Tampilkan postingan dengan label OKI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label OKI. Tampilkan semua postingan

Selasa, 16 April 2019

OKI Serukan Dialog Bahas Transisi Damai di Sudan


OKI Serukan Dialog Bahas Transisi Damai di Sudan
Organisasi Kerjasama Islam (OKI) meminta semua pihak di Sudan untuk melakukan dialog guna menjamin transisi kekuasaan secara damai. Foto/Reuters

RIYADH - Organisasi Kerjasama Islam (OKI) meminta semua pihak di Sudan untuk melakukan dialog guna menjamin transisi kekuasaan secara damai. Seruan ini datang setelah lengsernya Omar al-Bashir sebagai pemimpin negara tersebut.

"OKI mendesak semua pihak Sudan untuk mengejar dialog konstruktif dengan tujuan untuk menjaga perdamaian dan kohesi sosial di negara itu dan mencapai aspirasi rakyat Sudan untuk transfer kekuasaan secara damai," kata OKI dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Anadolu Agency pada Senin (15/4).

Seruan itu datang ketika ribuan demonstran Sudan melanjutkan aksi duduk mereka di depan markas militer di Ibu Kota Khartoum untuk menuntut pemindahan kekuasaan ke pemerintah sipil.

Pekan lalu, tentara Sudan menggulingkan Bashir, yang memerintah Sudan sejak 1989, menyusul berbulan-bulan aksi demonstrasi terhadap pemerintahannya. Tentara kemudian membentuk Dewan Militer untuk menjalankan negara dalam masa transisi dua tahun.

Letnan Jeneral Abdel Fattah Burhan, yang ditunjuk sebagai kepala Dewan Militer, menjanjikan reformasi politik dan ekonomi skala besar.

Dalam pidato yang disiarkan televisi, Burhan mengatakan periode transisi dua tahun negara itu akan berakhir dengan pemilihan yang bebas dan adil dan berjanji untuk mengadili mereka yang terlibat dalam pembunuhan para pengunjuk rasa serta korupsi di bawah rezim lama. 



Credit  sindonews.com




Kamis, 14 Maret 2019

AS Kritik Negara Islam karena Gagal Angkat Isu Uighur di OKI


AS Kritik Negara Islam karena Gagal Angkat Isu Uighur di OKI
Ilustrasi Uighur di Xinjiang. (Reuters/Thomas Peter)




Jakarta, CB -- Amerika Serikat menyuarakan kekecewaan atas kegagalan negara Muslim anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengambil sikap tegas terkait dugaan persekusi China terhadap etnis Uighur dan minoritas Muslim lainnya di Xinjiang.

"Kami, saya dapat mengatakan, kecewa dengan tanggapan minim dari anggota Organisasi Kerja Sama Islam dan keprihatinan yang kurang," ucap Duta Besar AS untuk PBB, Kelley Currie, di Jenewa, Rabu (13/3).

Awal Maret lalu, 57 menteri luar negeri negara anggota OKI, termasuk Menlu RI Retno Marsudi, mengadakan pertemuan ke-46 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.


AS menilai, dalam konferensi itu OKI gagal menggambarkan keprihatinan organisasi tersebut terkait kondisi etnis Uighur di Xinjiang. Currie menganggap hasil rapat OKI tersebut "mengecewakan dan membuat frustrasi."


Komentar itu juga dilontarkan Currie setelah AS merilis laporan Hak Asasi Manusia tahunannya. Dalam laporan itu, Washington menyatakan bahwa Beijing telah "secara signifikan mengintensifkan kampanye penahanan massal terhadap kelompok minoritas Muslim di Xinjiang."

"Hari ini, lebih dari satu juta orang suku Uighur, etnis Kazakh, dan minoritas Muslim lainnya ditahan di kamp-kamp pendidikan yang dirancang untuk menghapus identitas agama dan etnis mereka," ujar Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, dalam laporan tersebut.

Pernyataan itu juga diutarakan Currie menjelang sesi acara yang disponsori AS di markas PBB di Jenewa. Selain AS, acara dengan fokus isu dugaan penahanan paksa etnis Uighur di Xinjing itu juga didukung Inggris, Kanada, Jerman, dan Belanda.


Tak hanya Currie, sejumlah ahli dan seorang eks warga Xinjiang yang mengaku pernah ditahan di kamp penahanan juga ikut angkat bicara dalam sesi tersebut.

Tudingan pelanggaran HAM tersebut menimbulkan reaksi keras dari diplomat China di acara tersebut yang menganggap acara tersebut "jelas didorong agenda politik" AS.

"Kami sangat menentang ajang anti-China ini yang disponsori oleh perwakilan AS untuk PBB di Jenewa," ucap diplomat China itu seperti dikutip AFP.

"Tidak ada yang disebut kamp konsentrasi di Xinjiang."


Diplomat itu berdalih bahwa kamp-kamp penampungan itu merupakan upaya negaranya memerangi separatisme dan ekstremisme agama melalui pendidikan kejuruan.

Selama ini, pemerintah China memang dilaporkan kerap melakukan pelanggaran HAM secara massal dan sistematis terhadap kaum minoritas Muslim di Xinjiang, termasuk etnis Uighur.

Penindasan terhadap suku Uighur di Xinjiang kembali ramai diperbincangkan setelah laporan Amnesty International pada September lalu mengungkap bahwa otoritas China menahan sekitar 1 juta orang dari etnis minoritas tersebut di penampungan layaknya kamp konsentrasi.

Di sana, para tahanan dilaporkan didoktrin supaya mengamalkan ideologi komunis. Berdasarkan kesaksian sejumlah warga Xinjiang, otoritas China melakukan penahanan secara sewenang-wenang sejak 2014 silam.






Credit  cnnindonesia.com




Selasa, 05 Maret 2019

OKI akan Bawa Kasus Rohingya ke Pengadilan Internasional


Sejumlah warga Rohingya menunggu di truk Polisi Myanmar untuk dibawa kembali menuju penampungan sementara yang didirika pemerintah di Desa ManSi dekat Sittwe, Negara Bagian Rakhinne, Myanmar, Rabu (21/11).
Sejumlah warga Rohingya menunggu di truk Polisi Myanmar untuk dibawa kembali menuju penampungan sementara yang didirika pemerintah di Desa ManSi dekat Sittwe, Negara Bagian Rakhinne, Myanmar, Rabu (21/11).
Foto: Nyunt Win/EPA EFE

OKI mendesak Myanmar bertanggungjawab atas kejahatan kemanusiaan.



CB.CO.ID, MESIR -- Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) telah mengadopsi resolusi untuk membawa kasus kekerasan Rohingya ke Pengadilan Internasional atau International Court of Justice (ICJ). Hal itu diumumkan Kementerian Luar Negeri Bangladesh, Senin (4/3).

"Resolusi untuk mengejar bantuan hukum melalui ICJ datang setelah serangkaian negosiasi panjang untuk mencari pertanggungjawaban atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM) dalam kasus Rohingya di Myanmar," kata Kementerian Luar Negeri Bangladesh dalam sebuah pernyataan, dikutip laman Daily Star.

Menurut Bangladesh, keputusan mengadopsi resolusi itu dilakukan setelah Gambia memimpin pertemuan dengan 10 anggota komite tingkat tinggi OKI. Pertemuan perdana dilaksanakan di Ibu Kota Gambia Banjul pada 10 Februari lalu.

Komite itu merekomendasikan untuk mengambil langkah-langkah sesuai dengan prinsip hukum internasional, terutama Konvensi Genosida serta prinsip-prinsip HAM dan hukum humaniter lainnya.

Tindakan bulat tersebut menjadi preseden bagi OKI untuk menempuh jalur hukum guna memperoleh keadilan dalam menangani kejahatan kemanusiaan terhadap Rohingya. Termasuk menetapkan hak-hak merka untuk mendapatkan kewarganegaraan yang sah di tanah asalnya, yakni Negara Bagian Rakhine, Myanmar.

Kekerasan terhadap etnis Rohingya terjadi pada Agustus 2017, tepatnya ketika militer Myanmar memburu anggota Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA). Warga sipil Rohingya turut menjadi sasaran tindakan brutal dan represif pasukan Myanmar.

Kejadian itu segera memicu gelombang pengungsi ke Bangladesh. Saat ini terdapat lebih dari 750 ribu pengungsi Rohingya yang hidup di kamp-kamp di zona perbatasan Bangladesh-Myanmar, yakni Cox's Bazar.




Credit  republika.co.id





OKI Desak Pakistan-India Tahan Diri, Gelar Dialog Damai


OKI Desak Pakistan-India Tahan Diri, Gelar Dialog Damai
Organisasi Kerjasama Islam (OKI) menyerukan India dan Pakistan untuk menahan diri dari melakukan tindakan yang akan memperburuk situasi. Foto/Istimewa

ABU DHABI - Organisasi Kerjasama Islam (OKI) menyerukan India dan Pakistan untuk menahan diri dari melakukan tindakan yang akan memperburuk situasi. OKI juga mendesak kedua negara bertengga itu untuk menyelesaikan perbedaan mereka melalui cara-cara damai.

Sekretaris Jenderal OKI, Yousef bin Ahmed Al-Othaimeen mengatakan, OKI mengikuti dengan keprihatinan mendalam tentang pertumpahan darah dan kekerasan terhadap rakyat Jammu dan Kashmir.

"OKI menyerukan kepada (India dan Pakistan) untuk menunjukkan pengendalian diri dan menyelesaikan perbedaan melalui cara-cara damai, sejalan dengan resolusi legitimasi internasional," kata al-Othaimeen, seperti dilansir Anadolu Agency pada Senin (4/3).

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Pakistan, Shah Mahmood Qureshi mengatakan bahwa masalah antara Pakistan dan India harus diselesaikan melalui dialog dan saluran diplomatik, bukan melalui cara-cara militer.

Dia mengatakan bahwa sebagai negara demokratis, Pakistan percaya dalam menyelesaikan masalah dengan India melalui dialog dan saluran diplomatik karena diplomasi harus menjadi garis pertahanan pertama daripada penggunaan militer.

"Perdamaian adalah prioritas kami dan kami tidak menginginkan perang dengan India. Pakistan secara aktif mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan dan meredakan situasi," ucap Qureshi.

Sementara itu, Duta Besar India untuk Rusia, Venkatesh Varma menuturkan, tidak ada negara yang menawarkan untuk menyelesaikan krisis antara India dan Pakistan, dan India tidak akan menerima tawaran mediasi.

Diketahui sejumlah negara, termasuk diantaranya Rusia dan Turki menawarkan diri untuk menjadi mediator pembicaraan antara India dan Pakistan. Baik Rusia ataupun Turki akan melakukan itu jika diminta oleh salah satu pihak.

Varma di kesempatan yang sama menegaskan bahwa India tidak tertarik untuk meningkatkan ketegangan dengan Pakistan. "India telah dengan jelas menyatakan bahwa mereka tidak tertarik pada eskalasi situasi. Dan cara terbaik untuk mencapai keadaan normal di kawasan itu terletak pada tindakan Pakistan dalam perang melawan kelompok-kelompok teroris," ungkapnya. 




Credit  sindonews.com





Kamis, 21 Februari 2019

Serang Al-Aqsha, OKI: Israel Memprovokasi Umat Islam



Kompleks Masjid Al Aqsha.
Kompleks Masjid Al Aqsha.
Foto: AP

Israel menyerang jamaah shalat Isya di kompleks Al-Aqsha.




CB, JEDDAH -- Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pada Rabu mengutuk serangan Israel ke dalam kompleks Masjid Al-Aqsha. Tindakan Israel telah memprovokasi perasaan umat Islam.

"Ini adalah provokasi terhadap perasaan umat Muslim dan pelanggaran nyata terhadap piagam dan resolusi internasional," kata kelompok yang berpusat di Jeddah, Arab Saudi, tersebut di dalam satu pernyataan, sebagaimana dilaporkan Kantor Berita Turki, Anadolu, Rabu.


OKI kembali menyatakan bahwa Masjid Al-Aqsha adalah tempat ibadah khusus buat umat Muslim. Pada Selasa, pasukan Israel menyerang orang Palestina Muslim yang sedang beribadah di dalam tempat suci itu, sehingga banyak di antara mereka cedera. Israel juga menangkapi warga Palestina lainnya.

Serangan tersebut dilakukan dua hari setelah polisi Israel pada Ahad untuk sementara menutup Gerbang Bab Ar-Rahmah di Kompleks Al-Aqsha, sehingga menyulut protes oleh rakyat Palestina pada hari berikutnya.

Buat umat Muslim, Masjid Al-Aqsha merupakan tempat suci ketiga, setelah Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nawabi di Madinah. Sementara itu orang Yahudi merujuk daerah itu dengan nama "Temple Mount (Bukit Knisah)", dan mengklaimnya sebagai tempat dua kuil Yahudi pada jaman dulu.

Israel menduduki Al-Quds Timur selama Perang Timur Tengah 1967. Israel mencaplok seluruh kota tersebut pada 1980, dan mengklaimnya sebagai ibu kota negara Yahudi, tindakan yang tak pernah diakui oleh masyarakat internasional.




Credit  republika.co.id





Jumat, 21 Desember 2018

OKI Bahas Pembentukan Dana Abadi bagi Pengungsi Palestina



OKI Bahas Pembentukan Dana Abadi bagi Pengungsi Palestina
Badan Bantuan dan Pekerja PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengalami krisis keuangan setelah AS menarik bantuannya. Foto/Istimewa

JEDDAH - Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) kemarin bertemu untuk membahas pembentukan dana sumbangan khusus untuk penyediaan dukungan bagi para pengungsi Palestina.

Selama pertemuan di Jeddah, Komite Ahli dari Negara Anggota OKI - yang dipanggil untuk membahas rancangan undang-undang dana tersebut - Asisten Sekretaris Jenderal untuk Palestina dan Al-Quds, Samir Bakr Diab mengumumkan dalam sebuah pidato bahwa rencana itu datang mengingat kekurangan bantuan yang dihadapi pengungsi Palestina seperti dikutip dari Middle East Monitor, Jumat (21/12/2018).

Dalam beberapa bulan terakhir, Badan Bantuan dan Pekerja PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) telah mengalami krisis keuangan karena keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk memotong dukungan dan pendanaan bagi organisasi pada bulan Agustus lalu. Hal ini berdampak pada kemanusiaan, sosial dan situasi ekonomi sekitar lima juta pengungsi Palestina.

Banyak dari para pengungsi yang terpengaruh atas keputusan itu adalah 1,5 juta yang tinggal di kamp-kamp yang terdaftar di wilayah tersebut, terutama di Libanon, Yordania dan Suriah, dan menghadapi kekurangan pasokan bahan-bahan penting, tenda, dan sanitasi karena luka-luka.

Organisasi itu awalnya mengajukan anggaran sebesar USD1,2 miliar untuk tahun 2018. Namun setelah keputusan AS itu menghadapi kekurangan dana sebesar US446 juta yang mendorongnya mencari bantuan darurat yang menghasilkan tambahan USD382 juta. Masih ada kekurangan sekitar USD64 juta. Meskipun mempunyai kemampuan untuk meningkatkan anggaran dalam jumlah besar, namun UNRWA mendapatkan kejutan dengan AS menarik dukungannya dan sebagai hasilnya harus terus berjuang.

Menurut Sekretaris Jenderal OKI Dr. Yousef Bin Ahmad al-Othaimeen, keputusan AS baru-baru ini untuk memotong pendanaan untuk UNRWA mengancam mengurangi - atau sepenuhnya menghentikan - pendidikan dan layanan kesehatan yang diberikan kepada lebih dari lima juta pengungsi Palestina.

Pembicaraan untuk membentuk dana abadi - atau dikenal sebagai Dana Wakaf - dimulai berbulan-bulan sebelum keputusan AS dan diumumkan pada bulan Maret. Saat itu, al-Othaimeen mengadakan pembicaraan dengan Islamic Development Bank (IDB) dan Liga Arab untuk tujuan membentuk dana abadi permanen. 




Credit  sindonews.com



Selasa, 18 Desember 2018

OKI Sebut Keputusan Australia Atas Yerusalem Langgar Resolusi PBB


Konferensi Luar Biasa Dewan Menteri Luar Negeri  Organisasi Kerja Sama Islam (OKI)  soal minoritas muslim Rohingya di Myanmar, di Kuala Lumpur, Malaysia, 19 Januari 2017. Kemlu RI
Konferensi Luar Biasa Dewan Menteri Luar Negeri Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) soal minoritas muslim Rohingya di Myanmar, di Kuala Lumpur, Malaysia, 19 Januari 2017. Kemlu RI

CB, Jakarta - Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menyebut keputusan Australia mengakui Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel adalah pelanggaran terhadap resolusi PBB.
Dalam pernyataan tertulis pada Minggu, yang dilaporkan dari Yeni Safak, 18 Desember 2018, OKI menolak seluruh upaya yang bisa merugikan status hukum kota dan menekankan bahwa Yerusalem adalah bagian dari wilayah Palestina yang diduduki oleh Israel pada 1967.

OKI meminta Australia menghormati resolusi internasional dan meninjau ulang keputusannya.

Presiden Joko Widodo menggelar pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, di Suntec Convention Centre, Singapura, Rabu, 14 November 2018. Foto: Biro Pers Setpres
Dewan Nasional Palestina (PNC) juga mengutuk keputusan Australia dan menyebutnya melanggar resolusi internasional.
"Keputusan Australia menyakiti rakyat Palestina yang tinggal di Yerusalem," kata PNC.

Sementara PM Malaysia Mahathir Mohamad mengatakan tidak ada negara yang bisa memutuskan Yerusalem menjadi ibu kota Israel atau membaginya, menurut laporan New Straits Times.

Taman Nasional Kota David di Yerusalem [Sputniknews]



Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, Sabtu kemarin mengakui Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel, namun tidak akan memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv sampai situasi yang memungkinkan. Australia juga menyatakan dukungan klaim Palestina atas Yerusalem Timur.
Namun Ketua Parlemen Israel (Knesset) Yuli Edelstein tidak puas dengan keputusan Australia yang dinilai setengah-setengah.

"Saya tidak paham keputusan Australia...seluruh Yerusalem adalah ibu kota abadi Israel," kata Edelstein, yang dikutip dari The Jerusalem Post.
Yerusalem masih menjadi sengketa utama antara Palestina dan Israel selama konflik puluhan tahun. Palestina mengharapkan Yerusalem Timur, yang dicaplok oleh Israel pada 1967, sebagai ibu kota mereka. Sementara Israel mengklaim bahwa seluruh Yerusalem adalah milik Israel.




Credit  tempo.co





OKI Desak Australia Tinjau Ulang Keputusan Soal Yerusalem


OKI Desak Australia Tinjau Ulang Keputusan Soal Yerusalem
Organisasi Kerjasama Islam (OKI) mendesak Australia untuk meninjau ulang keputusan untuk mengakui Yerusalem Barat sebagai Ibu Kota Israel. Foto/Istimewa

RIYADH - Organisasi Kerjasama Islam (OKI) mendesak Australia untuk meninjau ulang keputusan untuk mengakui Yerusalem Barat sebagai Ibu Kota Israel. OKI menyebut keputusan Australia itu sebagai langkah ilegal.Pada hari Sabtu, Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, mengumumkan pengakuan resmi negaranya atas Yerusalem Barat sebagai Ibu Kota Israel. Pengumuman ini muncul di tengah penolakan oposisi domestik serta kecaman Arab dan Muslim.Dalam sebuah pernyataan tertulis OKI menegaskan menolak semua upaya yang akan merugikan status hukum kota itu. Mereka menekankan bahwa Yerusalem adalah bagian integral dari wilayah Palestina yang diduduki oleh Israel pada tahun 1967."OKI menyerukan kepada Australia untuk menghormati resolusi internasional dan untuk meninjau kembali keputusannya," bunyi pernyataan tersebut, seperti dilansir Anadolu Agency pada Senin (17/12).Sementara itu, Dewan Nasional Palestina (PNC) juga mengutuk keputusan itu, dengan menyebutnya sebagai gerakan tidak sah yang melanggar resolusi internasional."Keputusan itu adalah serangan terhadap rakyat Palestina yang tinggal di Yerusalem. Kami meminta Australia untuk mengakui negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem sebagai ibu kota, berdasarkan perbatasan tahun 1967," kata PNC.



Credit  sindonews.com




Jumat, 07 Desember 2018

Wamenlu Turki: Negara-negara Islam harus satukan suara


Wamenlu Turki: Negara-negara Islam harus satukan suara
Organization of Islamic Cooperation (OIC). (oic-oci.org)




Jakarta (CB) - Wakil Menteri Luar Negeri Turki Yavuz Selim Kiran mengatakan bahwa negara-negara Islam, yang berada di bawah Organisasi Kerjasama Islam (OKI), harus menyatukan suara dan memiliki visi bersama.
Hal tersebut dikatakan Wamenlu Yavuz Selim Kiran terkait berbagai konflik dan tragedi kemanusiaan yang akhir-akhir ini terjadi, dalam Konferensi Negara Anggota OKI untuk Mediasi kedua yang diselenggarakan di Istanbul, Turki, pada 29 November lalu.
“Dunia kita telah melihat banyak pertumpahan darah dan air mata. Peperangan di Suriah telah memasuki tahun ke delapan. Ribuan masyarakat kehilangan nyawanya, sementara jutaan lainnya terpaksa mengungsi,” kata Yavuz.
Ia juga mengatakan bahwa konflik di Yaman dan Afghanistan yang tak kunjung berakhir terus memakan korban. Tak hanya mengganggu kedamaian di negara-negara Islam tersebut, peperangan juga menyebabkan ketidakstabilan yang semakin jauh di kawasan.
“Fakta nyata bahwa dunia sedang mengalami jumlah orang yang terlantar secara paksa, sejak Perang Dunia kedua, menunjukkan bahwa kita harus bekerja lebih keras bersama,” katanya.
Ia menegaskan bahwa masyarakat dari negara anggota OKI harus memperkuat hubungan dan kepercayaan satu sama lain, agar tak ada keburukan atau niat jahat yang dapat merenggangkan kerjasama antar negara Islam itu.
“Buat baris lurus, berdiri bahu-membahu dan tutup celah yang ada, jangan tinggalkan ruang untuk setan,” katanya mengutip salah satu hadits Nabi Muhammad SAW.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa konflik yang tengah terjadi di berbagai negara memang begitu pelik, dan mengharapkan krisis tersebut untuk dapat diselesaikan oleh pihak lain bukanlah harapan yang realistis.
Oleh karena itu, Yavuz meyakini bahwa negara-negara Islam harus bekerja keras untuk menyatukan suara dan objektif, karena hal itu dapat menjadi kunci untuk mempermudah proses penyelesaian konflik dan fokus pada potensi yang ada.
“Sangatlah menyedihkan ketika kita melihat komunitas Islam yang tampak hancur karena kemiskinan, terorisme dan konflik. Namun, seperti yang kita semua ketahui, cahaya naik dari timur,” pungkasnya.




Credit  antaranews.com



Senin, 05 November 2018

OIC kecam keputusan Brazil akan pindahkan kedubes ke Jerusalem


OIC kecam keputusan Brazil akan pindahkan kedubes ke Jerusalem

Warga Palestina membakar bendera Israel dan Amerika Serikat dalam demonstrasi terhadap niat Amerika Serikat memindahkan kedubes mereka ke Jerusalem dan mengenali Jerusalem sebagai ibu kota Israel, di Kota Gaza, Rabu (6/12/2017). (REUTERS/Mohammed Salem )



Kairo, Mesir (CB) - Organisasi Kerja Sama Islam (OIC) telah mencela keputusan "tidak sah" Presiden Brazil yang baru terpilih Jair Bolsonaro untuk memindahkan kedutaan besar negerinya di Israel dari Tel Aviv ke Jerusalem, yang diduduki.

"Pernyataan tersebut adalah pelanggaran nyata terhadap hukum internasional dan semua resolusi terkait PBB," kata OIC di dalam satu pernyataan pada Sabtu (3/11).

Badan pan-Muslim tersebut menyeru Brazil agar mengambil posisi yang mendukung peluang untuk mewujudkan perdamaian berdasarkan penyelesaian dua-negara, kata kantor berita Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Ahad pagi.

Pada Jumat (2/11), Liga Arab menyeru Bolsonaro agar membatalkan keputusannya untuk memindahkan Kedutaan Besar Brazil di Israel ke Jerusalem.


Bolsonaro pada Kamis mengumumkan keinginannya untuk memindahkan kedutaan besar negerinya dari Tel Aviv ke Jerusalem segera setelah ia secara resmi memangku jabatan presiden.

Presiden AS Donald Trump menyulut kemarahan masyarakat dunia pada Desember lalu, setelah ia mengumumkan rencana untuk memindahkan Kedutaan Besar AS di Israel dari Tel Aviv ke Jerusalem dan mengakui kota itu sebagai "ibu kota Israel". Trump melaksanakan ucapannya pada awal tahun ini.

Sejak itu, pemimpin Palestina di Ramallah, Tepi Barat Sungai Jordan, telah menolak peran penengahan oleh AS dalam proses perdamaian Timur Tengah, yang hampir mati.

Jerusalem tetap menjadi inti konflik Timur Tengah; Palestina berharapa Jerusalem Timur --yang diduduki oleh Israel sejak perang 1967-- akhirnya menjadi Ibu Kota Negara Palestina Merdeka, sedangkan Israel menganggap Jerusalem adalah "ibu kotanya yang utuh".




Credit  antaranews.com



Selasa, 17 Juli 2018

OKI upayakan vaksin asli dari negara muslim



OKI upayakan vaksin asli dari negara muslim
Organization of Islamic Cooperation (OIC). (oic-oci.org)


Jeddah, Arab Saudi, (CB) - Departemen Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) sedang mengupayakan produksi vaksin asli dari negara-negara Muslim melalui kelompok produsen vaksin (Vaccine Manufacturers Group-OIC), dan hal tersebut akan dibahas pada pertemuan OKI di Indonesia.

"Kami mengupayakan ada produksi vaksin `indigenous` dari negara-negara Muslim. Hal ini akan dibahas pada pertemuan rutin berikutnya di Indonesia," kata Direktur Jenderal Departemen Ilmu Pengetahuan dan Teknologi OKI, Irfan Shaukat saat berjumpa dengan sejumlah wartawan dari beberapa negara di kantor sekretariat OKI di Jeddah, Senin (16/7).

Menurut dia, jumlah produksi vaksin dari pabrik vaksin Indonesia, Bio Farma, mencapai sepuluh persen dari total produksi dunia.

"Selain itu, produksi mereka juga selalu memenuhi standar yang ditetapkan oleh badan kesehatan dunia WHO," ujar Irfan, seraya menambahkan bahwa dengan demikian Bio Farma layak menjadi acuan bagi negara-negara Muslim dalam memproduksi vaksin yang sesuai syarat kesehatan internasional.

Dia mengatakan pada pertemuan di Indonesia tersebut, negara-negara anggota OKI akan saling bertukar pengalaman mengenai cara memproduksi vaksin yang sesuai dengan standar WHO.

Sebelumnya, dalam pertemuan pejabat senior pada 5 Desember 2017, Indonesia dipercaya menjadi Pusat Keunggulan (Centre of Excellence) OKI untuk vaksin dan bioteknologi.

Beberapa vaksin yang diproduksi oleh Bio Farma di antaranya adalah vaksin BCG untuk mencegah tuberkulosis, vaksin DTP untuk mencegah difteri, tetanus dan pertussis, vaksin Jerap DT untuk mencegah difteri dan tetanus, dan vaksin campak.

Lebih lanjut Irfan menjelaskan bahwa di beberapa negara anggota OKI ada kampanye anti vaksi karena dianggap bertentangan dengan aturan Islam.

Menyikapi persoalan tersebut, OKI melakukan pendekatan kepada masyarakat di negara-negara Muslim yang masih menolak pemberian vaksin kepada anak-anak dengan melibatkan peran para ulama.

"Kami melibatkan para ulama di negara tersebut guna meluruskan pemahaman yang keliru mengenai vaksin, bahwa pemberian vaksin tidak melanggar hukum agama," ucapnya.

Upaya tersebut berhasil yang ditunjukkan dengan menurunnya kampanye anti vaksin dan meningkatnya jumlah masyarakat untuk mendapatkan vaksin.





Credit  antaranews.com





Selasa, 15 Mei 2018

OKI Sebut Pembukaan Kedubes AS Penghinaan Terhadap Palestina


OKI Sebut Pembukaan Kedubes AS Penghinaan Terhadap Palestina
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menganggap pembukaan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Yerusalem sebagai penghinaan terhadap Palestina. (REUTERS/Mohammed Salem)


Jakarta, CB -- Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menganggap pembukaan Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat untuk Israel di Yerusalem, Senin (14/5) merupakan bentuk penghinaan terhadap hak bangsa Palestina dan pelanggaran terhadap hukum internasional.

Organisasi beranggotakan 57 negara termasuk Indonesia itu mengutuk keras langkah Presiden Donald Trump yang berkeras membuka kedutaan besarnya itu meski seluruh dunia mengecamnya.

"OKI menganggap pemerintahan AS saat ini bertentangan dengan komitmen negaranya sendiri dan menghina hak-hak dasar Palestina serta juga hukum internasional," bunyi pernyataan resmi OKI melalui situsnya, Senin (14/5).



"OKI mengecam dengan pernyataan sekeras-kerasnya langkah ilegal pemerintah AS ini dan menganggap langkah tersebut sebagai serangan AS terhadap hak dasar, sejarah, dan hukum bangsa Palestina."

Pernyataan itu diungkapkan OKI sebagai tanggapan terhadap AS yang baru saja membuka kedutaannya untuk Israel di Yerusalem pada awal pekan ini.

Pemindahan Kedubes dari Tel Aviv ke Yerusalem tetap dilakukan Trump meski Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menolak keputusannya itu yang dinilai bisa mengancam perdamaian di Timur Tengah.



Dalam pernyataannya, OKI juga kembali menegaskan langkah AS tersebut merusak kedudukan hukum internasional yang jelas-jelas telah mengatur status Yerusalem, kota suci bagi tiga agama yang selama ini menjadi sumber konflik Palestina-Israel.

OKI menyebut keputusan AS yang berkeras membuka kedutaan di Yerusalem telah melanggar sejumlah resolusi internasional terkait status Al Quds Al Sharif dan Palestina seperti resolusi Dewan Keamanan PBB 242 tahun 1967, resolusi 252 (1968), resolusi 267 (1969), resolusi 298 (1971), resolusi 338 (1973), resolusi 446 (1979), resolusi 465 (1980), resolusi 476 (1980), resolusi 478 (1980), resolusi 2334 (2016), dan resolusi Majelis Umum PBB A/RES/72/15 tahun 2017.

Padahal, seluruh resolusi itu juga disepakati AS sebagai salah satu anggota PBB.



"Sangat jelas bahwa AS tidak menghormati hak-hak dan sentimen religius dari umat Muslim. Langkah AS ini juga menyimpulkan bahwa pemerintahan AS saat ini gagal mempertahankan perannya sebagai perantara dan mediator upaya perdamaian di kawasan,"

Trump tidak hadir dalam pembukaan kedubesnya itu. Namun, delegasi AS yang terdiri dari putri Trump dan menantunya, Ivanka Trump dan Jared Kushner, serta sejumlah pejabat lainnya seperti Wakil Menteri Luar Negeri AS John Sullivan telah mewakilinya dalam peresmian Senin siang tersebut.

Sullivan menganggap relokasi kedutaan negaranya merupakan "pengakuan terhadap realitas yang telah lama tertunda."
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga hadir dalam gelaran peresmian tersebut. Ia bahkan mendorong negara lain melakukan hal yang sama seperti AS.

Tidak tinggal diam, ratusan warga Palestina di Jalur Gaza menggelar protes menolak pembukaan kedutaan. Militer Israel disebut menambah pasukannya di perbatasan dekat Gaza demi mengantisipasi pendemo.

Bentrokan tidak dapat dihindari. Sedikitnya 52 warga Palestina tewas akibat bentrok dengan pihak militer di Jalur Gaza. Gedung Putih malah menyalahkan Hamas, salah satu fraksi besar Palestina, atas kematian tersebut.





Credit  cnnindonesia.com




Bentrok Palestina di Gaza, Turki Dorong Pertemuan Darurat OKI


Bentrok Palestina di Gaza, Turki Dorong Pertemuan Darurat OKI
Tewasnya sekitar 55 orang Palestina oleh tentara Israel saat bentrok di Gaza mendorong Turki untuk menggelar pertemuan darurat Organisasi Kerjasama Islam (OKI). (Foto: AFP PHOTO / ADEM ALTAN)



Jakarta, CB -- Turki menyerukan pertemuan darurat Organisasi Kerjasama Islam (OKI), tak lama setelah pasukan Israel membunuh puluhan pengunjuk rasa Palestina di Gaza.

Ungkapan itu disampaikan juru bicara pemerintah Turki, Bekir Bozdag pada Senin (14/5) seperti dilansir dari Reuters. Turki menginginkan pertemuan badan negara yang beranggotakan 57 negara itu untuk diadakan Jumat (18/5).

Sebelumnya, pada hari paling berdarah bagi orang Palestina sejak konflik Gaza pada tahun 2014, pasukan Israel menembak mati 55 demonstran Palestina di perbatasan Gaza. Konflik ini terjadi bertepatan dengan Amerika Serikat membuka kedutaannya di Yerusalem, pada Senin (14/5).






Turki telah menjadi salah satu kritikus paling vokal atas langkah AS dan kekerasan di Gaza. Pemerintah pun menyatakan tiga hari berkabung bagi mereka yang tewas.

Presiden Tayyip Erdogan menggambarkan tindakan pasukan Israel sebagai "genosida" dan Israel sebagai "negara teroris".

"Tidak peduli dari sisi mana, apakah dari Amerika Serikat atau Israel, saya mengutuk penderitaan kemanusiaan ini, genosida ini," katanya.



Perdana Menteri Binali Yildirim mengatakan Amerika Serikat adalah kaki tangan dalam kejahatan terhadap kemanusiaan.

"Sayangnya, AS secara arogan berdiri di atas pemerintahan Israel yang membunuh warga sipil, dan bekerjasama dalam kejahatan terhadap kemanusiaan ini," katanya kepada wartawan di Ankara.

"Provokasi ini hanya akan memperburuk masalah di kawasan, dan memperuncing persoalan lebih dalam hubungan Israel-Palestina, serta akan membuat perdamaian di wilayah itu lebih sulit," tambah Yildirim.

Dia mengatakan Presiden AS Donald Trump berusaha mengalihkan perhatian dari masalah domestik dengan memindahkan kedutaan, "mencoba menyembunyikan api di dalam dengan membakar di luar".



Para pejabat Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan 55 pemrotes tewas dan lebih dari 2.700 orang terluka baik oleh tembakan langsung, gas air mata atau sarana lainnya.

Sementara, di Istanbul sekitar 2.000 orang berbaris di sepanjang Istiklal Street, membawa spanduk mengatakan "Jerusalem milik Muslim" dan "Pembunuh Israel, keluar dari Palestina".

Erdogan berjanji akan menggelar unjuk rasa mendukung orang-orang Palestina di Istanbul pada hari Jumat setelah KTT OKI.

Sebelumnya pada hari Senin, Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan keputusan AS untuk memindahkan kedutaannya ke Yerusalem telah mendorong pasukan Israel untuk membunuh puluhan demonstran Palestina.

"Kami mengutuk pembantaian yang dilakukan oleh pasukan keamanan Israel, didorong oleh langkah ini, di Palestina yang berpartisipasi dalam demonstrasi damai," kata pernyataan itu.



Credit  cnnindonesia.com





Senin, 14 Mei 2018

Ulama Saudi Sebut Bom Gereja Surabaya Kejahatan Besar



Ulama Saudi Sebut Bom Gereja Surabaya Kejahatan Besar
Warga Surabaya dari lintas agama dan elemen, menyalakan lilin dan orasi ketika melakukan aksi solidaritas untuk korban serangan bom, di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5/2018). Foto/SINDOphoto/Ali Masduki


JEDDAH - Pemerintah Kerajaan dan Majelis Ulama Arab Saudi mengutuk keras serangan bom di tiga gereja di Surabaya, Indonesia, pada hari Minggu. Ulama di negara tersebut menyebut serangan bom itu sebagai kejahatan besar yang diharamkan dalam Syariah Islam.

Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) juga ikut mengecam serangan bom bunuh diri kemarin yang menewaskan 13 orang termasuk para pelaku.

Kementerian Luar Negeri Saudi dalam sebuah pernyataan menegaskan bahwa Kerajaan Arab Saudi bersolidaritas dengan negara-negara sahabat dalam memerangi terorisme.


Dalam sebuah pernyataan terpisah, yang dilansir Saudi Gazette, Senin (14/5/2018), Majelis Ulama Senior Saudi mengatakan bahwa mereka menganggap serangan terhadap beberapa gereja sebagai kejahatan besar, ketidakadilan dan agresi yang dilarang oleh Syariah Islam.

Sekretariat Jenderal Majelis tersebut menekankan bahwa Islam melarang terorisme dan menganggap orang-orang yang melakukannya sebagai penjahat.


Sedangkan Sekretaris Jenderal OKI, Yousef Al-Othaimeen, mengatakan bahwa OKI menegaskan kembali posisi prinsipnya bahwa kekerasan dan terorisme tidak boleh dikaitkan dengan agama, kebangsaan, peradaban, atau kelompok etnis apa pun.

"Ekstrimisme dan terorisme dalam segala bentuk dan manifestasinya termasuk kekerasan terhadap warga sipil dan serangan bunuh diri bertentangan dengan prinsip-prinsip suci Islam dan menghina keragaman agama masyarakat Indonesia," tulis media Saudi tersebut mengutip pernyataan Sekjen OKI.

Al-Othaimeen juga menyampaikan solidaritas OKI untuk masyarakat Indonesia. OKI menyampaikan belasungkawa secara tulus kepada keluarga korban dan berharap para korban luka cepat pulih. 




Credit  sindonews.com


Jumat, 11 Mei 2018

Aksi 115 desak sidang darurat OKI


Aksi 115 desak sidang darurat OKI
Aksi Bebaskan Baitul Maqdis di Monumen Nasional, Jumat, dimulai dengan shalat shubuh berjamaah menjelang shalat Jumat. (ANTARA News/Anom Prihantoro)



Jakarta (CB) - Anggota Dewan Pembina Gerakan Nasional Pembela Fatwa Ulama (GNPF-Ulama) Ustadz Bachtiar Nasir mengatakan salah satu resolusi aksi bela Palestina 11 Mei (Aksi 115) adalah mendesak digelarnya sidang darurat Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) terkait Yerusalem.

"Kepada OKI agar menentang keras Presiden Donald Trump soal pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan segera mengelar sidang darurat," kata Bachtiar yang kerap disapa UBN di Monumen Nasional, Jakarta, Jumat.

Dia mengatakan agenda sidang darurat itu untuk membatalkan pengakuan Amerika atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel secara sepihak lewat pemindahan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Kepada Majelis Umum Persatuan Bangsa-bangsa, kata dia, agar tegas atas pelanggaran AS dan Israel atas resolusi-resolusi perdamaian Palestina.

Bagi pemerintah Indonesia, lanjut dia, supaya menggunakan jaringannya di OKI dan PBB untuk menekan Trump.

Dia juga meminta pemerintah untuk mengutamakan diplomasi luar negeri dengan Palestina sebagai jantung hati kebijakan.

Dalam kesempatan itu, UBN meminta umat Islam Indonesia untuk bersatu memperjuangkan Palestina sehingga merdeka dari penjajah.

"Islam Indonesia agar memperkokoh ukhuwah Islamiyah dan di bawah bimbingan ulama maka Palestina bisa ke pangkuan umat Islam kembali," kata dia.






Credit  antaranews.com



Rabu, 09 Mei 2018

OKI Kecam Kekerasan Militer India di Kashmir


Perbatasan Kashmir yang memisahkan India dan Pakistan.
Perbatasan Kashmir yang memisahkan India dan Pakistan.
Foto: Zee Media Bureau

Kekerasan di Kashmir meningkat dalam dua tahun terakhir.




CB, KASHMIR -- Independent Permanent Human Rights Commission (IPHRC) dari Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengutuk kekerasan yang dilakukan oleh pasukan keamanan India terhadap warga sipil Muslim di wilayah Kashmir yang dikelola India. Menurut IPHRC, kekerasan itu bertentangan dengan norma-norma hak asasi manusia (HAM) di India dan dunia internasional.


Sedikitnya 20 orang tewas, yang sebagian besar anak muda, dan puluhan lainnya terluka parah, pada minggu terakhir tindakan keras dilakukan oleh pasukan India di Distrik Shopian. Sebuah rekaman video yang beredar di media sosial bahkan menunjukkan seorang warga sipil tewas terlindas kendaraan lapis baja.

Seperti dilaporkan laman Anadolu, IPHRC menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban yang ditinggalkan. Komisi tersebut juga menyampaikan keprihatinan PBB dan OKI mengenai situasi HAM di wilayah Kashmir yang dikelola India.


Komisi tersebut mengimbau masyarakat internasional, terutama negara-negara anggota OKI, untuk menekan India agar segera mengakhiri pelanggaran HAM yang dilakukan militernya. IPHRC juga mendesak pihak berwenang untuk menyeret ke pengadilan semua pihak yang bertanggung jawab.


IPHRC menyambut baik pernyataan dukungan OKI baru-baru ini terhadap hak-hak sah masyarakat Kashmir, termasuk hak untuk menentukan nasib sendiri. Komisi itu menyerukan agar perselisihan diselesaikan melalui dialog sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB yang relevan dan keinginan rakyat Kashmir.


Separatis Muslim telah terlibat bentrokan dengan pasukan India sejak akhir 1980-an di wilayah Kashmir yang dikuasai India. Wilayah tersebut adalah satu-satunya negara bagian yang penduduknya mayoritas Muslim di negara mayoritas Hindu tersebut.


New Delhi menuduh Pakistan secara rahasia mendukung pemberontakan separatis yang sudah lama terjadi. Kedua negara yang bersaing itu telah terlibat dalam beberapa perang di Kashmir.


Kekerasan semakin meningkat dalam dua bulan terakhir. Tahun ini, tercatat ada 131 orang tewas di Kashmir, termasuk 72 militan, 31 warga sipil, dan 28 personel keamanan India.





Credit  republika.co.id





Selasa, 08 Mei 2018

OKI: Myanmar Terang-terangan Melanggar Hukum Internasional


Pengungsi Rohingya
Pengungsi Rohingya
Foto: asiancorrespondent.com

OKI akan terus terlibat untuk mengatasi pelanggaran HAM terhadap Rohingya




CB, DHAKA -- Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menyatakan keprihatinan mendalam atas pembersihan etnis Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar. Hal ini termaktub dalam deklarasi yang dihasilkan seusai Konferensi Tingkat Menteri (KTM) OKI ke-45 digelar di Dhaka, Bangladesh, Ahad (6/5).

"Kami mengungkapkan keprihatinan mendalam atas tindakan brutal sistematis baru-baru ini yang dilakukan pasukan keamanan (Myanmar) terhadap komunitas Muslim Rohingya yang telah mencapai tingkat pembersihan etnis, yang merupakan pelanggaran serius dan terang-terangan terhadap hukum internasional," kata OKI dalam deklarasinya, dikutip laman Anadolu.

OKI pun mengapresiasi dan menyatakan penghargaan kepada Bangladesh yang telah menampung ratusan ribu pengungsi Rohingya. "Kami menggarisbawahi pentingnya negara anggota OKI terus terlibat dalam sistem PBB termasuk Majelis Umum PBB dan Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) serta organisasi internasional lainnya untuk mengatasi pelanggaran HAM yang besar dari Muslim Rohingya, dengan mempertimbangkan perkembangan terakhir," katanya.

Lebih dari setengah juta warga Rohingya telah melarikan diri dari negara bagian Rakhine dan mengungsi ke Bangladesh sejak militer Myanmar menggelar operasi pada Agustus tahun lalu. Pasukan Myanmar yang mengklaim hanya memburu gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), turut menyerang dan menghabisi warga sipil Rohingya di sana.

PBB telah menyatakan bahwa yang dilakukan militer Myammar terhadap Rohingya merupakan pembersihan etnis. PBB juga telah menggambarkan Rohingya sebagai orang-orang yang paling teraniaya dan tertindas di dunia.

Pada November 2017, Myanmar dan Bangladesh telah menyepakati proses repatriasi pengungsi. Namun pelaksanaan kesepakatan ini belum optimal. Cukup banyak pengungsi Rohingya di Bangladesh yang enggan kembali ke Rakhine.

Mereka mengaku masih trauma atas kejadian yang menimpanya pada Agustus tahun lalu. Selain itu, kesepakatan repatriasi pun tak menyinggung perihal jaminan keamanan dan keselamatan bagi warga Rohingya yang kembali.





Credit  republika.co.id




OKI Serukan Dunia Internasional Hormati Status Yerusalem



Logo Organisasi Konferensi Islam
Logo Organisasi Konferensi Islam
Foto: OIC

Keputusan AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel merupakan tindakan ilegal



CB,DHAKA -- Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menyerukan dunia internasional menghormati status Yerusalem. Hal ini berkaitan dengan diakuinya kota tua tersebut sebagai ibu kota Israel oleh Amerika Serikat (OKI).

OKI mengatakan keputusan AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember lalu merupakan tindakan ilegal. "Kami mengundang semua anggota komunitas internasional untuk tetap berkomitmen terhadap status Al-Quds al-Sharif (Yerusalem) dan semua resolusi PBB terkait, sejalan dengan keputusan relevan Komunike Akhir KTT Luar Biasa OKI di Istanbul dan Deklarasi Istanbul tentang 'Kebebasan untuk Al-Quds'," kata OKI dalam sebuah deklarasi seusai menggelar konferensi tingkat menteri ke-45 di Dhaka, Bangladesh pada Ahad (6/5), dikutip laman Anadolu.

Selain itu, OKI pun menyerukan Israel agar segera menghentikan segala bentuk penindasan terhadap warga Palestina. "OKI menyerukan penghentian sepenuhnya semua pelanggaran Israel terhadap hukum internasional, termasuk penghentian blokade Jalur Gaza, semua aktivitas permukiman kolonial, pembongkaran rumah-rumah (warga) Palestina, dan pembunuhan, melukai, serta penahanan warga sipil, termasuk anak-anak," ujar OKI.

AS mengaku Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember 2017. AS menjadi negara pertama yang melakukan hal tersebut.Kendati demikian, keputusan AS menuai cukup banyak kecaman dan protes, terutama dari negara-negara Arab. AS dinilai telah melanggar berbagai resolusi internasional terkait Yerusalem.

Namun AS tak mengacuhkan kecaman dan protes tersebut. Pada 14 Desember mendatang, AS akan membuka kedutaan besarnya untuk Israel di Yerusalem. Seremoni pembukaan kedutaan akan berbarengan dengan hari kelahiran Israel.






Credit  republika.co.id




Senin, 07 Mei 2018

OKI Kecam Pembukaan Kedutaan AS di Yerusalem

OKI Kecam Pembukaan Kedutaan AS di Yerusalem
Wakil Menteri Luar Negeri RI, Dr. AM Fachir ketika berbicara pada Konferensi Tingkat Menteri Organisasi Kerja Sama Islam (KTM-OKI) ke-45 yang berlangsung di Dhaka, Bangladesh, Minggu (6/5). (Dok. Kemlu RI)



Jakarta, CB -- Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) kembali mengecam keras keputusan unilateral Amerika Serikat untuk membuka kedutaan besar di Yerusalem pada 14 Mei 2018.  Kecaman itu disampaikan lewat Deklarasi Dhaka yang dihasilkan dalam Konferensi Tingkat Menteri (KTM) OKI ke-45  yang berlangsung di Dhaka, Bangladesh, pada 5-6 Mei 2018.

Dalam konferensi yang dihadiri Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir tersebut,  KTM OKI menghasilkan beberapa keputusan penting terkait Palestina yaitu posisi dan pernyataan bersama OKI untuk secara konsisten membantu memberikan sumber daya material untuk mendukung perjuangan bangsa Palestina dan mengecam keras keputusan unilateral AS membuka Kedutaan Besar di Yerusalem pada 14 Mei 2018.

"Lebih lanjut OKI juga menekankan mengenai kedudukan Yerusalem sebagai ibu kota Palestina merupakan bagian yg tidak terpisahkan dari formula solusi dua negara (two states solution) untuk penyelesaian konflik Arab-Israel," ungkap rilis Kemlu RI yang diterima CNNIndonesia.com, Minggu (6/5).


Selanjutnya OKI akan mengambil langkah-langlah hukum dan politik untuk menanggapi kebijakan unilateral Pemerintah AS tersebut termasuk melalui mekanisme Sidang Majelis Umum PBB, Dewan Keamanan PBB dan International Court of Justice. OKI juga menyerukan masyarakat internasional untuk tidak memindahkan kedutaan besar lainnya ke Yerusalem.





Indonesia juga mendesak Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk memperbaiki diri agar dapat menjawab tantangan persoalan global. "Agar sanggup menjawab persoalan global, OKI harus memperbaiki manajemen dan proses pengambilan keputusan organisasi," kata Wamenlu RI dalam pidatonya di sidang pleno KTM OKI.

Wamenlu juga menawarkan solusi atas sejumlah tantangan yang dihadapi dunia Islam. Disampaikan bahwa dalam bidang politik dan keamanan, Indonesia mengusulkan Contact Group on Peace and Conflict Resolution sebagai wadah bersama untuk mengidentifikasi dan merumuskan cara menghadapi tantangan keamanan dan perdamaian.

Untuk aspek ekonomi dan sosial, Wamenlu menyampaikan prakarsa Indonesia dalam pembangunan Pusat Pengembangan Produk Vaksin dan Bioteknologi untuk Negara-negara OKI.

Upaya tersebut penting dalam rangka mewujudkan swasembada pengadaan vaksin yang murah untuk negara-negara OKI. Indonesia juga mengajak negara-negara OKI untuk mengadakan kerja sama riset dan pengembangan melalui center of excellence yang akan berlokasi di Indonesia.

Dalam konteks kerjasama kebudayaan OKI, Indonesia berhasil mengajukan resolusi mengenai pertemuan High Level Consultation of World Muslim Scholars on Wassatiyat Islam yang diselenggarakan di Bogor, Indonesia, tanggal 1-3 Mei 2018.



Resolusi juga telah mencerminkan hasil pertemuan tersebut yaitu "Bogor Message" mengenai prinsip "moderation" bagi pemajuan perdamaian, toleransi, dan kehidupan harmonis di dunia Islam dan antar-agama sekaligus membangun masyarakat yang adil, makmur, damai dan terbuka yang selaras dengan nilai-nilai islam.

Pada kesempatan tersebut, OKI juga sampaikan penghargaan atas terlaksananya Pertemuan Wasatiyyah Islam di Indonesia.

"Untuk pertama kali, OKI menyambut baik penyelenggaraan Pertemuan Wassatiyat Islam di Bogor 1-3 Mei 2018 telah diakui dan masuk dalam resolusi KTM OKI ke-45. Resolusi juga memuat mengenai prinsip "moderation" bagi pemajuan perdamaian, toleransi, dan kehidupan harmonis di dunia Islam dan antar-agama," kata Direktur Sosial Budaya dan Organisasi Internasional Negara Berkembang, Kamapradipta Isnomo kepada CNNIndonesia.com.

Dalam pernyataannya, Wamenlu juga mengajak negara anggota OKI untuk bekerjasama dalam semangat persaudaraan Islam dalam mengatasi berbagai masalah kemanusiaan di Palestina, Myanmar, Yaman dan Suriah.

Indonesia berpartisipasi dan menyampaikan pandangan konstruktif mengenai pengungsi Rohingya dalam Sesi Khusus. Dalam kesempatan itu, Indonesia menekankan pentingnya untuk mengatasi krisis secara tuntas dan mendorong penyelesaian akar permasalahan melalui 2 pendekatan yaitu melalui constructive enggagement dengan Pemerintah Myanmar dan membantu pembangunan ekonomi di Myanmar, khususnya di Rakhine.



KTM OKI ke-45 dibuka oleh Perdana Menteri Bangladesh dan dihadiri oleh 56 negara anggota.

Pada tanggal 4 Mei 2018, Ketua Delegasi negara anggota OKI juga berkesempatan mengunjungi Lokasi Pengungsi di Cox's Bazar untuk melihat secara langsung dari dekat kondisi pengungsi Rohingya

Saat pembukaan KTM, Indonesia mendapat kehormatan berbicara mewakili Kelompok Asia. Dalam kesempatan tersebut Wamenlu Fachir sampaikan apresiasi sekaligus komitmen untuk mendukung Bangladesh yang akan mengetuai KTM OKI periode 1 tahun kedepan.

"Suatu kehormatan bagi Indonesia untuk menyampaikan pidato sambutan atas nama Kelompok Asia OKI pada saat pembukaan KTM OKI ke-45, yang telah disampaikan oleh Wakil Menlu RI," kata Kamapradipta.

Dalam pidato dihadapan sidang pleno KTM OKI ke-45, Wamenlu RI juga menegaskan kembali niat serius Indonesia untuk mencalonkan diri sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020, dan meminta dukungan seluruh anggota OKI.





Credit  cnnindonesia.com





Minggu, 06 Mei 2018

Soal Yerusalem, Indonesia Minta OKI Bersatu Dukung Palestina


Soal Yerusalem, Indonesia Minta OKI Bersatu Dukung Palestina 
 Indonesia mengimbau agar dunia Islam yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) bersatu mendukung Palestina. (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal)
 
 
Jakarta, CB -- Indonesia mengimbau agar negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) bersatu mendukung Palestina. Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi menanggapi rencana Amerika Serikat yang akan membuka kedutaan besar di Yerusalem pada 14 Mei mendatang.

"Perlu ada persatuan negara OKI untuk memperjuangkan Palestina," kata Retno saat ditemui di kantornya di Jakarta, Jumat (4/5).

Retno mengatakan dalam beberapa hari terakhir ia juga telah menghubungi menteri sejumlah negara anggota OKI dan membahas penegasan organisasi terkait dukungan pada Palestina.


Komunikasi itu dilakukan Retno bersamaan dengan Konferensi Tingkat Menteri OKI ke-45 yang digelar hari ini hingga 6 Mei mendatang di Dhaka, Bangladesh, yang dihadiri Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir.

Dalam komunikasinya, Retno menegaskan bahwa penting menegaskan persatuan negara Muslim dalam menyuarakan posisi mereka mengenai isu Palestina.

Retno mengatakan akan ada 118 resolusi yang dibahas dan diadopsi di KTM OKI. Salah satu resolusi pasti menyangkut Palestina.



Sebab, ia mengatakan Palestina merupakan isu utama dalam setiap pembahasan OKI. Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir mewakili delegasi Indonesia dalam KTM OKI tersebut.

Selain isu Palestina, pembahasan krisis kemanusiaan di Rakhine, Myanmar, menjadi fokus pembahasan negara OKI dalam pertemuan itu.

Para menteri luar negeri OKI juga melakukan kunjungan ke kamp pengungsi Rohingya di Cox's Bazar.

Kota Yerusalem 
Foto: REUTERS/Ammar Awad
Kota Yerusalem


Lawatan ke perbatasan itu dilakukan guna melihat secara langsung apa yang selama ini dihadapi Bangladesh dalam menangani gelombang eksodus dari Rakhine.

Selain negara-negara anggota OKI, Menlu RI juga mengajak negara lainya yang peduli untuk mendukung perjuangan Palestina.

"Jadi yang harus bersatu bukan hanya negara Muslim dalam mendukung perjuangan Palestina, tapi seluruh negara yang menghormati hukum internasional. Isu ini sekali lagi bukan agama. Jadi RI utur mengajak negara lain menyuarakan hal sama yakni mendukung Palestina," tutur Retno.



Credit  cnnindonesia.com