumnya.
Menurut NASA, asteroid kuda Nil ini berukuran panjang 1,6 kilometer dengan rotasi yang sangat lambat, sekitar 12 hari.
NASA menjelaskan asteroid ini juga "memiliki semacam rotasi kompleks yang agak mirip dengan lembaran bola yang buruk".
Gambar radar dari asteroid ini, yang diambil menggunakan satu antena untuk mengirim dan antena lainnya untuk menerima, secara detail sebanding dengan sebuah pesawat ruang angkasa, seperti ketika OSIRIS-REx NASA mengambil foto asteroid Bennu awal November lalu.
Photo: Citra radar asteroid Bennu yang dirilis NASA pada 6 November 2018. (NASA/Goddard/University of Arizona via AP)
 
https://m.republika.co.id/berita/internasional/abc-australia-network/18/12/24/pk8571-asteroid-berbentuk-kuda-nil-terdeteksi-dekati-bumi

http://www.abc.net.au/indonesian/2018-12-24/asteroid-berbentuk-kuda-nil-terdeteksi-dekati-bumi/10666342





Minggu, 23 Desember 2018

NASA Ingatkan Hujan Meteor dan Gelombang Pasang Air Laut

Gelombang Air Laut. FOTO/ Ist
Bulan purnama terakhir tahun ini akan bertepatan dengan hujan meteor malam akan terjadi hingga 25 Desember 2018. Hal ini akan terjadi di seluruh dunia dan efek bulan Purnama akan mengakibatkan air laut pasang dan hujan meteor Ursids.
Waktu yang tepat ketika bulan berhadapan dengan matahari di Inggris adalah jam 5.48 sore tetapi para saksi akan dapat melihat bulan purnama di suatu titik dalam semalam.
Hujan meteor Ursids, yang dapat memberikan beberapa fotografi bulan istimewa, terlihat setiap tahun antara 17 hingga 25 Desember.
"[Bulan] akan terlihat sepanjang malam, bagi siapa saja yang memiliki langit cerah,"  tutur Tom Kerss, seorang astronom di Royal Observatory Greenwich, seperti dilansir dari DailyStar Minggu, (23/12/2018).
Menurut seorang astronom Bulan purnama terakhir tahun ini akan bertepatan dengan hujan meteor malam ini.
"Momen sebenarnya dari bulan purnama, titik di mana bulan datang tepat berlawanan dengan matahari di langit akan berada pada 17,48 tetapi tidak akan ada perbedaan yang cukup besar dalam bagaimana bulan muncul," tuturnya.
Partikel meteor berasal dari Comet 8P / Tuttle, yang mengelilingi matahari setiap 14 tahun. Hujan Ursid terjadi ketika komet melewati Bumi dan meninggalkan puing-puing ruang angkasa.
Hujan Meteor Ursid 2018 akan mencapai puncaknya setelah tengah malam pada hari Jumat, 21 Desember ke awal, pagi hari yang gelap pada 25 Desember.
Menurut NASA, Ursid adalah hujan meteor dengan jumlah rendah yang biasanya menghasilkan 5-10 bintang penembakan setiap jam. Menurut NASA, para ilmuwan sebelumnya telah melihat beberapa ledakan Ursid yang kuat. Ledakan Ursid terkuat yang tercatat terjadi pada 1945, ketika pengamat Eropa melihat 120 meteor per jam.

Kepala Kantor Lingkungan Meteoroid NASA, Bill Cooke mengatakan kepada Space.com bahwa sebuah meteoroid pada dasarnya adalah puing-puing ruang angkasa. Sebagai contoh, remah-remah dari Halley's Comet adalah meteoroid.
Begitu meteoroid memasuki atmosfir Bumi, mereka menjadi meteor atau yang juga dikenal bintang jatuh. Meskipun sebagian besar meteor hancur sebelum menabrak tanah, meteor yang menyerang permukaan planet disebut meteorit.
Credit Sindonews.com


https://autotekno.sindonews.com/read/1365162/124/nasa-ingatkan-hujan-meteor-dan-gelombang-pasang-air-laut-1545537563




Rabu, 19 Desember 2018

Sejarah Hari Ini: Misi Apollo 17 Berakhir



Foto Nasa mengenai misi pendaratan Apollo di bulan
Foto Nasa mengenai misi pendaratan Apollo di bulan

Sejak 1969-1972 tercatat enam kali misi pendaratan bulan.




CB, WASHINGTON -- Hari ini 19 Desember 1972 program pendaratan Apollo 17 di bulan berakhir. Ketika itu, tiga astronaut yang tergabung dalam misi kembali ke bumi. Apollo 17 meluncur dari Cape Canaveral, Florida, 10 hari sebelumnya.

History mencatat, tiga tahun persiapan pada Juli 1969, National Aeronautics and Space Administration (NASA) memenuhi target Presiden John F Kennedy untuk meletakkan manusia di bulan.

Sejak 1969 hingga 1972 terdapat enam kali misi pendaratan bulan yang berhasil. Namun, ada satu misi yang gagal, yaitu Apollo 13.


Ketika misi Apollo 17 dilakukan, astronaut Eugene A Cernan dan Harrison H Schmitt berada di permukaan bulan selama 75 jam untuk rekaman.

Mereka menyusuri bagian terpisah pada permukaan bulan. Penyusuran dilakukan dengan kendaraan Lunar Rover. Mereka berhasil mengumpulkan 243 pon sampel batu dan tanah.

Meskipun Apollo 17 adalah pendaratan lunar terakhir, namun misi Apollo baru benar resmi selesai pada Juli 1975. Ketika itu pesawat ruang angkasa Apollo berhasil bertemu dan berlabuh dengan pesawat ruang angkasa Soviet Soyuz 19 di orbit di sekitar Bumi. 




Credit  republika.co.id



Selasa, 11 Desember 2018

Ilmuwan Temukan Petunjuk Penyebab Tsunami Palu



Ilmuwan Temukan Petunjuk Penyebab Tsunami Palu
Masjid Arkam Bab Al Rahman atau Masjid Apung terlihat masih kokoh berdiri pascagempa dan tsunami di Kampung Lere, Palu, Sulawesi Tengah. Foto/ANTARA/Muhammad Adimaja


WASHINGTON - Para ilmuwan semakin dekat memahami tsunami yang melanda Palu, Sulawesi Tengah, bulan September lalu. Tsunami dahsyat langsung menghantam daratan pasca gempa 7,8 skala Richter mengguncang wilayah itu. Namun para peneliti saat itu mengaku terkejut dengan ukuran Tsunami tersebut.

Sekarang, penelitian terhadap teluk di depan kota Sulawesi menunjukkan penurunan signifikan dari dasar laut. Hal ini kemungkinan berkontribusi pada bencana tsunami yang tiba-tiba menghantam daratan.

Lebih dari 2.000 orang kehilangan nyawa dalam bencana tersebut. Hasil awal berbagai investigasi dilaporkan pada Fall Meeting of the American Geophysical Union - pertemuan tahunan terbesar ilmuwan Bumi dan luar angkasa.

Gempa bumi di Palu terjadi akibat apa yang disebut sebagai strike-slip, di mana tanah di satu sisi pecah bergerak secara horizontal melewati tanah di sisi lain. Peristiwa ini bukan konfigurasi yang biasanya terkait dengan tsunami yang sangat besar.

Namun demikian, inilah yang terjadi pada sore hari tanggal 28 September lalu. Dua gelombang besar, di mana yang kedua adalah yang terbesar dan merasuk ke daratan hingga 400m.

Udrekh al Hanif, dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Indonesia (BPPT) di Jakarta, mengatakan pada pertemuan itu bahwa sumber tsunami harus sangat dekat dengan kota karena interval pendek antara awal gempa dan datangnya air yang tinggi - kurang dari tiga menit.

Dia dan rekan-rekannya mencari jawaban dalam peta (batimetri) kedalaman panjang, saluran masuk sempit yang mengarah ke Palu di kepalanya. Timnya masih bekerja berdasarkan hasil, tetapi data menunjukkan dasar laut di sebagian besar teluk turun setelah gempa.

"Ini, dikombinasikan dengan gerakan tajam dari kerak ke arah utara, pasti bisa menghasilkan tsunami," kata ilmuwan Indonesia seperti dikutip dari BBC, Selasa (11/12/2018).

"Ketika kita saling mencocokkan data batimetrik dari sebelum dan sesudahnya, kita dapat melihat bahwa hampir semua area dasar laut di dalam teluk surut. Dan dari data ini, kita juga dapat mengamati (gerakan) di utara. Jadi, sebenarnya, kami memiliki perpindahan vertikal dan horizontal," jelas Udrekh Al Hanif.

Apakah perilaku ini cukup untuk menjelaskan ukuran tsunami masih terbuka untuk dipertanyakan. Ada bukti beberapa tanah longsor di bawah tanah dalam data tersebut. Ini juga bisa menjadi faktor.

Kemungkinan lain adalah dorongan ke atas dari dasar laut di suatu zona agak jauh dari Palu di mana patahan strike-slip terbagi menjadi jalur yang menyimpang. Gerakan pada kedua lintasan pada saat yang sama mungkin telah memampatkan kerak di antara keduanya.

"Ini adalah peristiwa yang sangat tidak biasa tetapi tektonik memberi tahu kami bahwa itu bisa terjadi lagi," kata Finn Lovholt dari Institut Geoteknik Norwegia.

"Memang, ini bukan pertama kalinya sebuah peristiwa terjadi di Palu. Mungkin ini adalah peristiwa ketiga atau keempat yang telah menyebabkan banyak korban jiwa. Kami mengalami peristiwa di tahun 1960-an dan 1920-an," imbuhnya.

Dan sejarah ini dibuktikan dalam budaya lokal di mana ada kata-kata khusus untuk menggambarkan fitur-fitur tsunami dan gempa. Pada peristiwa September, Palu menyaksikan banyak likuifaksi, di mana struktur tanah di kota itu terlihat runtuh, menjadi cair dan mengalir bahkan pada gradien yang sangat rendah.

Rumah-rumah tertelan lumpur. Penduduk setempat menyebutnya "Nalodo", yang berarti sesuatu seperti "terkubur dalam warna hitam". 

Hermann Fritz, dari Institut Teknologi Georgia di AS, mengatakan Palu menunjukkan tantangan yang dihadapi penduduk setempat.

"Tsunami ini tiba sangat cepat, dalam beberapa menit," dia menekankan.

"Itu pada dasarnya tidak meninggalkan waktu untuk peringatan. Itu sangat berbeda dari Jepang (pada tahun 2011) di mana ada jeda waktu - lebih dari 30 menit di mana-mana sampai orang pertama tewas oleh tsunami. Itulah tantangan bagi tsunami lokal ini: orang-orang harus mengevakuasi diri sendiri," sambungnya.

Widjo Kongko, juga dari BPPT, berbicara tentang rasa puas diri setelah latihan darurat yang dilakukan di Palu pada tahun 2012.

"Dikatakan pergi ke tempat tinggi dalam waktu 5-10 menit. Orang-orang perlu belajar bahwa tsunami bisa datang jauh, jauh lebih cepat."


Credit  sindonews.com



Nasa Voyager 2 NASA Capai Ruang Angkasa


Nasa Voyager 2 NASA Capai Ruang Angkasa
Ilustrasi. (REUTERS/Shamil Zhumatov)


Jakarta, CB -- Wahana Voyager 2 NASA telah meninggalkan gelembung pelindung di sekitar Matahari dan terbang melalui ruang angkasa. Pencapaian ini menjadi objek buatan manusia kedua yang melakukan perjalanan terjauh.

Pengumuman itu datang enam tahun setelah pesawat ruang angkasa kembar, Voyager 1, memecahkan batas luar heliopause, di mana angin matahari yang panas memenuhi ruang yang dingin dan padat di antara bintang-bintang, yang dikenal sebagai medium antarbintang.

Voyager 2 sekarang lebih dari 11 miliar mil (18 miliar kilometer) dari Bumi, setelah melewati batas pada 5 November.


"Kali ini lebih baik bagi kami," kata Nicky Fox, Direktur Divisi Heliophysics di NASA. Mereka pun mencatat bahwa satu instrumen yang disebut Plasma Science Experiment (PLS), masih berfungsi pada Voyager 2.


"Voyager mengirim kembali informasi tentang tepi pengaruh Matahari dan memberi kita pandangan yang belum pernah terjadi sebelumnya tentang wilayah yang benar-benar belum dipetakan."

Instrumen yang sama pada Voyager 1 berhenti bekerja pada tahun 1980. Dua pesawat ruang angkasa, yang terlihat seperti kombinasi parabola dan televisi tua dengan antena telinga kelinci diluncurkan pada 1977 untuk misi menjelajahi planet-planet di tata surya.

"Batas tata surya dianggap berada di luar tepi luar Cloud Oort, kumpulan benda-benda kecil yang masih berada di bawah pengaruh gravitasi Matahari."

NASA mengatakan akan memakan waktu sekitar 300 tahun bagi Voyager 2 untuk mencapai tepi bagian dalam Cloud Oort, dan mungkin 30.000 tahun untuk terbang di atasnya.


"Kami menantikan apa yang akan kami dapat pelajari dari memiliki kedua probe di luar heliopause," kata Suzanne Dodd, manajer proyek Voyager di Jet Propulsion Laboratory NASA di Pasadena, California.

Voyager 2 secara resmi merupakan misi terlama NASA.

Kedua pesawat ruang angkasa itu dirancang untuk bertahan lima tahun dan mempelajari Jupiter dan Saturnus.

"Kedua pesawat luar angkasa itu sangat sehat, jika Anda menganggap mereka warga senior," kata Suzanne Dodd, Direktur Direktorat Jaringan Antarplanet.

Perhatian utama adalah kekuatan dan NASA harus terus mematikan instrumen untuk memiliki cadangan listrik.

Setiap pesawat ruang angkasa membawa rekaman, gambar, dan pesan Golden Record of Earth, yang bertujuan berfungsi sebagai bukti peradaban Bumi.




Credit  cnnindonesia.com




Rabu, 28 November 2018

NASA InSight Mendarat di Mars, Ini Hal Pertama yang Dilakukannya


Gambar pertama Mars yang diambil wahana NASA InSight setelah sukses mendarat di dataran Elysium Planitia pada 26 November 2018. Kredit: NASA/JPL-Caltech
Gambar pertama Mars yang diambil wahana NASA InSight setelah sukses mendarat di dataran Elysium Planitia pada 26 November 2018. Kredit: NASA/JPL-Caltech

CB, Jakarta - Pada jam 2:54 sore ET 26 November atau 2:54 dinihari WIB 27 November, pengendali misi NASA menegaskan bahwa wahana InSight dengan selamat mencapai permukaan Mars, menyusul langkah menegangkan yang membuat para insinyur NASA bertengger di tepi kursi mereka, sebagaimana dilaporkan Space, 27 November 2018.

InSight mencapai atmosfer Mars dengan kecepatan 12.300 mph (19.795 km/jam). Selama menit-menit berikutnya, wahana yang jatuh dengan cepat itu menyebarkan parasut, mengeluarkan perisai panasnya dan menembakkan 12 mesin untuk memperlambat bagian terakhir pendaratannya, hingga akhirnya mendarat di Mars.
Setelah pendaratan luar biasa ini, InSight segera mulai bekerja. “Dalam 10 detik setelah mendarat, instrumen InSight sudah terlibat dalam misi tugas pertama - membuat sinyal langsung ke Bumi dan mengambil foto dari situs pendaratan,” Jim Green, Kepala Ilmuwan NASA, mengatakan pada Live Science.
Pada jam 3:03 sore ET, NASA melaporkan "bip" pertama dari InSight, yang menegaskan bahwa pendarat itu baik-baik saja. “InSight dalam mode normal dan tidak bermasalah," kata insinyur sistem NASA, Rob Manning, selama siaran langsung acara tersebut.
Dan beberapa menit setelah pendaratan, NASA sudah memiliki pemandangan pertama Mars melalui salah satu "mata" InSight, ketika kamera sudut lebar menangkap sepetak tanah kemerahan di depan wahana itu. Medannya tampak tanpa batu. "Bintik hitam pada gambar adalah butiran debu yang menempel pada penutup lensa," perwakilan NASA menjelaskan selama streaming langsung.
Salah satu tugas pertama InSight di Mars adalah menyiapkan sumber tenaganya. “Menit pertama di Mars sepenuhnya didukung oleh baterai, karena panel surya yang menempel pada pesawat ruang angkasa pembawa dibuang sebelum pendaratan InSight,” kata Green.
“Baterai InSight dapat memberi daya pada wahana itu hingga 16 jam dengan sekali pengisian, tetapi, meskipun demikian, InSight perlu mendapatkan tenaga surya sendiri dan beroperasi - atau hidupnya di Mars akan sangat, sangat singkat,” kata Green.
"Sekitar 16 menit setelah pendaratan, waktu yang berlalu cukup untuk membersihkan debu. Kemudian, panel surya diharapkan untuk mengembang tanpa instruksi tambahan dari Bumi,” Green menjelaskan.
"Ketika saya melihat tegangan baterai kembali naik dan data teknik di 100 persen, maka saya tahu kami berhasil memiliki sebuah misi," katanya.
Setelah panel surya diaktifkan, InSight akan mengambil lebih banyak foto dan mulai menyiapkan sisa instrumen. Wahana ini membawa dua kamera: kamera sudut lebar yang ditempatkan di bawah titik-titik tubuhnya, dan kamera lain yang dipasang di lengan InSight, yang akan digunakan insinyur NASA untuk memeriksa apa yang terjadi pada wahana itu.
Setelah mereka mengkonfirmasi bahwa wahana itu dalam kondisi yang baik, pengendali misi dapat mulai menyebarkan seismometer (SEIS), yang akan mengukur "marsquakes”. Segera setelah instrumen SEIS dipasang, InSight akan mengatur peneliti panas HP3, yang akan mengukur suhu Mars.
Pembaruan dari InSight akan dipancarkan melalui sinyal radio frekuensi ultra tinggi (UHF) ke satelit yang mengorbit, yang akan menyimpan data di dalamnya dan meneruskannya ke Bumi.
“Namun, masih ada beberapa minggu persiapan kerja untuk InSight - sebuah proses yang akan lambat dan metodis - dan kemungkinan akan setidaknya beberapa bulan hingga 2019, sebelum misi ilmu pengetahuan Mars yang sesungguhnya dimulai," tambah Green.




Credit  tempo.co





NASA InSight Sukses Mendarat di Mars Setelah 7 Menit Teror


Pendaratan NASA InSight. Kredit: NASA
Pendaratan NASA InSight. Kredit: NASA

CB, Jakarta - Pendarat Mars terbaru NASA, InSight, berhasil mendarat di permukaan Planet Merah itu Senin sore waktu Eastern Time (ET) atau Selasa dinihari WIB, setelah mengalami terjun yang intens melalui atmosfer Mars.

Ini menandai pendaratan kedelapan sempurna di Mars untuk NASA, sehingga menambah rekam jejak luar angkasa yang luar biasa dalam upaya menempatkan pesawat luar angkasa di planet ini.
Sejak saat  ini, misi dua tahun InSight telah dimulai. Salah satu misinya adalah Marsquakes untuk belajar tentang interior dunia.
Setelah enam setengah bulan perjalanan melewati antariksa, InSight mencapai puncak atmosfer Mars sesaat sebelum jam 3 sore waktu ET. Robot ini kemudian membuat pendaratan berani ke permukaan, dengan melakukan multistep kompleks yang memperlambat robot itu dari 12.000 mil per jam menjadi hanya 5 mil per jam sebelum menyentuh tanah.
Untuk sampai ke permukaan dengan aman, InSight harus secara otonom mengerahkan parasut supersonik, mengumpulkan pengukuran radar, dan menyalakan pendorongnya, semua pada waktu yang tepat.
Secara keseluruhan, pendaratan hanya membutuhkan waktu kurang dari tujuh menit untuk penyelesaiannya, memicu julukan "tujuh menit teror".
Selama terjun, dua pesawat ruang angkasa kecil di atas Mars mengumpulkan data dari seluruh peristiwa itu. Sepasang penyelidik dikenal sebagai satelit MarCo, yang diluncurkan pada Mei dengan InSight dari California.
Kedua satelit adalah CubeSats modifikasi, sejenis pesawat luar angkasa standar yang terbuat dari kubus berukuran 10 sentimeter. Mereka telah bepergian ke Mars sendiri sejak peluncuran, menjadikan mereka CubeSats pertama yang pernah masuk ke luar angkasa.

Satelit MarCo terbang di atas Planet Merah ketika InSight melakukan pendaratannya, datang dalam jangkauan 2.175 mil dari permukaan.
Setelah pendaratan luar biasa ini, InSight segera mulai bekerja. “Dalam 10 detik setelah mendarat, instrumen InSight sudah terlibat dalam misi tugas pertama - membuat sinyal langsung ke Bumi dan mengambil foto dari situs pendaratan,” ujar Jim Green, Kepala Ilmuwan NASA, pada Live Science.
InSight mengirimkan beberapa sinyal selama pendaratannya yang diterima satelit MarCo, diuraikan, dan kemudian dikirim kembali ke Bumi. Gambar itu memberi insinyur NASA pemahaman hampir secara real-time tentang bagaimana setiap langkah dalam proses pendaratan terjadi.




Credit  tempo.co





Senin, 12 November 2018

Bentuk Permukaan Asteroid Bennu Akhirnya Terungkap


Perbandingan asteroid Bennu dengan Empire State Building dan Menara Eiffel. (techcrunch.com)
Perbandingan asteroid Bennu dengan Empire State Building dan Menara Eiffel. (techcrunch.com)

CB, Jakarta - Asteroid Bennu yang bentuknya seperti berlian ternyata memiliki banyak gumpalan dan benjolan. Hal itu terungkap dari sebuah video baru dari pesawat penyidik NASA, OSIRIS-REx, sebagaimana dilaporkan Space, 9 November 2018.

Foto-foto Bennu yang membentuk video itu ditangkap Jumat, 2 November, setelah pengejaran selama dua tahun yang dimulai dengan peluncuran pada September 2016.
"Kami sekarang telah dapat melihat asteroid Bennu dari semua sisi! Kamera PolyCam @OSIRISREx menangkap gambar setiap 10 derajat rotasi Bennu selama periode empat jam 11 menit pada 2 November. Gambar-gambar ini diambil sekitar 122 mil dari pesawat ruang angkasa," kata para pejabat di Goddard Space Flight Center NASA di Greenbelt, Maryland, melalui Twitter, Selasa, 6 November 2018.

Dalam gambar baru lainnya dari OSIRIS-REx, Bennu yang berukuran 1,640 kaki (500 meter) hadir dengan fokus yang semakin tajam ketika pesawat ruang angkasa itu melakukan pendekatan bertahap.
PolyCam OSIRIS-REx menggunakan kemampuan jangka panjangnya untuk mengambil foto Bennu hampir setiap hari saat muncul dari kegelapan antariksa. Beberapa foto yang diterbitkan pada 2 November oleh NASA, mencakup total 16 gambar.
PolyCam mengambil gambar pertama Bennu dalam rangkaian itu pada 12 Oktober dari jarak 27.340 mil (44.000 kilometer). OSIRIS-REx mengambil gambar akhir pada 29 Oktober dari sekitar 200 mil (320 km), atau kira-kira jarak antara Washington dan New York City.

Jika semua berjalan sesuai rencana, OSIRIS-REx akan tiba di Bennu pada 3 Desember, kemudian menyelinap ke orbit di sekitar asteroid itu pada 31 Desember. Pesawat itu akan mempelajari asteroid dari dekat selama sekitar dua tahun, dan menukik ke bawah untuk merobek sampel yang cukup besar dari permukaannya. Bahan ini akan datang ke Bumi dalam kapsul sampel pada bulan September 2023.
Para peneliti di seluruh dunia kemudian akan meneliti sampel itu, mencari petunjuk tentang masa awal tata surya dan peran asteroid kaya karbon seperti Bennu dalam mengantarkan blok bangunan kehidupan ke Bumi.




Credit  tempo.co