Tampilkan postingan dengan label TIMUR TENGAH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label TIMUR TENGAH. Tampilkan semua postingan

Selasa, 14 Mei 2019

Bersitegang dengan Iran, Pentagon Berencana Kirim 120 Ribu Tentara


Bersitegang dengan Iran, Pentagon Berencana Kirim 120 Ribu Tentara
Bersitegang dengan Iran, Pentagon berencana mengirim 120 ribu pasukan ke Timur Tengah. Foto/Istimewa

WASHINGTON - Pejabat Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS), Patrick Shanahan, berencana mengirimkan 120 ribu tentara ke Timur Tengah seandainya Iran menyerang pasukan Amerika atau mempercepat proses senjata nuklirnya. Rencana itu dipresentasikannya dalam sebuah pertemuan pembantu keamanan nasional utama Presiden Donald Trump Kamis lalu.

Revisi itu diperintahkan oleh penasihat keamanan nasional John Bolton. Mereka tidak menyerukan invasi darat ke Iran, yang akan membutuhkan lebih banyak pasukan, begitu laporan media AS New York Times.

Di antara mereka yang hadir dalam pertemuan itu adalah Pejabat Menteri Pertahanan AS Patrick Shanahan; Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton; Ketua Kepala Staf Gabungan Jenderal Dunford; Direktur CIA Gina Haspel, dan Direktur Intelijen Nasional Dan Coats.

Pada pertemuan itu, Shanahan memberikan tinjauan umum tentang rencana Pentagon, kemudian berpaling kepada Dunford untuk merinci berbagai opsi pasukan. Opsi paling utama menyerukan pengerahan 120 ribu pasukan, yang akan membutuhkan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan untuk diselesaikan.

Jumlah pasukan yang diterjunkan mengejutkan banyak orang. Jumlah 120 ribu pasukan mendekati jumlah pasukan AS saat menginvasi Irak pada 2003 lalu.

Belum diketahui apakah Trump, yang telah berusaha untuk menarik AS dari konflik di Afghanistah dan Suriah, pada akhirnya akan mengirim begitu banyak pasukan ke Timur Tengah.

Juga tidak jelas apakah Trump telah diberitahu tentang jumlah pasukan atau rincian lainnya dalam rencana tersebut.

Trump sendiri saat ditanya tentang apakah dia mencari perubahan rezim di Iran mengatakan: "Kita akan melihat apa yang terjadi dengan Iran. Jika mereka melakukan sesuatu, itu akan menjadi kesalahan yang sangat buruk."

"Presiden sudah jelas, Amerika Serikat tidak mencari perang dengan Iran, dan dia terbuka untuk pembicaraan dengan para pemimpin Iran," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Garrett Marquis dalam sebuah email.

"Namun, opsi default Iran selama 40 tahun adalah kekerasan, dan kami siap membela personel dan kepentingan AS di kawasan (itu)," imbuhnya seperti dikutip dari New York Times, Selasa (14/5/2019).

Ketegangan antara Teheran dan Washington telah memanas sejak pemerintahan Donald Trump menarik AS keluar dari perjanjian nuklir internasional 2015 dengan Iran dan mulai memulihkan sanksi untuk meruntuhkan ekonomi Republik Islam tersebut.

Pentagon mengatakan pihaknya mempercepat penyebaran USS Abraham Lincoln dan mengirim pesawat pengebom strategis B-52 ke Timur Tengah setelah intelijen AS mengisyaratkan kemungkinan persiapan oleh Teheran untuk melancarkan serangan terhadap pasukan atau kepentingan AS di Timur Tengah. 




Credit  sindonews.com



Saudi Tembak Mati 8 Terduga Teroris di Daerah Mayoritas Syiah


Saudi Tembak Mati 8 Terduga Teroris di Daerah Mayoritas Syiah
Ilustrasi jenazah. (Istockphoto/Sestovic)



Jakarta, CB -- Pasukan Arab Saudi menembak mati sekitar delapan terduga teroris dalam baku tembak yang terjadi di kota Qatif yang penduduknya mayoritas Syiah, pada Sabtu (11/5) pekan lalu.

Menurut pernyataan Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi, aparat menggerebek tempat persembunyian terduga militan di pulau Tarot di lepas pantai Provinsi Timur. Lokasi ini merupakan tempat dimana sebagian besar cadangan minyak negara itu berada.

Kaum militan ini juga disebut-sebut sebagai kelompok "sel teroris" yang berencana menyerang instalasi vital dan target keamanan.

Kementerian Dalam Negeri menyatakan bahwa pasukan keamanan hanya melepaskan tembakan setelah mereka ditembak. Hingga saat ini penyelidikan sedang berlangsung, dan jasad terduga teroris itu belum diidentifikasi.


Selain itu, video beredar yang diunggah sejumlah penduduk memperlihatkan asap hitam bermunculan dari sejumlah bangunan, disertai dengan suara baku tembak.

Pasukan keamanan Saudi kerap kali berseteru dengan milisi Syiah di wilayah Qatif. Hal ini juga sempat memunculkan demonstrasi oleh minoritas Syiah pada 2011 lalu, saat mereka menuntut untuk diperlakukan setara oleh rezim Muslim Sunni tersebut.

Sejak saat itu, kerajaan Saudi menargetkan para pemimpin demonstrasi, diantaranya Sheikh Nimr al-Nimr selaku ulama Syiah. Ia dituduh membahayakan keamanan nasional dan akhirnya dieksekusi pada awal 2016.

Eksekusi itu memicu protes dari kaum Syiah di Irak, Pakistan, dan Iran. Alhasil, terjadi penggeledahan terhadap Kedutaan Besar Saudi di Tehran yang akhirnya ditutup sejak saat itu.

Ketegangan terus meningkat dalam beberapa pekan terakhir setelah Arab Saudi memenggal sekitar 37 pria yang kebanyakan adalah kaum Syiah pada eksekusi masal 23 April lalu.

Menurut kepala HAM Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), eksekusi masal ini dianggap sebagai suatu hal yang "mengejutkan" dan "mengerikan" karena melibatkan penghukuman terhadap tiga anak di bawah umur.

Kelompok hak asasi Amnesti Internasional juga melaporkan sekitar 11 tersangka dihukum karena kejahatan terkait terorisme. Sedangkan 14 lainnya dieksekusi atas keikutsertaan mereka dalam demonstrasi anti pemerintah di wilayah berpenduduk Syiah di Arab Saudi pada 2011 dan 2012 lalu.




Credit  cnnindonesia.com




Penyerangan Kapal Tanker Saudi Bisa Ganggu Ekonomi Global


Sebuah kapal tanker minyak mendekati fasilitas minyak di Fujairah, Uni Emirat Arab (UEA), 21 September 2016. UEA mengatakan empat kapal Saudi disabotase dekat Fujairah.
Sebuah kapal tanker minyak mendekati fasilitas minyak di Fujairah, Uni Emirat Arab (UEA), 21 September 2016. UEA mengatakan empat kapal Saudi disabotase dekat Fujairah.
Foto: AP Photo/Kamran Jebreili
Tidak disebutkan siapa yang berada di balik penyerangan kapal tanker Saudi.



CB, MELBOURNE -- Sebanyak dua kapal tanker minyak milik Arab Saudi termasuk di antara kapal-kapal yang ditarget oleh serangan sabotase di lepas pantai Uni Emirat Arab (UEA). UEAmengutuknya sebagai upaya merusak keamanan pasokan minyak mentah global.

UEA mengatakan empat kapal komersil disabotase di dekat emirat Fujairah.

Tidak disebutkan siapa yang berada di balik operasi itu, yang terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara AS dan Iran.
Investigasi telah diluncurkan dengan koordinasi bersama otoritas internasional.



UAE mengatakan empat kapal komersil disabotase di dekat emirat Fujairah, salah satu pusat penyimpanan terbesar di dunia yang terletak tepat di luar Selat Hormuz. Tidak disebutkan siapa yang berada di balik operasi itu, yang terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran.


Kementerian luar negeri Iran menyebut insiden itu mengkhawatirkan dan mengerikan dan meminta penyelidikan atas masalah tersebut. Selat, yang menjadi jalur pelayaran minyak dan gas global yang penting itu, memisahkan negara-negara Teluk dan Iran.


Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih, mengatakan dalam sebuah pernyataan salah satu dari dua kapal Saudi yang diserang sedang dalam perjalanan untuk dimuati dengan minyak mentah Saudi dari pelabuhan Ras Tanura untuk pengiriman ke pelanggan perusahaan milik negara Saudi, Aramco, di Amerika Serikat. Serangan itu tidak menyebabkan korban atau tumpahan minyak tetapi menyebabkan kerusakan signifikan pada struktur kedua kapal, kata pernyataan yang diterbitkan oleh kantor berita pemerintah SPA itu.


photo

Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih.



Sumber di sektor perdagangan dan pengapalan mengidentifikasi kapal-kapal Saudi itu sebagai kapal tanker Amjad yang sangat besar (VLCC), dan tanker pengangkut minyak mentah Al Marzoqah. Keduanya milik perusahaan Bahri.


Bahri tidak menanggapi permintaan komentar. Pada Ahad (12/5), Kementerian Luar Negeri UEA mengatakan tidak ada korban dan operasi pelabuhan Fujairah normal. Investigasi telah diluncurkan dengan koordinasi bersama otoritas internasional, dan meminta negara-negara adidaya untuk mencegah pihak-pihak yang mencoba membahayakan keselamatan dan keamanan maritim.


Menimbulkan bahaya terhadap ekonomi global


Dua sekutu Muslim Sunni, Arab Saudi dan UEA, telah sangat mendukung sanksi AS terhadap sesama produsen OPEC dan musuh di Kawasan yakni Iran yang didominasi Muslim Syiah. Setelah Amerika Serikat mengakhiri semua keringanan sanksi terhadap minyak mentah Iran, Washington mengatakan Riyadh dan Abu Dhabi akan membantu mengkompensasi kekurangan pasokan minyak.


Al-Falih mengatakan serangan itu bertujuan merusak kebebasan maritim dan keamanan pasokan minyak kepada konsumen di seluruh dunia. "Komunitas internasional memiliki tanggung jawab bersama untuk melindungi keselamatan navigasi maritim dan keamanan kapal tanker minyak," katanya.


"Untuk mengurangi dampak negatif dari insiden seperti itu di pasar energi dan bahaya yang ditimbulkannya terhadap ekonomi global."


Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Abbas Mousavi -yang sempat dikutip oleh kantor berita semi-resmi ISNA -mengatakan insiden di Fujairah "memiliki dampak negatif terhadap keamanan transportasi laut" dan meminta negara-negara di kawasan untuk "waspada terhadap rencana penurunan stabilitas dari agen asing".


Awal bulan ini, Administrasi Maritim AS mengatakan kapal-kapal komersial termasuk kapal tanker minyak yang berlayar melalui perairan Timur Tengah bisa menjadi sasaran Iran dalam salah satu ancaman terhadap kepentingan AS yang ditimbulkan oleh Teheran.


Washington mengatakan pihaknya mengirim kapal induk AS dan pasukan lainnya ke Timur Tengah atas apa yang disebutnya sebagai ancaman Iran, sementara Teheran menyebut kehadiran militer AS sebagai "target" ketimbang ancaman.


Pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah meningkatkan tekanan terhadap Iran dengan sanksi sejak Washington mundur dari perjanjian nuklir internasional 2015 antara Teheran dengan sejumlah kekuatan dunia, setahun lalu.



Credit  republika.co.id





Iran Desak Insiden Sabotase di Selat Hormuz Diusut


Iran Desak Insiden Sabotase di Selat Hormuz Diusut
Ilustrasi kapal tanker minyak. (REUTERS/Jean-Paul Pelissier)



Jakarta, CB -- Iran mendesak penyelidikan terhadap insiden sabotase dua kapal tanker Arab Saudi di perairan Fujairah, dekat Selat Hormuz, perairan Uni Emirat Arab, Minggu (12/5). Teheran menyebut insiden itu "mengkhawatirkan".

"Insiden di Laut Oman mengkhawatirkan dan disesalkan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Abbas Mousavi melalui pernyataan, Senin (13/5).


Mousavi juga menyerukan "penyelidikan" terhadap insiden tersebut. Ia juga memperingatkan sabotase itu ada kemungkinan merupakan perbuatan pihak asing untuk mengancam keamanan maritim di kawasan Teluk.

Mousavi menuturkan Iran "meminta klarifikasi" terkait insiden sabotase tersebut.


"Insiden itu memiliki dampak negatif pada keselamatan pengiriman dan keamanan maritim di kawasan Teluk," kata Mousavi seperti dikutip AFP.

Mousavi memperingatkan "plot-plot oleh pihak yang ingin mengganggu keamanan regional" dan menyerukan kewaspadaan negara di kawasan "menghadapi setiap rencana dari unsur asing."


Arab Saudi pada Minggu malam mengatakan dua kapal tankernya disabotase di perairan Fujairah hingga mengakibatkan kerusakan. Uni Emirat Arab juga membenarkan insiden itu dengan mengatakan empat kapal disabotase di perairan tersebut.

Hingga kini, belum jelas kronologi sabotase itu terjadi, begitu pula mengenai pihak-pihak yang terlibat insiden itu.

Insiden ini terjadi ketika relasi Amerika Serikat dan Iran tengah memanas menyusul sanksi yang kembali dijatuhkan Presiden Donald Trump kepada Teheran.

Pekan lalu, Iran juga mengancam melanjutkan kembali program nuklir dan pengayaan uraniumnya jika negara Eropa, yang terlibat dalam perjanjian nuklir 2015, tidak bisa membela Teheran dari sanksi AS.

Pelabuhan Fujairah merupakan satu-satunya pelabuhan di Uni Emirat Arab yang berada di dekat perairan Laut Arab. Wilayah yang bersebelahan dengan Selat Hormuz itu juga merupakan rute pengiriman minyak global dari perairan Teluk Arab.

Iran berulang kali mengancam akan menutup jalur tersebut jika terjadi konfrontasi militer dengan Amerika Serikat.


Credit  cnnindonesia.com


Arab Saudi Sebut 2 Tanker Disabotase di Dekat Perairan UEA


Arab Saudi Sebut 2 Tanker Disabotase di Dekat Perairan UEA
Ilustrasi kapal tanker. (REUTERS/Jean-Paul Pelissier)



Jakarta, CB -- Pemerintah Arab Saudi menyatakan dua kapal tanker disabotase di perairan Fujairah, dekat Selat Hormuz, Uni Emirat Arab (UEA), pada Minggu (12/5) kemarin. Mereka mengklaim serangan itu terjadi saat kapal itu hendak mengangkut minyak mentah dari perusahaan energi Saudi, ARAMCO, untuk dikirim ke Amerika Serikat.

Menurut Menteri Energi Saudi, Khalid Al-Falih, akibat sabotase itu kedua kapal tanker mengalami kerusakan cukup parah. Namun, dia mengklaim hal itu tidak sampai membuat tumpahan minyak ke laut.

"Beruntung serangan itu tidak menelan korban atau menyebabkan tumpahan minyak. Akan tetapi hal itu menyebabkan kerusakan besar di rangka kapal," kata Khalid.

Insiden itu dibenarkan oleh UEA. Mereka menyatakan terjadi empat serangan kepada kapal tanker tanpa merinci pelaku dan identitas kapal.


Amerika Serikat juga bereaksi atas kejadian itu. Badan Pelayaran AS langsung menerbitkan peringatan terhadap seluruh kapal yang berlayar ke kawasan Teluk supaya waspada ketika melintas di perairan Fujairah.

Mereka juga memberikan koordinat sabotase yang terjadi pada pekan lalu.



Credit  cnnindonesia.com





Senin, 13 Mei 2019

8 Senjata Perang dan Pasukan AS Penggertak Iran


8 Senjata Perang dan Pasukan AS Penggertak Iran
Sistem rudal Patriot Amerika Serikat. Foto/REUTERS

MANAMA - Dalam beberapa hari terakhir, Amerika Serikat (AS) telah mengumumkan penyebaran kekuatan militer ke Timur Tengah sebagai penggertak Iran setelah rezim Teheran dituduh akan menyerang pasukan Washington dan kepentingannya di Timur Tengah.

Pada hari Jumat, Departemen Pertahanan AS menyetujui penambahan kapal USS Arlington dan baterai sistem rudal Patriot untuk Komando Pusat AS yang telah diminta minggu lalu. Pasukan tambahan datang ketika ketegangan dengan Iran meningkat dan AS telah memperingatkan Iran bahwa setiap serangan oleh pasukan Iran atau proksinya akan ditanggapi dengan pembalasan yang tak henti-hentinya.

Berikut ini daftar pasukan dan peralatan perang yang telah dikerahkan AS di Timur Tengah, sebagaimana diulas Jerusalem Post, 12 Mei.

1. Kapal USS Arlington


Kapal berbobot 24.000 ton dan panjang 207 meter ini mulai ditugaskan untuk layanan militer pada tahun 2013. USS Arlington adalah kapal transportasi amfibi kelas San-Antonio. Kapal ini dirancang untuk mengangkut marinir AS, kendaraan dan pesawat terbang yang akan digunakan untuk mendukung serangan amfibi. Sebanyak 800 tentara dan selusin kendaraan dapat diangkut dengan kapak ini. USS bagian dari Armada ke-6 AS yang beroperasi di Atlantik dan Mediterania, dan diperintahkan untuk bergabung dengan kelompok tempur lain yang disebarkan di dekat Iran.

2. Unit Ekspedisi Kelautan ke-22

Elemen-elemen dari Unit Ekspedisi Kelautan (MEU) ke-22 juga dikirim. Mereka transit di Selat Hormuz dengan kapal amfibi Kearsarge.

3. Kapal ARG Kearsarge

Kelompok siap amfibi (ARG) yang dipimpin oleh kapal Kearsarge memasuki wilayah operasi Armada ke-6 pada bulan Desember dengan MEU dan selama beberapa bulan terakhir telah dikerahkan ke Teluk Persia. Kapal ini memiliki hingga 4.500 pelaut dan marinir di berbagai unitnya. Bagian dari unit tersebut, menurut Naval Today antara lain USS Arlington yang disebutkan di atas, kapal pendaratan dermaga USS Fort McHenry, skuadron helikopter, skuadron udara taktis dan kelompok naval beach.

4. USS McFaul dan USNS Alan Shepard

Kapal perusak USS McFaul dan kapal amunisi USNS Alan Shepard terdeteksi sudah berada di Selat Hormuz pada 7 Mei. Mereka sebelumnya berada di Laut Merah pada bulan April.

5. Pesawat Pengebom B-52

Dua pesawat B-52 mendarat di Qatar hari Kamis. Keduanya adalah bagian dari empat B-52 yang dikirim ke wilayah tersebut. Mereka terbang dari Pangkalan Angkatan Udara Barksdale di Louisiana dan didukung oleh dua KC-10 dari McGuire-Dix-Lakehurst di New Jersey. Mereka membentuk bagian dari gugus tugas pengeom Skuadron Bom ke-20 Barksdale.


6. Kapal Induk USS Abraham Lincoln

Kapal induk USS Abraham Lincoln dan kelompok tempurnya melewati Terusan Suez pekan lalu dalam perjalanan ke Teluk Persia. Bagian dari kelompok tempurnya adalah kapal USS Leyte Gulf dan sejumlah kapal perusak.

7. Sistem Rudal Patriot

Menteri Pertahanan AS Patrick Shanahan juga mengirim baterai sistem rudal Patriot untuk mendukung Komando Pusat AS di Timur Tengah.

8 Jet Tempur Siluman F-35

Pada pertengahan April, AS mengirim beberapa F-35 ke Uni Emirat Arab. Ini termasuk unit perawatan dan dukungan dari Fighter Wing 388 dan Air Force Fighter Wing 419.




Credit  sindonews.com




Iran Klaim Sudah Siap Serang Armada AS di Teluk


Iran Klaim Sudah Siap Serang Armada AS di Teluk
Ilustrasi Korps Garda Revolusi Iran. (AFP/Chavosh Homavandi)



Jakarta, CB -- Pasukan elite Iran, Korps Garda Revolusi, menyatakan siap meladeni gertakan Amerika Serikat yang mengirim armada tempur dan kapal induk ke kawasan Teluk. Mereka bahkan bakal menyerang jika AS mulai melakukan tindakan yang memprovokasi.

"Jika (AS) bergerak, kami akan serang mereka tepat di kepala," kata Kepala Divisi Ruang Angkasa Garda Revolusi Iran, Amirali Hajizadeh, seperti dilansir Reuters, Minggu (12/5).

Hajizadeh menyatakan keberadaan armada tempur AS di kawasan Teluk justru kesempatan besar untuk dimanfaatkan. Menurut mereka, di masa lalu kekuatan itu memang menjadi ancaman.


"Sebuah kapal induk bisa membawa 40 sampai 50 pesawat tempur dan 6000 pasukan yang menjadi ancaman di masa lalu, tetapi hal itu kini berubah menjadi kesempatan," ujar Hajizadeh.


Sedangkan Israel juga cemas dengan tensi ketegangan yang terus meningkat antara Iran dan AS. Mereka menyatakan Iran bisa saja menyerang Iran secara langsung atau melalui perpanjangan tangan (proxy) jika perseteruan itu tidak juga menemukan jalan keluar.

"Jika ada gesekan antara Iran dan AS, atau Iran dan negara tetangganya, kemungkinan mereka akan meminta Hizbullah di Libanon dan Jihad Islam di Jalur Gaza sebagai perpanjangan tangan untuk menyerang Israel," kata Menteri Energi Israel, Yuval Steinitz.

Iran mendukung penuh kelompok Hizbullah dan Jihad Islam. Israel sampai saat ini masih menyembunyikan strategi mereka jika Iran mulai bergerak.

Sumber pejabat AS mereka berniat mengirim pesawat pembom jarak jauh B-52 ke Timur Tengah. Di samping itu, mereka juga mempertimbangkan menempatkan perangkat rudal darat ke udara, MIM-104 atau dijuluki Patriot, ke kawasan itu.


Menurut informasi yang didapat AS, militer Iran tengah melengkapi sejumlah kapal angkatan laut mereka dengan rudal dan ditempatkan di lepas pantai. Tindakan itu dianggap AS sebagai persiapan Iran untuk menyerang.

Pemerintah Iran menganggap langkah Amerika Serikat keliru dengan memutuskan mengirim armada kapal induk dan pesawat pembom ke Timur Tengah. Mereka menyatakan alasan yang digunakan dengan menyatakan Iran seolah-olah mengancam keberadaan pasukan AS dan sekutunya di kawasan itu tidak tepat.

Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat, John Bolton, mengklaim hal itu dilakukan untuk menekan Iran supaya tidak macam-macam dengan pasukan dan sekutu AS di Timur Tengah, jika tidak ingin diserbu.

Hal ini semakin memperuncing perseteruan di antara kedua negara.

Presiden AS, Donald Trump, tahun lalu memutuskan membatalkan sepihak kesepakatan nuklir dengan Iran. Dia berdalih Iran tetap mengembangkan program persenjataan peluru kendali mereka.

Trump juga memasukkan Korps Garda Revolusi Iran ke dalam daftar kelompok teroris. Beberapa waktu lalu Trump juga menerapkan sanksi kepada negara-negara yang masih membeli minyak dari Iran.

Iran menyatakan tidak bersedia tunduk atas permintaan AS untuk menghentikan program pengembangan peluru kendali. Akan tetapi, diperkirakan perekonomian mereka akan kembali terpukul dengan penerapan sanksi pembelian minyak.





Credit  cnnindonesia.com



Pompeo: AS Tidak Ingin Perang dengan Iran


Pompeo: AS Tidak Ingin Perang dengan Iran
Pompeo mengatakan, Washington tidak ingin berperang dengan Iran dan menuturkan bahwa Washington menyambut kesempatan untuk bernegosiasi dengan Teheran. Foto/Reuters

WASHINGTON - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Mike Pompeo mengatakan, Washington tidak ingin berperang dengan Iran. Pompeo mengatakan, AS menyambut kesempatan untuk bernegosiasi dengan Teheran.

Berbicara saat melakukan wawancara dengan CNBC, Pompeo mencatat bahwa ia melihat peningkatan ancaman dari Iran dan bahwa pemerintahan Presiden Donald Trump memperkuat kapasitasnya untuk menanggapi setiap tindakan ofensif dari Iran. Untuk itulah, lanjut Pompeo, mengapa AS memutuskan untuk mengerahkan kelompok kapal induk dan satuan tugas pembom ke Timur Tengah.

"Kami telah melakukan semua hal yang benar untuk meningkatkan postur keamanan kami, semampu kami," kata Pompeo dalam wawancara tersebut, seperti dilansir Sputnik pada Minggu (12/5).

"Tetapi, kami juga ingin memastikan bahwa kami memiliki pasukan pencegah di tempat, sehingga jika Iran memutuskan untuk datang setelah kepentingan Amerika, apakah itu di Irak, atau Afghanistan, atau Yaman, atau tempat mana pun di Timur Tengah, kami siap untuk menanggapi mereka dengan cara yang tepat," sambungnya.

Pada saat yang sama, Pompeo berpendapat, bahwa meskipun kehadiran militer lebih besar di AS di Timur Tengah, Washington tidak mencari perang dengan Teheran.

"Kami tidak akan salah perhitungan, tujuan kami bukan perang, tujuan kami adalah perubahan perilaku kepemimpinan Iran. Kami berharap rakyat Iran akan mendapatkan apa yang akhirnya mereka inginkan, dan apa yang pantas mereka dapatkan. Pasukan yang kami siapkan, pasukan yang pernah kami miliki di wilayah ini sebelumnya. Anda tahu, kami sering memiliki kapal induk di Teluk Persia - tetapi presiden ingin memastikan bahwa, jika terjadi sesuatu, kami siap untuk menanggapinya dengan cara yang tepat," ungkapnya.

Pompeo menyoroti bahwa ia juga menyiapkan pendekatan diplomatik, sehingga Trump memiliki pilihan jika Iran membuat keputusan yang buruk. Namun, resolusi diplomatik tampaknya bukan satu-satunya pilihan.

"Serangan terhadap kepentingan AS dari pasukan yang dipimpin Iran, apakah itu milik Iran atau entitas yang dikendalikan oleh Iran, kami akan meminta pertanggungjawaban pihak yang bertanggung jawab. Trump telah sangat jelas tentang hal itu, tanggapan kami akan sesuai. Iran adalah pengaruh destabilisasi utama di Timur Tengah, dan kami bertujuan untuk memperbaikinya," tukasnya.




Credit  sindonews.com


Israel Tetapkan Lokasi Daerah Golan yang Akan Dinamai 'Trump'


Israel Tetapkan Lokasi Daerah Golan yang Akan Dinamai 'Trump'
PM Israel, Benjamin Netanyahu, sudah menentukan lokasi di Dataran Tinggi Golan yang akan diberi nama Donald Trump sebagai penghormatan bagi sang Presiden AS. (/Ronen Zvulun)



Jakarta, CB -- Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengaku sudah menentukan lokasi daerah di Dataran Tinggi Golan yang akan diberi nama Donald Trump sebagai tanda penghormatan bagi sang Presiden Amerika Serikat.

"Saya berjanji kami akan membuat satu komunitas dengan nama Trump. Saya ingin menginformasikan bahwa kami sudah memilih satu situs di Dataran Tinggi Golan di mana komunitasnya akan dibentuk dan proses sudah dimulai," ujar Netanyahu sebagaimana dikutip AFP, Minggu (12/5).


Netanyahu mengumumkan rencana mengabadikan nama Trump di salah satu daerah di Dataran Tinggi Golan pada bulan lalu. Rencana ini disusun untuk memberi penghormatan bagi Trump karena sudah mengakui Golan sebagai wilayah kekuasaan Israel.

Dengan keputusan yang diambil pada 25 Maret itu, Trump menghancurkan konsensus internasional karena sebelumnya, Dataran Tinggi Golan merupakan daerah sengketa antara Israel dan Suriah.


Israel menyita dataran di perbatasan kedua negara itu dari Suriah saat Perang Enam Hari yang pecah pada 1967 silam. Mereka kemudian mencaplok Dataran Tinggi Golan dari Suriah pada 1991.


Namun, masih ada sekitar 18 ribu warga Suriah dari sekte Druze di Dataran Tinggi Golan yang menolak kewarganegaraan Israel. Mereka bertekad tetap mempertahankan tanahnya.

Keputusan Netanyahu untuk memberikan nama Trump di salah satu daerah di Golan itu pun membuat geram para anggota sekte Druze.

Ini merupakan keputusan kontroversial kedua Trump terkait klaim wilayah Israel. Sebelumnya, Trump juga menuai kecaman dunia karena mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Selama ini, Yerusalem merupakan salah satu isu besar dalam pusaran konflik antara Israel dan Palestina. Kedua belah pihak memperebutkan Yerusalem sebagai ibu kota mereka kelak.




Credit  cnnindonesia.com





Palestina Tuding AS Coba Delegitimasi Mahmoud Abbas


Palestina Tuding AS Coba Delegitimasi Mahmoud Abbas
Sekretaris Jenderal PLO, Saeb Erekat mengatakan, pemerintah Amerika Serikat (AS) sedang berusaha untuk medelegitimasi Presiden Palestina, Mahmoud Abbas. Foto/Istimewa

RAMALLAH - Sekretaris Jenderal Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Saeb Erekat mengatakan, pemerintah Amerika Serikat (AS) sedang berusaha untuk medelegitimasi Presiden Palestina, Mahmoud Abbas.

"AS telah berperang melawan Abbas dengan segala cara, karena Abbas menolak apa pun yang bertentangan dengan hukum internasional yang berkaitan dengan Palestina," ucap Erekat dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Xinhua pada Minggu (12/5).

Pernyataan itu muncul setelah utusan khusus AS untuk Timur Tengah, Jason Greenblatt menuduh Palestina berusaha "membunuh" rencana perdamaian AS, atau kesepakatan abad ini, sebelum itu diumumkan.

"Rencana itu dapat menawarkan kepada mereka (Palestina) sesuatu yang sangat menarik dan dapat mengubah situasi mereka saat ini. Mereka harus duduk rapat dan menahan "tembakan" mereka sampai rencana itu keluar," kata Greenblatt.

Terkait dengan hal ini, Erekat mengatakan, AS tidak menunjukkan rencana itu kepada pihak Palestina. Palestina, lanjut Erekat, sejauh ini hanya melihat pengakuan AS atas Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, penutupankantor PLO di Washington dan legitimasinya atas pemukiman Yahudi di wilayah Palestina, yang semuanya melanggar hukum internasional.

Erekat mengkritik langkah-langkah AS ini, karena menurutnya Washington mencoba menguji kesabaran orang-orang Palestina dan memaksa orang-orang Palestina untuk bergabung dalam perundingan. 



Credit  sindonews.com




Israel Buka Perbatasan Gaza Usai Bentrok dengan Hamas


Israel Buka Perbatasan Gaza Usai Bentrok dengan Hamas
Ilustrasi perbatasan Israel. (REUTERS/ Amir Cohen)



Jakarta, CB -- Pemerintah Israel membuka kembali dua perbatasan dengan Jalur Gaza, Palestina, pada Minggu (12/5). Hal ini dilakukan setelah Negeri Zionis itu dan faksi perjuangan yang menguasai Jalur Gaza, Hamas, terlibat saling serang pada awal Ramadan.

Seperti dilansir AFP, Badan Penjaga Perbatasan Israel (COGAT) menyatakan dua pos perlintasan di Erez dan Kerem Shalom mulai dibuka kembali untuk arus penduduk dan pengiriman barang. Namun, kedua pos itu bisa ditutup kembali jika perseteruan kembali memanas.


Bentrokan antara militan di Jalur Gaza, Palestina dan militer Israel pada awal Ramadan tahun ini membuat khawatir karena bisa menjurus kepada perang besar seperti lima tahun silam. Indonesia sebagai pendukung perdamaian di antara kedua belah pihak mengecam dan mendesak supaya tindakan saling serang segera diakhiri.

Jumlah korban meninggal akibat bentrokan itu dilaporkan sudah mencapai 23 orang. Yakni empat warga Israel meninggal dan 19 penduduk Palestina tewas.


Senada dengan RI, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres, turut mengecam konflik yang kembali memanas di Jalur Gaza. Dia meminta semua pihak berhenti menyerang dan mengambil langkah meredakan ketegangan serta menahan diri.


Akibat bentrokan ini, Israel sempat menutup perbatasan dan melarang pengiriman bantuan ke Jalur Gaza. Yakni bahan bakar dari Qatar untuk pembangkit listrik tenaga diesel.

Jika pasokan bahan bakar langka, maka dikhawatirkan bakal memicu krisis listrik di Jalur Gaza.

Ismail Haniyah, pemimpin partai politik dan milisi yang menguasai Jalur Gaza, Hamas, menyatakan tidak berminat memulai peperangan baru dengan Israel. Dia menyatakan akan meminta anak buahnya menghentikan serangan dan meredakan ketegangan hanya jika Israel menghentikan serangan.



Credit  cnnindonesia.com



Hamas Ancam Hentikan Gencatan Senjata dengan Israel


Asap membubung tinggi akibat serangan roket Israel ke Kota Gaza
Asap membubung tinggi akibat serangan roket Israel ke Kota Gaza
Foto: AP Photo/Hatem Moussa

Israel diminta untuk mematuhi kesepakatan gencatan senjata yang telah tercapai.




CB, GAZA -- Kelompok Hamas dan Jihad Islam mengancam akan mengakhiri perdamaian di Jalur Gaza jika Israel tak mematuhi kesepakatan gencatan senjata yang tercapai dengan bantuan mediasi Mesir.

Anggota Politbiro Hamas Khalil al-Hayya mengatakan, wilayah itu tidak akan menikmati perdamaian selama Israel menduduki Palestina dan memblokade Gaza. Hamas, kata dia, tak akan membiarkan dan menerima pengepungan terhadap Gaza dilanjutkan.

“Hari ini kita merebut hak kita dengan tangan kita sendiri, senjata kita, dan keinginan kita,” ujar al-Hayya, dilaporkan laman Asharq Al-Awsat pada Ahad (12/5).

Sementara anggota Politbiro Jihad Isam Khaled al-Batsh memperingatkan agar Israel tak memanipulasi kesepakatan gencatan senjata. Selain itu, dia menegaskan bahwa aksi Great March of Return akan dilanjutkan hingga tuntutan rakyat Palestina terpenuhi.

Pekan lalu, Hamas dan Jihad Islam terlibat pertempuran dengan militer Israel. Peperangan itu disebut merupakan yang terburuk sejak konflik Gaza pada 2014 yang menyebabkan ribuan warga Palestina tewas.

Hamas dan Jihad Islam meluncurkan ratusan roket ke wilayah Israel. Tel Aviv membalasnya dengan melancarkan serangan udara ke Gaza. Sebanyak 25 warga Palestina dan empat warga Israel tewas dalam pertempuran terbaru.

Kedua belah pihak menghentikan pertempuran setelah Mesir melakukan mediasi guna mencapai gencatan senjata. Kendati perundingan dilaporkan berlangsung alot, namun kesepakatan dapat tercapai.

Sejak Maret 2018, situasi di Gaza, khususnya di dekat perbatasan dengan Israel telah memanas. Hal itu dipicu oleh digelarnya aksi Great March of Return oleh warga Palestina di sana. Dalam aksi itu mereka menuntut Israel mengembalikan lahan dan tanah yang didudukinya pasca Perang 1967 kepada para pengungsi Palestina. Selain itu warga Palestina juga menyuarakan protes atas keputusan AS memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem.

Namun aksi demonstrasi yang berlangsung di sepanjang perbatasan Gaza-Israel itu direspons secara represif oleh Israel. Mereka menembaki para demonstran dengan peluru tajam. Lebih dari 200 warga Palestina telah tewas selama aksi Great March of Return dilaksanakan. Sekitar 6.016 lainnya mengalami luka ringan dan berat. PBB telah menyatakan bahwa tindakan Israel terhadap para demonstran Great March of Return merupakan kejahatan perang.




Credit  republika.co.id




Pasukan Israel Geruduk Masjid Al-Aqsha


Komplek Masjid Al-Aqsha di Baitul Maqdis, Palestina.
Komplek Masjid Al-Aqsha di Baitul Maqdis, Palestina.
Foto: alaqsa-mosque.blogspot.com

Itu bukan pertama kalinya Israel menutup akses menuju Masjid Al-Aqsha.





CB, YERUSALEM -- Pasukan Israel menggeruduk Masjid Al-Aqsha pada Ahad (12/5) dini hari waktu setempat. Mereka kemudian mengusir jamaah Muslim yang sedang berada di dalam dan di sekitar area masjid.

Dilaporkan laman Ma’an News Agency, seorang saksi mata mengungkapkan, pasukan dan polisi Israel bersenjata lengkap menyerbu Al-Aqsha sekitar setengah jam setelah berakhirnya salat tarawih. Sekitar 50 jamaah yang masih berada di kompleks masjid dipaksa keluar.

Menurut saksi tersebut, pasukan Israel juga sempat melontarkan ancaman bahwa para jamaah akan dilarang memasuki kompleks Al-Aqsha dalam rentang waktu yang lama. Pelarangan itu akan dilakukan jika mereka menolak hengkang dari masjid.

Ketegangan di sekitar kompleks Masjid Al-Aqsha memang kerap terjadi. Pada Februari lalu, misalnya, situasi di sana memanas setelah pasukan Israel memutuskan menutup semua gerbang menuju situs suci ketiga umat Islam tersebut.

Tak hanya menutup akses, pasukan Israel pun sempat menyerang sejumlah Muslim yang sedang menunaikan salat di masjid. Kejadian itu dikecam oleh Palestina. Namun otoritas Israel tak memberi keterangan resmi tentang alasan di balik tindakannya.

Itu bukan pertama kalinya Israel menutup akses menuju Masjid Al-Aqsha. Tahun lalu Israel tercatat beberapa kali melakukan hal yang sama dengan dalih keamanan. Pada Juli 2017, Israel bahkan sempat memasang detektor logam di gerbang menuju kompleks Al-Aqsha.

Hal itu dilakukan setelah terjadi aksi penikaman oleh tiga warga Palestina terhadap dua personel polisi Israel hingga tewas. Ketiga warga Palestina itu pun akhirnya meninggal setelah ditembak pasukan Israel.

Pemasangan detektor logam di Masjid Al-Aqsha diprotes keras oleh warga Palestina. Mereka menilai tindakan Israel itu jelas telah mengintervensi kegiatan peribadahan umat Muslim. Mereka pun menolak untuk memasuki Masjid Al-Aqsha. Sebagai bentuk perlawanan terhadap Israel, umat Muslim di sana melaksanakan shalat di luar kompleks Al-Aqsha. 




Credit  republika.co.id




Menteri Pemerintah Yaman ragukan penarikan pasukan Houthi

Menteri Pemerintah Yaman ragukan penarikan pasukan Houthi

PBB dorong pihak berseteru bahas penarikan Pasukan dari Pelabuhan Hudaidah, Yaman (Antaranews)




Aden (CB) - Seorang menteri dalam pemerintahan Yaman dukungan Arab Saudi pada Sabtu meragukan penarikan pasukan oleh gerakan Houthi dari Kota Pelabuhan Laut Merah Hudaidah dan menyebutnya "pertunjukan" yang bermaksud "menyiarkan informasi yang menyesatkan masyarakat internasional".

"Apa yang terjadi hari ini ialah pertunjukan menyolok, sekelompok dari pasukan milisi (Houthi) meninggalkan (kota itu) dan mereka digantikan oleh yang lain dengan berseragam polisi penjaga pantai," kata Menteri Informasi Muammar al-Iryani kepada Reuters.

Pihak Houthi mengatakan pada Sabtu mulai menarik pasukan dari Pelabuhan Saleef di Hudaidah berdasarkan perjanjian yang ditaja PBB yang telah macet selama berbulan-bulan, kata seorang saksi mata Reuters, yang sangat mengharapkan usaha-usaha perdamaian untuk mengakhiri perang empat tahun di Yaman.

"Ini usaha menyampaikan informasi salah untuk membingungkan masyarakat internasional," kata Al-Iryani.

Dari Jenewa, Reuters melaporkan, kelompok Al-Houthi di Yaman pada Sabtu akan mulai memindahkan pasukannya secara sepihak dari tiga pelabuhan, kata Perserikatan Bangsa-Bangsa dan seorang juru bicara Al-Houthi, suatu langkah untuk memuluskan perundingan-perundingan politik guna mengakhiri perang empat tahun di Yaman.

Pernyataan dari Komite Koordinasi Penarikan PBB (RCC) menyebutkan pihak Al-Houthi akan melakukan "pemindahan sepihak awal" antara 11-14 Mei dari Pelabuhan Saleef, yang digunakan untuk biji-bijian, Pelabuhan Ras Isa --yang digunakan untuk minyak, dan Pelabuhan Utama Hudaidah.

Penarikan tersebut akan mulai berlangsung pada 11 Mei pukul 10.00 waktu setempat, cuit Kepala Komite Revolusi Agung Al-Houthi Mohammed Ali al-Houthi, di Twitter pada Sabtu.

Komite RCC, yang dipimpin Letnan Jenderal Denmark, Michael Lollesgaard, Kepala Tim Pengamat PBB di Hudaidah, menyusun rencana pemindahan itu berdasarkan perjanjian yang disepakati Desember lalu di Stocholm, Swedia, terobosan besar pertama dalam usaha-usaha perdamaian untuk mengakhiri perang yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan membawa Yaman ke jurang kelaparan.

Di Stockholm, diharapkan pemindahan pasukan akan berlangsung pada Januari, tetapi pelaksanaannya telah berkali-kali gagal karena ketiadaan kepercayaan di antara pihak: Al-Houthi yang bersekutu dengan Iran dan pemerintah Yaman yang diakui internasional dengan dukungan koalisi pimpinan Arab Saudi dan pasukan lain.

Al-Houthi mengatakan pada Sabtu niat kelompoknya untuk memindahkan pasukan secara sepihak dari pelabuihan-pelabuhan itu sebagai akibat dari penolakan koalisi untuk melaksanakan perjanjian Stockholm.

Misi PBB itu akan memantau pemindahan tersebut, sebagai langkah pertama untuk merampungkan perjanjian perdamaian, menurut pernyataan PBB, dengan menambahkan hal itu harus ditindaklanjuti oleh "tindakan transparan, berkomitmen dan berkelanjutan dari para pihak untuk memenuhi sepenuhnya kewajiban-kewajiban mereka".

Pemerintah Yaman, yang didukung Arab Saudi, tidak menyatakan apakah pihaknya akan mengambil langkah serupa.

Mereka juga diperkirakan akan meninggalkan posisi-posisi di sekitar pinggiran Hudaidah dalam pemindahan awal, sebelum fase kedua yang kedua pihak menarik pasukannya lebuh lanjut.

Juru bicara delegasi pemerintah Yaman ke RCC, Sadiq Dweid, mencuit di Twitter bahwa penarikan anggota Al-Houthi merupakan "langkah pertama dari tahap pertama. Kami mendukung pelaksanaan perjanjian itu."



Credit  antaranews.com




Kamis, 09 Mei 2019

AS Siap Kerahkan Lebih Banyak Aset Militer ke Timur Tengah


AS Siap Kerahkan Lebih Banyak Aset Militer ke Timur Tengah
AS siap mengerahkan aset militer lebih banyak ke Timur Tengah sebagai tanggapan atas ancaman Iran. Foto/Istimewa

WASHINGTON - Para pejabat mengatakan Amerika Serikat (AS) siap untuk memindahkan lebih banyak aset militer ke Timur Tengah sebagai tanggapan atas ancaman dari Iran.

Dikutip dari AP, Kamis (9/5/2019), para pejabat itu mengatakan dua pesawat pembom tambahan diharapkan akan dikerahkan ke wilayah tersebut. Seorang pejabat lain mengatakan ada diskusi yang tengah berlangsung untuk memindahkan beberapa baterai rudal Patriot kembali ke Timur Tengah.

Belum ada keputusan akhir tentang pengerahan rudal Patriot. Langkah itu bisa bergantung pada apakah AS percaya Iran akan mengambil tindakan untuk mengurangi ancaman.

Pemerintah AS sendiri belum memberikan rincia yang dimaksud, namun para pejabat mengatakan satu elemen ancaman yang dimaksud melibatkan penempatan rudal Iran di kapal-kapal kecil di lepas pantainya. Tindakan ini memicu kekhawatiran bahwa Teheran mungkin bersiap untuk menyerang pasukan atau kepentingan AS di wilayah Timur Tengah.

AS menarik baterai rudal Patriot dari Bahrain, Kuwait, dan Yordania pada akhir tahun lalu. Tidak jelas apakah baterai-baterai itu akan kembali ditempatkan ke negara-negara tersebut. Para pejabat berbicara dengan syarat anonim untuk membahas pertimbangan perencanaan internal. 




Credit  sindonews.com




Israel akan Izinkan 30 juta Dolar dari Qatar Masuki Gaza


Asap tebal terlihat di Gaza, Palestina, Ahad (5/5), setelah dihantan roket Israel.
Asap tebal terlihat di Gaza, Palestina, Ahad (5/5), setelah dihantan roket Israel.
Foto: AP Photo/Khalil Hamra
Sebelumnya sebesar 20 juta dolar AS telah ditransfer ke Gaza.



CB, YERUSALEM -- Israel bakal mengizinkan pengiriman dana sebesar 30 juta dolar AS yang merupakan bantuan keuangan dari Qatar ke Jalur Gaza. Pemberian izin ini sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata dengan kelompok perlawanan Palestina Hamas.

Laporan kantor berita Turki, Anadolu Agency, Rabu (8/5), menyebut pada November lalu, Hamas dan Israel menyepakati gencatan senjata yang meliputi pengiriman 50 juta dolar dari Qatar ke Gaza dalam transfer berkala. Sebesar 20 juta dolar AS telah ditransfer.

Namun militer Israel menghantam daerah kantong pantai pada akhir pekan lalu dengan serangan udara dan artileri. Sementara kelompok pejuang Palestina yang berbasis di Gaza merespons dengan menembakkan roket ke arah Israel selatan.

Kekerasan berakhir saat fajar pada Senin lalu, dalam gencatan senjata. Meski begitu setidaknya 27 warga Palestina tewas dalam peristiwa itu dan puluhan lainnya cedera. Sementara empat warga Israel tewas berdasarkan laporan media Israel.

Peningkatan itu dimulai Jumat lalu ketika empat warga Palestina terbunuh oleh serangan militer Israel. Diketahui bahwa empat warga tersebut berada di posisi-posisi yang berafiliasi dengan kelompok perlawanan Hamas di Gaza.

Gencatan senjata terlaksana berkat mediasi yang dilakukan oleh Mesir. Namun, militer Israel enggan mengonfirmasi kabar tersebut. Mereka hanya mengatakan, semua pembatasan perlindungan di garis depan pertempuran akan ditarik, menyiratkan bahwa konfrontasi telah berakhir. Mesir dan PBB telah berusaha menengahi gencatan senjata.




Credit  republika.co.id





Rabu, 08 Mei 2019

PBB minta pembebasan ribuan tahanan migran di Yaman


PBB minta pembebasan ribuan tahanan migran di Yaman
Imigran Ethiopia, yang telantar di tengah perang Yaman, duduk di lokasi penahanan menunggu repatriasi ke negara mereka, di Aden, Yaman, Rabu (24/4/2019). ANTARA FOTO/REUTERS/Fawaz Salman (REUTERS/FAWAZ SALMAN)




Jenewa (CB) - Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) pada Selasa meminta pembebasan lebih dari 3.000 migran, terutama asal Ethiopia, yang katanya tetap ditahan dalam kondisi tidak manusiawi di dua pusat penahanan di Yaman selatan.

Penahanan dimulai sejak dua pekan lalu di Kota Aden dan Provisni Lahj, yang dikuasai pemerintah yang diakui internasional dukungan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.

Koalisi sedang memerangi pemberontak Al-Houthi, yang bersekutu dengan Iran, yang mengendalikan ibu kota Sanaa dan pusat kota besar lainnya setelah lebih dari empat tahun perang.

"Sekitar 3.000 migran masih ditahan di dua lokasi penahanan sementara di Aden dan Abyan, Yaman," kata juru bicara IOM Joel Millman saat konferensi pers di Jenewa.

Mereka termasuk sekitar 2.500 orang yang ditahan di stadion Aden, tempat para petugas bantuan sedang memerangi wabah, kata dia.

"IOM masih merasa prihatin menyangkut orang-orang yang ditahan secara tidak manusiawi di Aden dan Abyan," kata Millman.

Menurutnya, IOM sedang berbicara kepada pihak berwenang agar para migran dibebaskan.

Badan migrasi PBB menerima sejumlah laporan bahwa dalam beberapa hari terakhir lebih dari 1.400 orang yang ditahan di kamp militer di Lahj telah dibebaskan, kata dia. Sedikitnya 14 migran meninggal akibat diare akut di Lahj, tempat IOM merawat sekitar 70 mantan tahanan.




Credit  antaranews.com



Mengenal Iron Dome, Tameng Israel saat Dihujani 700 Roket Gaza


Mengenal Iron Dome, Tameng Israel saat Dihujani 700 Roket Gaza
Sistem pertahanan Iron Dome saat meluncurkan rudal pencegat untuk mengintersepsi roket asal Gaza yang masuk ke wilayah Israel. Foto/REUTERS/Amir Cohen

TEL AVIV - Sistem pertahanan rudal Iron Dome menjadi tameng andalan Israel ketika sekitar 700 roket ditembakkan kelompok militan Jalur Gaza. Selama dua hari saling serang, 24 warga Palestina di Gaza dan empat warga Israel tewas.

Pertumpahan darah pada Sabtu dan Minggu itu menandai kematian pertama di pihak Israel dari tembakan roket sejak perang 2014. Pada hari Senin (6/5/2019), gencatan senjata diupayakan melalui mediator Mesir.

Pecahnya kekerasan tersebut sejatinya dimulai pada hari Jumat ketika seorang sniper Gaza melukai dua tentara Israel dan IDF membalas dengan membunuh tiga warga Gaza, satu ditembak mati tentara dan dua lainnya tewas oleh serangan udara.

Iron Dome adalah sistem pertahanan udara mobile untuk segala cuaca yang dikembangkan oleh Israel untuk mencegat dan menghancurkan roket jarak pendek dan peluru artileri yang ditembakkan dari jarak pendek.

Sistem anti-rudal itu memiliki kemampuan untuk mendeteksi roket musuh sejauh 4 hingga 70 km dan melakukan intersepsi untuk menghancurkan roket tersebut di udara. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) belum merinci berapa dari 700 roket militan Gaza yang berhasil dicegat dan berapa yang menghantam daratan Israel.

Iron Dome menyelesaikan serangkaian pengujian terakhir pada Juli 2010 dan diluncurkan serta dinyatakan beroperasi pada 2011. Menurut situs web Missile Threat—produk dari Missile Defense Project di Center for Strategic and International Studies (CSIS)—biaya lengkap sistem anti-rudal itu mencapai sekitar USD100 juta per baterai.

Pendanaan awal dan pengembangan sistem Iron Dome disediakan dan dilakukan oleh Israel. Menurut situs web tersebut, Amerika Serikat menyediakan dana untuk sistem itu mulai tahun 2011.

Menurut pabrikannya, Iron Dome mampu beroperasi siang dan malam termasuk dalam kondisi cuaca buruk. Senjata pertahanan ini dapat merespons berbagai ancaman secara bersamaan. Sistem itu memiliki tiga komponen utama, yakni pendeteksi dan radar pelacak, sistem kontrol senjata dan unit penembakan rudal.

Ada 10 baterai Iron Dome yang melindungi Israel. Menurut kontraktor pertahanan Raytheon, masing-masing baterai sistem itu mencakup tiga hingga empat peluncur stasioner dengan 20 rudal Tamir dan sebuah radar battlefield.

Raytheon yang berbasis di Amerika Serikat adalah salah satu kolaborator dalam proyek pembuatan senjata pertahanan militer Zionis tersebut. Rudal Tamir sendiri dilengkapi sensor elektro-optik dan sirip kemudi dengan hulu ledak yang meledak ketika kontak dengan rudal atau objek yang jadi target.

Menurut Raytheon, masing-masing baterai Iron Dome dapat diandalkan untuk area hingga hampir 60 mil persegi. Namun, sistem ditempatkan secara strategis di sekitar kota untuk mencegat ancaman yang mengarah ke daerah berpenduduk. Penempatan seperti itu diyakini sebagai pendekatan hemat biaya untuk meminimalkan peluncuran rudal pencegat yang tidak perlu mengingat biaya setiap rudal lumayan mahal.

Selama konflik dengan Hamas pada November 2012, para pejabat Israel mengklaim bahwa Iron Dome mencegat 85 persen dari 400 roket yang ditembakkan dari Jalur Gaza yang diproyeksikan mengenai wilayah penduduk sipil.

Militer Israel pada hari Minggu mengatakan pihaknya menyerang 250 sasaran di Gaza, termasuk tempat penyimpanan senjata, terowongan serangan, lokasi peluncuran roket dan fasilitas produksinya. Militer Israel juga mengerahkan tank-tank dan pasukan infantri ke perbatasan Gaza, dan membuat brigade lain siaga. 





Credit  sindonews.com




Brigade Izzudin al-Qassam Klaim Mengalahkan Iron Dome Israel



Brigade Izzudin al-Qassam Klaim Mengalahkan Iron Dome Israel
Sebuah mobil warga Israel hancur saat roket dan rudal anti-tank ditembakkan dari Gaza. Foto/Times of Israel/Noam Rivkin Fenton/Flash90

GAZA - Sayap militer Hamas, Brigade Izzudin al-Qassam, mengklaim berhasil mengembangkan taktik peluncuran roket baru yang mengalahkan sistem pertahanan rudal Iron Dome Israel. Buktinya, menurut kelompok tersebut, banyak roket yang lolos dari intersepsi dan menewaskan beberapa warga negara musuh Palestina tersebut.

Selama konflik dua hari pada Sabtu dan Minggu lalu, kelompok militan di Gaza menembakkan antara sekitar 600 hingga 700 roket ke wilayah Israel selatan. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) tak merinci berapa senjata militan Gaza yang berhasil diintersepsi Iron Dome dan yang menghantam daratan negara tersebut.

Dalam konflik sengkat itu, empat warga Israel tewas oleh serangan roket. Sedangkan di pihak Palestina, sebanyak 24 orang tewas di Jalur Gaza akibat serangan udara IDF. Dari 24 orang itu, ibu hamil dan beberapa bayi termasuk di dalamnya.

Klaim keberhasilan Brigade Izzudin al-Qassam itu disampaikan juru bicaranya, Abu Obeida, yang dipublikasikan di media sosial. "Brigade al-Qassam berterima kasih kepada Tuhan, berhasil mengatasi apa yang disebut Iron Dome dengan mengadopsi taktik menembakkan puluhan rudal dalam satu letusan," katanya.

"Intensitas tembakan yang tinggi dan kemampuan merusak yang besar dari rudal diperkenalkan oleh (Brigade) al-Qassam...berhasil menyebabkan kerugian besar dan kehancuran musuh," ujarnya, seperti dikutip Times of Israel, Selasa (7/5/2019).

Kelompok militan di Gaza memang berusaha membuat Iron Dome tak berdaya dengan berulang kali menembakkan roket secara besar-besaran di lokasi tertentu, di mana beberapa di antaranya benar-benar berhasil menembus sistem tameng rudal Zionis.

Media Israel meragukan klaim Brigade al-Qassam. Dalam satu kasus, selama satu jam pada hari Minggu malam, setidaknya 117 roket ditembakkan ke kota Ashdod, tetapi hanya satu dari proyektil yang ditujukan pada Ashdod yang berhasil melewati sistem pertahanan udara tersebut.

Roket-roket asal Gaza menewaskan Pinchas Menachem Prezuazman, 21, warga negara ganda Amerika-Israel, ketika ia berlari mencari perlindungan saat sirene peringatan berbunyi.

Tiga warga Israel lainnya yang tewas dalam serangan dari Jalur Gaza pada hari Minggu adalah Moshe Agadi, 58; Zaid al-Hamamdeh, 47; dan Moshe Feder, 68.

Laporan versi lain dari media Israel mengatakan Feder tidak terbunuh oleh tembakan roket balistik, tetapi oleh peluru kendali anti-tank yang menghantam mobilnya ketika ia melaju di jalan dekat perbatasan Gaza.

Dia menderita luka serius di kaki akibat pecahan peluru yang menyebabkan dirinya kehilangan banyak darah. Dia dinyatakan tewas di Pusat Medis Barzilai Ashkelon setelah upaya resusitasi gagal. Hamas mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.

Selama pertempuran, Hamas juga berusaha menggunakan roket gaya baru, yakni roket jarak pendek dengan hulu ledak yang berat. Hulu ledak itu penuh dengan puluhan hingga ratusan kilogram bahan peledak.


Kelompok militan di Gaza yakin roket-roket mereka saat ini akan melewati sistem pertahanan udara Israel, sama seperti selama perang Gaza 2014.

Namun, militer Israel mengaku telah meningkatkan teknologi pada Iron Dome yang memungkinkannya untuk menembak jatuh roket jarak pendek yang dimiliki kelompok militan Gaza saat ini.

Militer Zionis menggarisbawahi bahwa secara umum Iron Dome tidak mudah ditembus. Senjata pertahanan ini diklaim efektif dengan 240 intersepsi dan tingkat keberhasilannya 86 persen.

Radar Iron Dome, menurut militer Zionis, juga berhasil melihat setiap peluncuran roket dan mortir, yang memastikan bahwa Israel diperingatkan tentang proyektil yang masuk sebelumnya oleh sirene. 





Credit  sindonews.com


Hamas Bilang Tak Tertarik Perang Baru dengan Israel



Hamas Bilang Tak Tertarik Perang Baru dengan Israel
Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh. Foto/REUTERS


GAZA - Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh mengatakan kelompoknya tidak tertarik untuk perang baru dengan Israel. Pernyataan itu muncul setelah sekitar 600 roket asal Gaza menghujani wilayah Israel selatan selama dua hari sejak Sabtu yang memicu militer Zionis membombardir wilayah Palestina tersebut.

Haniyeh, dalam sebuah pernyataan Minggu malam, mengatakan bahwa kelompok militan siap untuk kembali ke keadaan tenang jika Israel menghentikan serangannya. "Dan segera mulai menerapkan pemahaman tentang kehidupan yang bermartabat," katanya, seperti dikutip AP, Senin (6/5/2019).

Israel telah berperang tiga kali dengan militan Gaza sejak 2008 dan telah memblokade wilayah itu selama lebih dari satu dekade.

Serangan ratusan roket dari kelompok militan di Gaza telah menyebabkan empat warga Israel tewas. Sistem pertahanan Iron Dome telah mengintersepsi lebih dari 250 roket.

Di pihak Gaza, Palestina, sebanyak 24 warga terbunuh oleh serangan militer Israel. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengklaim telah menghantam 320 target di Gaza.

IDF juga mengumumkan bahwa seorang komandan Hamas di Jalur Gaza yang jadi target telah terbunuh. Saksi mata Palestina mengatakan komandan Hamas bernama Hamad al-Khodori, 34, terbunuh dalam serangan udara di mobilnya.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengimbau untuk "pengekangan maksimum" setelah eskalasi memanas di Gaza. "Dia mengutuk dalam kata terkuat terkait peluncuran roket dari Gaza ke Israel, khususnya penargetan pusat penduduk sipil," bunyi pernyataan PBB.

"Dia mendesak semua pihak untuk menahan diri secara maksimal, segera menurunkan eskalasi dan kembali ke pemahaman beberapa bulan terakhir," lanjut pernyataan tersebut.

"Utusan khusus Guterres, Nickolay Mladenov, bekerja erat dengan Mesir dan semua pihak terkait untuk memulihkan ketenangan," imbuh pernyataan PBB. 






Credit  sindonews.com