Tampilkan postingan dengan label TURKI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label TURKI. Tampilkan semua postingan

Selasa, 14 Mei 2019

Ditekan AS, Turki Pertimbangkan Tunda Penerimaan Rudal Rusia


Ditekan AS, Turki Pertimbangkan Tunda Penerimaan Rudal Rusia
Ilustrasi S-400. (UMNICK via WIkimedia Commons)



Jakarta, CB -- Turki mempertimbangkan untuk menunda penerimaan sistem pertahanan rudal dari Rusia karena didesak Amerika Serikat.

Seorang sumber mengatakan kepada Reuters bahwa Turki mempertimbangkan penundaan ini setelah AS melayangkan permintaan resmi agar Ankara menunda penerimaan sistem tersebut.


Reuters
sendiri belum dapat mendapatkan konfirmasi resmi dari pemerintah Turki terkait kabar pertimbangan penundaan ini.

Namun pekan lalu, Fahrettin Altun selaku juru bicara Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengatakan bahwa pembelian sistem pertahanan rudal S-400 dari Rusia sudah disepakati.


Pejabat AS menganggap pembelian sistem pertahanan rudal ini "sangat problematik" karena dapat berdampak pada program kerja sama kedua negara.

AS dan negara-negara anggota NATO khawatir sistem radar dalam S-400 dapat melacak jet F-35 sehingga nantinya akan sulit menghindari senjata Rusia.


Ankara sendiri sudah mendesak AS untuk membentuk kelompok kerja yang bertugas meneliti risiko bahaya S-400 pada F-35. Namun, AS menolak pembentukan pokja tersebut.

Selisih pendapat ini merupakan perseteruan teranyar antara AS dn Turki. Sebelumnya, kedua negara sudah beberapa kali bersitegang.

Sejumlah isu yang sempat memanaskan hubungan kedua negara adalah permintaan ekstradisi Fethullah Gulen dari AS, perbedaan kebijakan di Timur Tengah, hingga sanksi atas Iran.




Credit  cnnindonesia.com





Muslim Uighur Bangun Kehidupan di Turki Usai Lari dari China



Muslim Uighur Bangun Kehidupan di Turki Usai Lari dari China
Imigran Muslim Uighur yang berhasil melarikan diri dari China ke Turki perlahan membangun hidup. Meski sulit, mereka merasa lebih bebas dan nyaman di Turki. (Reuters/Murad Sezer)



Jakarta, CB -- Setelah berjuang kabur dari persekusi di China, sejumlah imigran Muslim Uighur yang berhasil melarikan diri ke Turki kini perlahan membangun hidup. Meski sulit, mereka merasa lebih bebas dan nyaman di Turki.

Sejumlah Muslim Uighur terlihat berbondong-bondong beribadah di mesjid Emine Inanc. Tak tak sedikit dari mereka bahkan memenuhi jalanan untuk ikut beribadah.

"Kami merasa lebih nyaman dibandingkan ketika kami berada di negara asal kami," ujar Abudureyimu, salah satu warga Uighur yang melarikan diri ke Turki sejak 2014 lalu.

"Saya bisa melaksanakan kewajiban agama dan berbicara menggunakan bahasa asli saya dengan bebas."

Meskipun begitu, Abudureyimu masih dihantui trauma akan penganiayaan dan penumpasan yang menargetkan Uighur di China.

Diperkirakan sekitar satu juta Muslim Uighur ditahan di kamp-kamp di mana mereka dipaksa belajar paham komunisme. Hingga kini, ia sendiri tak mengetahui keberadaan keluarganya, masih hidup atau tidak.

Namun, Abudureyime meyakini bahwa pihak China masih menahan keluarganya di kamp Xinjiang. Abudureyime khawatir keadaan keluarganya akan lebih parah jika aparat mengetahui ia kabur.

Turki sendiri mengecam pendirian kamp-kamp konsentrasi untuk menampung Muslim Uighur tersebut. Turki menuding China melakukan operasi militer guna menumpas "identitas etnis, agama, dan budaya masyarakat Turki Uighur di daerahnya."

Pemerintah Turki meyakini ratusan ribu orang Uighur menjadi target "penyiksaan dan pencucian otak" saat berada di dalam kamp.


Guna menunjukkan solidaritas terhadap Muslim Uighur, Turki pun mengizinkan para imigran itu masuk ke negaranya. Di sana, pemerintah juga menjamin keamanan para Muslim Uighur.

Sejumlah warga Uighur yang tinggal di Turki juga menggagas kampanye #MeTooUyghur yang disebarkan melalui sosial media.

Ratusan warga turun ke jalanan dan mendesak pemerintah China untuk merilis bukti video bahwa kerabat mereka yang hilang tersebut masih hidup.

Masyarakat Uighur ingin agar pihak China bertanggung jawab atas hilangnya kontak mereka dengan sanak saudaranya.



Credit  cnnindonesia.com




Turki hukum perencana bom mobil dengan penjara seumur hidup


Turki hukum  perencana bom mobil dengan penjara seumur hidup
Petugas bekerja di salah satu lokasi serangan bom mobil di kota Reyhanli, provinsi Hatay, Turki, di dekat perbatasan Turki-Suriah, Minggu (12/5). Dua bom mobil menewaskan 43 orang dan melukai banyak orang di kota dekat perbatasan itu Sabtu kemarin dan pemerintah Turki menduga adanya keterlibatan Suriah. Serangan bom ini meningkatkan kekhawatiran bahwa perang sipil Suriah mulai merembet ke negara-negara tetangga meskipun langkah-langkah diplomatik telah diperbarui untuk mengakhiri perang selama dua tahun yang telah menewaskan 70.000. Dua ledakan bom merobek jalan-jalan yang ramai di dekat distrik perbelanjaan Reyhanli Sabtu sore, menghancurkan dinding-dinding beton dan mobil-mobil di kota tersebut, yang menjadi tempat pengungsian ribuan warga Suriah. (REUTERS/Umit Bektas)




Istanbul (CB) - Satu sidang pengadilan di Turki pada Senin menjatuhkan hukuman 53 penjara seumur hidup tanpa percobaan terhadap seorang pria yang pada 2013 merencanakan serangan bom mobil di perbatasan Suriah dan menewaskan puluhan orang, menurut kantor berita pemerintah, Anadolu.

Dua bom mobil kembar mengoyak kota perbatasan Reyhanli di provinsi Hatay pada 11 Mei 2013. Pada saat itu Turki menuduh suatu kelompok yang setia pada presiden Suriah Basar al-Assad yang melakukan serangan. Damaskus menampik keterlibatan apa pun.

Yusuf Nazik (34), warga Turki, dihukum penjara seumur hidup tanpa hukuman percobaan karena mengganggu stabilitas negara dan dihitung untuk setiap 52 korban jiwa, menurut Anadolu.

Dia juga mendapat hukuman tambahan 5.306 tahun dan enam bulan untuk berbagai kejahatan termasuk usahanya membunuh 130 orang, menjadi anggota kelompok teroris bersenjata dan menyimpan bahan peledak tidak sah untuk organisasi teroris, katanya.

Nazik ditangkap di Suriah, di kawasan yang dikuasai pemerintah di Latakia, oleh anggota Agen intel Turki (MIT), kata seorang petugas keamanan Turkis, pada September tahun lalu.

Anadolu melaporkan pada saat itu Nazik mengaku mendapat perintah dari intel Suriah untuk merencakan serangan di Turki dan mengatur pengiriman bahan peledak.

Sebanyak 22 orang telah dipenjara awal tahun lalu terkait pengeboman.

Reyhanli merupakan pusat pengungsi Suriah. Setelah pengeboman di kawasan itu pada 2013, Turki memperketat wilayah perbatasan denga Suriah yang membentang 900 kilometer.
Turki merupakan pendukung terbesar pemberontah yang melawan pasukan pemerintahan Suriah dalam konflik selama delapan tahun. Selian itu juga menampung 3,5 juta pengungsi Suriah.






Credit  antaranews.com



Kamis, 02 Mei 2019

Erdogan Kutuk Kudeta di Venezuela yang Dipimpin Guaido


Erdogan Kutuk Kudeta di Venezuela yang Dipimpin Guaido
Sebuah kendaraan militer Venezuela menabrak demonstran saat terjadi kudeta di negara itu. Foto/Istimewa

ANKARA - Presiden Turki mengutuk pemberontakan di Venezuela yang dipimpin oleh tokoh oposisi Juan Guaido. Erdogan pun membagikan pengalamannya dengan mengatakan Turki telah mengalami konsekuensi negatif yang disebabkan oleh kudeta.

Erdogan, sekutu dari Presiden Venezuela Nicolas Maduro, mengungkapkan bagaimana Turki secara historis berjuang menghadapi kudeta dan memperingatkan konsekuensi negatif dari pemberontakan tersebut. Pernyataan itu muncul setelah video rekaman kendaraan militer menghantam para demonstran.

"Seluruh dunia harus menghormati pilihan demokratis rakyat di Venezuela," tulisnya di Twitter, menambahkan bahwa Turki dengan tegas mengutuk kudeta seperti dikutip dari Russia Today, Rabu (1/5/2019).

Maduro, pemimpin dunia pertama yang menyatakan dukungan untuk Erdogan setelah upaya kudeta Turki pada tahun 2016 gagal, terpilih kembali sebagai presiden Venezuela pada tahun 2018. Namun beberapa bulan kemudian pemimpin oposisi yang didukung Amerika Serikat (AS) Juan Guaido menyebut kepresidenannya tidak sah, dan pada hari Selasa pagi menyatakan ia memiliki dukungan militer dalam "tahap akhir" dari langkahnya untuk menggulingkan pemimpin negara itu.

Sekitar 50 negara termasuk AS dan Brazil, serta beberapa negara Eropa, mengakui Guaido sebagai presiden sementara negara Amerika Latin itu. Di tengah adegan bentrokan yang tersebar luas di Caracas pada hari Selasa, Presiden Bolivia Evo Morales menegaskan kembali dukungannya untuk Maduro, sementara pemimpin Kolombia Ivan Duque mendesak Venezuela untuk mendukung Guaido. Rusia, China, dan Iran sebelumnya juga mendukung suksesor Hugo Chavez itu. 



Credit  sindonews.com




Selasa, 23 April 2019

Konsulat Turki di Swiss diserang dengan menggunakan bom molotov


Konsulat Turki di Swiss diserang dengan menggunakan bom molotov
Konsulat Turki di Kota Zurich di Swiss diserang dengan menggunakan bom Molotov pada Senin dini hari, kata konsul Turki di sana. ANTARA FOTO/REUTERS/Adnan Abidi
/pras.




Jenewa, Swiss (CB) - Konsulat Turki di Kota Zurich di Swiss diserang dengan menggunakan bom Molotov pada Senin dini hari, kata konsul Turki di sana.

Asiye Nurcan Ipekci mengatakan kepada wartawan Kantor Berita Turki, Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa pagi, serangan itu terjadi pada pukul 02.51 waktu setempat (07.52 WIB), tapi tak seorang pun cedera dan gedung tersebut tidak mengalami kerusakan.

Wanita pejabat itu menambahkan sebelumnya ada serangan terhadap Konsulat tersebut, tapi serangan yang paling akhir tidak diklaim oleh kelompok manapun.

Polisi menangkap tiga pemuda sehubungan dengan serangan itu, katanya. Tapi ia tidak memberi perincian lebih lanjut.

Selama dua-setengah tahun belakangan ini, Konsulat Turki telah mengalami enam serangan.

Pada Mei 2017, orang yang mengenakan penutup muka mengotori gedung Konsulat dengan menggunakan cat dan menuliskan kata-kata "Bunuh Erdogan" di satu perhentian bus dan satu bangunan.

Pada Januari 2018, satu mobil pejabat di Konsulat itu menjadi sasaran pembakaran.




Credit  antaranews.com




Erdogan: Serangan terhadap pemimpin oposisi telah diselidiki


Erdogan: Serangan terhadap pemimpin oposisi telah diselidiki
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Senin (22/4) mengatakan serangan terhadap pemimpin oposisi Kemal Kilicdaroglu telah diselidiki secara seksama (Anadolu Agency)


"Peristiwa tersebut diselidiki secara menyeluruh pada semua tingkat. Kami tak pernah menyetujui kekerasan," tambah presiden Turki itu.



Ankara (CB) - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Senin (22/4) mengatakan serangan terhadap pemimpin oposisi Kemal Kilicdaroglu telah diselidiki secara seksama.

Enam orang, salah seorang diidentifikasi sebagai Osman Sarigun, diduga menyerang Kemal Kiricdaroglu, pemimpin Partai Rakyat Republik (CHP), pada Ahad (21/4), ketika ia menghadiri pemakaman seorang prajurit Turki.

Saat menggambarkan serangan fisik tersebut sebagai "aksi kekerasan yang tak bisa diterima", Erdogan mengatakan ia takkan membiarkan siapa pun mengganggu suasana damai di Turki.

"Sayangnya, sebagian peristiwa yang tak bisa diterima terjadi kemarin, selama pemakaman seorang prajurit kita yang gugur di Cubuk (kabupaten di Ankara) dan protes terhadap pemimpin CHP Kemal Kilicdaroglu berubah menjadi aksi kekerasan," demikian cuitan Erdogan di Twitter, sebagaimana dikutip Kantor Berita Turki, Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa pagi.

"Peristiwa tersebut diselidiki secara menyeluruh pada semua tingkat. Kami tak pernah menyetujui kekerasan," tambah presiden Turki itu.

Setelah serangan tersebut, Kilicdaroglu dibawa ke satu rumah yang berdekatan sampai kendaraan lapis baja dikirim untuk menjemput dia di bawah perlindungan pasukan keamanan.

Omer Celik, Juru Bicara Partai Keadilan dan Pembangunan (AK) --yang berkuasa, mengatakan di dalam satu cuitan, "Partai AK menentang segala bentuk kekerasan. Prinsip kami dengan keras menolak kekerasan. Tak ada ruang buat kekerasan di dalam politik yang demokratis."

Sarigun ditangkap pada Senin pagi di Kabupaten Sivrihi, Ankara, kata kantor kejaksaan.

Lima tersangka lagi dibawa ke Komando Polisi Kabupaten Cubuk di Ankara untuk diinterogasi, tambah kantor kejaksaan tersebut.




Credit  antaranews.com


Senin, 22 April 2019

LNA: Kelompok al-Nusra Dikirim dari Turki Gabung Perang di Tripoli


LNA: Kelompok al-Nusra Dikirim dari Turki Gabung Perang di Tripoli
Para demonstran Libya beraksi mengecam serangan LNA loyalis Jenderal Khalfa Haftar di Tripoli. Foto/REUTERS/Ahmed Jadallah

TRIPOLI - Tentara Nasional Libya (LNA) loyalis Jenderal Khalifa Haftar mengungkap keterlibatan kelompok militan al-Nusra dalam pertempuran di Tripoli. Padahal, kelompok yang berafiliasi dengan al-Qaeda itu selama ini dikenal bertempur di Suriah.

LNA, yang berbasis di wilayah timur Libya, sedang berupaya menaklukkan wilayah Tripoli yang dikendalikan Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui PBB. GNA disokong sejumlah kelompok militan di sekitar Tripoli yang oleh LNA dianggap sebagai kelompok teroris.

Juru bicara LNA, Brigadir Ahmed al-Mesmari, mengatakan bahwa anggota front al-Nusra dikirim dari Turki ke Libya untuk bergabung dalam pertempuran di Tripoli. Pernyataan itu muncul dalam konferensi pada hari Jumat.

"LNA memerangi negara-negara yang mendukung para teroris," kata al-Mesmari. "Dan Pemerintah Kesepakatan Nasional mengancam para diplomat dan duta besar untuk kudeta terhadap LNA," ujarnya.

Al-Mesmari juga mengatakan sebanyak 14 teroris bersenjata telah tewas ketika melakukan serangan di pangkalan Tamanhant. Menurutnya, para penyerang gagal mencapai jantung pangkalan, yang sebenarnya tidak lagi digunakan untuk tujuan militer.

"Kami berkomitmen pada aturan konflik dan hukum humaniter," kata al-Mesmari, yang menambahkan bahwa prioritas mereka terletak pada menjaga kehidupan warga sipil dan properti mereka.

Pihak GNA belum berkomentar terkait klaim keterlibatan kelompok al-Nusra dalam konflik di Ibu Kota Libya tersebut.

Sementara itu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah berbicara melalui telepon dengan Jenderal Haftar di tengah serangan militer LNA untuk merebut Tripoli dari GNA.

"Trump dan Haftar berbicara untuk membahas upaya kontraterorisme yang sedang berlangsung untuk mencapai perdamaian dan stabilitas di Libya," kata Gedung Putih dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Reuters, Sabtu (20/4/2019).

Percakapan telepon itu diketahui berlangsung pada hari Senin lalu. "Trump mengakui peran penting Field Marshal Haftar dalam memerangi terorisme dan mengamankan sumber daya minyak Libya, dan keduanya membahas visi bersama untuk transisi Libya ke sistem politik demokratis yang stabil," lanjut Gedung Putih.

Tidak jelas mengapa Gedung Putih menunggu beberapa hari untuk mengumumkan adanya percakapan telepon tersebut. 




Credit  sindonews.com


Perpanjang Masa Berkuasa Al-Sisi, Mesir Gelar Referendum


Perpanjang Masa Berkuasa Al-Sisi, Mesir Gelar Referendum
Mesir gelar referendum untuk mengamandemen konstitusi yang memungkinkan Presiden Abdel Fattah al-Sisi tetap menjabat sampai 2030. Foto/Ilustrasi/SINDOnews/Ian

KAIRO - Mesir menggelar referendum untuk merubah konstitusi yang memungkinkan Presiden Abdel Fattah al-Sisi tetap menjabat sampai 2030 dan meningkatkan peran militer yang kuat. Referendum ini digelar selama tiga hari dimulai pada Sabtu.

Sekelompok orang terlihat membawa bendera dan mengenakan T-shirt bertuliskan "lakukan hal yang benar" - semboyan yang terpampang di ribuan poster di seluruh ibu kota menjelang referendum - sambil berkampanye 'Ya' untuk pemungutan suara.

Sementara itu sebuah bis bertingkat yang melantunkan musik patriotik berputar-putar di sekitar tempat pemungutan suara dekat Lapangan Tahrir di Kairo, episentrum pemberontakan 2011 yang mengakhiri pemerintahan 30 tahun mantan Presiden Hosni Mubarak.

Para pengamat mengatakan partisipasi pemilih akan menjadi ujian bagi popularitas Sisi, yang telah dilemahkan oleh langkah-langkah penghematan sejak 2016. Dia terpilih kembali tahun lalu dengan 97 persen suara, dengan partisipasi 41 persen.

Untuk diketahui sekitar 61 juta dari hampir 100 juta penduduk Mesir memenuhi syarat untuk memilih.

"Saya percaya bahwa segala yang dilakukan presiden adalah untuk kebaikan negara, dan saya percaya bahwa kami ingin pawai berlanjut," kata Mona Quarashi, kepala LSM pembangunan setempat, sebelum ia memilih di pusat kota Kairo.

Tetapi seorang penata rambut di pinggiran kota Kairo mengatakan dia tidak memilih.

“Saya tidak dapat berpartisipasi dalam lelucon seperti ini,” kata Zaki Mohamed (45).

“Apakah masuk akal untuk memiliki referendum tentang Pasal dalam konstitusi tanpa mempelajari Pasal ini dan untuk kepentingan siapa? Kami telah bertahun-tahun yang lalu, kembali ke otoritas individu," tuturnya seperti dikutip dari Reuters, Minggu (21/4/2019).

Jajak pendapat ditutup pada 19.00 waktu setempat, namun komisi pemilihan nasional belum memberikan angka resmi untuk jumlah pemilih pada hari pertama.

Jika disetujui, amandemen akan memperpanjang jangka waktu Sisi saat ini menjadi enam tahun dari empat dan memungkinkannya untuk mencalonkan diri lagi untuk jangka waktu enam tahun ketiga pada 2024.

Mereka juga akan memberikan presiden kontrol atas penunjukan hakim kepala dan jaksa penuntut umum dari sejumlah kandidat. Mereka akan menugaskan militer untuk melindungi konstitusi dan demokrasi serta dasar fundamental negara dan sifat sipilnya.

Para pendukung al-Sisi mengatakan perubahan itu diperlukan untuk memberinya lebih banyak waktu untuk menyelesaikan proyek-proyek pembangunan besar dan reformasi ekonomi. Sementara para kritikus mengatakan perubahan itu akan memusatkan lebih banyak kekuasaan di tangan Sisi dan mengembalikan Mesir ke model otoriter.

Kelompok oposisi yang kecil namun vokal meminta para pendukungnya untuk memilih menentang perubahan konstitusi daripada memboikot referendum seperti yang mereka lakukan dalam pemilihan presiden.

Mantan kandidat presiden Hamdeen Sabahy dan Khaled Ali sama-sama memposting foto diri mereka sendiri dengan kertas suara bertanda 'No.'

Para penentang amandemen mengatakan perubahan sedang dilakukan tanpa pengawasan publik yang tepat. Namun para pejabat mengatakan warga Mesir dari semua lapisan masyarakat diberi kesempatan untuk memperdebatkan amandemen, dan pandangannya diperhitungkan dalam proposal akhir.

"Ini adalah pukulan mematikan terakhir setelah semua ambisi yang kami miliki setelah revolusi 2011," kata Khaled Dawoud, anggota oposisi Gerakan Demokrasi Sipil.

Sisi berkuasa setelah menjadi ujung tombak, sebagai menteri pertahanan, penggulingan Mohamed Mursi dari Ikhwanul Muslimin sebagai presiden pada 2013. Ia terpilih sebagai presiden setahun kemudian dan memenangkan masa jabatan empat tahun kedua tahun lalu.

Di bawah Sisi, Mesir telah menyaksikan tindakan keras terhadap perbedaan pendapat yang menurut kelompok hak asasi manusia belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarahnya baru-baru ini. Media dan media sosial dikontrol dengan ketat.

Lina Khatib, kepala Program Timur Tengah dan Afrika Utara Chatham House, mengatakan amandemen tersebut membuka jalan untuk perebutan kekuasaan oleh Sisi.

"Ini memiliki implikasi besar bagi prospek demokrasi di Mesir dalam jangka menengah dan menyulitkan suara-suara politik alternatif untuk memperebutkan kekuasaan dalam jangka panjang," ujarnya.

Parlemen Mesir yang beranggotakan 596 orang, yang didominasi oleh pendukung Sisi, menyetujui amandemen pada hari Selasa, memberikan suara 531 berbanding 22.

Pemungutan suara pada pukul 07.00 waktu setempat pada hari Minggu untuk pemilihan suara kedua. Hasilnya diharapkan keluar dalam waktu lima hari dari hari terakhir pemungutan suara. 



Credit  sindonews.com



Menteri Turki seru rakyat tenang setelah pemimpin oposisi diserang


Menteri Turki seru rakyat tenang setelah pemimpin oposisi diserang
Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar berbicara kepada warga setelah pemimpin oposisi diserang. (Anadolu Agency)




Ankara (CB) - Menteri Pertahanan Turki Hulu Akar pada Ahad (21/4) menyeru rakyat agar tenang setelah pemimpin partai oposisi utama diserang selama pemakaman seorang prajurit di Kabupaten Cubuk di Ibu Kota Turki, Ankara.

Pernyataan Hulu Akar dikeluarkan setelah pemimpin oposisi Partai Rakyat Republik (CHP) diserang oleh sekelompok orang ketika ia menghadiri pemakaman seorang prajurit Turki, yang gugur pada Jumat (19/4) bersama tiga orang lagi, selama operasi terhadap pelaku teror di daerah perbatasan Turki-Irak.

Setelah serangan tersebut, Kemal Kilicdaroglu dibawa ke satu rumah yang berdekatan, sampai kendaraan lapis baja dikirim untuk menjemput dia di bawah perlindungan pasukan keamanan.

Menteri pertahanan Turtki itu menemui Kilicdaroglu di rumah tersebut dan berbicara dengan warga lokal dengan menggunakan pengeras suara di mobil polisi, kata Kantor Berita Turki, Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Senin pagi.

"Salah seorang saudara kita gugur. Kami menghadiri pemakamannya dan melaksanakan tanggung-jawab kami buat dia. Angkatan Bersenjata kita sekarang telah membuat kehidupan jadi sulit buat pelaku teror ini di perbukitan dan pegunungan mereka, tempat prajurit ini gugur," kata Akar.

Akar dan Kiridaroglu meninggalkan rumah itu bersama-sama.

Sementara itu, Gubernur Ankara Vasip Sahin mengatakan kepada satu lembaga penyiaran bahwa tindakan hukum terhadap para penyerang telah dimulai.

Yuksel Kocaman, Jaksa Penuntut Umum Ankara, mengatakan kepada Anadolu bahwa penyelidikan dilancarkan terhadap para penyerang dan untuk memastikan itu adalah perbuatan teror atau perbuatan provokasi.


Credit  antaranews.com



Turki Kecam Keras Serangan Bom di Sri Lanka


Turki Kecam Keras Serangan Bom di Sri Lanka
Turki kecam keras atas serangkaian serangan bom yang menghantam Sri Lanka, yang menewaskan setidaknya 156 orang dan lukai ratusan orang lainnya. Foto/Reuters

ANKARA - Turki melemparkan kecaman keras atas serangkaian serangan bom yang menghantam Sri Lanka. Serangan yang terjadi saat ibadan Paskah itu menewaskan setidaknya 156 orang dan melukai ratusan orang lainnya.

Kecaman disamapaikan mulai dari Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu hingga Presiden Turki, Tayyip Erdogan. Keduanya dengan tegas menyebut serangan itu sebagai pengecut dan tidak dapat diterima.

"Tidak peduli apa motifnya, serangan teror keji di Sri Lanka sama dengan yang ada di Christchurch, pengecut, biadab dan kejam. Teror tidak memiliki agama, tidak ada bangsa, tidak ada geografi," kata Cavusoglu melalui akun Twitternya, seperti dilansir Anadolu Agency pada Minggu (21/4).

Sementara itu, Erdogan, melalui sebuah pernyataan di akun Twitternya menuturkan bahwa Ankara mengucapkan duka cita kepada pemerintah dan masyarakat Sri Lanka atas serangan tersebut.

"Saya mengutuk dengan cara sekuat mungkin serangan teror Paskah di Sri Lanka. Ini adalah serangan terhadap seluruh umat manusia. Atas nama orang-orang Turki, saya menyampaikan belasungkawa kepada keluarga para korban dan orang-orang SriLanka, dan berharap pemulihan yang cepat bagi yang terluka," ungkapnya.

Sebelumnya diwartakan, serangan bunuh diri tersebut ternyata telah diketahui oleh Kepala Polisi Sri Lanka. Ia pun telah mengeluarkan peringatan nasional 10 hari sebelum serangan.

Dalam surat peringatan intelijen yang diperoleh AFP, Kepala Polisi Sri Lanka Pujuth Jayasundara, mengatakan pelaku bom bunuh diri berencana untuk melakukan aksinya di gereja-gereja terkemuka. Peringatan itu dikirimkan kepada perwira tinggi pada 11 April lalu.

"Sebuah agen intelijen asing telah melaporkan bahwa NTJ (National Thowheeth Jama'ath) berencana untuk melakukan serangan bunuh diri yang menargetkan gereja-gereja terkemuka serta komisi tinggi India di Kolombo," bunyi peringatan itu.

NTJ adalah kelompok Muslim radikal di Sri Lanka yang menjadi perhatian tahun lalu ketika dikaitkan dengan vandalisasi patung Buddha. 



Credit  sindonews.com



Kamis, 18 April 2019

Turki Enggan Respons Pihak Pertanyakan Statusnya di NATO


Sistem rudal darat-ke-udara jarak menengah dan jarak jauh Rusia S-400 saat parade Hari Kemenangan perayaan 71 tahun kemenangan atas Nazi Jerman di Perang Dunia II di Red Square, Moskow, Rusia, 9 Mei 2016.
Sistem rudal darat-ke-udara jarak menengah dan jarak jauh Rusia S-400 saat parade Hari Kemenangan perayaan 71 tahun kemenangan atas Nazi Jerman di Perang Dunia II di Red Square, Moskow, Rusia, 9 Mei 2016.
Foto: REUTERS/Grigory Dukor
Turki meyakinkan pembelian s-400 sesuai prosedur.



CB, WASHINGTONG— Turki takkan menanggapi pernyataan yang mempertanyakan statusnya di NATO.


Juru bicara Presiden Turki, Ibrahim Kalin, membela kebijakan luar negeri negaranya tersebut mengenai pembelian sistem pertahanan rudal Rusia di tengah penolakan Amerika serikat. 

Dia menyatakan Turki akan terus melakukan tindakan yang akan memperkuat posisinya di persekutuan trans-Atlantik itu.


Ketegangan antara AS dan Turki telah mencapai titip didih dalam beberapa bulan belakangan ini, Turki dijadwalkan mulai menerima sistem rudal canggih permukaan ke udara buatan Rusia S-400.


Washington menyatakan tindakan itu akan membahayakan peran Turki dalam program jet tempur buatan AS, F-35, dan dapat menyulut sanksi Kongres.


Selain itu, pada awal Maret, Wakil Presiden AS, Mike Pence, mengatakan pembelian sistem S-400 oleh Turki dapat berpotensi menimbulkan risiko buat NATO.


"Turki harus memilih. Apakah negara tersebut mau tetap menjadi mitra penting dalam persekutuan militer yang paling berhasil dalam sejarah dunia, atau apakah negara itu mau menanggung resiko keamanan kemitraan itu," kata Pence.


Kalin menyatakan tak mungkin buat Turki untuk pernyataan semacam itu, demikian laporan Anadolu, yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu (17/4).


Dia menambahkan tak ada satu negara pun yang akan menentukan status satu negara di NATO tapi semua negara anggota NATO.


"Selain itu, kami bukan (negara) pengamat di sana. Kami adalah salah satu anggota. Kami adalah negara yang memiliki hak berbicara dalam semua keputusan," katanya.

Di dalam pernyataannya, dia kembali mengatakan hubungan Turki dengan Rusia bukan pilihan bagi hubungan dengan AS atau Eropa.


Dia mengatakan sangat normal buat Turki untuk mengembangkan berbagai hubungan di berbagai bidang dalam kebijakan luar negeri.


Setelah upaya yang berlarut untuk membeli sistem pertahanan udara dari AS tanpa hasil, Ankara pada 2017 memutuskan untuk membeli sistem buatan Rusia S-400.


Para pejabat AS menyarankan Turki membeli sistem rudal Patriot buatan AS dan bukan S-400 dari Moskow, dengan alasan sistem buatan Rusia takkan cocok dengan sistem NATO dan bisa mengungkap rahasia F-35 kepada Rusia.


Namun Turki menekankan sistem S-400 takkan disatukan ke dalam operasi NATO dan takkan menimbulkan ancaman buat aliansi tersebut.


Kalin juga menolak ancaman sanksi dari Washington melalui Countering America''s Adversaries Throguh Sanctions Act, atau CAATSA, yang disahkan pada 2017 guna menghadapi Iran, Korea Utara, dan Rusia dan memerangi pengaruh mereka di seluruh dunia.


Pembicaraan Ankara yang diumumkan pada Januari 2017 untuk membeli sistem pertahanan rudal S-400 dilakukan sebeluam CAATSA ditandatangani menjadi peraturan pada Agustus 2017.


Dia memperingatkan ancaman takkan berhasil dan akan berbalik. "Turki bukan negara yang membangun hubungan dengan ancaman semacam itu. (Pembelian) ini adalah keputusan yang diambil dalam kerangka kerja kedaulatan nasional Turki," kata dia.




Credit  republika.co.id




Senin, 15 April 2019

Rusia Puji Kenekatan Erdogan Beli S-400 meski Ditekan AS



Rusia Puji Kenekatan Erdogan Beli S-400 meski Ditekan AS
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov. Foto/REUTERS



MOSKOW - Juru Bicara Kepresidenan Rusia Dmitry Peskov memuji Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang tetap nekat membeli sistem rudal S-400 Moskow meski ada tekanan dari Amerika Serikat (AS). Menurutnya, Turki membuktikan diri sebagai negara yang independen dalam bertindak.

"Faktanya, tidak banyak negara yang bertindak secara independen. Rusia dan Turki adalah di antara negara-negara tersebut," kata Peskov.

"Tekanan memang belum pernah terjadi sebelumnya. Kami menyambut posisi Erdogan yang agak sulit dan tidak kenal kompromi (dalam masalah ini). Kami percaya bahwa sikap seperti itu akan memungkinkan kami membangun dialog yang bebas dan berdaulat," lanjut Peskov dalam sebuah program ditayangkan Rossiya-1 TV, yang dilansir Ahval News, Senin (15/4/2019).

Pernyataan juru bicara Kremlin itu muncul ketika para anggota parlemen AS terus memperingatkan Ankara bahwa pembelian sistem rudal Rusia itu dapat menyebabkan sanksi AS dan menempatkan keterlibatan Turki di program jet tempur F-35 berada dalam risiko.

Menurut Washington, Ankara tidak dapat memiliki jet tempur Amerika dan sistem pertahanan Rusia dengan alasan bahwa hal itu akan membahayakan keamanan sistem persenjataan NATO. AS sebagai sekutu Turki di keanggotaan NATO telah berupaya meyakinkan Ankara untuk membeli sistem pertahanan rudal Patriot buatan Raytheon, namun upaya itu sejauh ini belum berhasil.

Ankara telah berulang kali menekankan bahwa perjanjian untuk membeli sistem pertahanan udara S-400 Rusia adalah kesepakatan final.

"Kami memberi tahu mereka 'ini pekerjaan yang sudah selesai, semuanya sudah siap'. Pengiriman sistem pertahanan rudal S-400 seharusnya pada bulan Juli, mungkin dilakukan sebelumnya," kata Erdogan pekan lalu.

Awal bulan ini, Amerika Serikat menghentikan pengiriman berbagai peralatan atau suku cadang terkait dengan pesawat tempur siluman F-35 ke Turki. Penghentian pengiriman itu merupakan langkah konkret pertama yang diambil Washington untuk memblokir pengiriman jet tempur itu ke sekutu NATO-nya.



Credit  sindonews.com




Turki Tegaskan Pembelian S-400 Masalah Keamanan Nasional



Turki Tegaskan Pembelian S-400 Masalah Keamanan Nasional
Sistem pertahanan udara S-400 Rusia. Foto/Istimewa


ANKARA - Pengadaan sistem pertahanan S-400 Rusia adalah masalah keamanan nasional Turki. Hal itu ditegaskan juru bicara Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa.

"Demikian pula, mempertanyakan Turki pada program F-35 seperti mempertanyakan proyek-proyek bersama NATO dan konsep keamanan kolektif," kata Omer Celik seperti dikutip dari Anadolu, Sabtu (13/4/2019).

Washington menolak keras pembelian S-400 Rusia oleh Turki, dan pekan lalu menangguhkan pengiriman suku cadang dan layanan untuk jet tempur F-35.

Para pejabat AS menyarankan Turki untuk membeli sistem rudal Patriot AS daripada S-400, dengan alasan sistem pertahanan rudal itu tidak sesuai dengan sistem NATO dan akan mengekspos F-35.

Turki telah menanggapi bahwa penolakan AS untuk menjual rudal Patriotnya yang membuatnya mencari penjual lain, menambahkan bahwa Rusia menawarkan kesepakatan yang lebih baik, termasuk transfer teknologi.

"AS seharusnya tidak mengubah persaingan pasar senjata menjadi masalah aliansi NATO," tambah Celik.

Berbicara tentang kudeta militer di Sudan, dia mengatakan Turki mengharapkan tuntutan rakyat Sudan agar demokrasi dipenuhi tanpa menyeret negara itu ke dalam perang saudara.

Setelah berbulan-bulan aksi protes populer, Presiden Omar al-Bashir yang telah memerintah Sudan sejak 1989, mengundurkan diri pada hari Kamis.




Credit  sindonews.com



Minggu, 14 April 2019

Pakar Sebut Alasan AS Takut S-400 karena Bisa Jatuhkan F-35


Sistem rudal S-400. Sumber : Sputnik/RT.com
Sistem rudal S-400. Sumber : Sputnik/RT.com
CB, Jakarta - Pakar militer mengatakan kekhawatiran Amerika Serikat terhadap S-400 dikarenakan sistem pertahanan udara itu mampu menembak jatuh pesawat F-35.
Selama bertahun-tahun, tiga negara NATO tidak mengalami kesulitan dalam menggunakan sistem pertahanan udara Rusia, tetapi kesepakatan S-400 Turki adalah kasus khusus karena berisiko dan menimbulkan kerugian pada industri militernya, ungkap pengamat militer, seperti dikutip dari Russia Today, 14 April 2019.

Turki tampaknya tetap membeli sistem anti-pesawat S-400 meski diancam oleh AS.
Washington telah menunda pengiriman F-35 ke Angkatan Udara Turki dan memperingatkan bahwa melanjutkan perjanjian itu dapat membahayakan hubungan Turki dengan AS dan NATO.

Beberapa media memaparkan bagaimana industri Turki akan menderita jika S-400 dibeli oleh Turki. Yang lain memperingatkan bahwa memiliki F-35 dan S-400 dalam satu militer akan membahayakan keuntungan paling penting dari jet tempur generasi kelima.
Analis militer mengatakan sebagian besar perselisihan adalah Ankara yang tidak tunduk pada Washington dan NATO dan mengejar kepentingannya sendiri.
"AS kehilangan kepemimpinan dan Rusia mengambilnya," kata Igor Korotchenko, pemimpin redaksi majalah militer National Defense dan anggota dewan publik Kementerian Pertahanan.
"Prospek anggota NATO yang membeli alustsista dari Rusia merusak reputasi AS...dan menimbulkan kerugian pada industri militer Amerika," katanya.
 
Radar dan software S-400 Triumph telah disempurnakan sehingga dapat menghancurkan 36 target secara bersamaan. Radar panorama 91N6E dapat mendeteksi target sejauh 600 km dan radar 92N6 merupakan radar multi fungsi yang mampu mendeteksi 100 target dengan jangkauan 400 km. topwar.ru
Menurut Igor, S-400 berbahaya bagi pesawat NATO karena dapat mendeteksi dan menjatuhkan F-35 dan F-22.
Tetapi ada negara-negara anggota NATO yang menggunakan persenjataan buatan Rusia berteknologi tinggi, termasuk pendahulu S-400.
Bulgaria, Yunani, dan Slovakia adalah sekutu NATO yang memiliki S-300 di gudang senjata mereka.


Yunani telah memasangnya di di pulau Siprus, yang menjadi titik balik dalam strategi pertahanan nasionalnya. Bulgaria dan Slovakia sering menggunakan sistem S-300, yang dirancang pada puncak Perang Dingin, selama latihan tempur NATO.
Jadi, mengapa Turki yang bergabung dengan NATO pada tahun 1952, mendapat tekanan kuat karena membeli S-400 sementara tiga anggota lainnya tidak?




"Yunani dan anggota lainnya telah membeli senjata anti-pesawat Rusia jauh sebelum 2014, yaitu sebelum ketegangan antara AS dan Rusia mulai meningkat," jelas pakar militer Rusia Mikhail Khodarenok.
Khodarenok, pensiunan perwira Angkatan Udara Rusia, mengatakan daya tembak yang ditingkatkan, resistensi terhadap gangguan dan jangkauan yang lebih jauh membuat S-400 menonjol di antara rudal darat- ke-udara lainnya.
Tetapi kenapa AS begitu takut pada S-400 dibanding S-300, generasi sistem pertahanan udara yang lebih tua?

Militer Amerika telah memperoleh sepasang varian S-300P dan S-300V melalui Belarus dan Ukraina setelah Uni Soviet runtuh untuk mempelajari kemampuan sistem, tetapi pengetahuan yang bisa diambil dari sistem ini tidak mutakhir sekarang, kata Khodarenok.
"AS tidak memiliki (varian yang lebih baru)," katanya.
Bahkan mengetahui senjata musuh secara terperinci tidak banyak membantu di medan perang karena menekan sistem anti-pesawat adalah tentang gangguan elektronik yang kuat, dan tidak terkait jenis perangkat keras apa pun.
 
Rusia telah mengoperasikan sistem pertahanan udara S-400 Triumf yang dapat membidik 36 pesawat dalam radius 150 km. S-400 dilengkapi empat macam rudal yang berbeda jangkauannya, yaitu rudal 40N6 (jangkauan 400 km, rudal 48N6 (250 km), rudal 9M96E dan 9M96E2 (40 km dan 120 km). Rudal S-400 mampu melaju dengan kecepatan 4,8 km/detik, sehingga target sejauh 400 km dapat dihancurkan dalam waktu 83 detik saja. Triumf juga mampu menghadang rudal balistik. Sputnik/ Sergey Malgavko
Turki mengatakan S-400 akan membantu negara untuk mempertahankan diri, karena Turki menghadapi ancaman dari Timur Tengah. Tetapi pada saat yang sama, Turki sedang dalam pembicaraan dengan AS mengenai rudal Patriot, sistem pertahanan udara yang hampir sama dengan famili S-300.

"(ibarat) Menghindari memasukkan semua telur dalam satu keranjang, Turki menunjukkan bahwa mereka tidak ingin membeli sistem anti-pesawat dari satu vendor," tukas Khodarenok.
Khodarenok yakin kesepakatan Rusia akan terbatas pada Turki yang hanya membeli sejumlah skuadron S-400 untuk mencakup hanya satu fasilitas penting.
"Tidak akan ada pembelian grosir sistem anti-pesawat untuk menutupi seluruh Turki, sementara pembelian S-400 masih jauh dari selesai, karena kesepakatan itu baru dilakukan setelah kru Turki dilatih di Rusia, peluncur diuji dan dikirim ke Turki, dan akhirnya, semua pembayaran dilakukan," papar Khodarenok.






Credit  tempo.co







Kamis, 11 April 2019

Rusia Siap Jual Lebih Banyak S-400 ke Turki




Rusia Siap Jual Lebih Banyak S-400 ke Turki
Moskow mengatakan siap mempertimbangkan untuk memasok lebih banyak rudal pertahanan udara S-400 ke Turki. Foto/Istimewa


MOSKOW - Rusia tertarik untuk memperluar kerja sama teknis militernya dengan Turki. Moskow mengatakan siap mempertimbangkan untuk memasok lebih banyak rudal pertahanan udara S-400 ke Turki.

"Rusia terbuka. Rusia memiliki kemampuan dan kompetensi teknologi yang sesuai. Rusia mencari peluang untuk memperluas kerja sama ini. Ini adalah praktik yang benar-benar normal," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov seperti dikutip dari Xinhua, Kamis (11/4/2019).

Peskov mengatakan kerja sama teknis militer adalah bagian yang sangat penting dari interaksi Rusia dengan banyak negara asing, karena kerja sama tersebut menunjukkan tingkat khusus pengembangan hubungan bilateral. 

"Ini juga berlaku untuk Turki," cetusnya.

Peskov membuat pernyataan mengomentari pernyataan yang dibuat sebelumnya pada hari Rabu oleh Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, bahwa jika Washington menolak untuk menjual sistem pertahanan udara jarak jauh Patriot ke Ankara, ia dapat membeli lebih banyak S-400 dari Rusia.

Berbicara kepada saluran berita NTV Turki, Cavusoglu mengatakan bahwa jika AS menerapkan ancamannya untuk membatalkan kesepakatan jet F-35, Turki dapat membeli pesawat tempur dari sumber lain hingga mampu memproduksi sendiri.

Washington telah mengkritik Turki karena pembelian rudal S-400 Rusia dan Pentagon mengatakan pekan lalu bahwa mereka telah menghentikan pengiriman suku cadang jet tempur F-35 dan manual ke Turki.

Namun demikian, Presiden Rusia Vladimir Putin dan mitranya dari Turki Recep Tayyip Erdogan pada hari Senin sepakat untuk menerapkan kontrak mereka untuk mengirimkan S-400 ke Turki sesuai rencana.

Sistem rudal pertahanan udara S-400 dianggap yang paling canggih dari jenisnya di Rusia, yang mampu menghancurkan target pada jarak hingga 400 km dan ketinggian hingga 30 km. 





Credit  sindonews.com



Pompeo: F-35 Tidak Berjodoh dengan S-400 Rusia



Pompeo: F-35 Tidak Berjodoh dengan S-400 Rusia
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo mengatakan, jet tempur F-35 tidak dapat beroperasi di wilayah udara yang sama dengan sistem rudal S-400 Rusia. Foto/Reuters


WASHINGTON - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Mike Pompeo mengatakan, jet tempur F-35 tidak dapat beroperasi di wilayah udara yang sama dengan sistem rudal S-400 Rusia. Ini adalah langkah terbaru AS untuk merayu Turki agar membatalkan pembelian S-400 agar mendapatkan F-35.

"Tidak mungkin untuk menerbangkan F-35 di ruang udara di mana S-400 dapat dioperasikan secara signifikan," kata Pompeo dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Anadoly Agency pada Kamis (11/4).

Dia mengatakan, AS telah berkali-kali menyampaikan "tantangan teknis" ini kepada Turki, baik melalui saluran diplomatik ataupun militer. Namun, sayangnya hal itu tidak di gubris oleh Ankara.

Pompeo kemudian mengatakan kesepakatan untuk sistem pertahanan udara AS sekarang di atas meja, dan bahwa Washington mengakui peran Ankara dalam program F-35.

"Kami telah menjelaskan kepada orang-orang Turki sejelas mungkin, mereka membangun komponen penting dari F-35. Tidak hanya mereka pembeli dan pelanggan, tetapi mereka adalah bagian dari rantai pasokan untuk F-35," ucapnya.

Sementara itu, sebelumnya Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu telah menolak ancaman AS untuk membatalkan kesepakatan untuk jet F-35 jika Turki tetap melanjutkan pembelian S-400. Cavusoglu mengatakan dengan tidak adanya F-35, Turki bisa membeli jet tempur dari sumber lain hingga mampu memproduksi sendiri. 





Credit  sindonews.com


Menlu Turki: Jika AS tahan Patriot, Turki beli lebih banyak S-400


Menlu Turki: Jika AS tahan Patriot, Turki beli lebih banyak S-400

Gugusan sistem persenjataan anti-rudal Patriot di padang pasir Arab Saudi selama perang Teluk/file (AFP) (AFP/)




Ankara (CB) - Pemerintah Turki bisa membeli lebih banyak rudal S-400 atau sistem lain pertahanan udara jika Amerika Serikat menolak untuk menjual rudal Patriot kepada Turki, kata menteri luar negeri Turki pada Rabu (10/4).

Ketika berbicara kepada satu stasiun televisi berita Turki, Menlu Mavlut Cavusoglu menanggapi kecaman AS mengenai pembelian S-400 dan menggarisbawahi bahwa negara lain NATO sebelumnya telah memperoleh generasi terdahulu rudal S-300 tanpa konflik dengan anggota lain di aliansi itu.

"Jika AS menolak untuk menjual Patriot kepada kami, besok kami bisa membeli (sistem) S-400 kedua, atau sistem lain pertahanan udara," kata Cavusoglu.

Cavusoglu menepis ancaman AS untuk membatalkan kesepakatan pembelian jet F-35 jika sistem S-400 dikirim. Ia mengatakan Turki dapat membeli jet tempur dari sumber lain sampai Ankara mampu memproduksi sendiri jika Washington berkukuh dengan ancaman tersebut.

Washington telah menentang tindakan Turki membeli sistem pertahanan rudal permukaan-ke-udara S-400 buatan Rusia, dan pekan lalu membekukan pengiriman suku cadang serta layanan lain yang berkaitan dengan F-35.

Para pejabat AS telah menyarankan Turki membeli sistem rudal Patriot AS dan bukan S-400 dari Moskow, dengan alasan sistem S-400 tak sesuai dengan sistem NATO dan kemungkinan mengungkap F-35 kepada Rusia.

Turki telah menanggapi bahwa penolakan AS untuk menjual Patriot lah yang memaksanya mencari pembeli lain, dan menambahkan Rusia menawarkan kesepakatan yang lebih baik, yang meliputi alih teknologi.

Mengenai tindakan Washington memasukkan Korps Pengawal Revolusi Iran (IRGC) sebagai "organisasi teroris asing", Cavusoglu mengatakan tindakan itu adalah keputusan yang sangat berbahaya dengan mengakui militer resmi satu negara sebagai organisasi teroris.

Ia mengecam AS karena kerja samanya dengan organisasi YPG/PKK. Cavusoglu juga menegaskan bahwa Washington melakukan tindakan yang bertentangan, yaitu dengan memasukkan angkatan bersenjata negara lain sebagai kelompok teror sementara AS sendiri bekerja sama dengan kelompok teror lain.

Saat merujuk kepada pemilihan umum Israel pada Selasa, Cavusoglu mengatakan Tel Aviv mesti "menghentikan populisme dan sikap agresifnya", dan segera melakukan langkah menuju penyelesaian dua-negara.

"Penyelesaian dua-negara adalah satu-satunya penyelesaian bagi perdamaian di Palestina, Israel dan wilayah ini," katanya.




Credit  antaranews.com



Pompeo: S-400 dan F-35 Tidak Kompatibel




Pompeo: S-400 dan F-35 Tidak Kompatibel
Pesawat tempur F-35 AS dan sistem pertahanan udara S-400 Rusia. Foto/Ilustrasi/SINDOnews/Ian


WASHINGTON - Pesawat tempur F-35 Amerika Serikat (AS) tidak dapat beroperasi di wilayah udara yang sama dengan sistem pertahanan udara S-400 buatan Rusia dan Turki mengatahui hal ini. Hal itu dikatakan oleh Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo kepada anggota parlemen AS.

"Tidak mungkin untuk menerbangkan F-35 di angkasa di mana S-400 beroperasi secara signifikan," kata Pompeo, berbicara kepada anggota Komite Hubungan Luar Negeri Senat.

"Washington telah menyampaikan peringatan ini kepada pemerintah dan pejabat pertahanan Turki," ia menambahkan seperti dikutip dari Sputnik, Kamis (11/4/2019).

Mengomentari kemungkinan konsekuensi dari Turki yang bersikukuh dengan kesepakatan S-400 dengan Rusia, Pompeo meminta Ankara untuk melihat kemungkinan sanksi dalam undang-undang CAATSA. Lewat undang-undang ini AS mengancam memberikan sanksi terhadap negara-negara yang melakukan pembelian peralatan militer dari Rusia.

"S-400 adalah sistem senjata yang signifikan, dan kami telah berbagi dengan mereka, kami telah meminta mereka untuk melihat CAATSA, apa artinya itu bagi mereka," ujar Pompeo.

Pompeo menekankan bahwa tawaran AS untuk menjual Turki sistem pertahanan udara Patriot PAC masih di atas meja, dan mengakui investasi Turki dalam pengembangan F-35.

"Kami telah menjelaskan kepada Turki sejelas mungkin, mereka membangun komponen penting dari F-35. Tidak hanya mereka pembeli dan pelanggan, tetapi mereka adalah bagian dari rantai pasokan untuk F-35," ucapnya.

Pernyataan Pompeo mengomentari pernyataan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu sebelumnya bahwa Ankara dapat beralih ke Rusia untuk pesawat terbang canggih jika tidak mendapatkan F-35.

"Ada F-35, tetapi ada juga pesawat yang diproduksi di Rusia. Jika kami tidak dapat membeli F-35, Turki akan membeli pesawat serupa dari negara lain," kata Cavusoglu.

Sehari sebelumnya, Cavusoglu memperingatkan bahwa jika AS dan Turki tidak dapat mencapai kesepakatan yang disepakati bersama mengenai penjualan sistem rudal Patriot, Ankara hanya dapat membeli lebih banyak S-400 Rusia.

Baca juga: Turki: Jika AS Tolak Jual Rudal Patriot, Kami Beli S-400

Awal pekan ini, Komite Layanan Bersenjata Senat AS mengancam akan memberikan sanksi kepada Turki jika mereka bergerak maju dengan pembelian S-400, dengan kelompok senator bipartisan menulis sebuah artikel di New York Times di mana mereka memperingatkan bahwa selain sanksi, membeli S-400 dapat menghancurkan industri pertahanan Turki dan melihat negara tersebut diusir dari NATO.

Moskow dan Ankara menandatangani kontrak USD2,5 miliar untuk pengiriman empat set batalion S-400 ke Turki pada akhir 2017. Setelah pengiriman dimulai pada Juli, Turki akan menjadi negara keempat di dunia yang memiliki sistem setelah Rusia sendiri , Belarus, dan China. Dirancang untuk menghentikan pesawat musuh, drone, rudal jelajah dan balistik, S-400 saat ini merupakan sistem pertahanan udara mobile paling canggih di gudang senjata Rusia. 




Credit  sindonews.com



Menlu AS: F-35, S-400 tak bisa beroperasi bersama


Menlu AS: F-35, S-400 tak bisa beroperasi bersama

Sistem peluru kendali darat-ke-udara baru S-400 terlihat setelah dipakai di sebuah pangkalan militer di luar Kota Gvardeysk dekat Kaliningrad, Rusia, 11/3/2019. REUTERS/Vitaly Nevar (REUTERS/STRINGER)





Washington (CB) - Pesawat jet tempur buatan Amerika F-35 tak bisa dioperasikan di wilayah udara yang sama dengan sistem pertahanan buatan Rusia S-400, kata Menteri Luar Negeri Amerika Serikat pada Rabu (10/4).

"Tak mungkin buat keduanya untuk menerbangkan F-35 di wilayah udara tempat S-400 beroperasi," kata Menlu AS Mike Pompeo dalam dengar pendapat di Komite Hubungan Luar Negeri Senat.

Ia mengatakan AS menyampaikan "tantangan teknis ini" kepada Turki melalui saluran militer dan diplomatik.

Setelah upaya yang berlarut-larut untuk membeli sistem pertahanan udara dari AS tak berhasil, Ankara pada 2017 memutuskan untuk membeli sistem pertahanan Rusia.

Washington memperingatkan Ankara mengenai pembelian sistem S-400-nya dan pekan lalu membekukan pengiriman suku cadang serta layanan lain buat jet F-35.

Pompeo mengisyaratkan kemungkinan pemberlakuan sanksi melalui peraturan yang disahkan untuk menghukum trio tiga negara lain, akibat kesepakatan tersebut.

"Sistem S-400 adalah sistem senjata penting, dan kami telah berbagi (informasi tersebut, red) dengan mereka, kami telah meminta mereka untuk meneliti CAATSA, apa itu artinya buat mereka," katanya.

Countering American Adversaries Through Sanctions Act, atau CAATSA, disahkan pada 2017 untuk menjatuhkan sanksi atas Iran, Korea Utara dan Rusia dan memerangi pengaruh ketiga negara itu di seluruh dunia.

Pompeo mengatakan kesepakatan bagi sistem pertahanan udara Amerika sekarang siap dirundingkan, dan AS mengakui peran Turki dalam program F-35.

"Kami telah menjelaskan kepada Pemerintah Turki sejelas-jelasnya, mereka membuat komponen penting F-35. Bukan hanya mereka adalah pembeli dan pelanggan, tapi mereka adalah bagian dari rantai pasokan buat F-35," kata Pompeo.

Turki pertama kali bergabung dalam Program Tempur Serang Gabungan F-35 dan telah menanam modal lebih dari 1,25 miliar dolar AS (sekitar Rp17,69 triliun). Ankara juga membuat berbagai suku cadang pesawat buat semua pelanggan dan varian F-35.

Perusahaan-perusahaan Turki telah memasok program F-35 dengan komponen penting, termasuk struktur badan pesawat serta rakitan dan penampang pusat badan pesawat.


Credit  antaranews.com



Turki-Qatar Kritik Langkah AS Tetapkan IRGC sebagai Teroris



Turki-Qatar Kritik Langkah AS Tetapkan IRGC sebagai Teroris
Turki dan Qatar kompak dalam melemparkan kritikan keras terhadap keputusan AS untuk memasukan Garda Revolusi Iran atau IRGC dalam daftar hitam teroris. Foto/Istimewa


ANKARA - Turki dan Qatar kompak dalam melemparkan kritikan keras terhadap keputusan Amerika Serikat (AS) untuk memasukan Garda Revolusi Iran atau IRGC dalam daftar hitam teroris. Keputusan itu diumumkan oleh Presiden AS, Donald Trump awal pekan ini.

Kritikan itu disampaikan pasca pertemuan antara Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu dengan Menteri Luar Negeri Qatar, Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani.

Cavusoglu menuturan, Turki tidak senang dengan apa yang telah dilakukan oleh IRGC. Namun, dia menegaskan tidak ada satupun negara di dunia yang berhak menganggap militer negara lain sebagai teroris.

"AS mengeluarkan keputusan sepihak ini dalam konteks sanksi dan tekanan terhadap Iran," kata Cavusoglu dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Arab News pada Kamis (11/4).

"Kami tidak mendukung IRGC di Suriah, tetapi tidak ada negara yang dapat menyatakan pasukan bersenjata negara lain sebagai organisasi teroris. Kami juga tidak mendukung keputusan sepihak. "Tindakan semacam itu akan menyebabkan ketidakstabilan di kawasan ini," Sambungnya.

Pada kesempatanya, Al-Thani mengatakan ketidaksepakatan atas perilaku tentara Iran, atau perilaku tentara lainnya. Namun, dia juga tidak sependapat dengan keputusan AS, dengan menegaskan bahwa ini tidak boleh diselesaikan dengan menjatuhkan sanksi. 




Credit  sindonews.com