Tampilkan postingan dengan label PERTANIAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PERTANIAN. Tampilkan semua postingan

Rabu, 14 Desember 2016

4 Warga China Tertangkap Tanam Benih Cabai Berbakteri di Bogor, Ini Kata Mentan


 
4 Warga China Tertangkap Tanam Benih Cabai Berbakteri di Bogor, Ini Kata Mentan Foto: Yulida Medistiara



Jakarta - Menteri Pertanian Amran Sulaiman menanggapi soal tertangkapnya 4 warga negara (WN) China yang diketahui menanam cabai di Kampung Gunung Leutik, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Amran menyebut bukan hanya 2 kg yang tertangkap dan dimusnahkan, tetapi ada komoditas lain yang jumlahnya lebih besar juga ikut dimusnahkan.

Hal itu karena peran pengawasan yang ketat di Balai Karantina Kementan. Menurut Amran, dengan ketatnya pengawasan Balai Karantina, beberapa komoditas lain seperti bawang di Batam, dan impor Jeruk sebanyak 42 kontainer dari Cina di Surabaya tetap dimusnahkan.

"Kami lakukan pengawasan melekat di seluruh Karantina Indonesia. Buktinya 2 kg saja cabai ini kita tangkap, kita musnahkan. Bahkan dulu dari China ada jeruk dari Surabaya kita musnahkan dan tidak ada kompromi dari ribuan ton kita musnahkan," kata Amran, di Poso, Sulawesi Tenggara, Selasa (13/12/2016).

Setiap bulannya, volume transaksi barang yang masuk dan keluar di Karantina seluruh Indonesia mencapai 3 juta ton. Tetapi, dengan pengawasan yang ketat di Karantina 2 kg cabai tersebut telah dapat dicegah.

Ia menyebut, Kementan melakukan pengetatan pengawasan di Balai Karantina dengan melakukan mutasi sebanyak 164 pegawai dalam waktu 2 tahun. Pencopotan tersebut dilakukan kepada pegawai yang dianggap lalai menjalankan tugasnya.

"2 kg saja tertangkap dengan jumlah barang masuk 3 juta ton. Begitu ketatnya karantina melakukan pengawasan juga kita memberikan sanksi 164 orang mutasi dicopot dari jabatannya di direktorat Karantina," kata Amran.

Ia menyebut 2 Kg cabai yang sebelumnya disebut dalam berita 4 hektar hanyalah 0,4 hektar atau 4000 meter. Cabai tersebut tidak lah berbahaya bagi manusia tetapi berbahaya bagi tanaman.

Karena membahayakan, maka Kementan memusnahkan 2 kg cabai yang tertangkap di Karantina dan juga 5000 batang cabai di lahan. Ia menyebut, dari 5000 batang cabai yang ditanam sebenarnya berasal dari 33 gram bibit cabai yang diseludupkan dan akhirnya ditanam menjadi 5000 batang.

Ia mencontohkan salah satu bentuk penyelundupan misalnya di taruh di bawah sepatu ketika melewati pemeriksaan imigasi ketika WN Cina tersebut melintas. Namun, dia sendiri masih belum dapat memastikan dari mana masuknya WN Cina itu dengan cabainya.

"Semua ini telah dimusnahkan, biji dan yang ditanam, yang di tanam 5000 batang itu adalah 0,33 Kg atau 33 gram karena dia (WN Cina) adalah illegal bisa saja disimpan dalam sepatu atau di kotak karena kecil kita tidak mengerti. Jumlah yang ditanam itu adalah 33 gram," imbuhnya.

Amran mengatakan pihaknya berupaya agar hal serupa tidak terulang lagi. Pasalnya, empat WN China yang ditangkap tersebut telah menjadi petani selama 4 bulan di Indonesia.


Credit  finance.detik.com





Ini Bakteri di Benih Cabai yang Ditanam Warga Negara China di Bogor



Ini Bakteri di Benih Cabai yang Ditanam Warga Negara China di Bogor Foto: Dok. Badan Karantina Kementan



Jakarta - Empat Warga Negara (WN) China beberapa waktu lalu ditangkap pihak imigrasi. Mereka diketahui menanam cabai di lahan seluas 4 hektar di Kampung Gunung Leutik, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Pasca penangkapan itu, Badan Karantina Kementerian Pertanian (Kementan) langsung bertindak cepat. Benih cabai dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Hasilnya, benih cabai itu mengandung bakteri erwinia chrysanthemi.

"Begitu ada kasus petani ditangkap Imigrasi, nah Karantina langsung bergerak, ambil sampel dan masukkan ke lab," kata Kepala Badan Karantina Kementan, Banun Harpini kepada detikFinance, Selasa (13/12/2016).

Meski itu dijadikan barang bukti oleh Imigrasi, sambungnya, pihaknya memutuskan untuk memusnahkan benih cabai serta pohon cabai yang sudah ditanam itu. Hal itu sebagai langkah pencegahan agar bakteri tidak menyerang tanaman family solanaceae itu.

"Kita koordinasi dengan Imigrasi agar itu (benih) dimusnahkan dulu, agar mengurangi resiko dan dampak, kalau itu nanti menyebar. Justru kami berterimakasih pada jajaran Imigrasi yang sudah berkoordinasi, sehingga kita bisa dapatkan benih itu buat dimusnahkan," ungkap Banun.

Menurut dia, bakteri jenis erwinia chrysanthemi sendiri merupakan bakteri yang dikategorikan sebagai Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) golongan A1 atau belum ada di Indonesia, sehingga tidak dapat diberikan perlakuan apapun selain pemusnahan.

Sebagai informasi, 4 WN China ini ditangkap saat sedang menggarap lahan cabai di Bogor pada Selasa (8/10/2016) pukul 13.00 WIB. Penangkapan dilakukan oleh Tim Pora (Pengawasan Orang Asing) DKI Jakarta dan Tim Pora Imigrasi Kelas II Kota Bogor.

Didapatkan informasi dari masyarakat tentang adanya keberadaan WN China di lokasi tersebut. Keempat WN China ini sedang menanam cabai di lahan seluas 4 hektar. Keempat orang WN China ini merupakan laki-laki, masing-masing Xue Qingjiang (51), Yu Wai Man (37), Gu Zhaojun (52) dan Gao Huaqiang (53).

Xue Qingjiang dan Yu Wai Man saat diperiksa tidak memiliki paspor dan dokumen apapun. Sementara Gu Zhaojun dan Gao Huaqiang melakukan penyalahgunaan visa kunjungan. Kedua WN China yang tidak membawa paspor beralasan dokumen mereka dibawa oleh sponsor.



Credit  finance.detik.com


Dari Mana Asal Benih Cabai Berbakteri yang Ditanam WN China di Bogor?


Dari Mana Asal Benih Cabai Berbakteri yang Ditanam WN China di Bogor? Foto: Dok. Badan Karantina Kementan



Jakarta - Beberapa waktu lalu Imigrasi menangkap 4 Warga Negara (WN) China karena kedapatan berprofesi menjadi petani ilegal. Mereka menanam cabai di lahan seluas 4 hektar, di Kampung Gunung Leutik, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Dari pemeriksaan laboratorium Badan Karantina Kementerian Pertanian (Kementan), benih cabai tersebut positif mengandung bakteri jenis erwinia chrysanthemi. Bakteri itu digolongkan sebagai Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) golongan A1 atau belum ada di Indonesia.

Bakteri yang menyerang tanaman famili solanaceae ini bisa mengakibatkan kerusakan atau gagal produksi hingga 70%. Lalu dari mana benih cabai yang positif erwinia chrysanthemi berasal?

Kepala Badan Karantina Kementan, Banun Harpini, menjelaskan sampai saat ini belum bisa memastikan dari mana benih cabai yang ditanam oleh WN China itu. Namun dirinya memastikan, benih cabai tersebut merupakan benih ilegal.

"Makanya sedang didalami, Badan Karantina belum tahu, kita tahunya begitu ada kasus Imigrasi tangkap mereka, dan ternyata dia lagi bertani itu ada sisa benihnya. Nah Karantina langsung bergerak, ambil sampel dan masukkan ke lab," ungkap Banun kepada detikFinance, Selasa (13/12/2016).

Dia menuturkan, benih tersebut dipastikan ilegal, lantaran tidak mengantongi sertifikat keamanan. Namun demikian, namun belum diketahui dari mana asal benih tersebut.

"Dari sisi Karantina kalau lewat pintu pemasukkan karantina yang kita jaga, itu pasti kita akan sudah ada SOP harus disertai dengan surat kesehatan, kalau tidak ada sudah pasti ditolak, jadi nggak boleh masuk. Tetapi preventifnya lain agar tidak menyebar kita musnahkan dulu yang kemarin itu," ujar Banun.

Saat ini sudah dimusnahkan sekitar 5.000 batang tanaman cabai yang sudah ditanam petani asal China tersebut di Bogor. Sebanyak 2 kilogram benih cabai yang belum sempat ditanam juga ikut dimusnahkan.

Sebagai informasi, 4 WN China ini ditangkap saat sedang menggarap lahan cabai di Bogor pada Selasa (8/10/2016) pukul 13.00 WIB. Penangkapan dilakukan oleh Tim Pora (Pengawasan Orang Asing) DKI Jakarta dan Tim Pora Imigrasi Kelas II Kota Bogor.

Didapatkan informasi dari masyarakat tentang adanya keberadaan WN China di lokasi tersebut. Keempat WN China ini sedang menanam cabai di lahan seluas 4 hektar. Keempat orang WN China ini merupakan laki-laki, masing-masing Xue Qingjiang (51), Yu Wai Man (37), Gu Zhaojun (52) dan Gao Huaqiang (53).

Xue Qingjiang dan Yu Wai Man saat diperiksa tidak memiliki paspor dan dokumen apapun. Sementara Gu Zhaojun dan Gao Huaqiang melakukan penyalahgunaan visa kunjungan. Kedua WN China yang tidak membawa paspor beralasan dokumen mereka dibawa oleh sponsor.



Credit  finance.detik.com



Terungkap, Benih Cabai Berbakteri yang Ditanam WN China di Bogor


Jakarta - Badan Karantina Pertanian menemukan benih cabai berbakteri. Ini terungkap setelah imigrasi menangkap 4 orang Warga Negara (WN) China di Kampung Gunung Leutik, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Mereka ditangkap karena melanggar visa kunjungan dengan menjadi petani dan menanam cabai di lahan seluas 4 hektar.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium Badan Karantina, benih bibit cabai yang ditanam WN China itu positif mengandung bakteri erwinia chrysanthemi. Berikut penjelasan tentang temuan cabai berbakteri itu dalam infografis:

Infografis cabai berbakteri (Mindra Purnomo/detikcom)Foto: Infografis (Mindra Purnomo/detikcom)
Infografis cabai berbakteri (Mindra Purnomo/detikcom)




Credit  finance.detik.com




















Jumat, 03 Juni 2016

Begini Nasib Transmigran Sawit Era Soeharto Sekarang



 
Iwan Supriyatna Rachmat Samekto, salah satu transmigran sawit era Soeharto
JAKARTA, CB - Di awal era 1980-an Pemerintahan Presiden Soeharto menerapkan program Perkebunan Inti Rakyat (PIR) untuk percepatan peningkatan kesejahteraan petani atau masyarakat di daerah.
Program tersebut mengharuskan masyarakat untuk melakukan imigrasi dari pulau satu ke pulau lainnya untuk mengembangkan komoditas, salah satunya kelapa sawit.
Disadari, mengadu nasib menjadi transmigran ke luar pulau tak cukup dengan modal nekat saja.
Melakukan transmigrasi memerlukan perhitungan yang matang, keberanian, keuletan, kegigihan, dan kesabaran.
Tidak semua transmigran memilikinya. Namun Rachmat Samekto, bapak tiga orang anak ini, telah berhasil mengubah nasibnya dari pekerja bengkel miskin di Yogyakarta menjadi petani sejahtera di Riau.
Kompas.com mewawancarai secuil perjalanan hidupnya saat menjadi transmigran hingga kini.
Berikut adalah petikan wawancara Kompas.com saat menyambangi kediamannya di Desa Genduang Kecamatan Pangkalan Lesung, Kabupaten Pelalawan, Riau.
Bagaimana ceritanya bapak dan keluarga bisa sampai di Pelalawan, Riau?
Jadi waktu saya di Yogyakarta, ada sosialiasi program dari Presiden Soeharto terkait Perkebunan Inti Rakyat transmigrasi.
Waktu itu saya belum mengerti program apa itu, yang ada di pikiran saya adalah saya dan keluarga akan dibuang atau ditelantarkan.
Hampir dua tahun saya berunding dengan istri, saya memiliki keyakinan kalau saya dan keluarga berangkat, kehidupan kita bisa jadi lebih baik.
Setelah saya pahami, ternyata para transmigran nantinya akan mengelola lahan sawit sebanyak 2 hektar (ha) milik pemerintah yang dikelola Koperasi Unit Desa (KUD).
Lantas, apa yang membuat bapak dan keluarga memutuskan untuk berangkat ke Riau?
Saya bercita-cita anak saya bisa sekolah tinggi, kalau bertahan di Jawa mungkin hanya cukup untuk makan saja waktu itu.
Maka dari itu, tahun 1988 kami sekeluarga memutuskan untuk berangkat. Dari Yogyakarta ada sekitar 517 orang dari 88 kepala keluarga yang ikut, dan itu juga tidak berbarengan semua, karena penempatannya juga beda-beda.
Kami naik kapal perang dari titik kumpul di Pelabuhan Merak untuk menuju ke Pelabuhan Dumai, lamanya sekitar satu minggu kita di kapal, lalu setelah sampai Dumai kami didistribusikan Dinas Transmigrasi ke beberapa pondokan yang tersebar di beberapa wilayah.
Di desa inilah kami memulai kehidupan baru. Anak saya waktu itu baru ada dua dengan usia yang masih balita.
Dipondokan, kita diberikan penyuluhan untuk mengelola setengah hektar tanah untuk tempat tinggal dan 2 Ha untuk garapan lahan sawit.
Selama tiga tahun kami dibina oleh KUD dan PT Sari Lembah Subur (anak usaha PT Astra Agro Lestari Tbk).
Selama masa penyuluhan apa yang bapak dapatkan untuk menghidupi keluarga?
Dari tahun 1988 sampai tahun 1991, tiga tahun masa penyuluhan, saya menerima gaji dari pemerintah sebesar Rp 48.000 per kepala keluarga yang diberikan KUD.
Kita juga dikasih beras dan ikan asin, selama tiga tahun itu juga kita bekerja dan melakukan apa yang kita bisa lakukan terkait program pemerintah.
Pada tahun keempat, setelah kondisi kebun dinyatakan SLS dan KUD layak dan bisa digarap oleh transmigran, barulah yang dua hektar itu digarap petani yang hasilnya dijual petani transmigran ke KUD kemudian KUD menjualnya ke SLS.
Sistem perjanjian bagi hasilnya seperti apa?
Jadi kita itu masing-masing kepala keluarga ada plafon kreditnya sebesar Rp 9.025.000 untuk menggarap lahan seluas 2 Ha yang harus dilunasi selama 15 tahun ke PT Bank Negara Indonesia (Persero) yang disalurkan melalui KUD.
Kita mulai penghitungan cicilan tahun 1991, dalam perjanjian tertulis dari 100 persen hasil sawit, 30 persen dibayarkan petani ke pemerintah untuk mencicil kredit dan 70 persen dikembalikan pada petani.
Pada tahun ke empat tepatnya tahun 1992, pemerintah melakukan konversi penyerahan lahan dua hektar kebun sawit kepada masing-masing petani transmigran, sehingga para petani secara penuh bisa mengelola kebunnya sendiri.
Dan seiring berjalannya waktu ternyata kita bisa melunasinya hanya dalam waktu enam tahun dan lahan dua hektar itu menjadi milik kita.
 
Iwan Supriyatna Rachmat Samekto, salah satu transmigran sawit era Soeharto

Pernah mencicip masa jaya setelah bisa mengelola sawit sendiri?
Penghasilan sawit tertinggi waktu krisis moneter tahun 1998.
Saat itu dollar kan naik sehingga harga sawit juga ikut naik, transmigran sawit pada saat itu kalau belanja ke kota tidak pakai dompet, tapi pakai kantong plastik atau dikantongi begitu saja uangnya.
Sebelum krisis paling kami bisa dapat keuntungan Rp 400.000 penjualan sawit ke KUD, tapi waktu krisis kita bisa dapat Rp 10 juta.
Yang membuat kami sukses begini ya karena Pak Harto.
Sampai saat ini masih ada sekitar 60 persen transmigran yang bertahan di Riau, ada untungnya juga transmigran pulang ke kampung halaman saingan kita berkurang.
Kalau transmigran pulang ke kampung halamannya, lalu lahan yang ditinggalkan bagaimana?
Lahan yang ditinggalkan biasanya dijual ke petani-petani yang mau.
Makanya jangan heran kalau petani transmigran di sini ada yang punya lahan sampai 100 hektar.
Selain itu ada juga yang buka usaha sampingan seperti buka cuci steam mobil atau bertani sayuran.
Kalau saya sudah cukup dua hektar saja. Dari dua hektar yang saya kelola juga sudah bisa menyekolahkan anak sampai ke jenjang kuliah seperti cita-cita saya di awal, berangkat ke sini tujuannya supaya bisa menyekolahkan anak sampai kuliah.
Anak saya yang pertama alumni Universitas Gajah Mada (UGM) jurusan antropologi, pernah bekerja di Astra Agro Lestari, dan pernah ke Jerman juga.
Lalu ada juga yang alumni hukum di UGM, yang terakhir ambil pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian tahap akhir.
Saat menyekolahkan anak memang ada suka dukanya juga, karena pada saat itu kalau teman sekolahnya tahu bahwa anak saya anak petani transmigran. Itu pasti jadi bahan ejekan.
Tapi saya tetap menguatkan anak-anak supaya tetap fokus belajar, jangan seperti bapaknya yang hanya seorang petani.
Alhamdulillah sekarang anak-anak saya jadi sesuai apa yang saya harapkan, saya punya anak-anak yang sukses dan punya tiga cucu.
Punya pengalaman menarik lainnya pak?
Pernah, pengalaman lucu itu. Jadi waktu itu kami pernah diundang Presiden Megawati untuk berkunjung ke Istana Kepresidenan, waktunya kapan saya lupa.
Dari pagi saya dan teman-teman tidak makan, berharap bisa makan banyak nanti di Istana yang makanannya enak-enak.
Tapi begitu sampai di meja makan berhadapan dengan Presiden, saya dan teman-teman malah grogi.
Jangankan makan banyak, makan camilan pun rasanya susah masuk ke tenggorokan.
Kami bercerita pada Presiden, jadi pilihan kami untuk menjadi transmigran dan mengelola lahan sawit di Riau bukan keputusan yang salah.
Malah berkat itu kami bisa lebih sejahtera, bisa menghidupi keluarga dan memberdayakan masyarakat-masyarakat sekitar untuk menggerakan ekonomi daerah khususnya.






Credit  KOMPAS.com




Rabu, 03 Juni 2015

Ini Enam Sasaran Renstra 2015-2019 Kementan


Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman (MI/DENNY SAPUTRA)
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman (MI/DENNY SAPUTRA)
CB, Jakarta: Kementerian Pertanian (Kementan) telah menyusun Rencana Strategis (Renstra) 2015-2019 yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 19/Permentan/HK.140/4/2015 pada 6 April 2015. Dalam renstra ini, ada enam sasaran strategis yang akan dilakukan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur pertanian di Indonesia.

"Dalam Renstra ada enam sasaran, yaitu swasembasa padi, jagung, dan kedelai serta peningkatan produksi daging dan gula, juga peningkatan diversifikasi pangan," ujar Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu (3/6/2015).

Mentan Amran menambahkan, sasaran strategis lainnya adalah peningkatan komoditas bernilai tambah, berdaya saing dalam memenuhi pasar ekspor dan subtitor (pengganti) impor. Kemudian, penyediaan bahan baku bioindustri dan bioenergi, peningkatan pendapatan keluarga petani, dan akuntabilitas kinerja aparatur negara yang baik.

"Strategi yang ditempuh melalui peningkatan ketersediaan dan pemanfaatan lahan, peningkatan infrastruktur dan sarana pertanian, serta pengembangan dan perluasan logistik benih atau bibit," ujar Mentan.

Selain itu, lanjut Mentan Amran, ada pula penguatan jaringan pasar produk petanian, dan peningkatan dukungan perkarantinaan untuk memastikan keamanan produk impor yang masuk ke Indonesia. Dia berharap renstra tersebut dapat menjadi terobosan terbaru dalam perkembangan sektor pertanian di Indonesia.

"Ini sebagai perbaikan program, khususnya dalam peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai dalam bentuk upaya khusus (upsus), serta kebutuhan regulasi yang harus diwujudkan pada 2016," pungkasnya.


 Credit  Metrotvnews.com



Senin, 25 Mei 2015

Beras Analog, Beras Sintetis Buatan BPPT Anti Bahan Plastik


Beras Analog, Beras Sintetis Buatan BPPT Anti Bahan Plastik Beras analog merupakan beras hasil penelitian tiga mahasiswi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB Bogor. (Dok. Ristek)
 
Jakarta, CB -- Tidak selamanya beras sintetis atau buatan berbahaya bagi kesehatan manusia seperti beras plastik yang belakangan menghebohkan warga Bekasi, Jawa Barat dan juga Indonesia. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengaku telah mengembangkan beras tiruan atau beras analog, yang dibuat dari bahan baku lokal yang di klaim menyehatkan dan tidak mengandung bahan kimia seperti plastik.

“Beras ini berasal dari jagung, ubi kayu dan atau sagu sehingga dijamin aman bahkan mempunyai manfaat kesehatan seperti indeks glikemik yang rendah,” kata Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB) Listyani dikutip dari laman BPPT, Senin (25/5).

Listyani mengatakan jika benar beras plastik yang ditemukan di Bekasi mengandung polyvinyl chloride seperti hasil uji laboratorium Sucofindo, maka beras tersebut dipastikan tidak layak dikonsumsi manusia. Sebab bahan kimia tersebut tidak dapat dicerna oleh sistem pencernaan dan menimbulkan reaksi penolakan dari dalam tubuh.


Beras plastik, kata Listyani, berbahaya, karena dalam jangka pendek menyebabkan keracunan dan dalam jangka panjang akan merusak organ-organ tubuh seperti ginjal dan organ pencernaan.

Sementara beras analog yang dikembangkan BPPT, disamping teknik proses produksinya juga dikembangkan atau peralatan produksinya. Diseminasi teknologi juga telah dilakukan melalui pelaku usaha (UKM) di beberapa daerah.

“Yang paling penting, beras analog ini menggunakan bahan baku lokal, sehingga mengurangi ketergantungan akan pangan impor, termasuk impor beras,” kata Listyani.



Credit  CNN Indonesia



Waspadai jenis-jenis beras ini



Waspadai jenis-jenis beras ini
Dokumentasi sejumlah pembeli memilih beras di salah satu toko pasar beras Induk Cipinang, Jakarta, Kamis (21/5). Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) mendesak pemerintah segera menindak pelaku dan menjelaskan ke publik soal temuan beras sintetis berbahan campuran plastik yang beredar di Bekasi, Jawa Barat. Ketidakjelasan mengenai spesifikasi dan kandungan beras sintetis dinilai APPSI membuat konsumen khawatir salah konsumsi dan mengurangi pembelian beras di pasar. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)
... ini mudah sekali dikenali karena saat dimasak menggumpal dan berbau lem atau plastik. Ini jelas berbahaya...
Beijing (CB) - Pekan-pekan ini masyarakat digegerkan dengan peredaran dan penjualan beras sintetis alias beras plastik. Tentang ini, seorangmahasiswa doktoral Indonesia di bidang teknologi nano di Bejing, China, Rika Budi, memberi pendapat ilmiahnya. 

"Intinya ada tiga jenis beras yang harus diwaspadai, yakni beras imitasi, beras oplosan dan beras beracun plastik," katanya, di Beijing, Minggu.

Budi menuturkan beras imitasi atau beras sintetis terdiri atas pelet plastik berukuran beras, yakni plastik yang di-ekstrusi dibentuk dan berukuran seperti beras. "Beras jenis ini mudah dikenali, karena memang plastik," katanya.

Beras imitasi juga bisa terbuat dari bahan-bahan organik seperti ampas singkong, ampas kelapa, nasi akik, dan jagung, yang direkatkan dengan tepung tapioka atau tepung sagu.

"Campuran organik itu, kemudian dicetak seperti butiran beras, dan dipasarkan layaknya beras asli, dengan tingkatan warna bulir yang beragam, mulai dari putih pucat hingga kecoklatan, seperti tampilan beras merah," ungkapnya menambahkan.

Budi mengemukakan, untuk membedakan beras imitasi jenis ini dengan beras asli dapat dilihat saat beras direndam dan dimasak. 

"Saat direndam beras imitasi akan larut dengan sendirinya terutama ketika diaduk buihnya akan banyak. Saat dimasak beras imitasi ini menggumpal dan berbau, selain itu bulir beras jenis ini sangat rapuh karena mudah pecah saat ditekan tangan," ujarnya.

Beras lain yang harus diwaspadai adalah beras yang dibuat bahan serupa, namun dilekatkan menggunakan bahan-bahan lem/lelehan plastik. 

"Beras jenis ini mudah sekali dikenali karena saat dimasak menggumpal dan berbau lem atau plastik. Ini jelas berbahaya," tutur Budi.

Ia menambahkan jenis beras tersebut biasa digunakan sebagai alat kalibrasi bagi proses uji kualitas beras pasca panen. Beras imitasi ini, meski dibuat dari bahan ampas organik, namun dilekatkan dengan lelehan plastik atau lem, dan dibuat sebagai alat kalibrasi dengan akurasi tinggi dan mahal, sehingga tidak untuk dikonsumsi.

Selain beragam jenis beras imitasi, terdapat pula beras oplosan yakni beras asli yang dioplos dengan beras dari bahan plastik. "Ini mudah dikenali, karena beras asli akan mengendap saat direndam, dan beras plastik akan mengambang," ujar Budi.

Tak hanya itu ada pula beras beracun bahan plastik, yakni beras asli yang disiram/dilapisi bahan pembuat plastik. Biasanya beras disiram dilapisi plastik agar awet, terutama untuk pengiriman dan penyimpanan yang lebih lama. "Jelas ini tidak layak dikonsumsi," kata Budi. 


Credit  ANTARA News

Rabu, 20 Mei 2015

Waspada! Beredar Beras Palsu Berbahan Plastik dan Kentang


CB, TIONGKOK - Beredarnya beras berbahan baku plastik di Bekasi, Jawa Barat, turut menguak industri besar pembuatan beras palsu tersebut.
Beras plastik itu, ternyata diproduksi secara massal di Tiongkok. Bahkan, berbagai laman berita internasional telah menginformasikan keberadaan industri tersebut sejak tahun 2011. 
Seperti yang diberitakan koran berbahasa Korea di Hong Kong, Korean Weekly, edisi 20 Januari 2011, beras palsu itu dibuat dari campuran plastik dan kentang.
"Beras plastik ini dibuat dengan campuran kentang. Karena bukan beras asli, maka ketika dimasak, akan mengeras seperti batu. Ini tentu berbahaya bagi manusia," terang ahli makanan yang diwawancarai Korean Weekly.
Bahkan, kata dia, jika manusia memakan tiga piring beras plastik tersebut, sama seperti mengonsumsi satu kantong vinil plastik.
Sebelum diberitakan Korean Weekly, media massa Tiongkok terlebih dulu membongkar perusahaan yang membuat beras plastik tersebut.

Menurut mereka, sebuah perusahaan di Xi'an, Provinsi Shaanxi, telah memproduksi beras plastik berkualitas tinggi bernama "beras Wuchang".
Untuk menyamarkan beras palsu itu, perusahaan menambahkan bumbu yang biasa dipakai untuk beras biasa.
Sebelumnya diberitakan, Pembuatan beras dari plastik tersebut terungkap oleh video berjudul "Awas!!! Beras Palsu buatan Negara China!!" yang diunggah ke laman berbagai Youtube, Rabu (13/5/2015) pekan lalu.
Video tersebut secara gamblang memperlihatkan pembuatan beras dari limba plastik. Produksinya sendiri memakai peralatan canggih.
Dalam video, tampak satu pria tengah memilah limbah plastik. Setelahnya, plastik itu dimasukkan dalam mesin dan menghasilkan cairan.
Seusai menjadi cairan, plastik tersebut diubah bentuknya memakai mesin cetak. Hasilnya, plastik itu menjadi seperti benang panjang yang kemudian dipotong pendek menyerupai beras.

Beras plastik itu, kekinian telah beredar di Indonesia. Beras plastik diam-diam beredar di pasar tradisional.
Seorang warga mendapatkan beras plastik itu setelah membelinya dari pedagang beras di sebuah pasar tradisional di Kota Bekasi, Jawa Barat.
Dia mengatakan, beras plastik itu bentuknya sangat mirip dengan beras asli.
Dari akun Dewi, dia mendapatkan beras plastik tersebut ketika membelinya pada Senin (18/5/2015)
"Ketika saya memasak untuk membuat bubur dan nasi uduk, kok beda ya? Tidak seperti beras sebelumnya. Padahal saya beli dengan harga Rp.8000 di tempat langganan saya," ujarnya berkicau dalam akun instagramnya.



Credit  TRIBUNNEWS.COM

Selasa, 31 Maret 2015

Dua Tahun ke Depan, Indonesia Tak Impor Daging Sapi


 
Kompas.com/Estu Suryowati Ilustrasi daging sapi. Di Pasar Klender, harga daging sapi pada H-7 lebaran masih stabil Rp 90.000 - Rp 100.000 per kilogram.



JAKARTA,CB - Menteri Pertanian, Amran Sulaiman berharap dalam dua tahun ke depan Indonesia tidak perlu mengimpor daging sapi. Menurut dia, harapan tersebut bisa terpenuhi dengan upaya khusus Kementerian Pertanian (Kementan) dalam APBN-P 2015 untuk mempercepat kelahiran ternak sapi dan pembukaan lahan ternak sapi sebesar 1 juta hektar. "Kalau program percepatan kelahiran ternak sapi sebanyak 2 juta akseptor berhasil, saya harap 2 tahun kemudian Indonesia tidak impor sapi lagi. Kemudian didukung juga program mencari pulau untuk lahan ternak sapi. Kita cari lahan di pulau seluas 1 juta ha atau 500.000 ha seperti Australia," kata Amran dalam Rapat Kerja Nasional Upaya Khusus Swasembada Pangan dan Peningkatan Produksi Komoditas Strategis APBN-P Tahun 2015, di Kementan, Jakarta, Senin, (30/3/2015).

Kemudian, Amran menjelaskan keinginanya untuk bisa menarik investor ternak lokal yang mempunyai lahan ternak sapi/kerbau di Australia. Amran berharap ke depannya investor-investor lokal tersebut memindahkan lahan ke Indonesia yang sudah dibuka oleh Kementan. "Ternyata investor yang ada di Australia itu orang Indonesia, kenapa tidak dipindahkan saja. Investor itu seperti ikan harus dimanja, intinya dimanja-lah pengusaha itu. Kita yang persiapkan lahannya tinggal teken konrak saja, tapi harus yang benar-benar yang punya uang," jelas Amran.

Sebagai informasi, Asosiasi Pengusaha Protein Hewan Indonesia (APPHI) memperkirakan pada tahun ini kebutuhan daging sapi Indonesia diperkirakan mencapai 640.000 ton. Angka tersebut naik 8 persen dari tahun 2014 sebesar 590.000 ton.

Sementara itu, menurut Peneliti Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Suharyadi, selama 8 tahun terakhir produksi daging memang mengalami peningkatan, namun jumlahnya masih lebih kecil dari tingkat kebutuhan nasional. "Tahun 2014 produksi (daging sapi) kita 539.965 ton. Untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, Indonesia harus melakukan impor terutama sapi dari Australia," kata Suharyadi, di Menara Kadin, Jakarta, Jumat (27/3/2015) lalu.



Credit  KOMPAS.com

Rabu, 11 Maret 2015

Pakar: Indonesia swasembada beras tahun ini


Pakar: Indonesia swasembada beras tahun ini
Ilustrasi. Target Swasembada Beras. Sejumlah pekerja mengeringkan gabah di pelataran penggilingan padi di Desa Sibalaya, Tanambulava, Sigi, Sulteng, Senin (17/9). Sulteng berkomitmen untuk berkontribusi 1,5 juta ton beras untuk swasembada pangan nasional tahun 2014 yang ditargetkan sebesar 10 juta ton. (FOTO ANTARA/Basri Marzuki) ()
 
 
Pekanbaru (CB) - Indonesia akan lebih cepat dalam mencapai swasembada pangan khususnya untuk komoditi beras bahkan diprediksi terwujud tahun ini atau lebih cepat dibanding target pemerintah yakni tahun 2017, demikian pakar pertanian Dr Soemitro Arintadisastra.

"Prediksi saya, pada April, hingga Mei dan Juni produksi beras nasional sudah melebihi kebutuhan dalam negeri," kata Soemitro kepada pers saat berkunjung ke kawasan Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Karya Nyata, Desa Kubang Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Selasa sore.

Ia mengatakan, banyak faktor yang pada akhirnya membuat negara ini swasembada pangan lebih cepat dibanding target yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo.

Salah satunya, lanjut dia, adalah pola tanam yang telah diubah oleh sebagian besar para petani di daerah-daerah penghasil beras seperti di Kabupaten Kampar dan sebagian besar daerah di Pulau Jawa.

"Mereka menanam padi pada awal tahun tepatnya pada Januari dimana ketika itu musim hujan telah dilalui. Maka hasil panen dapat dicapai pada April dengan hasil yang berlimpah, bahkan dapat menutupi kebutuhan pangan nasional hingga Mei dan Juni," katanya.

Ia menjelaskan, bahwa selama 50 tahun para petani di berbagai daerah di tanah air memiliki pola dan waktu penanaman padi yang salah. Musim tanam kerap dilakukan sebelum dan ketika memasuki musim hujan pada akhir tahun sehingga hasilnya justru buruk.

Oleh karena itu, lanjut pakar, tidak sedikit petani nasional yang kerap mengalami kerugian karena saat musim tanam sudah mengalami kebanjiran dan ketika panen, malah masih memasuki musih hujan sehingga padi tidak terjemur dengan maksimal.

Padi yang buruk, menurut dia juga akan menghasilkan produk beras yang buruk, dengan harga jual yang tentunya rendah, tidak sebanding dengan modal tanam hingga perawatan dan panen.

"Kondisi demikian telah dialami banyak petani di berbagai daerah di Indonesia sehingga sulit untuk mencapai swasembada pangan," katanya.

Untuk tahun ini, lanjut dia, digagas ubah pola dan waktu tanam yang tadinya dilakukan pada pertengahan dan akhir tahun, maka kali ini dilakukan pada awal tahun atau setelah puncak musim hujan.

Untuk diketahui, lanjut dia, puncak musim hujan adalah musim dimana berbagai kawasan di tanah air kerap dilanda banjir. Masa tanam setelah musim ini sangat baik untuk padi.

"Ketika panen, cuaca telah cerah dan pengeringan dapat dilakukan maksimal sehingga hasilnya juga baik. Ketika musim ini, tanaman padi juga maksimal menyerap pupuk sehingga hasil panen bisa jauh lebih memuaskan," katanya.

Pemerintah Kabupaten Kampar, Riau sebelumnya telah menyatakan siap mendukung Program Kadaulatan Pangan yang dijalankan Pemerintah Pusat menuju swasembada pangan bahkan program-program berkaitan telah dilaksanakan sejak lama sebelum Era Presiden Joko Widodo.

"Pemda Kampar dalam progres pembangunan telah melakukan upaya peningkatan swasembada pangan di Kabupaten Kampar, terlebih masyarakat yang ingin terjun dibidang pertanian juga mendapatkan pelatihan langsung," kata Bupati Kampar Jefry Noer.

Jefry mengatakan, jauh sebelum program Pemerintah Pusat itu diluncurkan, Pemkab Kampar telah lebih dulu menjalankan Program Lima Pilar Pembangunan yang kini dikerucutkan menjadi "3 Zero", zero kemiskinan, pengangguran dan rumah kumuh.

Untuk menyukseskan program tersebut, Pemkab Kampar juga membuka berbagai kegiatan dimana percontohannya dibangun secara terpusat di kawasan P4S Karya Nyata, Desa Kubang Jaya, Kecamatan Siak Hulu.

Berbagai kegiatan sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat diterapkan di kawasan ini. Masyarakat dilatih untuk terampil dalam menjahit, serta beternak, bertani hingga dalam pembibitan ikan dan pengelolaan limbah.

"Soal upaya kedaulatan pangan, Kampar telah memiliki program yang sejalan. Bahkan kami menargetkan swasembada pangan tercapai dalam waktu dekat," katanya.

Saat ini Pemkab Kampar juga menjalankan program yang dinamakan Rumah Tangga Mandiri Pangan dan Energi. Sebagai percontohan, Jefry membangun lahan seluas seribu meter persegi dan 1.500 meter persegi di kawasan P4S.

Di dua lahan tersebut, Jefry membangun integrasi kehidupan yakni masyarakat diajarkan untuk menjadi mandiri dengan menanam sayuran seperti cabai dan jamur, peternak ikan lele, sapi dan mengola kotorannya menjadi biourine dan biogas lebih berharga dibanding susu bahkan minyak.

"Jika semua masyarakat di tiap desa di Kampar menjalankan program ini, maka kemandirian pangan dan energi akan terwujud secara merata. Dengan lahan seluas itu, setiap keluarga akan berpenghasilan minimal Rp6 juta per bulan," katanya.

Credit  ANTARA News

Rabu, 03 Desember 2014

Dukung Swasembada Pangan, TNI Terjunkan Babinsa Jadi Penyuluh Pertanian




Jakarta (CB) - Panglima TNI Jenderal Moeldoko menghadiri Apel Komandan Satuan secara Terpusat (Dansat) tahun 2014 di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Apel ini dilakukan dalam upaya meningkatkan soliditas dan solidaritas antar satuan TNI.

Berdasarkan informasi yang diterima dari Pusat Penerangan (Puspen) TNI, Moeldoko menghadiri apel tersebut pada Selasa (2/12/2014). Apel Dansat dilaksanakan mulai dari tanggal 2-5 Desember 2014 dan mengambil tema 'Melalui Apel Danrem Dandim Terpusat Tahun 2014, Kita Sukseskan Serbuan Teritorial Untuk Memantapkan Kemanunggalan TNI-Rakyat Dalam Rangka Mendukung Tugas Pokok TNI AD'.

"Apel Dansat dilaksanakan selama 4 hari dan diikuti 363 personel terdiri dari para Danrem, para Aster Kodam, Aster Kaskostrad, Asintel Danjen Kopassus, Kadepter Seskoad, Dirbinlem Akmil, Dirbinlem Secapa dan Dandim seluruh Indonesia," ujar Kapuspen TNI Mayjen Fuad Basya seperti tertulis dalam keterangan pers Puspen TNI.

Kegiatan Apel Dansat itu juga dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan dan wawasan para satuan setingkat Danrem dan Dandim dalam memecahkan permasalahan sosial yang aktual di wilayah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Tak hanya itu, pada kegiatan ini juga TNI bersama dengan Kementerian Pertanian (Kementan) akan bersinergi dalam upaya mendukung program pemerintah terkait Swasembada Pangan untuk 3 tahun ke depan.

"TNI akan menerjunkan para Babinsa sebagai penyuluh pertanian dan memotivasi para petani guna mempercepat proses keberhasilan mewujudkan ketahanan pangan nasional," kata Fuad.

Apel Dansat yang dibuka oleh Kepala Staf AD Jenderal Gatot Nurmantyo itu akan diisi oleh berbagai materi penting yang akan disampaikan baik oleh pejabat internal TNI AD maupun dari eksternal TNI AD. Mulai dari Kepala BKKBN, Kepala BNPT, ahli Bio Energi dan ahli bidang rekayasa sosial, hingga Kepala BNN, Kapolri dan Menteri Kabinet Kerja.

Credit DetikNews